Anda di halaman 1dari 4

Kaijan Perda Nomor 9 Tahun 2003 dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

Tentang Penanaman Modal


Oleh :
Yusril Fachrizal (160710101031)

ABSTRAK
Kajian ini ditujujukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pertentangan ataupun perbedaan
mengenai Perda Nomor 9 Tahun 2003 dengan peraturan perundang-undangan tentang
investasi lainnya. Dalam kajian ditemukan bahwa Perda tersebut bertentangan dengan
undang-undang di atasnya, maka perda tersebut dapat dibatalkan sesuai dengan asas yang
menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan di bawah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan di atasnya. Jika Perda tersebut tetap diterapkan, maka dapat
menyebabkan perubahan iklim investasi dan menyebabkan para investor enggan untuk
berinvestasi di Kota Surakarta dikarenakan ketidakefisiensian proses perizinan yang
cenderung mempersulit para investor tersebut.
Kata Kunci : Pertentangan, Penanaman Modal
A. Pendahuluan
Dalam rangka otonomi daeran dan era global ini, terdapat peluang bagi pemerintah
daerah untuk menggali potensi yang terdapat di daerahnya. Untuk menggali potensi
tersebuut, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dan hati-hati dalam membuat
suatu kebijakan terutama kebijakan dalam investasi daerah. Kebijakan tersebut harus tidak
membebani masyarakat dan para usahawan dengan pungutan pajak dan retribusi yang
berlebihan. Jika kebijakan tersebut tidak mempermudah jalannya investasi, tetapi malah
menghambat investasi, maka peluang untuk menggaet investor ke daerah akan tertutup
baik untuk investor domestik maupun investor luar. Kebijakan yang mempermudah
investasi terdapat dua hal timbal balik, bagi para investor pasti mereka ingin melebarkan
pasar dan juga keuangan, sedangkan bagi pemerintah daerah dapat menggali pengetahian
maupun teknologi yang investor gunakan.
Peran peraturan maupun peratiran daerah dalam investasi tersebut sangatlah
penting. Apakah koonteks keseluruhan perda tersebut sudah memenuhi persyaratan
maupun ketentuan penanaman modal atau tidak dan juga apakah sudah sesuai dengan
perkembangan perdagangan internasional apa tidak. Mencermatisituasi inilah, maka
Indonesia sebagai salah satu anggota komunitas masyarakat internasional, merasa perlu
menyesuaikan aturan investasinya yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun lebih.
Tepatnya pada bulan April tahun 2007 yang lalu Pemerintah menerbitkan Undang-Undang
Penanaman Modal (UUPM) yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Terbitnya
undang-undang ini, diharapkan dapat menjadi keseluruhan peraturan investasi mengenai
cara-cara yang diatur dalam undang-undang ini dan juga dharapkan dapat menjadi payung
hukum bagi para investor yang akan menanamkan modalnya.1
Sejak diundangkannya undang-undang penanaman modal tersebut, berbagai
peraturan perundangan yang terkait dengan penanaman modal terus digulirkan oleh
pemerintah. Sebutlah misalnya, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus (UUKEK), Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP), Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 Tentang Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Diterbitkannya serangkaian peraturantersebut,
tiada laindengan maksud supayaproses percepatan masuknya penanaman modal ke
Indonesia khususnya lagi ke berbagai daerah dapat segera terwujud.
Dalam melaksanakan otonomi daerah, Pemerintah Kota Surakarta melakukan
langkah-langah strategis dalam meningkatkan iklim investasi di daerahnya. Kota
suarakarta atau yang lebih sering dikenal dengan kota Solo merupakan salah satu kota yang
sangat strategis dan memliki potensi industri. Selain itu jika dibandingkan dengan kota lain
di Jaawa tengah, Kota Surakarta ini memmiliki lata belakang sosial, ekonomi, dan budaya
dan juga potensi lain yang menjadi satu dalam kawasan yang strategis dan dapat
menciptakan peluar wisata dan perdagangan. Ditinjau dari sarana dan prasarana untuk
melakukan penanaman modal, bahwa di Kota surakarta ini sudah terbilang cukup
terpenuhi.
Dengan semakin terbukanya transparansi peraturan daerah, maka para investor
yang akan menanamkan modal semakin jeli dalam memperhatikan peluang. Mereka akan
menilai apakah suatu kebijakan maupun peraturan di suatu daerah tersebut mendukung
kemudahan bagi para investor untuk menanamkan modal. Jika mereka menilai suatu
daerah memiliki kebijakan maupun peraturan yang memberatkan bagi investor maka
mereka tidak akan menanamkan modalnya. Penaman modal oleh investor sangat
berpengaruh dalam meningkatkan ekonomi lokal daerah dan juga dapat menambah dan
memperbaiki fasiltas, sarana, dan prasarana di daerah tersebut. Setiap daerah seharusnya
menerapkan kebijakan yang mempermudah investor lur tetapi juga tidak mematikan
investor lokal maupun kegatan perekonomian lokal daerah.
Perekonomian kota surakarta akan semakin meningkat dengan berkembangnya
perdangangan, industri dan juga pergudangan yang merupakan satu kesatuan usahan yang
saling berhubunga. Di kota surakarta juga terdapat Perda Nomor 9 Tahun 2003 yang
1
alim HS, SH., M S., dan Budi Sutrisno, SH., M.Hu m., Huk um Investasi di Indonesia, (Jaka rta: Ra ja Grafindo
Persada, 2008), hlmn. 157-161
mengatur hal yang disebutkan tadi. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian dengan undang-
undang nomor 25 tahun 2007 agar dapat diketahui apakah perda tersebut bertentangan atau
tidak dengan UUPM.
B. Pembahasan
Setelah dilakukan perbandingan antara PerdaNomor 9 Tahun 2003 dengan undang-
undang penanaman modal, diketahui dalam salah satu pasal tepatnya pasal 9 perda tersebut
bertentangan dengan pasal 25 ayat (2) undang-undang penanaman modal. Pertentangan
tersebut terkait dengan mekanisme perizinan. Dalam perda tersebut, bagi perusahaan
maupun perorangan yang akan melakukan penanaman modal harus melalui beberapa dinas
ataupun departemen perizinan di Kota Surakarta. Sedangkan dalam undang-undang
penanaman modal mekanisme perizninan bagi perusahaan penanam modal dilakukan
melalui pelayanan terpadu satu pintu yang ditujukan untuk mempermudah investor.
Kemudahan itu dikaitkan bahwa untuk para calon investor dalam rangka menanamkan
modal tidak perlu mendatangi beberapa dinas untuk mendapatkan perizinan, hal tersebut
oleh pembuat UUPM ini dipandang sebagai kemudahan maupun efisiensi.
Tujuan diterapkannya pelayan satu pintu itu adalah untuk diwujudkannya kemudahan
pelayanan, baik itu pelayanan fiskan, dan segala informasi mengenai penanaman modal di
suatu daerah. Selain itu segala kebutuhan investor dapat dijelaskan secara runtut dan
lenkap (komprehensif) oleh petugas yang mempunyai wewenang. 2 Di dalam pasal 26 ayat
(2) UUPM, pelayan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga yang berwenang dalam
penanaman modal untuk mengeluarkan perizninan dan non perizinan di tingkat pusat,
provinsi, kabupaten, maupun kota dan dengan meninjau kembali pasal 9 perda nomor 9
tahun 2003 tersebut, pelaksaan pemberizan perizninan harus melalui beberapa dinas atau
departenen.
Perda nomor 9 tahun 2003 tersebut jelas telah melangar asas Lex Superior derogat legi
inferior, yang menentukan bahwa hukum yang lebih tinggi mengalahkan hukum yang
lebih rendah sehingga dengan ketentuan ini maka dapat dikatakan bahwa Perda Nomor 9
Tahun 2003 tentang Ijin Usaha Industri, Ijin Usaha Perdagangan dan Tanda Daftar Gudang
bertentangan dengan undang-undang diatasnya yaiu Undang-undang Nomor 25 Tahun
2007 dan perlu dirasa untuk dilakukan revisi karena sudah tidak relevan dengan
penyelenggaraan pemerintah dibidang penanaman modal di kota Surakarta.
Setelah ditemukan bahwa terjadiXpertentangan antara Peraturan Daerah Nomor 9
Tahun 2003 dengan peraturan perundang-undangan tentang investasi diatasnya maka
menurut asas lex superior derogat legi inferiorZmaka peraturan daerah perlu adanya revis

2
Sentosa Sembiring. Hukum Investasi.(Bandung : Margahayu Permai. 2009.) hlmn. 20-24
karena sudah ada revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal. Jika suatu Perda tidak sinkron atau terjadiWpertentangan dengan peraturan
diatasnya dan masih diberlakukan maka akan terjadi kesewenang-wenangan birokrat dalam
menerbitkan ijin karena tidak ada ukuran baku dariHperaturan daerah sehingga terjadi
tumpangtindih aturan, terlebih dalam peraturan daerahZtidak ada penjelasan maka tidak
bisa dihindarkan adanya multi interpretasi
C. Penutup
Kesimpulan yang dapat diambilZdari kajian ini bahwasanya Peraturan Daerah Nomor 9
Tahun 2003 tentang Ijin Usaha Industri, Ijin UsahaAPerdagangan dan Tanda daftar
Gudang bertentangan dengan asas lex superior legi inferior dengan aturan investasi yaitu
adalah Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007,mengenai mekanisme perizinan yang
mekanismenya melalui Unit Pelayanan Terpadu sedangkan, sehingga menurut kajian Perda
ini dianggap sudah tidak dapat diberlakukan atau perlu direvisi ulang dengan Perda baru
dimana mekanismeperizinannya tidak lagi melalui dinas atau departemen akan tetapi
sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yaitu
melalui Unit Pelayanan Terpadu.

Anda mungkin juga menyukai