Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

GETARAN MEKANIS
WHIRLING SHAFT

Disusun oleh:

Paskal Rachman (1706104306)

Kelompok 12

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2018
MODUL 1

WHIRLING SHAFT

I. Tujuan Praktikum

- Mengamati fenomena whirling pada poros yang berputar yang kecil panjang.

- Mengetahui nilai putaran kritis dari poros yang berputar.

- Membandingkan putaran kritis yang didapat secara praktek dengan putaran

kritis yang didapat secara teori.

II. Alat

Untuk melakukan praktikum mengenai whirling shaft ini diperlukan alat


sebagai berikut :

- Beban silinder alimunium ( 1 buah )

- Penggaris 50 cm ( 1 buah )

- Satu set whirling shaft apparatus

- Power supply

- Tachometer

- Kunci L

III. Dasar Teori

Ketika suatu poros berputar maka akan terjadi fenomena whirling , yaitu
fenomena dimana poros berputar akan mengalami defleksi yang diakibatkan oleh
gaya sentrifugal yang dihasilkan oleh eksentrisitas massa poros. Fenomena ini terlihat
sebagai poros yang berputar pada sumbunya dan pada saat yang sama poros yang
berdefleksi juga berputar relatif mengelilingi sumbu poros.
Fenomena whirling terjadi pada setiap sistem poros, baik yang seimbang
maupun tidak. Pada sistem yang seimbang, fenomena ini dapat disebabkan oleh
defleksi statis atau gaya magnetik yang tidak merata pada mesin – mesin elektrik.
Defleksi awal ini membuat poros berputar dalam keadaan bengkok . Gaya
sentrifugal yang terjadi akan terus membuat defleksi terjadi sampai keadaan
seimbang yang berkaitan dengan kekakuan poros tercapai. Poros yang berputar
melewati putaran kritisnya lalu akan mencapai keadaan setimbang.

Gambar 1. Whirling Shaft Sistem

Dimana :
- m = massa beban (kg)
- h = defleksi awal (m)
- y = defleksi sentrifugal (m)
- (h+y) = defleksi total (m)
Maka, gaya sentrifugal radialnya adalah :
𝑀𝜔 (ℎ + 𝑦)
Yang sama dengan gaya elastis pada poros, maka :
𝑀𝜔 (ℎ + 𝑦) = 𝑘𝑦
Dimana :
- k = elastisitas poros (N/m)

Sehingga didapat perbandingan :

𝑦 1
=
ℎ 𝑘
−1
𝑀𝑤

Jika 𝑓 = = adalah frekuensi natural dari batang, maka:

1 𝑘
𝜔 =
2𝜋 𝑚

𝛿 adalah defleksi statis dari batang yang mengalami gaya berat 𝑊 = 𝑚𝑔 pada titik
tengahnya (m). 𝜔 adalah kecepatan kritikal angular dari sistem. Maka, kita
mendapatkan :

𝑦 1
= 𝜔
ℎ ( ) −1
𝜔

Jika 𝜔 = 𝜔 , maka = ∞. Kondisi ini dikarenakan putaran yang besar. Selanjutnya,

didapatkan :
1 𝑔 0,498
𝑁 = =
2𝜋 𝛿 √𝛿
Kondisi pada saat praktikum :
 Beban terletak di tengah batang.
𝑀𝑔𝐿
𝛿=
48𝐸𝑙
Dimana :
- E = Modulus Young untuk batang baja (Pa)

- I = Momen inersia untuk luas permukaan batang 𝑚 =

Kemudian didapatkan persamaan baru untuk rotasi kritikal.

𝐸𝐼
𝑁 = 1,103
𝑀𝐿

Dimana :
- Nc dalam rps (rotation per second).

 Posisi beban piringan tidak berada di tengah-tengah batang.

𝐸𝐼𝐿
𝑁 = 0,276
𝑀𝑎 𝑏

IV. Langkah Percobaan

Untuk melakukan pratikum whirling shaft langkah kerja yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut :
1. Power supply, whirling shaft apparatus, beban, dan tachometer dirangkai
sesuai petunjuk.

2. Posisi tumpuan shaft diatur sesuai dengan variabel yang diingkinkan. Jarak
tumpuan shaft yang konstan terhadap beban adalah 37 cm (jarak a).

3. Posisi tumpuan b diatur sesuai dengan data yang akan diambil. Data yang
diambil untuk jarak b terhadap beban 30 cm, 35 cm, 40 cm, 45 cm, dan 50 cm.

4. Motor dinyalakan untuk memutar shaft.

5. Dilakukan pengamatan terhadap getaran shaft.

6. Kecepatan putar shaft yang menghasilkan getaran paling besar dicatat.

7. Motor dimatikan dan posisi b dirubah untuk pengamatan selanjutnya.

V. Data Praktikum

a. Pengamatan Data

NO A (CM) B (CM) NC (RPM) NC AVG (RPM)


1 37 30 690.3 690.2 690.25
2 37 35 733.6 686.9 710.25
3 37 40 684.2 742 713.1
4 37 45 730.5 699.3 714.9
5 37 50 704.3 698.2 701.25

- Massa Jenis Alumunium (teoritis) = 2700 kg / m3


- Diameter beban (d) = 0,075 m
- Ketebalan (t) = 0,015 m
- Diameter Shaft = 0,006 m
- Nilai Modulus Young (E) = 6,9 x 1010 N/m2
- Radius beban = 0,0375 m
- Ketebalan beban = 0,015 m
- Nc = 0,276

b. Pengolahan Data

- Volume beban = 𝜋𝑟 𝑡

= 3,14 × (0,0375) × 0,015

= 6,672 × 10 𝑚

- Massa beban = 𝜌𝑉

= 2700 × 6,672

= 0,179 kg

- Momen inersia =

( , )×( , )
=

= 1,55 × 10 𝑘𝑔𝑚

NO. A (M) B (M) M (KG) E (PA) I (KG.M2) A+B (M) NC (RPM)


1 0,37 0,3 0,179 69000000000 0,00000155 0,67 1573.21
2 0,37 0,35 0,179 69000000000 0,00000155 0,72 1397.88
3 0,37 0,4 0,179 69000000000 0,00000155 0,77 1264.90
4 0,37 0,45 0,179 69000000000 0,00000155 0,82 1160.29
5 0,37 0,5 0,179 69000000000 0,00000155 0,87 1075.63

Presentase Kesalahan

NO B (M) NC EKSPERIMEN AVG NC TEORITIS ERROR


(RPM) (RPM) (%)
1 0.3 690.25 1573.21 56.12
2 0.35 710.25 1397.88 49.19
3 0.4 713.1 1264.90 43.62
4 0.45 714.9 1160.29 38.39
5 0.5 701.25 1075.63 34.81

c. Grafik

Grafik Jarak b vs Nc
1800
1600
1400
1200
Nc (RPM)

1000
800
600
400
200
0
0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
Jarak b (m)

Nc eksperimen Nc Teoritis

Grafik Jarak vs Error Nc


60

50

40
Error (%)

30

20

10

0
0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
Jarak b (m)

Error Eksperimen

VI. Analisa

a. Percobaan

Praktikum whirling shaft dilakukan dengan memperhitungkan defleksi yang


terjadi akibat adanya pembebanan pada shaft (poros) dengan pemberian kecepatan
putar kritisnya. Putaran yang hebat atau sangat besar bisa terjadi jika putaran yang
diberikan pada poros sama dengan putaran pribadi dari benda pembebanan atau
biasa disebut dengan putaran kritis. Putaran kritis mengakibatkan benda berosilasi
dengan kuat. Defleksi yang terjadi akibat posisi pembebanan yang bertumpu pada dua
titik yang diberikan beban diantaranya.

Pada praktikum ini, jarak yang diberikan berbeda-beda, dimana ada titik a 37
cm dibuat konstan (fix) dan b pada beberapa titik yaitu 30, 35, 40, 45, dan 50 cm.
Eksperimen dilakukan 2 kali untuk setiap titik b. Dan diambil rata-ratanya untuk
pengolahan data. Pada awal pemberian kecepatan putar, tidak terlihat putaran yang
kuat yang terlihat dengan mata, namun dengan pengaturan kecepatan putar dapat
ditemukan putaran yang menyebabkan osilasi maksimum. Pada osilasi maksimum
itulah berupa putaran kritisnya. Untuk mengukur getaran seharusnya bisa digunakan
vibratometer, namun dikarenakan pada praktikum kali ini alat tersebut belum tersedia
maka dilakukan pencarian putaran kritis dengan seperti langkah diatas.

a b

Gambar 2. Jarak a dan b

b. Hasil

Praktikan menggunakan alat ujicoba whirling shaft dengan dimensi beban


diameter 75 mm tebal 15 mm dan dimensi shaft 6 mm. Dengan material Alumunium
(teoritis) Massa Jenis 2700 kg / m3 dan nilai Modulus Young (E) 6,9 x 1010 N/m2

Alat uji yang digunakan yaitu berupa shaft dengan beban yang diputar
menggunakan motor listrik dengan pengaturan pada voltase nya agar mencapai
kecepatan putar yang diinginkan. Perekaman dilakukan dengan alat elektronik
perekam kecepatan putar (tachometer) dengan tujuan untuk memudahkan dan
memberikan keakuratan dalam pembacaan kecepatan putarnya. Pengukuran
dilakukan dengan memasukkan ujung tachometer ke ujung poros kemudian tombol
perekaman ditahan sampai osilasi maksimum terjadi, maka dari hasil pengukuran
didapat data putaran kritisnya.
Langkah diatas dilakukan berulang sesuai jarak b yaitu 30, 35, 40, 45, dan 50
cm dilakukan dengan penyesuaian posisi sumbu dengan menggunakan kunci L. Setiap
posisi b dilakukan 2 kali pengukuran kecepatan putaran kritis. Pengukuran jarak a dan
b dilakukan dengan menggunakan penggaris, pengukuran menggunakan penggaris
membutuhkan ketelitian ekstra untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya
kesalahan.

Kemudian langkah selanjutnya yaitu pengolahan data, dimana putaran kritis


yang didapat dari hasil eksperimen dibandingkan dengan nilai perhitungan teoritisnya.
Dari hasil perhitungan didapat nilai error antara 34.81 sampai 56.12 %. Dimana hasil
error tersebut dirasa cukup besar mengingat nilainya diatas 10 %.

Gambar 1. Whirling Shaft Apparatus

c. Grafik

Grafik yang didapat dari data yang telah diolah dari percobaan menunjukkan
perbedaan yang signifikan. Dimana secara teoritis semakin besar jarak b, maka
putaran kritis akan semakin kecil, hal itu terkait kekakuan poros di mana poros akan
semakin ringkih. Tetapi pada praktikum kali ini nilai putaran kritis dengan semakin
membesarnya nilai b penurunan putaran kritis tidak signifikan (sangat kecil) alias
hampir konstan pada suatu kecepatan putaran tertentu. Berikut nilai b vs rpm dan
nilai b vs error:
Grafik Jarak b vs Nc
2000
Nc (RPM) 1500

1000

500

0
0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
Jarak b (m)

Nc eksperimen Nc Teoritis

Grafik antara panjang b dengan putaran kritis (eksperimental dan teoritis)

Grafik Jarak vs Error


60
50
40
Error (%)

30
20
10
0
0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
Jarak b (m)

Error Eksperimen

Grafik antara panjang b dengan error putaran kritis

Terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil praktikum dan nilai teoritis.
Perbedaan ini bisa terjadi karena beberapa faktor kesalahan. Sehingga secara
analitikal pada pengukuran terjadi selisih yang besar dengan nilai putaran kritis
teoritisnya.

d. Kesalahan

Presentase error/kesalahan yang terjadi cukup besar, hal itu bisa terjadi akibat
beberapa faktor. Salah satu nya karena massa yang didapat dihasilkan dari
perhitungan teoritis massa jenis alumunium tanpa mengukurnya langsung pada
timbangan atau alat ukur massa.
Keakuratan penggunaan penggaris untuk mengukur posisi a dan b bisa menjadi
salah satu penyebab terjadi error juga, disini praktikan dituntut untuk sangat teliti
dalam pengukuran posisi a dan b.

Pada proses mengukur putaran kritis juga yang hanya menggunakan perkiraan
dengan cara melihat dan merasakan getaran yang terjadi tanpa menggunakan tools
khusus untuk merekam getaran menjadi salah satu penyebab error yang tinggi.
Ditambah dengan keakuratan tacho meter yang hanya mempunyai ketelitian 100 rpm
juga menjadi faktor lainnya sehingga perhitungan teoritis dan hasil praktikum
mempunyai nilai yang perbedaan yang besar.

VII. Kesimpulan

a. Perhitungan defleksi dari poros sangat penting karena berpengaruh terhadap


ketahanan dan proses operasi mesin.
b. Putaran kritis dari poros sama dengan putaran naturalnya, maka akan terjadi
getaran yg amat kuat (resonansi) sehingga berpotensi merusak poros (terjadi
fenomena whirling shaft)
c. Selain itu faktor posisi dari tumpuan dan kekakuan poros juga mempengaruhi
defleksi.
d. Secara teoritis panjang shaft berbanding terbalik dengan kecepatan putar (kecil)
yang menyebabkan putaran kritis.
e. Penempatan posisi pembebanan menentukan titik putaran kritis pada shaft
f. Penentuan jarak b bisa diterapkan untuk menghindari terjadinya putaran kritis.

VIII. Aplikasi

Whirling shaft bisa terjadi pada beberapa sistem benda berputar, contohnya pada
mesin mesin perkakas, dimana pasti menggunakan shaft sebagai elemen
transmisinya, jika pada shaft tersebut terjadi fenomena whirling atau dimana shaft
berputar pada putaran kritis, maka hal tersebut bisa mengakibatkan getaran yang
hebat dan mengalami kerusakan. Hal tersebut bisa dihindari dengan cara mendesign
shaft dengan frekuensi naturalnya berbeda dengan frekuensi kerja nya.
IX. Referensi

 Thomson, William. Theory of Vibration with Applications 5th Edition. 1998.


Prentice-Hall International
 Meriam, J.L, Kraige, L.G. Engineerng Mechanics Dynamics Fifth Edition SI
Version. 2004. John Wiley and Sons

Anda mungkin juga menyukai