Anda di halaman 1dari 7

PESAN DARI WAEREBO

I. Wae Rebo

Wae Rebo adalah sebuah kampung tradisional yang terletak di dusun terpencil
tepatnya di Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur. Terkenal dengan
sebutan kampung di atas awan, Wae Rebo terletak di ketinggian 1000 mdpl dikelilingi
oleh perbukitan yang sangatlah asri. Wae Rebo dinyatakan UNESCO sebagai Warisan
Budaya Dunia pada Agustus 2012.

Meski lokasinya berada jauh dari keramaian dan sulit terjangkau, namun Kampung
Wae Rebo sangat terkenal terutama oleh wisatawan asing Negara-negara di Eropa
karena desain arsitekturnya yang memiliki daya tarik tinggi. Salah satu hal yang
menarik dari Desa Wae Rebo adalah rumah adatnya yang berbentuk kerucut dan
atapnya terbuat dari daun lontar.

II. Rumah Adat Wae Rebo

Waerebo adalah satu-satunya desa tradisional di Manggarai yang masih


mempertahankan Bentuk rumah adat mereka yang mereka sebut sebagai Mbaru Niang.
Sebenarnya masih ada lagi di Todo, hanya saja Mbaru Niang di Todo hanya berdiri gagah
tanpa ada lagi orang yang mendiami di dalamnya. “Mbaru” artinya
adalah Rumah. “Niang” artinya tinggi dan bulat. Mbaru Niang adalah sebuah rumah
yang berbentuk kerucut, meruncing ke arah atas.

Bentuk rumah yang mengerucut tersebut merupakan sebuah simbol dari perlindungan dan
persatuan di antara masyarakat Waerebo. Lantai yang berbentuk melingkar
melambangkan sebuah harmonisasi dan keadilan diantara warga dan keluarga di dalam
Mbaru Niang.
Tujuh rumah Mbaru Niang yang dibuat oleh para nenek moyang mereka memiliki arti
untuk menghormati 7 arah mata angin dari puncak-puncak gunung yang yang mengelilingi
Kampung Waerebo. Hal itu mereka percayai sebagai cara untuk menghormati roh-roh yang
memberikan mereka kesejahteraan.

Semua Mbaru Niang berdiri di tanah datar dan dibangun mengelillingi sebuah altar
yang disebut “Compang”. Compang berdiri sebagai titik pusat dari ketujuh rumah tersebut
dan dipercaya sebagai bangunan paling sakral yang ada di disana. Fungsi Compang adalah
sebagai altar untuk memuji dan menyembah Tuhan serta para roh-roh nenek moyang.

Seluruh Mbaru Niang memiliki nama asli yang berbeda-beda, mereka adalah:

1. Niang Gendang
2. Niang Gena Mandok
3. Niang Gena Jekong (dibangun kembali pada tahun 2010)
4. Niang Gena Ndorom (dibangun kembali pada tahun 2009)
5. Niang Gena Keto
6. Niang Gena Jintam
7. Niang Gena Maro
Rumah adat Mbaru Niang berbentuk kerucut dan memiliki 5 lantai dengan tinggi sekitar 15
meter.

Setiap lantai rumah Mbaru Niang memiliki ruangan dengan fungsi yang berbeda beda
seperti berikut.

1. Tingkat pertama disebut Tenda digunakan sebagai tempat tinggal dan berkumpul dengan
keluarga.
2. Tingkat kedua berupa loteng atau disebut Lobo berfungsi untuk menyimpan bahan
makanan dan barang-barang sehari-hari.
3. Tingkat ketiga disebut lentar untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, seperti
benih jagung, padi, dan kacang-kacangan.
4. Tingkat keempat disebut Lemparai disediakan untuk stok pangan apabila terjadi
kekeringan.
5. Tingkat kelima disebut Hekang Kode untuk tempat sesajian persembahan kepada
leluhur.
Material bangunan merupakan material lokal yang diperoleh dari wilayah sekitar.
Lokasi Wae Rebo yang dikelilingi hutan tropis yang lebat menghasilkan kayu, rotan
maupun bambu yang digunakan sebagai material - material utama bangunan. selain itu
juga terdapat material -material lain yang diperoleh dari sekitarnya seperti daun lontar
dan ijuk
Rumah berbentuk rumah panggung. Pada
bagian kolong biasanya sebagai tempat
ternak, bagian tengah merupakan tempat
lutur/tenda sebagai "molang" atau kamar
keluarga, ruang tamu dekat pintu masuk, dan
dapur terletak di bagian belakang lutur.

Dalam Mbaru Niang, aktivitas-aktivitas


yang dilakukan oleh para keluarga dan
warga Waerebo kebanyakan berpusat pada
tingkat pertama dari rumah tersebut, atau
yang biasa disebut dengan Tenda. Dengan
bentuk lantai yang bulat, Niang
Gendang (Rumah Utama) memiliki
diameter 14 Meter. Sedangkan Niang
Gena (rumah yang lainnya) memiliki diameter 11 Meter. Alasan adanya perbedaan ukuran
diameter tersebut adalah jumlah keluarga yang mendiami setiap rumah. Niang Gendang
didiami oleh 8 keluarga, sedangkan Niang Gena diisi oleh 6 Keluarga.
III. Konstruksi

Membangun sebuah Mbaru niang, masyarakat Wae Rebo mempersiapkannya hingga satu
tahun, karena keseluruhan bahan bangunan diambil secara bijaksana dari hutan yang
mengelilingi kampung wae rebo. seperti kayu utama yang menjulang ditengah setinggi 15
meter, diambil dari satu pohon utuh, dan sebelum di pakai, kayu tersebut telah dipersiapkan
secara tradisional agar menjadi kayu yang baik dan kuat (bingung menjelaskan proses
mempersiapkan dari sebuah pohon utuh menjadi kayu gelondongan yang siap pakai) dan
dipilih kayu yang cukup umur. selain kayu, masyarakat juga mengumpulkan bermeter-meter
rotan untuk mengikat, ijuk dan alang-alang untuk atap dan bambu. seluruh bahan ini
dipersiapkan dan dikumpulkan sedikit-sedikit sesuai yang disediakan alam yang dapat
diambil secara bijaksana oleh masyarakat.

Pondasi dari mbaru niang terdiri dari beberapa bilang batang kayu yang ditanam ke tanah
sedalam 2 meter. terdapat permasalah pondasi pada bangunan lama, yaitu kayu yang
membusuk karena lembab atau rapuh, sehingga tak kuat menahan keseluruhan bangunan
rumah. seiring dengan kedatangan tamu dan beberapa masukan dari ahli, pondasi mbaru
niang sekarang dibungkus dengan plastik dan ijuk untuk melindungi kayu bersentuhan
langsung dengan tanah wae rebo yang lembab.

1. Lantai Pertama

lantai pertama ini berdiameter 11 meter, dan merupakan lantai utama, dimana disinilah
kehidupan sosial masyarakat berlangsung. lantai pertama ini dibuat segera setelah pondasi
selesai dilaksanakan, berlandaskan balok-balok dan hamparan papan kayu dan dikelilingi
glondongan rotan besar sebagai dudukan utama atap. Di atas lantai pertama inilah didirikan
tiang utama hingga kepucuk mbaru niang / Ngando yang dilngkapi dengan tangga bambu
untuk menaiki setiap tingkatnya.

2. Tiang Utama / Bongkok

Tiang utama berdiri diatas lantai pertama. untuk menyangga tiang utama ini, ditahan dengan
tali rotan yang diikatkan pada tiga hingga 4 pasak.tiang utama ini akan menjadi penyangga
dari keseluruhan aktivitas pembangunan rumah, sehingga harus sangat diyakinkan ikatan
pada pasaknya benar-benar kuat.
3. Penyangga Dinding dan dinding (atap)

Penyangga dinding yang sekaligus berfungsi sebagai atap ini adalah kumpulan rotan dalam
satu ikatan, ukurannya sangat besar, dan panjangnya disesuaikan dengan keliling lingkaran,
jadi yang paling panjang adalah pada lantai satu, sepanjang 34,54 m dan semakin keatas
semakin pendek. kumpulan rotan inilah yang membentuk bulatan pada mbaru niang.

selain kumpulan rotan besar itu sebagai penyangga utama, ada juga bambu-bambu / buku
bambu yang berfunsi sebagai ‘reng’ atau penyangga yang mengikat sekumpulan-kumpulan
ijuk atau alang-alang yang disusun bergantian

4. Pekerjaan Lanjutan

Setelah lantai pertama dan tiang utama berdiri, pembangunan tiap-tiap lantai akan
menyesuaikan, dibangun secara simultan dari lantai terbawah, terus hingga keatas. setelah
keseluruhan struktur utama selesai, hingga bambu-bambu pengikat atap siap, barulah
pemasangan ijuk dan alang-alang dilakukan untuk menutupi keseluruhan rumah.

5. Ornamen-Ornamen Yang Khas

Tidak terdapat ornamen-ornamen yang khas pada rumah Mbaru Niang, bagian luar bangunan
hanya trlihat seperti krucut yang beratap ijuk, dan memiliki beberapa pintu dan jendela.

1V. Makna dan filosofi

Mbaru Niang bukan hanya sekedar tempat berlindung dari hujan dan gangguan dari luar.
Bagi suku “anggarai yang menghuni desa Wae Rebo,” Mbaru Niang” merupakan wujud
keselarasan manusia dengan alam serta merupakan cerminan fisik dari kehidupan sosial
warga desa Wae Rebo

Konon dulunya leluhur suku “anggarai yang bermukim di dataran Flores memiliki delapan
orang pewaris, Oleh karena itu terdapat delapan suku yang tersebar di dataran Flores. Namun
leluhur mereka saat itu tidak membangun delapan rumah untuk dihuni oleh masing-masing
kepala keluarga. Hanya terdapat tujuh buah “Mbaru Niang yang masing-masing “Mbaru
Niang dihuni oleh tujuh keluarga dari setiap suku. Tujuan para leluhur terdahulu adalah agar
sosialisasi antar suku semakin erat dan dapat terus terjalin hubungan antar tiap keluarga.

Anda mungkin juga menyukai