Anda di halaman 1dari 12

A.

PENGERTIAN
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti
perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan
metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk
mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk
menentukan adanya syok. Penyebab syok harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik,
neurogenik, atau septik syok).(Bruner & Suddarth,2002).
Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat
gangguan mekanisme homeostasis (Toni Ashadi,2006).
Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume darah, yang terjadi secara
langsung karena perdarahan hebat atau tudak langsung karena hilangnya cairan yang
berasal dari plasma (misalnya, diare berat, pengeluaran urin berlebihan, atau keringat
berlebihan) (sherwood, )
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan
tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya
perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan
kekurangan oksigen dan bisacedera.(Az Rifki, 2006).

B. ETIOLOGI
Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya
cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:
1. kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir
keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik
terganggu.
2. trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan
darah yang besar. Misalnya: fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml
perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.
3. kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan
protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
a. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis
b. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison
c. Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis
C. MANIFESTASI KLINIK
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi
premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan
kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat
dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang
vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu
lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga
dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).
Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan
hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam
beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
a. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler
selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
b. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon
homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke
homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke
mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
c. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah
sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial
dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.
d. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.

D. PATOFISIOLOGI
a.Fase Kompensasi
Tanggapan pertama dari peredaran darah atas hipovolemia adalah kontraksi dari
sprinter prekapiler arteri ini menyababkan tekanan filtrasi dalam pembuluh darah
kapiler itu menurun. Karena tekanan osmotik itu tetap sama, cairan mengalir ke dalam
rongga vaskuler diikuti oleh meningkatkan volume darah. Bilamana mekanisme
kompensasi itu cukup untuk mengembalikan volume darah menjadi normal. Bilamana
shock itu makin lama dan makin berat, maka kita masuki tahap yang berikutnya.
b. Fase kerusakan pada sel
Bilamana volume vaskuler belum dikembalikan pada semula, sfinter prekapiler tetap
mangatup dan shunt arteri dan ven amembuka untuk menghindari darah arteri langsung
bali ke dalam sistem vena dengandemikian mempertahankan peredaran darah menuju
kepda organ tubuh yang lebih penting sperti jantung dan otak. Sel-sel pada segmen
yang di “Bypass” oleh mikrosirkulsi energinya harus tergantung pada metabolisme
anaerobik. Jumlah glukosa dan oksigen yang tersedia untuk sel berkurang dan hasil sisa
buang metabolisme laktas bertumpuk. Histamin dilepaskan dan ini mengakibatkan
suatu pengatupan dari pada sfinter postkapiler dan mekanisme ini berfungsi untuk
memperlambat sisa aliran kapiler yang ada dalam pembuluh darah kepiler. Eretan
kepiler (capilary bed) yang kosong mengkerut hampir seluruhnya hanya sedikit
pembuluh kapiler yang tetap tinggal terbuka.
c. Fase dekompensasi
Sesaat sebelum kemtian sel, refleks setempat (mungkin dirangsang oleh kerawanan
asam dan metabolit yang bertimbun) membuka kembali sfrinter prekepiler sedangkan
otot penutup pembuluh darah post kapiler tetap mengatup pengurutan dari pada eretan
kapiler yang agak lama merumuskan sel-sel endotel dan mengakibatkan peningkatan
permebilitas pembuluh kapilernya. Bila pembuluh kapilernya akhirnya membuka
kembali, cairan dan protein merembes ke dalam ruang intertifial, pembuluh darah
kapilernya teregang karena mengandung sel membengkak, dan tidak mampu
memanfaatkan oksigen, dan mati. (A. Price, 1995 : 1 -2)

E. PATHWAY
F. PENATALAKSANAAN
a. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan
ventilator tambahan sesuai kebutuhan.
b. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai
ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan
mempertahankan perfusi jaringan.
1) Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk
bertindak sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral
kontinu (CVP) memberi petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data
dasar; kateter juga sebagai alat untuk penggantian volume cairan darurat.
2) Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua
atau lebih kateter mungkin perlu untuk penggantiaqn cairan cepat dan
pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian
volume.
a) Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih
kateter mungkin perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian
ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
b) Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia,
golongan darah dan pencocokan silang, dan hemtokrit.
c) Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada
tingkat yang memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat
perbaikan pada kondisi klinis pasien.
3) Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini
mendekati komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya,
sediakan waktu untuk pemeriksaan golongan darah danm pencocockan silang,
perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebgai tambahan terapi komponen darah.
4) Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat
kehilangan darah telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.
5) Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan
hematokrit sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan
6) Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan
memberi cairan dan darah sesuai ketentuan.
c. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit,
volume urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
d. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
e. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan
darah, denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb,
gambaran koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap
tindakan. Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan
menytakan perbaikan atau pentimpangan pasien.
f. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan
mendorong aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien
dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
g. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen)
untuk meningkatkan kerja kardiovaskuler.
h. Dukung mekanisme devensif tubuh
a. Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk
menghilangkan rasa khawatir.
b. Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.
c. Pertahankan suhu tubuh.
1) Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme
kompensasi tubuh dari vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya
caiiran karena perspirasi.
2) Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi
meningkatkan efek metabolik selular terhadap syok

G. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SYOK HIPOVOLEMIK


1. Pengkajian
a. Primary survei
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam
nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal
(baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi.
Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat
kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan
penderita mengijinkan.
1. Airway dan breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya
pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
2. Sirkulasi - kontrol perdarahan
termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,
memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung
pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat
digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau
ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat.
Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang
diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan
perdarahan internal.
3. disability – pemeriksaan neurologi
dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,
pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini
bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan
neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral
tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin mencerminkan
perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai
sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra kranial.
4. Exposure – pemeriksaan lengkap
setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita
harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian
dari mencari cidera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting mencegah
hipotermia.
5. Dilasi lambung – dikompresi.
Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada
anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak
dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang
berlabihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada
penderita yang tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi
lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi
lambung dilakukan dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui
hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi
lambung. Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin
terjadi aspirasi.
6. Pemasangan kateter urin
Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria
dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urine. Darah pada
uretra atau prostad pada letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada
laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra
sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.

b. Sekundary survei
Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik
dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimun
16 gaguage) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran
berbanding lirus dengan empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik
dengan panjangnya (hukum poiseuille). Karena itu lebih baik kateter pendek
dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan terbesar dengan cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah
lengan bawah atau pembulu darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak
memungkunkan pembulu darah periver, maka digunakan akses pembulu sentral
(vena-vena femuralis, jugularis atau vena subklavia dengan kateter besar)
dengan menggunakan tektik seldinger atau melakukan vena seksi pada vena
safena dikaki, tergantung tingkat ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena
sentral didalam situasi gawat darurat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna
atau pu tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan penderita sedah
memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki.
Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius
sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau
hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil.
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus
harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang
penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat
ketrampilan dokternya.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk
jenis dan crossmatch, pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan
toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri
juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak haris diambil setelah pemasangan
CVP pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui
posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak

c. Tersier survei
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan
ini mengisi intravaskuler dalam wakti singkat dan juga menstabilkan volume
vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya kedalam
ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan
pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis
merupakan pengganti cairan terbaik namun cairan ini memiliki potensi untuk
terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi
ginjalnya kurang
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.
2. Perubahan perfusi jaringn b/d penurunan suplay darah ke jaringan.
3. Nyeri b/d trauma hebat.
4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.
5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.
6. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai pengobatan

3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSI TUJUAN INTERVENSI


1 Gangguan Setelah  Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman.
dilakukan
pola nafas tindakan keperawatan Catat upaya pernafasan, contoh adanya dispnea,
tidak efektif diharapkan pola nafas penggunaan alat bantu nafas
 Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada
b/d penurunan klien kembali normal,
ekspansi paru dengan kriteria hasil: posisi duduk tinggi atau semi fowler
 Area paru bersih  Dorong pasien untuk berpartisipasi selama nafas
 Bebas sianosis dan tanda dalam, gunakan alat bantu (meniup botol), dan
atau gejala lain dari batuk sesuai indikasi
hipoksia dengan bunyi Auskultasi bunyi nafas. Catat area yang menurun/
nafas sama secara tidak ada bunyi nafas dan adanya bunyi
bilateral tanbahan, contoh krekels atau ronchi
 Beri bantuan ventilator tambahan sesuai
kebutuhan.
Kolaborasi :
 Catat respon terhadap latihan nafas dalam atau
pengobatan pernafasan lain, catat bunyi nafas
(sebelum /sesudah pengobatan)
2 Perubahan Setelah  Awasi tanda vital, palpasi nadi perifer, perhatikan
dilakukan
perfusi tindakan keperawatan kekuatan dan kesamaan
jaringn b/d diharapkan klien dapat: Lakukan pengkajian neurovaskuler periodic,
penurunan  Klien menunjukkan contoh sensasi, gerakan, nadi, warna kulit dan
suplay darah perfusi jaringan yang suhu.
ke jaringan adekuat
 Nadi dapat teraba  Berikan tekanan langsung pada sisi perdarahan,
 Kulit hangat dan kering bila terjadi perdarahan. Hubungi dokter dengan
 Sensasi normal segera
 Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan
Kolaborasi
 Berikan cairan IV/produk darah sesuai indikasi
 Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: Hb/Ht
3 Nyeri  Pertahankan imobilisasi pada bagian yang sakit
b/d Nyeri berkurang dengan
trauma hebat kriteria hasil: dengan tirah baring, pembebat.
 TTV (TD, nadi, suhu,  Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
RR) dalam batas  Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan
normak karakteristik termasuk intensitas
 Sensasi nyeri berkurang Dorong menggunakan teknik manajemen stress,
sampai hilang ex: relaksasi progresif, latihan nafas dalam
 Menunjukan perasaan  Sedikit adanya keluhan nyeri yang tidak biasa
santai dan nyaman atau tiba-tiba
dengan istirahat yang Kolaborasi
tepat  Berikan obat sesuai indikasi narkotik dan analgesik
non narkotik NSAID injeksi (toradol, flekseril)
 Berikan analgesik yang dikontrol
4 Gangguan Setelah dilakukan  Awasi tanda vital, CVP perhatikan pengisian
keseimbangan tindakan keperawatan kapiler dan kekuatan nadi perifer
cairan b/d diharapkan  Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
mual, muntah menunjukkan  Perhatikan karakteristik dan frekuensi muntah juga
perbaikan kejadian yang menyertai atau mencetusnya.
keseimbangan cairan Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3 – 4 liter /
hari dalam toleransi
 Berikan penggantian cairan IV yang dihitung
elektrolit, plasma, albumin.
Kolaborasi :
 Berikan obat sesuai indikasi : anti emetik, contoh :
proklorparazin ( compazin).
5 Gangguan Setelah dilakukan  Awasi pemasukan dan pengeluaran serta
pola eliminasi asuhan keperawatan karakteristik urin
urine b/d selama 1x 24 jam  Tentukan pola berkemih normal pasien dan
Oliguria diharapkan klien tidak perhatikan variasi.
mengalami gangguan Dorong meningkatkan pemasukan cairan yang
eliminasi urin .dengan adekuat
kriteria hasil: Kolaborasi
 Berkemih dengan  Pertahankan patensi kateter tidak menetap (ureteral,
jumlah normal dan pola uretra atau nefrostomi) bila menggunakan
biasanya  Berikan obat sesuai indikasi, contoh: asetazolamid
 Tidak mengalami tanda (diamox), Alupurinol (ziloprim).
obstruksi  Irigasi dengan asam atau larutan alkalis sesuai
indikasi
6 Kurangnya Setelah  Kaji ulang prognosis dan harapan yang akan datang
dilakukan
pengetahuan  Tentukan apakah pasien mengetahui tentang kondisi
tindakan keperawatan,
b/d kurangnya diharapkan pasien dirinya.
informasi memahami  Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi
tentang
mengenai pengobatan dengan medik, contoh perubahan pada sensasi gerakan,
pengobatan kriteria hasil sebagai warna kulit,
berikut:  Anjurkan penghentian merokok
 Klien menyatakan  Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar
kondisi, prognosis, dan tentang penyakitnya
pengobatan  Peragakan penerapan terapi yang diprogramkan
 Klien dapat melakukan
dengan benar prosedur
yang diperlukan dan
menjelaskan alasan
tindakan
DAFTAR PUSTAKA

Toni Ashadi, (2006). Syok Hipovolemik. (online). Http:// www. Medicastore. Com/med/.detail-pyk.
Phd?id. (diakses 12 Desember 2006).
Az Rifki, (2006). Kontrol terhadap syok hipovolemik. (online).Http://www. Kalbefarma. Com /
file/cdk/15 penatalaksanaan. (diakses 12 Desember 2006).
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3). EGC, Jakarta.
Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler. 2002. Rencana Asuhan
Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.
Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
(Edisi 4). EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai