GETARAN MEKANIS
WHIRLING SHAFT
Disusun oleh:
Kelompok 12
DEPOK
2018
MODUL 1
WHIRLING SHAFT
I. Tujuan Praktikum
- Mengamati fenomena whirling pada poros yang berputar yang kecil panjang.
II. Alat
- Penggaris 50 cm ( 1 buah )
- Power supply
- Tachometer
- Kunci L
Ketika suatu poros berputar maka akan terjadi fenomena whirling , yaitu
fenomena dimana poros berputar akan mengalami defleksi yang diakibatkan oleh
gaya sentrifugal yang dihasilkan oleh eksentrisitas massa poros. Fenomena ini terlihat
sebagai poros yang berputar pada sumbunya dan pada saat yang sama poros yang
berdefleksi juga berputar relatif mengelilingi sumbu poros.
Fenomena whirling terjadi pada setiap sistem poros, baik yang seimbang
maupun tidak. Pada sistem yang seimbang, fenomena ini dapat disebabkan oleh
defleksi statis atau gaya magnetik yang tidak merata pada mesin – mesin elektrik.
Defleksi awal ini membuat poros berputar dalam keadaan bengkok . Gaya
sentrifugal yang terjadi akan terus membuat defleksi terjadi sampai keadaan
seimbang yang berkaitan dengan kekakuan poros tercapai. Poros yang berputar
melewati putaran kritisnya lalu akan mencapai keadaan setimbang.
Dimana :
- m = massa beban (kg)
- h = defleksi awal (m)
- y = defleksi sentrifugal (m)
- (h+y) = defleksi total (m)
Maka, gaya sentrifugal radialnya adalah :
𝑀𝜔 (ℎ + 𝑦)
Yang sama dengan gaya elastis pada poros, maka :
𝑀𝜔 (ℎ + 𝑦) = 𝑘𝑦
Dimana :
- k = elastisitas poros (N/m)
𝑦 1
=
ℎ 𝑘
−1
𝑀𝑤
1 𝑘
𝜔 =
2𝜋 𝑚
𝛿 adalah defleksi statis dari batang yang mengalami gaya berat 𝑊 = 𝑚𝑔 pada titik
tengahnya (m). 𝜔 adalah kecepatan kritikal angular dari sistem. Maka, kita
mendapatkan :
𝑦 1
= 𝜔
ℎ ( ) −1
𝜔
didapatkan :
1 𝑔 0,498
𝑁 = =
2𝜋 𝛿 √𝛿
Kondisi pada saat praktikum :
Beban terletak di tengah batang.
𝑀𝑔𝐿
𝛿=
48𝐸𝑙
Dimana :
- E = Modulus Young untuk batang baja (Pa)
𝐸𝐼
𝑁 = 1,103
𝑀𝐿
Dimana :
- Nc dalam rps (rotation per second).
𝐸𝐼𝐿
𝑁 = 0,276
𝑀𝑎 𝑏
Untuk melakukan pratikum whirling shaft langkah kerja yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut :
1. Power supply, whirling shaft apparatus, beban, dan tachometer dirangkai
sesuai petunjuk.
2. Posisi tumpuan shaft diatur sesuai dengan variabel yang diingkinkan. Jarak
tumpuan shaft yang konstan terhadap beban adalah 37 cm (jarak a).
3. Posisi tumpuan b diatur sesuai dengan data yang akan diambil. Data yang
diambil untuk jarak b terhadap beban 30 cm, 35 cm, 40 cm, 45 cm, dan 50 cm.
V. Data Praktikum
a. Pengamatan Data
b. Pengolahan Data
- Volume beban = 𝜋𝑟 𝑡
= 6,672 × 10 𝑚
- Massa beban = 𝜌𝑉
= 2700 × 6,672
= 0,179 kg
- Momen inersia =
( , )×( , )
=
= 1,55 × 10 𝑘𝑔𝑚
Presentase Kesalahan
c. Grafik
Grafik Jarak b vs Nc
1800
1600
1400
1200
Nc (RPM)
1000
800
600
400
200
0
0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
Jarak b (m)
Nc eksperimen Nc Teoritis
50
40
Error (%)
30
20
10
0
0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
Jarak b (m)
Error Eksperimen
VI. Analisa
a. Percobaan
Pada praktikum ini, jarak yang diberikan berbeda-beda, dimana ada titik a 37
cm dibuat konstan (fix) dan b pada beberapa titik yaitu 30, 35, 40, 45, dan 50 cm.
Eksperimen dilakukan 2 kali untuk setiap titik b. Dan diambil rata-ratanya untuk
pengolahan data. Pada awal pemberian kecepatan putar, tidak terlihat putaran yang
kuat yang terlihat dengan mata, namun dengan pengaturan kecepatan putar dapat
ditemukan putaran yang menyebabkan osilasi maksimum. Pada osilasi maksimum
itulah berupa putaran kritisnya. Untuk mengukur getaran seharusnya bisa digunakan
vibratometer, namun dikarenakan pada praktikum kali ini alat tersebut belum tersedia
maka dilakukan pencarian putaran kritis dengan seperti langkah diatas.
a b
b. Hasil
Alat uji yang digunakan yaitu berupa shaft dengan beban yang diputar
menggunakan motor listrik dengan pengaturan pada voltase nya agar mencapai
kecepatan putar yang diinginkan. Perekaman dilakukan dengan alat elektronik
perekam kecepatan putar (tachometer) dengan tujuan untuk memudahkan dan
memberikan keakuratan dalam pembacaan kecepatan putarnya. Pengukuran
dilakukan dengan memasukkan ujung tachometer ke ujung poros kemudian tombol
perekaman ditahan sampai osilasi maksimum terjadi, maka dari hasil pengukuran
didapat data putaran kritisnya.
Langkah diatas dilakukan berulang sesuai jarak b yaitu 30, 35, 40, 45, dan 50
cm dilakukan dengan penyesuaian posisi sumbu dengan menggunakan kunci L. Setiap
posisi b dilakukan 2 kali pengukuran kecepatan putaran kritis. Pengukuran jarak a dan
b dilakukan dengan menggunakan penggaris, pengukuran menggunakan penggaris
membutuhkan ketelitian ekstra untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya
kesalahan.
c. Grafik
Grafik yang didapat dari data yang telah diolah dari percobaan menunjukkan
perbedaan yang signifikan. Dimana secara teoritis semakin besar jarak b, maka
putaran kritis akan semakin kecil, hal itu terkait kekakuan poros di mana poros akan
semakin ringkih. Tetapi pada praktikum kali ini nilai putaran kritis dengan semakin
membesarnya nilai b penurunan putaran kritis tidak signifikan (sangat kecil) alias
hampir konstan pada suatu kecepatan putaran tertentu. Berikut nilai b vs rpm dan
nilai b vs error:
Grafik Jarak b vs Nc
2000
Nc (RPM) 1500
1000
500
0
0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
Jarak b (m)
Nc eksperimen Nc Teoritis
30
20
10
0
0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
Jarak b (m)
Error Eksperimen
Terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil praktikum dan nilai teoritis.
Perbedaan ini bisa terjadi karena beberapa faktor kesalahan. Sehingga secara
analitikal pada pengukuran terjadi selisih yang besar dengan nilai putaran kritis
teoritisnya.
d. Kesalahan
Presentase error/kesalahan yang terjadi cukup besar, hal itu bisa terjadi akibat
beberapa faktor. Salah satu nya karena massa yang didapat dihasilkan dari
perhitungan teoritis massa jenis alumunium tanpa mengukurnya langsung pada
timbangan atau alat ukur massa.
Keakuratan penggunaan penggaris untuk mengukur posisi a dan b bisa menjadi
salah satu penyebab terjadi error juga, disini praktikan dituntut untuk sangat teliti
dalam pengukuran posisi a dan b.
Pada proses mengukur putaran kritis juga yang hanya menggunakan perkiraan
dengan cara melihat dan merasakan getaran yang terjadi tanpa menggunakan tools
khusus untuk merekam getaran menjadi salah satu penyebab error yang tinggi.
Ditambah dengan keakuratan tacho meter yang hanya mempunyai ketelitian 100 rpm
juga menjadi faktor lainnya sehingga perhitungan teoritis dan hasil praktikum
mempunyai nilai yang perbedaan yang besar.
VII. Kesimpulan
VIII. Aplikasi
Whirling shaft bisa terjadi pada beberapa sistem benda berputar, contohnya pada
mesin mesin perkakas, dimana pasti menggunakan shaft sebagai elemen
transmisinya, jika pada shaft tersebut terjadi fenomena whirling atau dimana shaft
berputar pada putaran kritis, maka hal tersebut bisa mengakibatkan getaran yang
hebat dan mengalami kerusakan. Hal tersebut bisa dihindari dengan cara mendesign
shaft dengan frekuensi naturalnya berbeda dengan frekuensi kerja nya.
IX. Referensi