Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan
serebrospinal pada sistem saraf pusat. Kasus hidrosefalus pernah dijelaskan
oleh Hippocrates, Galen, dan para dokter muslim di awal abad pertengahan,
mereka percaya bahwa penyakit ini disebabkan oleh akumulasi cairan di
ekstraserebral.Kasus ini merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di
bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50% (Apriyanto, 2005).
Sekitar 40-50% bayi dengan perdarahan intraventrikular derajat 3 dan 4
akan mengalami hidrosefalus. Hidrosefalus yang muncul dari komplikasi
meningitis bakteri sering terjadi pada bayi, biasanya bakteri penyebabnya
masih sulit dikenali karena pasien sering datang setelah sepsisnya tertangani.
Hidrosefalus menjadi kasus yang banyak terjadi di perkotaan. Pada daerah
perkotaan yang padat penduduk, memungkinkan terjadi penyebaran bakteri
dengan cepat salah satunya bakteri yang menyebabkan hidrosefalus. Selain itu,
pada daerah perkotaan yang padat penduduk masih banyak penduduk yang
tingkat kesejahteraannya rendah. Tingkat kesejahteraan yang rendah dapat
mempengaruhi nutrisi pada ibu hamil. Nutrisi pada ibu hamil juga
mempengaruhi perkembangan janin. Pada ibu dengan nutrisi yang kurang,
maka perkembangan janin pun akan terganggu sehingga dapat menimbulkan
kelainan kongenital seperti hidrosefalus.
Oleh karena adanya kasus hidrocefalus maka perawat dapat memberikan
asuhan keperawatan sebaik-baiknya, perawat maupun dokter serta tenaga
medis lainnya perlu mengetahui gejala-gejala dini penyebab serta
permasalahan dari hidrosefalus. Perawat harus mengetahui perawatan dan
penanganan dari pasien yang mengalami hidrocefalus, karena pasien
hidrocefalus memerlukan perawatan khusus sebelum pembedahan dan sesudah
pembedahan karena pada anak yang mengalami hidrocefalus ada kerusakan
saraf yang menimbulkan kelainan neurologis.

1
Berdasarkan uraian dari permasalah di atas, kelompok tertarik untuk
membahas “Asuhan Keperawatan Hidrosefalus Pada Bayi maupun Anak ”.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami
tentang asuhan keperawatan pada anak dengan hidrocephalus

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskandefinisi hidrocefalus
b. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi hidrocefalus
c. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi hidrocefalus
d. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinik hidrocefalus
e. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi hidrocefalus
f. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang hidrocefalus
g. Mahasiswa mampu menjelaskanpenatalaksanaan hidrocefalus
h. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan hidrocefalus

C. Manfaat Penulisan

Dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan dan melakukan


penerapan dalam memberikan asuhan keperawatan serta mengaplikasikan
ilmu dari konsep dan teori.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Hidrocefalus
Hidrocepalus merupakan keadaan yang disebabkan gangguan
keseimbangan antara produksi dan absorbs cairan serebrospinal dalam sistem
ventrikel otak. Jika produksi CSS lebih besar daripada absorbs, CSS akan
terakumulasi dalam sistem ventrikel, dan biasanya peningkatan tekanan akan
menghasilkan dilatasi pasif ventrikel. (Wong, 2008)
Menurut Muslihatun (2010) Hidrocefalus adalah penimbunan cairan
serebrospinal yang berlebihan di dalam otak. Hidrocefalus adalah kelaian
patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan
atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi, sehingga terdapat
pelebaran ventrikel. Pelebaran ventrikel ini akibat ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrocefalus selalu bersifat
sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-
kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi membesar serta terjadi
pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Sedangkan menurut (Marfin &
Griffin, 2011) Hidrocefalus merupakan keadaan patofisiologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinalis dikarenakan adanya
tekanan intrakranial yang meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya
pelebaran berbagi ruang tempat mengalirnya liquor. (DeVito EE et al, 2007)
Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbsi cairan cerebrospinal. Hidrocefalus selalu bersifat sekunder, sebagai
akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan tersebut menyebabkan
kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran futura sutura dan ubun-ubun.

B. Klasifikasi Hidrocefalus
Hidrocefalus adalah suatu kondisi yang ditandai oleh volume intracranial
cairan serebrospinal fulid yang berlebihan. Dapat berupa komunikan dan non

3
komunikan, tergantung pada apakah atau tidak ada hubungan cairan
serebrospinal antara sistem ventrikel dan subrachnoid space.
1. Hidrocefalus komunikan
Terjadi peningkatan tekanan cairan serebrospinal yang disebabkan
obstruksi pada salah satu tempat pembentukan likuor, antara pleksus
koroidalis sampai tempat keluarnya dari ventrikel IV melalui foramen
Magendi dan Luschka.
Pada hidrocefalus komunikan terdapat hubungan yang baik diantara
ventrikel dengan ruang subaranakhnoidal didaerah lumbal. Hidrocefalus
komunikan dapat disebabkan oleh fleksus koroideus neonatus yang
berkembang berlebihan sehingga lebih banyak cairan yang terbentuk
daripada yang direabsorbsi oleh vili subaranoidalis
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subracnoid, sehingga terdapat
aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis
ini tidak terdapat obstruktif pada cairan CSS tetapi villus arachnoid untuk
mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau
malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya
disebabkan karena dipenuhinya villus archnoid dengan darah sesudah
terjadinya hemorrhage subrchanoid.
2. Hidrocefalus non komunikan
Terjadi peningkatan tekanan cairan serebrospinal tanpa disertai
penyumbatan sistem ventrikel.
Apabila obstruksinya terdapat di dalam sistem ventrikel sehingga
menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada
hidrocefalus congenital adalah pada sistem vertical sehingga terjadi bentuk
hidrocefalus non komunikan.

C. Etiologi Hidrocefalus
Hidrocefalus terjadi karena gangguan sirlulasi likuor di dalam sistem ventrikel
atau oleh produksi likuor yang berlebihan. Hidrocefalus terjadi bila terdapat
penyumbatan aliran likuor pada salah satu tempat, antara tempat pembentukan
likuor dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subranacoid.

4
Akibat penyumbatan, akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS
dibagian proksimal sumbatan. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat
dalam klinis adalah foramen Monro, foramen Luschska dan Magendi, sisterna
magna dan basalis.
Secara teoritis, pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan
absorbsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrocefalus, namun
dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa
penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis. Penyebab penyumbatan
aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak yaitu kelainan bawaan,
infeksi, neoplasma, pendarahan.
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis Akuaduktus Sylvius, merupakan penyebab terbanyak pada
hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90% ). Akuaduktus dapat merupakan
saluran buntu atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala
hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-
bulan pertama setelah lahir.
b. Spina bifida dan cranium bifida, hidrosefalus pada kelainan ini
biasanya berhubungan dengan sindroma Arnord-Chiari akibat
tertariknya medulla spinalis, dengan medulla oblongata dan serebelum
letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi
penyumbatan sebagian atau total.
c. Sindrom Dandy-Walker, merupakan atresiakongenital foramen
Luschka dan Magendi dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan
pelebaran system ventrikel, terutama ventrikel IV yang dapat
sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di
daerah fossa posterior.
d. Kista arakhnoid,dapat terjadi congenital maupun didapat akibat trauma
sekunder suatu hematoma.
e. Anomaly pembuluh darah, dalam kepustakaan dilaporkan terjadi
hidrosefalus akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria
serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus tranversus dengan
akibat obstruksi akuaduktus.

5
2. Infeksi, akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga terjadi
obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut
meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi
mekanik eksudat purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna basalis.
Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan
sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan
jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain.
Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama
terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis,
sedangkan pada meningitis purulenta lokasinya lebih tersebar.
3. Neoplasma, hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di
setiap tempat aliran CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada
penyebabnya dan apabila tumor tidak bisa dioperasi, maka dapat dilakukan
tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau
pirau. Pada anak, kasus terbanyak yang menyebabkan penyumbatan
ventrikel IV dan akuaduktus Sylvius bagian terakhir biasanya suatu glioma
yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan
ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.
4. Perdarahan, telah banyak dibuktikan bahwa perdarahn sebelum dan
sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen
terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat
organisasi dari darah itu sendiri

D. Patofisiologi Hidrocefalus
Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu;
produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor,
peningkatan tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme
diatas adalah peningkatan tekanan intracranial sebagai upaya mempertahankan
keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel
masib belum dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang
sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbs. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit

6
dan berlangsung berbeda beda tiap saat tiap saat selama perkembangan
hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompensasi sistem serebrovascular
2. Redistribusi dari liquor serebrospinal atau cairan ekstraseluler atau
kedunya dalam susunan sistem saraf pusat.
3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan
viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)
4. Efek tekanan denyut liquor serebrospinal (masih diperdebatkan)
5. Hilangnya jaringan otak
6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya
regangan abnormal pada sutura cranial.
70% cairan srebro spinal diproduksi oleh pleksus khoroid ventrikel lateral,
ventrikel III dan ventrikel IV, sedangkan 30% sisanya merupakan produk
matriks ekstrasel. Jumlah produksinya sebanyak ± 500 ml/hari atau 20
ml/jam.Dari ventrikel lateral, cairan ini melalui foramina interventrikulare
Monro ke ventrikel III, lalu aquaduktus sylvius ke ventrikel IV, selanjutnya
cairan ini mengalir melalui foramen luschka dan Magendie ke dalam
ruang subaraknid,beredar ke seluruh otak, dan ke dalam ruang subaraknoid
spinal di sekeliling medula spinalis.cairan srebro spinal di resorbsi di
intrakranial dan di sepanjang medulla spinalis. Sebagian cairan srebro
spinal meninggalkan ruang subaraknoid dan memasuki aliran darah melalui
villi granulationes arachnidales pacchioni yang terletak pada sinus
sagitalis superior dan pada vena diplo dan kembali atrium kanan jantung
melalui v.kava superior. Sisanya diresorbsi di selubung perineurel saraf
kranialis dan spinalis,pada tempat masing-masing saraf tersebut keluar
dari batang otak dan medula spinalis,melewati sel-sel ependim dan kapiler
leptomeninges.Jika cairan srebro spinal diproduksi terlalu banyak, terlalu
sedikit diresorpsi, atau terdapat sumbatan pada sistem ventrikel, sistem
ventrikular menjadi membesar (Satyanegara, 2010)

7
Pathway HIDROSEFALUS

Nyeri

Kerusakan
integrtas
jaringan

Resiko cedera

PENDAHULUANHIDROSEFALUS

E. Manifestasi Klinik Hidrocefalus


Manifestasi klinik dibedakan menjadi dua yaitu pada bayi dan masa kanak-
kanak.
1. Masa Bayi
a. Perubahan tanda-tanda vital (penurunan denyut jantung, penurunan
frekuensi pernafasan, peningkatan tekanan darah, peningkatan suhu)

8
b. Pembesaran kepala secara progresif (di atas persentil ke 95), fontanel
membesar, menonjol, tegang, (khususnya yang tidak berdenyut),
sutura melebar.
c. Vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas pada saat bayi
menangis terdapat bunyi creckdepor (tanda Macewen)
d. Iritabilitas atau letargi
e. Aktivitas kejang
f. Menyusu sedikit, muntah
g. Tahapan perkembangan terlambat atau mengalami regresi
h. Transiluminasi melalui tengkorak meningkat secara simetris
i. Mata turun ke bawah (“sunset eyes”)
2. Masa Kanak-kanak
a. Perubahan tanda-tanda vital (penurunan denyut jantung, penurunan
frekuensi pernafasan, peningkatan tekanan darah, peningkatan suhu)
b. Sakit kepala di dahi, mual dan muntah
c. Anoreksia dan nyeri abdomen
d. Ataksia
e. Kekakuan ekstremitas bawah
f. Perubahan penglihatan (misal, diplopia, sunset eyes, edema pupil)
g. Perubahan status mental, perubahan perilaku
h. Kemerosotan prestasi sekolah atau kemampuan kognitif anak
i. Kejang

F. Komplikasi Hidrocefalus
1. Peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial) seperti
a. Nyeri kepala
b. Muntah
c. Lethargi (penurunan kesadaran), lelah, apatis (acuh tak acuh),
perubahan personalitas
d. Ketegangan dari sutura kranial dapat terlihat pada anak beruur 10
tahun
e. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer

9
f. Strabismus (kondisi di mana kedua mata tidak bergerak ke arah yang
sama dan terlihat bergerak ke arah yang berbeda atau mata juling)
g. Perubahan pupil
2. Kerusakan otak
Otak normalnya mengandung cairan bening yang diproduksi dalam rongga
ventrikel otak. Cairan ini disebut dengan cairan serebrospinal. Cairan
serebrospinal mengalir dari sumsum tulang belakang ke seluruh otak untuk
menunjang berbagai fungsi otak. Namun ketika jumlahnya berlebihan, ini
justru akan mengakibatkan kerusakan permanen jaringan otak yang
menyebabkan terganggunya perkembangan fisik dan intelektual anak.
Pembesaran ukuran kepala terjadi karena jumlah produksi cairan
serebrospinal berlebih sehingga menekan tengkorak, atau karena cairan
serebrospinalnya tidak dapat mengalir dengan baik di dalam otak.
Sebagian besar kasus hidrosefalus pada anak terjadi sejak lahir (cacat lahir
bawaan/kelainan kongenital). Selain itu ada beberapa kondisi yang
memperbesar peluang terjadinya hidrosefalus pada bayi baru lahir, seperti:
1. Sistem saraf pusat tidak berkembang dengan normal sehingga
menghalangi aliran cairan serebrospinal.
2. Adanya perdarahan di dalam ventrikel otak, yang memicu
kemungkinan bayi lahir prematur.
3. Ibu mengalami infeksi yang menyerang rahim selama kehamilannya,
sehingga timbul peradangan di jaringan otak janin. Misalnya infeksi
rubella, toksoplasma, gondok atau cacar air.

Pada kasus hidrosefalus yang baru terjadi setelah anak tumbuh besar,
faktor risikonya termasuk cedera pada kepala yang mengenai otak, atau:

a. Tumbuh tumor di otak atau sumsum tulang belakang.


b. Infeksi pada otak atau sumsum tulang belakang.
c. Perdarahan di pembuluh darah otak.
d. Operasi kepala.
4. Infeksi : septicemia, endokarditis, infeksi luka, nefritis, meningitis,
ventrikulitis, abses otak.

10
5. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
6. Hematoma subtural, peritonitis, abses abdomen, perforasi organ dalam
rongga abdomen, fistula, bernia, dan ileus
7. Kematian

G. Pemeriksaan Penunjang Hidrocefalus


1. Pemeriksaan CT Scan

CT Scan kepala potongan axial pada pasien hifrosefalus,dimana


tampak dilatasi kedua ventrikel lateralis.

Dengan ini dapat mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan,


ventrikuler dan perubahan jaringan otak. Pada hidrosefalus obstruktif , CT
scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan
ventrikel III. Sementara itu, ventrikel IV memiliki ukuran normal dan
adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal
dari CSS. Sedangkan, pada hidrosefalus komunikan, gambaran CT Scan
menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang
subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

Dengan menggunakan CT Scan, kita dapat menentukan ukuran dari


ventrikel. Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat ditentukan lokasi
dan ukuran dari tumor tersebut. Pada pasien dengan hidrosefalus akan

11
tampak dilatasi dari ventrikel pada foto CT Scan serta dapat melihat posisi
sumbatan yang menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Dengan CT-Scan
saja hidrosefalus sudah bisa ditegakkan.
2. Tap ventrikuler adalah pungsi langsung ke dalam ventrikel melalui
fontanel anterior untuk memantau tekanan CSS atau untuk sewaktu-waktu
mengeluarkan CSS dalam rangka menurunkan TIK
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI potongan sagital pada hidrosefalus nonkomunikans akibat


obstruksi pada foramen Luschka dan magendie.Tampak dilatasi dari
ventrikel lateralis dan quartus serta peregangan korpus kalosum

MRI potongan axial pada hidrosefalus nonkomunikans akibat


obstruksi pada foramen Luschka dan magendie. Tampak dilatasi
dari ventrikel lateralis (gambar a) dan ventrikel quartus (gambar
b).

12
MRI pada Neoplasma di vermis cerebellum dengan hidrosefalus
obstruktif (nonkomunikans). Tampak massa menekan ventikulus
quartus dan menyebabkan hidrosefalus obstruktif (gambar a).

Dengan MRI kita dapat melihat adanya dilatasi ventrikel dan juga dapat
menentukan penyebab dari hidrosefalus tersebut. Jika terdapat tumor
atau obstruksi, maka dapat ditentukan lokasi dan ukuran dari tumor
tersebut. Selain itu pada MRI potongan sagital akan terlihat penipisan
dari korpus kalosum

H. Penatalaksanaan Hidrocefalus
1. Terapi konservatif medikamentosa - untuk membatasi evolusi hidrosefalus
melalui upaya mengurangi sekresi cairan dan pleksus choroid
(asetazolamit 100 mg/kgBB/hari; furosemid 1,2 mg/kgBB/hari) atau upaya
meningkatkan resorpsinya (isorbid). Terapi diatas hanya bersifat
sementara sebelum dilakukan terapi defenitif diterapkan atau bila ada
harapan kemungkinan pulihnya gangguan hemodinamik tersebut;
sebaliknya terapi ini tidak efektif untuk pengobatan jangka panjang
mengingat adanya resiko terjadinya gangguan metabolik.
2. Ventriculoperitoneal shunting - Cara yang paling umum untuk mengobati
hidrosefalus. Dalam ventriculoperitoneal (VP) shunting, tube dimasukkan
melalui lubang kecil di tengkorak ke dalam ruang (ventrikel) dari otak

13
yang berisi cairan serebrospinal (CSF). Tube ini terhubung ke tube lain
yang berjalan di bawah kulit sampai ke perut, di mana ia memasuki rongga
perut (rongga peritoneal). Shunt memungkinkan CSS mengalir keluar dari
ventrikel dan ke rongga perut di mana ia diserap. Biasanya, katup dalam
sistem membantu mengatur aliran cairan
3. Endoscopic third ventriculostomy
Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering
digunakan di masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi
hidrosefalus obstruktif serta diindikasikan untuk kasus seperti stenosis
akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior, infark serebral, malformasi
Dandy Walker, syringomyelia dengan atau tanpa malformasi Arnold
Chiari tipe 1, hematoma intraventrikel, myelomeningokel, ensefalokel,
tumor fossa posterior dan kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan
pada kasus block shunt atau slit ventricle syndrome. Kesuksesan ETV
menurun pada kondisi hidrosefalus pasca perdarahan dan pasca infeksi.
Perencanaan operasi yang baik, pemeriksaan radiologis yang tepat,
serta keterampilan dokter bedah dan perawatan pasca operasi yang
baik dapat meningkatkan kesuksesan tindakan ini.

14
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda,
perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
b. Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir
menangis keras atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
Keluhan sakit perut.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :
1) Anak dapat melihat keatas atau tidak.
2) Pembesaran kepala.
3) Dahi menonjol dan mengkilat. Serta pembuluh darah terlihat jelas.
b. Palpasi
1) Ukur lingkar kepala : dengan menggunakan meteran Lingkar
kepala akan bertambah kira-kira 2 cm tiap bulannya. Standar
normal berbeda untuk bayi prematur dan bayi cukup bulan.
Pertumbuhan kepala normal pada bayi baru lahir adalah 2 cm /
bulan untuk 3 bulan pertama, 1 cm / bulan untuk 3 bulan kedua dan
0,5 cm / bulan selama 6 bulan berikutnyaKepala semakin
membesar. Diagnosis ini dibuat berdasarkan ukuran lingkar kepala
yang melebihi satu atau lebih garis pada bagan pengukuran dalam
periode 2 sampai 4 minggu, dikaitkan pula dengan tanda-tanda
neurologik yang ada dan progresif.

15
2) Fontanela : Keterlambatan penutupan fontanela anterior sehingga
fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan
tengkorak.
c. Pemeriksaan Mata
1) Akomodasi.
2) Gerakan bola mata nystagmus
3) Luas lapang pandang
4) Konvergensi (usaha dari kedua mata untuk melihat benda)
5) Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa
melihat keatas.
6) Strabismus(kondisi di mana kedua mata tidak bergerak ke arah
yang sama dan terlihat bergerak ke arah yang berbeda atau mata
juling), nystaqmus (pergerakan mata yang tidak terkendali, berupa
gerakan naik-turun, memutar atau ke kiri dan ke kanan),
3. Observasi Tanda-Tanda Vital
Didapatkan data – data sebagai berikut :
a. Peningkatan sistole tekanan darah.
b. Penurunan nadi / Bradicardia.
c. Peningkatan frekwensi pernapasan.

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA 2015 dan SDKI diagnosa yang muncul adalah :
1. Pra operasi
a. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit
b. Ansietas b.d kurang terpapar informasi
c. Defisit nutrisi b.d anoreksia, mual, muntah
d. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
e. Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d peningkatan volume cairan
cerebrospinal.
2. Post operasi
a. Gangguan rasa nyaman b.d efek samping terapi
b. Risiko infeksi b.d tindakan invasif

16
c. Kerusakan integritas kulit b.d kelebihan volume cairan
d. Risiko cedera b.d perubahan fungsi psikomotor

C. Intervensi
1. Pra Operasi
a. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit
Kriteria hasil : anak tidak rewel atau menangis, status lingkungan yang
nyaman, kualitas tidur dan istirahat adekuat, status kenyamanan
meningkat,
Intervensi :
1) Gunakan pendekatan yang menenangkan
R : mengurangi rasa tidak nyaman, klien merasa nyaman
2) Dorong keluarga untuk menemani anak
R : agar anak merasa lebih tenang
3) Dengarkan penuh perhatian
R : memberikan ketenangan bagi keluarga

b. Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan, kurang terpapar


informasi
Kriteria hasil : Mengakui dan mendiskusikan rasa takut, tampak rileks
dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
Intervensi :
1) Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien/keluarga. Catat
adanya tanda-tanda verbal atau non verbal
R : akan mempengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima
oleh individu
2) Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejalanya
R : meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut
3) Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum
dilakukan
R : dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan
tersebut melibatkan otak

17
c. Defisit nutrisi b.d anoreksia, mual, muntah
Kriteria hasil : kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan anoreksia,
mual muntah tidak ada
Intervensi :
1) Pertahankan kebersihan mulut sebelum dan sesudah mengunyah
makanan
R: mulut yang tidak bersih mempengaruhi rasa makanan dan mual
2) Berikan makanan porsi kecil tapi sering
R: makanan porsi kecil tapi sering dapat meringankan kerja
lambung
3) Observasi berat badan klien jika memungkinkan
R: mengetahui berat badan klien secara bertahap
Kolaborasi
Dengan ahli gizi
R: mengetahui status gizi klien

d. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi


Kriteria hasil : mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/proses
penyakit dan pengobatan
Intervensi :
1) Berikan informasi secara singkat dan sederhana
R : untuk menerima dan mengingat/menyimpan informasi yang
diberikan.
2) Berikan penjelasan ulang mengenai timbulnya tannda/gejala yang
membutuhkan penanganan medis dengan segera, seperti adanya
mual/muntah, sakit kepala yang kambuh lagi, masalah dengan
keseimbangan atau perubahan mental.
R : dapat mencegah kambuhnya penyakit/berkembangnya
komplikasi
3) Kaji ulang pengobatan yang diberi dan ditekankan untuk
mengkonsultasikan kesehatannya dengan pemberi asuhan untuk
menentukan pengobatan/obat yang harus digunakan

18
R : untuk mengatasi proses infeksi

e. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d peningkatan volume cairan


srebrospinal
Kriteria hasil : tidak ada nyeri kepala,dan mual muntah, TTV dalam
batas normal nadi (70-110x/menit), pernafasan (20-25x/menit)
Intervensi :
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/ keadaan individu atau penyebab
koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab
peningkatan TIK
R: deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status
neurologis/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan
kegawatan atau tindakan pembedahan.
2) Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam
R: suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara dengan
baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik,
penurunan dari autoregulator kebanyakan merupakan tanda
penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebri
3) Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan
sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala
R: perubahan kepala pada suatu sisi dapat menimbulkan penekanan
pada vena jugularis dan menghambat aliran darah ke otak
(menghambat drainase pada vena serebri) untuk itu dapat
meningkatkan tekanan intrakranial
4) Kolaborasi Pemberian oksigen sesuai indikasi
R: mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan
vasodilatasi serebri dan volume darah dan menaikkan TIK
5) Kolaborasi terapi farmakologi contohnya : manitol, furoscide
R: diuretik mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan
air dari kerusakan sel dan mengurangi edema serebri dan TIK

19
2. Post operasi
a. Gangguan rasa nyaman b.d efek samping terapi
Kriteria hasil : klien menunjukkan rasa nyaman, nyeri berkurang
Intervensi :
1) Berikan posisi yang nyaman
R : posisi yang sesuai dapat memberikan rasa nyaman klien
2) Observasi tingkat kesadaran
R : tingkat kesadaran mempengaruhi status kenyaman klien

b. Risiko infeksi b.d prosedur invasif


Kriteria hasil : tidak terjadi infeksi, klien terbebas dari infeksi
Intervensi :
1) Monitor terhadap tanda-tanda infeksi
R : tanda-tanda infeksi untuk mengetahui adanya infeksi
2) Pertahankan teknik kesterilan dalam perawatan
R : mengurangi resiko infeksi
3) Cegah terhadap terjadinya perubahan suhu tubuh
R : perubahan suhu tubuh dikarenakan terjadinya infeksi
4) Pertahankan prinsip aseptic pada drainase dan ekspirasi shunt
R : mengurangi resiko infeksi

c. Kerusakan integritas kulit b.d kelebihan volume cairan


Kriteria hasil : Tidak terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria
kulit utuh, bersih dan kering.
Intervensi :
1) Kaji kulit kepala setiap 2 jam dan monitor terhadap area yang
tertekan
R : Untuk memantau keadaan integumen kulit secara dini.
2) Ubah posisi tiap 2 jam dapat dipertimbangkan untuk mengubah
kepala tiap jam.
R: Untuk meningkatkan sirkulasi kulit
3) Hindari tidak adanya linen pada tempat tidur

20
R: Linen dapat menyerap keringat sehingga kulit tetap kering
4) Baringkan kepala pada bantal karet busa /menggunakan tempat
tidur air
R: Untuk mengurangi tekanan yang menyebabkan stess mekanik.
5) Berikan nutrisi sesuai kebutuhan.
R: Jaringan akan mudah nekrosis bila kalori dan protein kurang

d. Risiko cedera b.d perubahan fungsi psikomotor


Kriteria hasil : klien terbebas dari cidera, keluarga mampu menjelaskan
cara mencegah terjadinya cidera, tidak ada tanda-tanda peningkatan
TIK
Intervensi :
1) Observasi ketat tanda-tanda peningkatan TIK
R:Untuk mengetahui secara dini peningkatan TIK
2) Tentukan skala coma
R : Penurunan keasadaran menandakakan adanya peningkatan TIK
3) Hindari pemasangan infus dikepala
R : Mencegah terjadi infeksi sistemik
4) Hindari sedasi
R : Karena tingkat kesadaran merupakan indikator peningkatan
TIK
5) Jangan sekali-kali memijat atau memopa shunt untuk memeriksa
fungsinya
R : Dapat mengakibatan sumbatan sehingga terjdi nyeri kepala
karena peningkatan CSS atau obtruksi pada ujung kateter
diperitonial
6) Ajari keluarga mengenai tanda-tanda peningkatan TIK
R : Keluarga dapat berpatisipasi dalam perawatan anak dengan
hidrosefalus
7) Sediakan lingkungan yang aman bagi klien
R : lingkungan yang aman mengurangi cidera

21
D. Evaluasi
1. Pra Operasi
a. Gangguan rasa nyaman : klien tidak menangis/rewel, keluarga dapat
menemani klien setiap waktu
b. Ansietas : rasa cemas keluarga berkurang, keluarga dapat mengerti
tindakan yang akan dilakukan pada anaknya
c. Defisit nutrisi : klien mau makan, tidak ada mual muntah saat makan
d. Defisit pengetahuan : keluarga dapat mengerti setelah diberikan
informasi mengenai tindakan yang akan dilakukan, keluarga klien
dapat mengetahui tanda gejala yang akan muncul
e. Perfusi jaringan serebral tidak efektif : tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK, tanda-tanda vital dalam batas normal, kepala klien
dalam posisi yang sesuai.
2. Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman : klien merasa nyaman, tidak nangis/rewel,
keluarga menemani klien.
b. Resiko infeksi : tidak ada tanda-tanda infeksi, menjaga kestrilan dalam
proses perawatan,
c. Kerusakan integritas kulit : integritas kulit baik, kulit kering dan bersih
d. Resiko cidera : tidak ada peningkatan TIK, kondisi lingkungan sekitar
klien aman.

22
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hidrocepalus merupakan keadaan yang disebabkan gangguan keseimbangan
antara produksi dan absorbs cairan serebrospinal dalam sistem ventrikel otak.
Jika produksi CSS lebih besar daripada absorbs, CSS akan terakumulasi dalam
sistem ventrikel, dan biasanya peningkatan tekanan akan menghasilkan
dilatasi pasif ventrikel. Anak dengan hidrocefalus memerlukan perawatan
khusus dan benar karena pada anak yang mengalami hidrosefalus mengalami
kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan neurologis berupa gangguan
kesadaran sampai pada gangguan pusat vital dan resiko terjadi dekubitus. Oleh
karena itu perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif pada pasien dengan hidrocefalus. Peran keluarga juga sangat
penting karena dapat membuat anak menjadi aman dan nyaman selama
menjalani proses perawatan hidrocefalus.

B. Saran
Untuk meningkatkan pelaksanaan keperawatan dan sebagai bahan masukan
yang bermanfaat dalam usaha peningkatan mutu keperawatan yang akan
datang, penulis memberikan saran yakni :
1. Mahasiswa dapat diberi saran dan dibimbing selama menjalani proses
pembuatan makalah.
2. Mahasiswa sudah dapat mengetahui gambaran anak dengan hidrocefalus
dan diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik di
waktu yang akan datang.

23

Anda mungkin juga menyukai