Reformasi Gereja Oleh Martin Luther: Pendahuluan
Reformasi Gereja Oleh Martin Luther: Pendahuluan
Reformasi Gereja Oleh Martin Luther: Pendahuluan
Pendahuluan
Reformasi gereja bukan merupakan hal yang baru lagi dalam lingkungan Kristiani
terlebih ddalam kalangan Kristen Protestan. Bila berbicara tentang reformasi maka tidak akan
terlepas dari pengaruh Renaisanns (abad pencerahan) dan humanisme yang terjadi di Eropa.
Keduanya memberi aspirasi baru bagi kehidupan manusia hingga saat sekarang.
Renaisanns yang terjadi pada akhir abad 14-17 dan puncaknya pada tahun 1500 telah
membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia. Manusia mulai melihat kembali
siapakah dia yang sebenarnya, sehingga manusia mulai keluar dari kehidupannya yang
sebelumnya. Pada masa ini juga mulai muncul bahasa Jerman (bahasa nasional). Ada
beberapa penyebab berkembangnya Renaissans ini, yaitu
Martin Luther
Martin Luther berasal dari keluarga sederhana, yaitu keluarga petani yang tinggal di
negeri Thüringen. Namun karena menginginkan penghidupan yang lebih layak orang tuanya
pindah ke Eisleben dan menjadi penggali tambang tembaga di sana.4 Ayahnya bernama Hans
Luther dan ibunya bernama Magdalena Lindemann. Martin Luther lahir pada tanggal 10
November 1483 dan pada keesokan harinya ia dibaptis di gereja Petrus dan ia diberi nama
sesuai dengan nama Santo pada saat itu yaitu St. Martinus dari Tours, sehingga ia diberi
nama Martin. Martin Luther dididik menurut cita-cita agama zamannya karena orang tuanya
pun dikenal sebagai keluarga yang setia pada gereja Katolik Roma. Karena didikan yang
8 Ibid. p 311
berusaha dan bersungguh-sungguh melakukan amal di dunia seperti yang dilakukan oleh
orang-orang lainnya. Mengikuti segala cara yang diperintahkan oleh gereja. Ia tak kenal lelah
berpuasa, berjaga-jaga pada waktu malam, sering mengaku dosa dan menerima sakramen
Misa. Oleh karena begitu rajinnya ia melakukan akan titah gereja, maka di mata teman-
temannya, Lutherah yang paling saleh, rajin dan beramal di dalam biara itu. Namun,
walaupun segala cara telah ia lakukan, segala aturan dan segala yang diperintahkan gereja
telah dilakukannya, namun ia belum juga mendapatkan damai dan kententraman bagi
jiwanya. Luther malah merasa ia semakin jauh dari rahmat Allah karena ia mengerti bahwa
segala perbuatan manusia meski sangat baik dan saleh sekalipun, tidak berharga di hadapan
Tuhan. Luther tidak percaya lagi bahwa setiap dosa manusia dihitung dalam buku kas
Sorgawi. Lutherpun insaf. Ia kemudian berpikir dan menganalogikan dirinya seperti pohon.
Jika mengharapkan sesuatu yang baik dari pohon itu, maka terlebih dahulu harus melihat
apakah pohon itu baik atau tidak. Luther menyadari bahwa mustahil ia akan mendapat damai
dan ketentraman bagi dirinya karena ia tahu bahwa semua yang dilakukannya tidak benar-
benar dari hatinya yang palin dalam, tidak benar-benar tulus. Ia menyadari bahwa selama ini
ia mementingkan akan dirinya sendiri. Ia mencari keselamatan untuk dirinya sendiri dan
bukan untuk kehormatan dan kemuliaan nama Allah. Makin besar usaha Luther untuk
menyucikan dirinya, makin sadar pulalah ia bahwa ia semakin menuju ke dalam kebinasaan.
Allah yang rahmani yang dicarinya semakin jauh saja dirasakannya, sehingga ia mulai putus
asa.
Terkadang hatinya terhibur bila ia bercakap-cakap dengan pemimpin biaranya, Johan
von Staupitz. Johan menasehatinya agar percaya kepada rahmat Kristus dan memandang
luka-luka yang dialami oleh sang Juruselamat. Menurut Staupitz lebih baik seperti itu dari
pada merenungkan apakah kita terpilih menjadi orang yang diselamatkan atau tidak karena
barangsiapa yang percaya pada Kristus, ia dapat yakin bahwa ia telah dipilih.9 Nasehat-
nasehat dari Staupitz cukup menghiburkan hatinya namun tetap tidak dapat melenyapkan
keresahan dalam hatinya karena semuanya itu berdasarkan sakramen-sakramen Gereja dan
amal serta jasa manusia saja.
Akhirnya, segala kegalauan dalam hatinyapun dapat terobati dari Firman Tuhan
sendiri (Alkitab). Dalam keputus asaanya itu ia meneukan dalam surat Roma 1: 17 tentang
tafsiran baru mengenai “keadilan Allah” (iustitia Dei) yang merupakan istilah yang menjadi
Indulgensia
Awal timbulnya reformasi gereja adalah perbedaan antara teologi dan praktek gereja
dengan ajaran Alkitab seperti yang ditemukan oleh Luther. Namun pemimpin-pemimpin
gereja pusat tidak menyadari akan bahaya yang mengancamnya. Paus Leo X dan tokoh-tokoh
gereja lainnya sibuk memikirkan akan pembangunan gereja raksasa, yaitu gereja Santo Petrus
di Roma, yang melambangkan keagungan Gereja Barat. Lalu Paus pun menyarankan kepada
Uskup Agung Albrecht dari Mainz untuk memperdagangkan surat penghapusan dosa secara
besar-besaran di Jerman.12 Perdagangan Indulgensia dengan maksud “tertentu” ini tidak
13 Collins, Michael & Matthew A. Price, The Story of Christianity. 1999. p 132
14 Edwards, Mark U, Jr. Luther’s Last Battles. 1983. p 70
Thomas de Vio. Paus tidak berani melawan permintaan Friederich karena ia ingin
mecalonkan Friederich pada pemilihan kaisar pada tahun 1519, karena pencalonan Karel V
dari Spanyol tidak disetujuinya. Namun proses interegosai yang dilakukan oleh Thomas de
Vio (Cajetanus) tidak mebuahkan hasil karena Luther tetap pada pendiriannya dan tidak mau
menarik dalil-dalil yang telah dikeluarkannya. Luther meminta agar ia diadili oleh Paus
sendiri atau mengadakan konsili untuk menimbang dan memutuskan akan perkaranya.
Kemudian pada bulan Juni 1519 terjadi perdebatan yang sengit antara Luther dan
Johan Eck (guru besar di kota Ingolstad, Bavaria) di Leipzig. Walaupun Eck tidak berhasil
membuat Luther meninggalkan akan ajarannya, namun berhasil menjelaskan untuk pertama
kalinya kepada publik doktrin tentang primat dan infalibilitas konsili-konsili. Namun
sebenarnya yang beruntung adalah Luther karena dari perdebatan ini ia menyadari bahwa
hanyalah Alkitab yang menjadi ukuran dan patokan dan bukan paus ataupun konsili.
Hanyalah Firman Tuhan yang berkuasa atas orang beriman. Setelah perdebatan sengit itu,
Eck pun beranjak ke Roma untuk membantu mempersiapkan kecaman terhadap Luther.
Pada tanggal 15 Juni 1520, Paus Leo X mengeluarkan bulla Exsurge Domine
(Bangkitlah Tuhan), yang menutup proses terhadap Luther. Bulla ini mengecam 41 tesis yang
ditarik dari ajaran-ajaran Luther. Eck dan Duta Besar, Aleander yang bertanggung jawab atas
penyebaran bulla itu. Mereka mendesak Luther untuk menarik ajarannya itu dalam 2 bulan.
Mengikuti desakan mereka berarti ia harus menarik ajarannya yang telah tersebar luas. Lagi
pula sudah banyak barisan di belakang Luther dan bahkan Sylvester von Schaumburg
menawarkan pada Luther perlindungan berkekuatan 100 bangsawan Frankonian; Franz von
Sickengen dan Ulrich Hutten, yang menjunjung Luther setinggi langit sebagai : “Pemerdeka
Jerman.”15
Pada tahun 1520, Luther menerbitkan buku “An den christlichen Adel deutscher
Nation ( Kepada Bangsawan Kristen Bangsa Jerman). Buku ini dikhususkan untuk orang
Jerman. Dalam buku ini Luther ingin merobohkan akan 3 (tiga) tembok yang memungkinkan
gereja Roma bertahan. Tembok pertama adalah perbedaan antara imam (kekuasaan spiritual)
dan awam (kekuasaan duniawi). Tembok yang kedua adalah hak istimewa hierarki untuk
menafsirkan Kitab Suci. Tembok yang ketiga adalah previlese paus untuk memanggil konsili.
Kemudian Luther menulis buku “De captivitate babylonica ecclesiae praeludium
(Perihal Malapetaka Pembuangan Babilonia Gereja). Buku ini bertujuan untuk
menghancurkan doktin-doktrin gereja mengenai sakramen. Luther tetap mempertahankan
15Kristiyanto, Eddy A, OFM. Sejarah Pustaka Reformasi dari Dalam, Sejarah Gereja Zaman Modern.
2004. p 60
sakramen Baptis dan Ekaristi, sambil menyangkal transubstansiasi dan makna kurban
Ekaristi. Dalam De libertate Christiana (Tentang Kebebasan Kristen), Luther menyanjung
akan kebebasan (batin) manusia yang dibenarkan oleh karena iman dan kesatuan dengan
Kristus.16 Bagi Luther tindakan baik itu tidak bermanfaat sama sekali untuk pembenaran.
Tetapi tindakan baik itu wajib dilakukan karena manusia telah dibenarkan oleh iman.
Setelah melewati batas waktu yang ditentukan dari penetapan Exsurge Domine,
Melanchton17 bersama mahasiswa di Wittenberg ke lembah Sungai Elbe untuk melakukan
ritus pembakaran teks-teks hukum dan skolastik klasik serta buku-buku Eck. Luther sendiri
membakar Exsurge Domine, dan sebuah salinan Kitab Hukum Kanonik, dasar yuridis bagi
corpus Christianorum Abad Pertengahan. Dua hari berturut-turut mereka berdemonstarsi
melawan paus. Pemimpin Gereja Roma telah kelabakan dalam mengatasi Luther dan para
pendukungnya dan tidak tahu lagi bagaimana cara mempertahankan kekuasaannya di Jerman
tanpa dipermulakan. Akhirnya pada tanggal 3 Januari 1521, dikeluarkanlah bulla Decet
Romanum Pontificem yang mengekskomunikasikan Luther dan para pendukungnya.
Popularitas Luther makin teruji. Di setiap toko-toko buku di Worms berisikan buku-
buku Martin Luther. Parlemen Worms akhirnya memutuskan utnuk mengusir Luther dan para
pengikutnya dari kekaisaran; buku-bukunya dianggap sebagai bidah dan harus dimusnahkan;
penyebaraluasa doktrin Luther dilarang; siapa saja yang berkomunikasi dengan Luther maka
ia akan ditangkap dan harta kekayaannya akan disita.
Dalam perjalannya kembali ke Wittenberg, Luther “diculik” oleh pasukan berkuda
atas suruhan Friederich dari Saxonia dan mengamankannya di Kastel Wartburg. Selama satu
tahun (awal Mei 1521 hingga awal Maret 1522) Luther tinggal di kastel itu dan memakai
nama samaran Junker Georg. Dalam kastel ini, Luther merasa aman. Aktivitas sehari-harinya
adalah menerjemahkan Alkitab dari bahasa aslinya yaitu Ibrani dan Yunani ke bahasa
Jerman. Ia selesai menerjemakan Alkitab dalam waktu 3 bulan dan dicetak di Wittenberg
pada September 1522 sehingga disebut September Testament. Cetakan pertama terjual 3000
ekslempar dan cetakan keduanya pada bulan Desember dan disebut December Testament.
Luther berusaha supaya terjemhan itu sedekat mungkin dengan teks aslinya. Terjemahan
tersebut membawa perubahan positif di Jerman khususnya bagi perkembangan bahasa Jerman
dan nasionalisme. Pada tahun 1534 berhasil menerjemahkan seluruh Alkitab. Luther juga
menulis beberapa buku sekunder , misalnya Komentar Tentang Paulus, Surat-surat Paulus,
Bacaan-bacaan Dalam Perjamuan Tuhan, Argumen-argumen Melawan Bulla Ekskomunikasi.
Refleksi Teologi
Alkitab merupakan nama bagi kumpulan kitab-kitab yang diakui sebagai Firman
Allah dan juga sebagai kanonik. Alkitab dalam agama Kristen sangatlah diagung-agungkan
karena Alkitab dianggap sebagai Firman Allah yang secara langsung diberikan Allah kepada
manusia. Oleh karena pemikiran demikian, maka orang seringkali salah menafsirkan akan isi
Kitab Suci. Orang beranggapan bahwa apabila melakukan tindakan-tindakan yang sesuai
dengan apa yang tertulis dalam Alkitab maka kita telah melakukan apa yang diinginkan oleh
Tuhan. Orang tidak pernah menganggap bahwa Alkitab adalah tulisan-tulisan yang yang
ditulis oleh manusia biasa yang disesuaikan dengan konteks jemaat pada saat itu. Misalnya
saja dalam Efesus 5: 22-24 dimana di dalam ayat ini dikatakan bahwa seorang istri harus
tunduk pada suaminya. Karena tidak menyesuaikan dengan konteks jemaat Efesus pada saat
itu, maka banyak isteri-isterpun tunduk pada perintah suaminya tanpa melihat apakah
perintah itu berakibat baik atau buruk. Karena salah penafsiran pula, seringkali terjadi
kekerasan dalam rumah tangga dimana suami menindas isterinya. Isteri hanya meneima apa
yang diperlakukan suaminya terhadapnya tanpa menuntut keadilan sedikitpun. Selain dalam
keluarga, ada beberapa gereja yang tidak menerima pendeta perempuan karena salah
menafsirkan ayat yang mengatakan bahwa perempuan harus diam dalam suatu pertemuan.
Memang tidak salah bila menjadikan Alkitab sebagai penuntun dalam pedoman dan
tolak ukur kita dalam menjalani kehidupan didunia ini, tetapi bagaimana menyesuaikan akan
isi Alkitab dengan konteks yang ada pada saat ini sehingga tidak terjadi salah interpretasi
terhadap Alkitab. Karena ketika terjadi salah interpretasi terhadap Alkitab, maka akan terjadi
salah interpretasi juga pada sifat Allah. Bisa saja Allah dianggap sebagai Allah yang kejam
dan tidak adil karena lebih mengutamakan laki-laki dari pada perempuan. Jadi pemakaian
Alkitab harus disesuaikan dengan konteks dimana Alkitab itu akan diberitakan.
Daftar Pustaka
Jounge, Christian de, Gereja Mencari Jawab. BPK Gunung Mulia. 1993.
Boehlke, Robert R, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen.
BPK Gunung Mulia. 1997
Collins, Michael & Matthew A. Price, The Story of Christianity. Kanisius. 1999
Kristiyanto, Eddy A, OFM, Sejarah Pustaka Reformasi dari Dalam, Sejarah Gereja Zaman
Modern. Kanisius. 2004
Edwards, Mark U, Jr, Luther’s Last Battles. Tuta Sub Aegide Pallas. 1983