Kelas VII-B
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan sebuah makalah tentang Sejarah Perang Padri. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran PKn
Dengan selesainya makalah ini, tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang
telah memberikan masukan serta bimbingan kepada kami, untuk itu kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa-siswa dan masyarakat pada
umumnya. Di samping itu, makalah ini bertujuan untuk mengingatkan kita agar kita, jangan
sekali-kali melupakan sejarah
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan pada makalah ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat terbatasnya pengetahuan dan pengalaman
kami. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna
menyempurnakan penyusunan makalah ini. Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
maupun kekurangan, terima kasih.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Gerakan Padri.
B. Upaya Yang Dilakukan Kaum Padri
C. Pengertian Perang Padri.
D. Penyebab Perang Padri
E. Periodesasi Gerakan Padri.
1. Periode 1803 – 1821
2. Periode 1821 – 1838
F. Akhir Perang Padri.
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Padri adalah sebuah nama di daerah Padang. Yang mana di daerah inilah awal
mulanya diterapkaknnya gerakan puritanisme di Indonesia. Gerakaan puritanisme adalah
sebuah gerakan pemurnian ajaran agama islam yang telah terpengaruh atau telah
tercemari oleh ajaran-ajaran yang datang dari luar islam. Gerakan ini pertama kali di
pelopori oleh Muhammad ibn Abdul Wahab, di Nejd. Berkat bantuan penguasa keluarga
su’ud faham ini berkembang pesat di wilayah zajirah arabia, bahkan sempat
menggoyahkan pemerintahan kerajaan turki ustmani.
Gerakan puritanisme ini dibawa masuk ke wilayah Indonesia oleh tiga orang kaum
muda padri yang baru pulang kembali dari tanah suci selepas melaksanakan ibadah haji,
mereka itu adalah haji miskin, haji sumanik, dan haji piobang pada tahun 1803 M.
Mereka kemudian membentuk kelompok yang terkenal dengan kelompok Harimau Nan
Salapan atau kaum muda padri mereka mengadakan penentangan terhadap prektek
kehidupan beragama masyarakat Minang Kabau, yang telah terpengaruh oleh unsur-unsur
tahayul, bid’ah, dan kurafat. Masyarakatnya sudah menyimpang jauh dari tradisi
keagamaan yang telah ada.
Perjudian, penyabungan ayam, dan lain sebagainya adalah contoh dari sebagian
kecil perbuatan mereka yang waktu itu telah merupakan perbuatan atau suatu hal yang
biasa. Oleh karena itu, kedatangan tiga orang haji ini, yang kemudian bersekutu dengan
tuanku Nan Renceh dan tuanku Imam Bonjol, melakukan gerakan kemurnian ajaran
Islam. Karena aktivitas mereka dianggap cukup membahayakan keberadaan kaum tua
atau adat padri, maka kaum tua meminta bantuan Belanda pada tahun 1821-1837 M
terjadilah perang padri.
Dalam pertempuran yang tidak seimbang itu kaum Ulama mengalami kekalahan,
Ulama dalam perang paderi dalam menghadapi Belanda, bukanlah mematahkan semangat
para tokoh pejuang pembaharu itu, tetapi gerakannya semakin hebat.Gerakan
pembaharuan itu tidak lagi bersifat politik agama, tetapi dialihkan kedalam gerakan
pembaharuan pendidikan.Perang padri dianggap sebagai pembaharuan Islam karena
tujuan dari perang padri adalah memiliki kekuasaan yang kuat dan dengan memiliki
kekuatan atas kekuasaan kaum Ulama dapat menguatkan ajaran Islam yang telah banyak
di tinggalkan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah Perang Padri pada tahun 1803 sampai 1838
C. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sejarah terjadinya Perang
Padri di Sumatera Barat
3
BAB II
PEMBAHASAN
Padri adalah sebuah nama di daerah Padang. Yang mana di daerah inilah awal mulanya
diterapkaknnya gerakan puritanisme di Indonesia. Gerakaan puritanisme adalah sebuah
gerakan pemurnian ajaran agama islam yang telah terpengaruh atau telah tercemari oleh
ajaran-ajaran yang datang dari luar islam. Gerakan ini pertama kali di pelopori oleh
Muhammad ibn Abdul Wahab, di Nejd. Berkat bantuan penguasa keluarga su’ud faham ini
berkembang pesat di wilayah zajirah arabia, bahkan sempat menggoyahkan pemerintahan
kerajaan turki ustmani.
Gerakan puritanisme ini dibawa masuk ke wilayah Indonesia oleh tiga orang kaum
muda padri yang baru pulang kembali dari tanah suci selepas melaksanakan ibadah haji,
mereka itu adalah haji miskin, haji sumanik, dan haji piobang pada tahun 1803 M. Mereka
kemudian membentuk kelompok yang terkenal dengan kelompok Harimau Nan Salapan atau
kaum muda padri mereka mengadakan penentangan terhadap prektek kehidupan beragama
masyarakat Minang Kabau, yang telah terpengaruh oleh unsur-unsur tahayul, bid’ah, dan
kurafat. Masyarakatnya sudah menyimpang jauh dari tradisi keagamaan yang telah ada.
Perjudian, penyabungan ayam, dan lain sebagainya adalah contoh dari sebagian kecil
perbuatan mereka yang waktu itu telah merupakan perbuatan atau suatu hal yang biasa. Oleh
karena itu, kedatangan tiga orang haji ini, yang kemudian bersekutu dengan tuanku Nan
Renceh dan tuanku Imam Bonjol, melakukan gerakan kemurnian ajaran Islam. Karena
aktivitas mereka dianggap cukup membahayakan keberadaan kaum tua atau adat padri, maka
kaum tua meminta bantuan Belanda pada tahun 1821-1837 M terjadilah perang padri.
Dalam pertempuran yang tidak seimbang itu kaum Ulama mengalami kekalahan, Ulama
dalam perang paderi dalam menghadapi Belanda, bukanlah mematahkan semangat para tokoh
pejuang pembaharu itu, tetapi gerakannya semakin hebat.Gerakan pembaharuan itu tidak lagi
bersifat politik agama, tetapi dialihkan kedalam gerakan pembaharuan pendidikan.Perang
padri dianggap sebagai pembaharuan Islam karena tujuan dari perang padri adalah memiliki
kekuasaan yang kuat dan dengan memiliki kekuatan atas kekuasaan kaum Ulama dapat
menguatkan ajaran Islam yang telah banyak di tinggalkan.
Kondisi pada saat itu daerah Minangkabau jauh dari apa yang Islam ajarkan dan syariat
oleh Agama Islam. para Ulama giat mengadakan ceramah-ceramah, pengajian, mendirikan
Madrasah dan pondok pesantren yang diberi nama Sumatera Thawalib. Pengaruh gerakan ini
lalu meluas keseluruh tanah air yang diikuti dengan bermunculannya berbagaiorganisasi Islam
pada zaman pergerakan nasional di Indonesia pada Abad ke-20 Masehi.
A. GERAKAN PADRI.
Gerakan padri, merupakan pergerakan keagamaan yang terinspirasi oleh gerakan
wahabi. Gerakan ini pada awalnya merupakan gerakan pembaharuan (modernis) diawal
abad 18, yang dilakukan Tuanku Nan Tuo dan murid-muridnya di Surau kuto Tuo, Agam.
Kemunculan gerakan ini merupakan reaksi balik atas pengamalam agama yang
dilakukan kaum Adat yang banyak menyimpang dari ajaran Islam.Gerakan ini kemudian
mendapat sambutan dari ulama “tiga serangkai” Minangkabau, sekembalinya mereka dari
Mekkah pada tahun 1803.Dalam melaksanakan dakwahnya yang berupaya mengikis
khurafat dan bid’ah dalam praktek beragama umat Minangkabau, gerakan ini mengambil
pendekatan keras dan radikal.
Dengan membawa semangat pembaharuan gerakan wahabi, mereka berusaha untuk
mengikis habis praktik-praktik adat dari unsur khurafat dan bid’ah. Upaya ini dilakukan
baik melalui pelaksanaan pendidikan salaf disurau-surau, maupun langsung berdebat
secara frontal dengan kaum adat.Upaya dakwah yang demikian kurang disenangi, bahkan
mendapat tantangan keras dari kaum adat yang berfikiran ortodok.
Pelaksanaan pemurnian yang dibawa para ulama Minangkabau tidak berjalan
mulus.Bahkan dalam melaksanakan dakwahnya para ulama Minangkabau selalu harus
4
berhadapan dengan kaum Adat.Hal yang serupa umpamanya juga dialami oleh H. Miskin.
Melalui suraunya, ia mencoba melakukan serangkaian pembaharuan di Batu Tebal dan
Pantai Sikat harus lari ke lintau. Akan tetapi usahanya tersebut mengalami
hambatan.Padahal, bernagai pendekatan persuasif telah dilakukannya. Di antaranya, ia
telah melakukan pendekatan dengan Penghulu Desa. Akan tetapi, ide pembaharuannya
tetap ditolak oleh masyarakat setempat. Ketidak senangan kaum Adat terhadap kaum
modernis dilampiaskan dengan cara menyerang dan membakar desa-desa di mana kaum
modernis menyebarkan ide pembaharuannya. Akibatnya banyak di anatara kaum modrnis
yang terpaksa menyelamatkan diri dari satu desa ke desa yang lain, hingga ke Bukit
Kemang. Di daerah ini, kaum modernis mendapat perlindungan dari Tuanku Nan Renceh,
seorang murid kesayangan Tuanku Nan Tuo, bahkan mendukung gerakan kaum modernis
dalam menyebarkan gerakan Wahabi. Disinilah awal terbentuknya Gerakan Paderi, dalam
melaksanakan ide pembaharuannya.
Karena sering mendapat tantangan dari kaum Adat dan masyarakat setempat, kaum
modernis tidak segan-segan melakukan penyerangan dan bahkan dengan membakar.
Pendekatan ini akhirnya membuat Tuanku Nan Tuo tidak simpatik dan tidak mau
menggunakan pengaruhnya untuk membantu perjuangan kaum Padri.Untuk itu, kaum
Padri kemudian melakukan dukungan dengan para ulama lainnya yang memiliki pengaruh
dalam komunitas masyarakat Minangkabau, di antaranya Tuanku Mansianang.
5
Sementara itu, sejak awal 1900-an gelombang besar kedua pembaharuan Islam
kembali melanda Minangkabau. Kali ini di bawa murid-murid Syekh Ahmad
khatib.Mereka yang biasa disebut Kaum Muda ini dengan sengit menyerang Kaum Tua,
yang pada umumnya adalah para pemimpin dan pengajar di surau-surau.Kaum Muda
menuduh surau dengan praktek tarekatnya, penuh dengan bid’ah dan khurafat, dan karena
itu perlu diberantas.
Karena itulah, Kaum Muda mendirikan Madrasah modern sebagai alternatif
pendidikan surau.Dan mereka sukses besar dengan upaya ini, sehingga bahkan banyak
surau yang ditransformasikan menjadi Madrasah.Akibatnya murid surau merosot
hebat.Tahun 1933 surau dilaporkan memiliki murid hanya sekitar 9.285 orang, sementara
Madrasah mempunyai 25.292 pelajar.
6
sekitarnya. Kebiasaan buruk yang dimaksud sepertiperjudian, penyabungan ayam,
penggunaan madat, minuman keras, tembakau, sirih, dan juga aspek hukum adat
matriarkat mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal
agama Islam. kebiasaan ini semakin meluas danmempengaruhi kaum mudanya.
Ternyata aliran wahabi ini ditentang oleh Kaum Adat (ajaran Islam yang
bercampur dengan adat setempat) yang terdiri dari pemimpin-pemimpin adat dan
golongan bangsawan.
Pertentangan antara kedua belah pihak itu mula-mula akan diselesaikan secara
damai, tetapi tidak terdapat persesuaian pendapat. Akhirnya Tuanku Nan Renceh
menganjurkan penyelesaian secara kekerasan sehingga terjadilah perang saudara
yang bercorak keagamaan dengan nama Perang Padri (1803 – 1821).
b) Jalanya Perang.
Perang saudara ini mula-mula berlangsung di Kotalawas. Selanjutnya menjalar
ke daerah-daerah lain. Pada mulanya kaum Paderi dipimpin Datuk Bandaro melawan
kaum Adat di bawah pimpinan Datuk Sati. Karena Datuk Bandaro meninggal karean
terkena racun, selanjutnya perjuangan kaum Padri dilanjutkan oleh Muhammad
Syahab atau Pelo (Pendito) Syarif yang kemudian dikenal dengan nama Tuanku
Imam Bonjol karena berkedudukan di Bonjol. Tuanku Imam merupakan anak dari
Tuanku Rajanuddin dari Kampung Padang Bubus,Tanjung Bungo,daerah Lembah
Alahan Pajang.Dalam perang itu, kaum Padri mendapat kemenangan di mana-mana.
Sejak tahun 18815 kedudukan kaum Adat makin terdesakkarena keluarga
kerajaan Minangkabau terbunuh di Tanah Datar, sehingga kaum Adat (penghulu) dan
keluarga kerajaan yang masih hidup meminta bantuan kepada Inggris (di bawah
Raffles yang saat itu masih berkuasa di Sumatera Barat).
Karena Inggris segera menyerahkan Sumatera Barat kepada Belanda, maka
kaum Adat meminta bantuan kepada Belanda, dengan janji kaum Adat akan
menyerahkan kedaulatan seluruh Minangkabau (10 Februari 1821). Permintaan itu
sangat menggembirakan Belanda yang memang sudah lama mencari kesempatan
untuk meluaskan kekuasaannya ke daerah tersebut.
c) Pemimipin yang terlibat.
Kaum Pidari dipimpin oleh Datuk Bandaro, Datuk Malim Basa,Tuanku Imam
Bonjol Tuanku Pasaman, Tuanku Nan Renceh, dan Tuanku Nan Cerdik.
Kaum Adat dipimpin oleh Datuk Sati.
2. Periode 1821 – 1838 (Perang antara Kaum Padri Melawan Belanda).
Sejak disetujuinya perjanjian antar kaum adat dengan Belanda mengenai
penyerahan kerajaan Minangkabau kepada Belanda pada tanggal 10 Februari 1821, hal
ini menjadi tanda dimulainya keikutsertaan Belanda dalam melawankaum Padri.
Dalam perang antara kaum Padri melawan Belanda, jalanya perang dibagi
menjadi tiga periode:
a) Periode I (Tahun 1821 – 1825).
Periode pertama ini ditandai dengan meletusnya perlawanan di seluruh daerah
Minangkabau. Di bawah pimpinan Tuanku Pasaman, kaum Paderi menggempur
pos-pos Belanda yang ada di Semawang, Sulit Air, Sipinan, dan tempat-tempat
lain. Pertempuran menimbulkan banyak korban di kedua belah pihak. Tuanku
Pasaman, kemudian mengundurkan diri ke daerah Lintau, sebaliknya Belanda
yang telah berhasil menguasai lembah Tanah Datar, mendirikan benteng
pertahanan di Batusangkar ( Fort Van den Capellen) dan Benteng Fort de Kockdi
Bukittinggi.
Ternyata Belanda hanya dapat bertahan di benteng-benteng itu saja.
Daerah luar benteng masih tetap dikuasai oleh kaum Pidari. Belanda mengalami
kekalahan di mana-mana, bahkan pernah mengalami kekalahan total di Muara
Palam dan di Sulit Air.
7
Untuk itu, Belanda mulai mendekati kaum Padri ntuk melakukan perdamaian dan
pada tanggal 22 Januari 1824 Belanda berhasil mengadakan perdamaian dengan
kaum Padri di Masang dan di daerah VI Kota, isinya: kedua belah pihak akan
mentaati batasnya masing-masing. Adanyaperundingan ini sebenaranya hanya
menguntungkan pihak Belanda untk menunda waktu guna
memperkuatdiri.Setelah berhasil memperkuat pertahannanya,Belanda tidak mau
mentaati perjanjian dan dua bulan kemudian Belanda meluaskan daerahnya.
b) Periode II (Tahun 1825 – 1850).
Pada periode ini ditandai dengan meredanya pertempuran. Kaum Padri perlu
menyusun kekuatan, sedangkan pihak Belanda dalam keadaan sulit, sebab baru
memusatkan perhatiannya dan pengeriman pasukan untuk menghadapi
perlawanan Diponegoro di Jawa Tengah.
Belanda mencari akal agar dapat berdamai dengan kaum Padri. Dengan
perantaraan seorang bangsa Arab yang bernama Said Salima ‘Ijafrid, Belanda
berhasil mengadakan perdamaian dengan kaum Padri tanggal 15 November 1825
di Padang, yang isinya:
Kedua belah pihak tidak akan saling serang menyerang.
Kedua belah pihak saling melindungi orang-orang yang sedang pulang kembali
dari pengungsian.
Kedua belah pihak akan saling orang-orang yang sedang dalam perjalanan dan
berdagang.
Belanda akan mengakui kekuasaan Tuanku-Tuanku di Lintau, Limapuluhkota,
Telawas dan Agam.
c) Periode III (Tahun 1830-1838).
Periode ketiga ini ditandai dengan perlawanan di kedua belah pihak makin
menghebat. Perang Diponegoro di Jawa Tengah telah dapat diselesaikan Belanda
dengan tipu muslihatnya. Perhatiannya lalu dipusatkan lagi ke Minangkabau.
Maka berkobarlah Perang Padri periode ketiga.
Belanda telah mengingkari Perjanjian Padang. Pertempuran mulai berkobar di
Naras daerah Pariaman. Naras yang dipertahankan oleh Tuanku Nan Cerdik
diserang oleh Belanda sampai dua kali tetapi tidak berhasil. Setelah Belanda
menggunakan senjata yang lebih lengkap di bawah pimpinan Letnan Kolonel
Elout yang dibantu Mayor Michiels, Naras dapat direbut oleh Belanda.
Tuanku Nan Cerdik menyingkir ke Bonjol, selanjutnya daerah-daerah kaum Pidari
dapat direbut oleh Belanda satu demi satu, sehingga pada tahun 1832 Bonjol dapat
dikuasai oleh Belanda.
Pada tahun 1832, Tuanku Imam Bonjol berdamai dengan Belanda. Akan tetapi
ketenteraman itu tidak dapat berlangsung lama, karena rakyat diharuskan:
• Membayar cukai pasar dan cukai mengadu ayam.
• Kerja rodi untuk kepentingan Belanda.
Dengan hal-hal tersebut di atas, sadarlah kaum Adat dan kaum Pidari bahwa
sebenarnya mereka itu hanya diperalat oleh Belanda. Perasaan nasionalisme mulai
timbul dan menjiwai mereka masing-masing. Selanjutnya terjadilah perang
nasional melawan Belanda. Pada tahun 1833 seluruh rakyat Sumatera Barat
serentak menghalau Belanda. Bonjol dapat direbut kembali dan semua pasukan
Belanda di dalamnya dibinasakan. Karena itu Belanda mulai mempergunakan
siasat adu domba (devide et empera).
Dikirimkanlah Sentot beserta pasukan-pasukannya yang menyerah kepada
Belanda waktu Perang Diponegoro ke Sumatera Barat untuk berperang melawan
orang-orang sebangsanya sendiri. Tetapi setelah Belanda mengetahui bahwa
Sentot mengadakan hubungan dengan kaum Pidari secara rahasia, Belanda
menjadi curiga.
8
Pasukan Sentot ditarik kembali ke Batavia dan Sentot diasingkan ke Bangkahulu.
Untuk mengakhiri Perang Padri itu, Belanda berusaha menarik hati para raja di
Minangkabau dengan cara mengeluarkan Plakat Panjang (1833) yang isinya:
Penduduk dibebaskan dari pembayaran pajak berat dan pekerjaan rodi.
Perdagangan hanya dilakukan dengan Belanda saja.
Kepala daerah boleh mengatur pemerintahan sendiri, tetapi harus menyediakan
sejumlah orang untuk menahan musuh dari dalam atau dari luar negeri.
Para pekerja diharuskan menandatangani peraturan itu. Mereka yang melanggar
peraturan dapat dikenakan sanksi.
9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN.
Padri adalah peperangan yang berlangsung di daerah Minangkabau (Sumatra Barat)
dan sekitarnya terutama di kawasan Kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803 hingga 1838.
Perang ini berawal dari konflik internal antara kaum adat dengan kaum Padri (orang-orang
yang ingin meluruskan ajaran Islam).
Akhir dari perang padri ditandai dengan semakin banyaknya wilayah kekuasaan kaum
padri yang jatuh ketangan Belanda, selain itu juga menyerahnya Tuanku Imam Bonjol
beserta sisa pasukannya menyerah kepada Belanda Pada tanggal25 Oktober1837.
Dengan demikian, secara umum perlawanan kaum Padri dapat dipatahkan pada akhir tahun
1838. Maka kekuasaan Belanda mulai sejak itu ternanam di Sumatra Barat.
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini penulis berharap supaya pembaca dapat mengetahui
serta menambah wawasan tentang perang Padri yang terjadi tahun 1803-1838. Penulis
menyarakan supaya pembaca mencari sumber referensi lain supaya pengetahuan semakin
luas. Dan semoga makalah ini dapat menumbuhkan rasa nasionalisme kita terhadap bangsa
Indonesia.
10