Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Nama lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibnu Hanbal ibn Asad ibn
Idris ibn Abdullah ibn Hasan al-Saybaniy. Beliau lahir di Bagdad tahun
164 H/780 M dan wafat tahun 241 H/855 M di kota ini juga dalam usia 70
tahun. Ibunya bernama Syariah Maimunah binti Abdul Malik ibnu Sawa
dan ibnu Hindun al-Saybaniy. Jadi baik dari arah ayah maupun ibu, imam
Ahmad ibn Hanbal berasal dari keturunan "Bani Syaiban", salah satu
kabilah yang berdomisili di semenanjung Arabia.[2]
Kedua orang tua Imam Ahmad Ibn Hanbal berasal dari kota Marwin,
wilayah Khurasan, ayahnya keninggal pada saat beliau masih dalam
kandungan ibunya dan ketika ibunya pergi ke Baghdad, lahirlah Imam
Ahmad Ibu Hambal di Baghdad pada bulan Rabi' al-Awwal tahun 164 H.
dan berdomisili di Baghdad sampai meniggal dunia pada tahun 241 H.
Ibnu Hanbal hidup sebagai seorang yang rendah dan miskin, karena
bapaknya tidak meninggalkan warisan padanya selain dari sebuah rumah
yang kecil yang didiaminya, dan sedikit tanah yang sedikit
penghasilannya. Oleh kaena itu beliau menempuh kehidupan yang susah
beberapa lama sehingga beliau terpaksa bekerja untuk mencari
kebutuhan hidup.[4]
Sejak kecil sudah tampak minatnya kepada agama, beliau menghafal al-
Quran, mendalami bahasa arab, belajar hadist, atsar sahabat dan tabi’in
serta sejarah nabi dan para sahabat. Beliau belajar fiqh dari Abu Yusuf
muridnya Abu Hanifah dan dari imam Al-Syafi’i, tetapi perhatiannya
kepada hadits ternyata lebih besar. Beliau belajar Hadits di Bagdad,
Basrah, Kufah, Mekkah, Madinah dan Yaman. Beliau selalu menuliskan
Hadist dengan perawai-perawainya dan cara ini pun diharuskan kepada
murid-muridnya.[5]
Imam Ahmad belajar fiqh kepada imam asy-syafi’i semasa dia berada di
Bagdad. Akhirnya Imam Ahmad menjadi seorang mujtahid mustaqil.[6]
Fiqh Ahmad Ibn Hanbal itu pada dasarnya lebih banyak didasarkan pada al-
Hadits, dalam artian jika terdapat al-Hadits al-Shahih, yang diambil
hanyalah al-Hadits al-Shahih tanpa mau memperhatikan adanya faktor
lainnya. Dan jika ditemukan adanya fatwa sahabat, maka fatwa
sahabatlah yang diamalkan. Akan tetapi jika ditemukan adanya beberapa
fatwa para sahabat dan fatwa mereka tidak seragam, maka yang dipilih
fatwa mereka yang mendekati al-Qur'an dan al-Hadits.
Para ulama' berselisih pandangan tentang posisi Imam Ahmad Ibn Hanbal
sebagai ulama' yang ahli dalam bidang fiqh, sebab kenyataannya Imam
Ahmad Ibn Hanbal tidak terlalu mempertimbangkan adanya pendapat-
pendapatnya pada saat menghadapi perbedaan dalam masalah fiqh
dikalangan para fuqaha', mangingat posisinya sebagai ahl al-Hadits,
sehingga beliau ini tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok ahl fiqh,
sebab dasar pijakan fiqhnya lebih banyak kepada al-Hadits.[8]
Dengan melihat pola pemikiran Imam Ahmad Ibn Hanbal, maka metode istidlal
yang dipakai dalam menetapkan hukum Islam adalah sebagai berikut;
1. Al-Qur'an dan al-Sunnah al-Sahih
Jika Imam Ahmad Ibn Hanbal sudah menemukan Nash, baik al-Qur'an
maupun al-Hadits al-Sahih, maka dalam menetapkan hukum Islam adalah
dengan Nash tersebut sekalipun ada faktor-faktor lain yang boleh jadi
bisa dipakai bahan pertimbangan.[9] Menurutnya bahwa nas adalah
sumber hukum tertinggi.[10]
Jika tidak ditemukan dalam Nash yang jelas, maka beliau menggunakan
fatwa-fatwa dari para sahabat Nabi yang tidak ada perselisihan diantara
mereka. Jika terjadi perselisihan, maka yang diambil adalah fatwa-fatwa
yang beliau pandang lebih dekat kepada Nash, baik al-Qur'an maupun al-
Hadits.
4. Al-Qiyas
Jika dari semua sumber di atas tidak ditemukan, maka Imam Ahmad Ibn
Hanbal menetapkan hukuum islam dengan mempergunakan:
Adapun hal-hal yang berkaitan masalah hukum halal dan haram beliau
sangat teliti dalam mengkaji beberapa al-Hadits dan sanadnya yang
terkait dengannya, tetapi beliau sangat longgar dalam menerima al-
Hadits yang berkaitan dengan masalah akhlaq, fadla'il al-a'mal atau adat
istiadat yang terpuja.[13]
Ibnu Hanbal tidak mengarang selain dari hadits dan sunnah. Pada
keseluruhan kitab-kitabnya membicarakan hadits-hadits rasulullah SAW.
sehingga surat atau risalahnya pun juga dengan pembicaraan yang sama.
Kesemuanya berdasarkan kepada dalil-dalil dari al-Qur'an atau
percakapan-percakapan Rasulullah juga sahabat-sahabatnya.
Karya-karya Imam Ahmad Ibnu Hanbal yang lain adalah Al-Naskh wa al-
Mansukh, al-Muqaddam wa al-Muakhkharfi al-Qur'an, al-TArikh, Manasik
al-Kubra, Manasik al-Sughra, Tha'ah al-Rasul dan kitab al-Salah.
Adapun dari antara para murid beliau yang akhirnya menjadi ulama'
besar dan terkemuka serta terkenal yaitu: Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud,
Abu Zur'ah Ar-Razy, Abu Zur'ah al-Damasyqy, Ibnu Abi Dunya, Abu Bakar
al-Atsram, Hanbal bin Ishaq Asy-Syaibani (putra dari paman beliau
sendiri).[16]
Perlu diketahui bahwa Mazhab Hanbali ini boleh dikatakan sebagai suatu
mazhab yang daerah perkembangannya kurang begitu luas, di mana pada
awalnya tersiar di Bagdad lalu pada abad ke empat hijriyah dapat
berkembang di luar Irak dan pada abad ke enam dapat juga berkembang
di Mesir.[18]
Penutup
Biografi Imam Ahmad Ibn Hanbal, Pola Pemikiran dan Metode Istinbathnya - Imam
Ahmad adalah Imam yamg ke empat dari para fuqaha Islam. Beliau
adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat yang luhur dan tinggi yaitu
sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang yang hidup semasa
dengannya, juga orang yang mengenalinya. Beliau Imam Ahmad ibn
Hanbal merupakan imam bagi umat Islam seluruh dunia, juga Imam bagi
darul salam, mufti bagi negri Irak dan seorang yang alim dari hadits-
hadits Rasulullah SAW. juga seorang yang zuhud dewasa itu, penerang
untuk dunia dan sebagai contoh dan teladan bagi orang-orang ahli
sunnah, seorang yang sabar di kala menghadapi percobaan serta seorang
yang salih.
Penulis:
1. Umi Habibah
2. Ari Fahrurrozi Aufa
DAFTAR PUSTAKA