BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit gagal ginjal kronis didunia saat ini mengalami peningkatan dan
menjadi masalah kesehatan serius, hasil penelitian Global Burden of Disease tahun
didunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke 18 pada tahun 2010. Lebih dari
ginjal dan hanya sekitar 10% yang benar - benar mengalami perawatan tersebut. Dan
pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50%
dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian dan prevelasi gagal ginjal
meningkat 50% di tahun 2014. Data tersebut menunjukkan bahwa setiap tahun
gagal ginjal kronis artinya 1140 ribu dalam per satu juta penduduknya adalah pasien
Di Indonesia berdasarkan hasil data yang dirilis oleh Riset kesehatan dasar
pada tahun 2013 menunjukkan bahwa prevelasi gagal ginjal kronik sebesar 2%0 yaitu
sekitar 499.800 orang atau 2 orang per 1000 penduduk yang mengalami gagal ginjal
kronis, untuk urutan pertama ditempati oleh provinsi Sulawesi Tengah dengan
prevalensi permil 5%0 atau sekitar 50 orang per satu juta penduduk dan Sumatera
Selatan dengan prevalensi permil 1,5%0 atau sekitar 15 orang per satu juta penduduk,
sedangkan pada tahun 2018 jumlah penderita gagal ginjal kronis meningkat posisi
sekitar 64 orang per satu juta penduduk. dan Sumatera Selatan menduduki urutan ke
29 dengan prevalensi 2,4%0 atau diperkirakan 24 orang per satu juta penduduknya
Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Ibnu Sutowo yang merupakan Rumah
Sakit di Kota Baturaja yang menyediakan pelayanan hemodialisa, dan menurut hasil
catatan rekam medik RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja, klien yang menderita
penyakit Gagal Ginjal Kronik tahun 2012 ada 17,7% penderita, pada tahun 2013 ada
18,45% penderita, pada tahun 2014 ada 49,5% penderita, dan sedangkan pada tahun
2016 ada 69,9% penderita penyakit gagal ginjal kronik. (RSUD Dr. Ibnu Sutowo
Baturaja, 2016)
Asupan cairan dan natrium adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan
volume cairan seperti sianosis, hipotensi, dan peningkatan laju pernapasan (Sudoyo
et al., 2009). Proporsi pasien yang tidak patuh pada pembatasan cairan menurut
Mardjun (2014) sebanyak 53,3% sedangkan menurut Sari (2009) sebanyak 66,7%.
Menurut Sari (2009) kepatuhan asupan cairan berhubungan dengan pendidikan dan
sikap sedangkan menurut Chan et al. (2012) usia, jenis kelamin, status bekerja, lama
Berdasarkan data - data diatas dan terlihat bahwa setiap tahunnya jumlah
penderita gagal ginjal kronis terus meningkat dan perlunya pengetahuan tentang
cairan klien dengan risiko defisit volume cairan pada klien dengan tindakan
cairan pada klien dengan tindakan hemodialisis di RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja
Tahun 2019”
pada klien dengan tindakan hemodialisis di RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja.
2. Diperoleh gambaran diagnosa keperawatan pada klien gagal ginjal kronis yang
3. Diperoleh gambaran rencana keperawatan pada gagal ginjal kronis yang menjalani
4. Diperoleh gambaran tindakan keperawatan pada klien gagal ginjal kronis yang
5. Diperoleh gambaran evaluasi keperawatan pada klien gagal ginjal kronis yang
a. Bagi Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Ibnu Sutowo Baturaja
diharapkan dapat dipergunakan untuk membantu klien gagal ginjal kronis yang
b. Bagi Program Studi Keprawatan Baturaja Hasil laporan ini diharapkan dapat
kelengkapan perpustakaan.
klien gagal ginjal kronis yang menjalani tindakan hemodialisa dengan Penetapan
manajemen cairan dengan risiko devisit volume cairan pada klien dengan tindakan
hemodialisis.
d. Bagi Klien Meningkatkan pemahaman tentang penyakit gagal ginjal kronis yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Pengertian
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut.
tidak dapat menutupi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit. (Swann
2.1.2 Etiologi
menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering
adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksi skleratik
progresif pada pembuluh darah. Hiperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri
besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu
kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak diobati, dikarekteristikan
c. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang
Bakteri ini mencapai ginjal ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara
ascenden dari traktus urinarius bagian bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat
meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan diginjal dan berlanjut
oleh endapan zat - zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara
berat.
f. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan konstriksi
uretra.
yang dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan
organ lain, serta tidak adanya jar. Ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia renalis)
(Andra, 2013)
2.1.3 Patofisiologi
a. Penurunan GFR
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin
akan menurun, kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan
meningkat.
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko
d. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR,
maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar
kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun
dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi
parathormon.
2.1.4 Klasifikasi
a. Stadium I
75%, pasien biasanya tidak mempunyai gejala, dan karena sisa nefron ang
Kehilngan fungsi ginjal 75 - 90%. pada tingkat ini terjadi kreatinin serum
Tingkat renal dari gagal ginjal kronis yaitu sisa nefron yang berfungsi <10%.
pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN kan meningkat dengan
darah dan elektrolit, dan pasien diindikasikan untuk dialisis. (Anda, 2013)
Menurut Long (1996) gejala dini dari gagal ginjal kronis yaitu lethargi, sakit
kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung dan
depresi. Sedangakan gejala yang lebih lanjut antara lain : anoreksia, mual disertai
muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem
yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sanngat parah.
(Andra, 2013)
Menurut smeltzer (2001) manfestasi klinik antara lain : hipertensi (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin - angiotensin - aldosteron), gagal
jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis
( akibat iriotasi pada lappisan perikardial oleh toksik, pruritus, anoreksia, mual,
muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tngkat kesadaran, dan tidak
kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal - gatal akibat toksik, kuku tipis
dan rapuh.
f. Gangguan caira elektrolit dan keseimbangan asam dan basa : biasanya retensi
garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi,
suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.
Urine
a. Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria).
natrium.
Darah
f) Kalium: meningkat.
g) Magnesium : Meningkat.
h) Kalsium : menurun.
e. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi
masa.
2.1.8 Penatalaksanaan
e. Penanggulangan asidosis.
h. Pengobatan neuropati.
2.2.1 Pengertian
Hemodialisis berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialisa yang artinya
memisahkan. Jadi hemodialisis adalah Suatu proses pemisahan darah dari zat
disisi ruang lain dan cairan dialisat disisi ruang lainnya. Hemodialisis merupakan
suatu proses untuk yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah
dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut. Tujuan
hemodialysis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah
Hemodialisa adalah proses pembuangan zat - zat sisa metabolisme, zat tosik
lainnya melalui membran semi permeabel sebagai pemisah antara darah dan cairan
diaksat yang sengaja dibuat dalam dializer. (Hudak dan Gallo, 1996 dalam Andra ,
2013)
mengalirkan darah ke dalam suatu zat yang terdiri dari 2 kompartemen yaitu :
semipermiabel buatan.
2. Kompertemen yang berisi cairan diallisat bebas pirogen berisi larutan dengan
2013)
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori - pori terbuat dari selulosa
atau bahan sintetik. Ukuran pori - pori membran memungkinkan difusi zat dengan
berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air
juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein
plasma, bakteri, dan sel - sel darah terlalu besar untuk melewati pori - pori membran.
2.2.2 Tujuan
urat.
darah dan bagia cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah
ultrafiltrasi).
2.2.3 Indikasi
a. Pasien yang memerluka hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih (laju filtrasi glomeurulus < 5 ml).
- Asidosis
- kadar ureum/ kreatinin tinggi dalam darah (Ureum > 200%, Kreatinin
- Kelebihan cairan.
d. Demam tinggi.
a. Difusi
konsentrasi zat - zat terlarut di kedua sisi membran dialisis, difusi menyebabkan
pergeseran urea, kreatinin, dan asam urat dari darah klien ke laruta dialisat.
b. Osmosa
Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semi permiabel dari daerah yang
kadar partikel - partikel rendah ke daerah yang kadar partikel nya lebih tinggi,
c. Ultrafiltrasi
Terdiri dari pergeseran cairan lewat membran semi permiabel dampak dari
a. Kateter dialisis perkutan yaitu pada vena permolaris atau vena subclavia.
dan V. sefalika pergelangan tangan) pada tangan non dominan. Daerah dipirau
- Iskemia tangan.
2.2.7 Peralatan
darah dan dialisat. Dializer bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe
Dialisat atau bath adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari
serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air kra da bahan
kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar
untuk melewati mebran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal.
reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk
oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis,
pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua
system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta
d. Asesori perlatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dyalisis meliputi pompa
darah, pompa infus untuk pemberian hepari, alat monitor untuk pendeteksi suhu
e. Komponen Manusia
a. Sirkuit darah
Dari klien mengalir darah dari jarum/ kanul arteri ddengan pompa darah (200 -
Air → bersih, bebas dari elektrolit, mikroorganisme atau bahan asing lain →
a. Tahap persiapan
- Dializer
- Av vistula
- Av blood line
- Infus set
- kassa steril.
- Handscoon steril.
- Lidocain - Heparin
- Alkhol - Kalmetason
iv. Administrasi
- Informed concent.
b. Tahap pelaksanaan
vi. Lakukan penurunan vena ( out let dan in let ) dengan AV fistula →
terisi semua.
c. Tahap penghentian
cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang
diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea,
dan kreatinin rendah palsu. Proses penyimpanan berlangsung terus menurus setelah
2.2.11 Komplikasi
Ketidakseimbangan cairan
Paramenter : Tekanan darah, nadi, berat badan, intake, output, turgor, dan
a. Hipervolemia
dispea, reles basah, batuk, edema, peningkatan berat badan >> sejak dialisis
Ultraviltrasi
b. Hipovolemia
- Monitor berat badan, flebotami + NaCl 100 - 200 ml, pantau tekanan darah
c. Hipotensi
hipertensi.
d. Hipertensi
- Fenitoin.
Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium
- Kram otot (perpindahan natrium dan air) → NaCl hipertonik (NaCl 32),
b. Kalium
c. Bicarbonat (C = 25 - 30 mEq/l)
kepala.
e. Fosfor
f. Magnesium
Infeksi
d. Infeksi paru
tromboplastin.
2.3.1 Pengkajian
A. Data Demografi
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
- Factor Pencetus.
gagal ginjal akut yang tidak teratasi, obstrukusi, infeksi pada traktus
- Pernapasan : Nafas pendek, sesak nafas pada malam hari dan batuk
sputum kental.
G. Pemeriksaan fisik
rentang gerak.
umum, pintting edema pada kaki, telapak tangan, disritmia jantung, nadi
perdarahan.
ulserasi gusi, perdarahan gusi/ lidah, penurunan otot, penurunan lemak sub
perubahan kepribadian.
(kusmaull), dan batuk produktif dengan sputum merah muda ncer (edema
paru).
rendah, pteki, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya gradien osmotik
o keperawatan Hasil
cairan dialisis.
n dengan pemeriksaan
tidak laboratorium.
gradien hemodinamik.
jika perlu
2.4.1 Pengertian
Cairan dan elektrolit adalah komponen tubuh yang berperan dalam memelihara
fungsi tubuh dan proses homeostasis. Tubuh kita terdiri atas sekitar 60% air yang
tersebar didalam sel maupun diluar sel. Namun demikian, besarnya kandungan air
tergantung dari usia, jenis kelamin, dan kandungan lemak. (Tarwoto & Wartonah,
2010)
memiliki proporsi besar dalam tubuh. Hampir 90% dari total berat badan berbentuk
cairan. Air di dalam tubuh tersimpan dalam dua kompartemen utama, yaitu CIS dan
Cairan intraselular merupakan cairan yang terdapat dalam sel tubuh dan
berfungsi sebagai media tempat aktivitas kimia sel berlangsung. Cairan ini
menyususn sekitar 70% dari total caira tubuh (total body water atau TBW). pada
individu dewasa, CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh atau 2/3 TBW.
menyusun 30% dari TBW atau sekitar 20% dari berat tubuh. Cairan
badan, sedangkan cairan interstisial menyusun 10% - 15% total berat badan.
Didalam cairan tubuh terdapat elektrolit. Elektrolit tersebut tersusun atas ion
elektrolit yang dapat menghantarkan arus listrik. Ion yang bermuatan positif
disebut kation, contohnya Natrium (Na+), Kalium (K+), kalsium (Ca2+), dan
magnesium (Mg2+). ion yang bermuatan negatif disebut anion, contonya klorida
pH yang normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah antara CIS
dan CES.
Pergerakan cairan dan elektrolit tubuh berlangsung dalam tiga proses, yaitu
a. Difusi
Difusi adalah perpindahan larutan atau gas dari daerah yang berkonsentrasi
dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu ukuran molekul, konsentrasi larutan, dan
suhu larutan. Molekul - molekul besar tidak dapat melintas dengan cara
terbantu(facillitated diffution).
b. Osmosis
c. Transpor Aktif
konsentrasi ion natrium dan kalium di dalam ruang ekstrasel dan intrasel.
Keseimbangan cairan dalam tubuh tercapai ketika jumlah cairan yang masuk
i. Ginjal
ii. Kulit
i. Hormon antidiuretik
ii. Aldosteron
iii. Glukokortikoid
iv. Prostaglandin
a. Natrium
b. Kalium
c. Kalsium
d. Magnesium
e. Klorida
f. Bikarbonat
g. Fosfat
a. Usia
b. Suhu lingkungan
c. Sakit
d. Stress
e. Diet
a. Ketidakseimbangan Cairan
(hipervolume).
1. Hipovolume/Dehidrasi
ii. Dehidrasi hipertonik : jumlah cairan yang hilang lebih besar dari
yaitu :
mencapai 152 - 158 mEq/L. Salah satu ciri fisik dari penderita
lebih dari 10% dari berat badan. Serum natrium mencapai 159 -
2. Hipervolume
perifer atau edema pitting, asites, kelopak mata bengkak, suara napas
b. Ketidakseimbangan Elektrolit
i. Hiponatremia
ii. Hipernatremia
iii. Hipokalemia
iv. Hiperkalemia
v. Hipokalsemia
vi. Hiperkalsemia
vii. Hipomagnesia
viii. Hipermagnesia
ix. Hipokloremia
x. Hiperkloremia
xi. Hipofosfatemia
xii. Hiperfosfatemia
fluktuasi tanda dan gejala, mengambil tindakan dalam menanggapi respon fisiologis
Penting untuk diingat tentang penyebab haus. Haus adalah hasil langsung dari terlalu
banyaknya garam dalam air, makanan dan juga garam yang ditambahkan dalam
makanan.
Diet garam terlalu banyak akan meyebabkan tingkat natrium meningkat dan
mengaktifkan mekanisme haus di otak, untuk itu perlu minum cairan yang cukup
untuk menormalkan natrium. Aspek yang lebih penting untuk menjaga IDWG
normal pada pasien dengan hemodialysis dan peritonial dialysis adalah dengan
mengerti tentang pembatasan asupan cairan. Makanan berisi cairan dan nafsu makan
pasien yang meningkat akan meningkatkan IDWG, dan kenyataan ini dapat dengan
rinci diperoleh pada pengkajian diet, indikasi tinggi protein dan kalori seperti cairan
dalam jelly, ice cream, saus dan sup. Kelebihan IDWG dapat dicegah dengan
pemasukan cairan tiap hari 500 – 750 ml dalam situasi produksi urin kering.
Pemasukan natrium 80 – 110 mmol tiap hari, akan cukup untuk mengontrol haus dan
BAB III
Studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi tentang penerapan manajemen
cairan klien dengan risiko defisit volume cairan pada klien dengan tindakan
Adapun subyek dalam penelitian yang ada adalah penerapan manajemen cairan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
Hemodialisa adalah proses pembuangan zat - zat sisa metabolisme, zat tosik
lainnya melalui membran semi permeabel sebagai pemisah antara darah dan cairan
Baturaja. Lama waktu bisa menyesuaikan denga target keberhasilan dari tindakan,
data :
b. Wawancara adalah suatu proses tanya jawab yang dilakukan langsung kepada
klien, keluarga, dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang mengetahui
tertulis).
data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara
Teknik analisa yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban - jawaban dari
penelitian yng diperoleh dari hasil intepretasi wawancara mendalam yang digunakan
dengan cara observasi oleh peneliti dibandingkan dengan teori yang ada sebagai
a. Pengumpulan Data
b. Penyajian data
c. Kesimpulan
Dari data yang disajiakan kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan dilakukan studi
kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul studi kasus dan manfaat
studi kasus, bila subyek menolak maka penulis tidak memaksa dan menghormati
c. Confidentiality ( rahasia )
DAFTAR PUSTAKA
Andra & Yessie. 2013 . Buku Keperawatan Medikal Bedah 1 (Keperawatan Dewasa).
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 2 Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Salemba Medika.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Kozier and all. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses &
Purwanto, Hadi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta Selatan : Pusdik
SDM Kesehatan.