TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
karena kelalaian sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2011)
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan
sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Suyono S,
dkk, 2011)
2.1.2.Faktor Resiko DM
Universitas Sumatera12
Utara
13
2) Jenis Kelamin
2012)
4) Usia
5) Riwayat Melahirkan Bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram, atau riwayat
6) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
Bayi yang lahir dengan berat badan rendah mempunyai resiko yang lebih
1) Obesitas
Menurut Shai et.al (2006) dalam Yuanita (2013), orang yang mengalami
obesitas akan mengalami resiko DM lebih tinggi dari orang yang tidak obesitas.
Hal tersebut dikarenakan kandungan lemak yang lebih banyak dapat menurunkan
sensitivitas insulin
waktu yang dihabiskan untuk aktivitas ringan, serta aktivitas sedang atau berat
3) Hipertensi
albuminuria dan pencatatan tekanan darah selama 24 jam dengan orang yang
menderita DM
4) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl)
Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan resiko
1) Pasien polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
arterial diseases)
2.1.3. Klasifikasi
yaitu:
a. DM Tipe 1
kenaikan kadar gula darah akibat destruksi (kerusakan) sel beta pankreas atau
kelenjar ludah perut karena suatu sebab tertentu yang menyebabkan produksi
insulin tidak ada sama sekali sehingga penderita sangat memerlukan tambahan
b. DM Tipe 2
kenaikan kadar gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas
c. DM Tipe Lain
kenaikan kadar gula darah akibat defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat dan zat kimia,
infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
DM
d. DM Tipe Gestasional
oleh kanaikan kadar gula darah yang terjadi pada wanita hamil, biasanya terjadi
pada usia 24 minggu masa kehamilan, dan setelah melahirkan kadar gula darah
kembali normal
2.1.4. Diagnosis
Keluhan lain dapat berupa keluhan lemas badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsu ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl
sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. yang kedua yaitu pemeriksaan
glukosa plasma puasa > 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik. Yang ketiga
yaitu tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan
(TGT) yang bila setelah pemeriksaan TTGO diperoleh glukosa plasma 2 jam
setelah beban antara 140 – 199 mg/dl. Kelompok glukosa darah puasa terganggu
(GDPT) yaitu bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa diperoleh antara 100
– 125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dl (PERKENI,
2011)
Menurut Tarwoto (2012) dan Smeltzer & Bare (2009), manifestasi klinis
dari DM adalah:
menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata yang
Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina. Peningkatan
g. Ketonuria
Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, asam lemak akan dipecah
menjadi keton yang kemudian berada pada darah dan dikeluarkan melalui
ginjal
h. Kelemahan/keletihan
glukosa darah
2.1.7. Komplikasi
komplikasi kronis:
a. Komplikasi Akut
Ada tiga komplikasi akut pada DMyang penting dan berhubungan dengan
gangguan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka waktu pendek. Ketiga
b. Komplikasi Kronis
semakin terlihat pada penderita DM yang berumur panjang, komplikasi ini dapat
2.1.8. Penatalaksanaan
darah.
morbiditas dan mortalitas DM tipe 2 (Smeltzer & Bare, 2009; PERKENI, 2011).
Pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid perlu
a. Edukasi
kepada pasien harus dilakukan dengan melihat latar belakang pasien, ras, etnis,
meliputi konsep dasar DM, pencegahan DM, pengobatan DM, dan selfcare (IDF,
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan tingkat lanjut.
glukosa darah mandiri, pentingnya latihan jasmani, perawatan kaki dan cara
lain, makan di luar rumah, rencana untuk kegiatan khusus dan hasil penelitian
menyeluruh dari tenaga kesehatan (dokter, ahli gizi, tenaga kesehatan yang lain
serta pasien dan keluarganya). Prinsip pengaturan nutrisi pada pasien DM tipe 2
yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama pada pasien
Bagi pasien yang obesitas, penurunan berat badan merupakan kunci dalam
penanganan DM. Secara umum penurunan berat badan bagi individu obesitas
merupakan faktor utama untuk mencegah timbulnya penyakit DM. Obesitas akan
disertai peningkatan terhadap insulin dan merupakan salah satu faktor etiologi
Status gizi: BB kurang (BB < 90% BBI), BB normal (BB = 90-110% BBI),
Makanan dibagi atas 3 porsi besar: pagi (20%), siang (30%), sore (25%)
dan sisa untuk snack diantara makan pagi-siang dan siang sore. Selanjutnya
perubahan disesuaikan dengan pola makan pasien. Standar yang dianjurkan untuk
20-25% total asupan energi, Natrium 6-7 gr (1 sendok teh), serat ± 25g/1000
kkal/hari dan pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(PERKENI, 2008).
c. Latihan jasmani
dalam pembuatan materi DSME yang memiliki arti latihan jasmani dilakukan
secara terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara
teratur, gerak cepat dan lambat secara bergantian, berangsur-angsur dari latihan
ringan ke latihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
dengan usia dan status kesegaran jasmani. Pasien DM tipe 2 yang relatif sehat
2011.).
d. Intervensi farmakologis
Obat-obatan yang diberikan dapat berupa obat oral dan bentuk suntikan. Obat
2.2. Edukasi
melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta
atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self
dapat melakukan apa yang diharapkan oleh pendidik. Dalam konteks kesehatan,
pengelolaan DM.
sakit sedangkan dalam kelompok lebih bervariatif, dapat dilakukan di rumah sakit,
komunitas, group diabetes, klas atau organisasi diabetes (Rickheim P.L, Weaver
hidup pasien dalam upaya mencegah komplikasi akut dan kronis, sekaligus
keputusan, perawatan diri, pemecahan masalah, dan kolaborasi aktif dengan tim
kesehatan untuk meningkatkan hasil klinis, status kesehatan, dan kualitas hidup
efektif dalam memperbaiki hasil klinis dan kualitas hidup pasien meskipun dalam
jangka pendek, DSME telah berkembang dari model pengajaran primer menjadi
lebih teoritis yang berdasarkan pada model pemberdayaan pasien, tidak ada
dan lainnya;
tujuan, dan hasil dari monitoring, dampak hasil dan strategi lanjutan,
pemeriksaan;
d. Nutrisi, meliputi fungsi nutrisi bagi tubuh, pengaturan diet, kebutuhan kalori
jadwal makan, manjemen nutrisi saat sakit, kontrol berat badan, gangguan
berolahraga, pemeriksaan kaki dan alas kaki yang digunakan, dan pengaturan
pengobatan;
g. Perawatan kaki, meliputi insidensi gangguan pada kaki, penyebab, tanda dan
a. Survival/basic level
b. Intermediate level
c. Advanced level
sebanyak 4 sesi dengan durasi waktu antara 1-2 jam untuk tiap sesi (Central
pengobatan, komplikasi);
dilakukan;
c. Sesi 3 membahas perawatan kaki dan monitoring yang perlu dilakukan; dan
yangdiperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Efikasi diri yakni keyakinan bahwa
perilaku.
terhadap motivasi, sikap, perilaku manusia. Secara singkat teori ini menyatakan,
langsung, tetapi juga mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap faktor lain.
Secara langsung, proses efikasi diri mulai sebelum individu memilih pilihan
mereka dan mengawali usaha mereka. Yang penting, langkah awal dari proses
tetapi lebih pada bagaimana mereka menilai atau meyakini bahwa mereka dapat
diberikan.
a. Proses Kognitif
mempengaruhi performance dan bisa muncul dalam berbagai bentuk, antara lain
sebagai penuntun tindakan. Keyakinaan orang akan efikasi diri nya akan
memiliki efikasi diri yang tinggi akan memandang situasi yang dihadapi sebagai
orang mampu untuk memprediksi hasil dari berbagai tindakan yang berbeda dan
dari berbagai informasi yang kompleks, ambigu dan tidak pasti, secara efektif
fakta bahwa faktor-faktor prediktif yang sama mungkin memiliki predictor yang
b. Proses Motivasional
outcome positif dan negatif, dan mereka menetapkan tujuan dan merencanakan
tindakan yang dibuat untuk merealisasikan nilai-nilai yang diraih dimasa depan
c. Proses Afektif
kemampuan oleh karena itu tidak merasa cemas atau terganggu oleh ancaman-
ancaman yang dihadapinya, sedangkan orang yang merasa bahwa dirinya tidak
tinggi.
d. Proses Seleksi
yakini melebihi kemampuan mereka, tetapi siap untuk melakukan aktivitas dan
memilih lingkungan sosial yang mereka nilai dapat mereka atasi semakin tinggi
Hal ini merupakan cara paling efektif untuk membentuk efikasi diri yang
yang cepat dan lebih mudah jatuh karena kegagalan. Beberapa kesulitan dan
perilakunya untuk mendapatkan seperti apa yang didapatkan oleh orang lain.
c. Persuasi Verbal
menjadi gagal karena pengaruh atau sugesti buruk dari orang lain dan
lingkungannya.
efikasi dirinya.
yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas, sejauh mana individu merasa
mampu dalam melakukan berbagai tugas dengan derajat tugas mulai dari yang
sederhana, yang agak sulit, hingga yang sangat sulit; 2) Generality, sejauh mana
individu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, mulai dari
dalam melakukan suatu aktivitas atau situasi tertentu hingga dalam serangkaian
karena itu, efikasi diri dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan maupun diturunkan,
tergantung pada sumbernya. Apabila sumber efikasi diri berubah maka perubahan
Berikut ini adalah sumber-sumber efikasi diri (Alwisol, 2006), antara lain :
mengakibatkan keraguan pada diri sendiri (self doubt). Sumber ini merupakan
sumber efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya untuk mengubah perilaku.
yang sulit bahkan sangat sulit, akan meningkat efikasi diri individu. Bekerja
individu merasa sudah bekerja sebaik mungkin. Kegagalan yang terjadi ketika
efikasi diri, dibandingkan bila kegagalan terjadi ketika individu sedang dalam
kondisi optimal. Kegagalan sesudah individu memiliki efikasi diri yang kuat,
dampaknya tidak akan seburuk ketika kegagalan tersebut terjadi pada individu
yang efikasi diri-nya belum kuat. Individu yang biasanya berhasil, sesekali
kesuksesan yang dialami orang lain sebagai model sosial yang mewakili dirinya.
juga memiliki kemampuan yang sama seperti model yang diamati saat dihadapkan
pada persoalan yang setara. Intensitas efikasi diri dalam diri individu ditentukan
oleh tingkat kesamaan dan kesesuaian kompetensi yang ada dalam model terhadap
diri sendiri. semakin setara kompetensi yang dimaksud maka individu akan
Akan lebih mudah untuk yakin dengan kemampuan diri sendiri, ketika
Akibatnya tidak ada atau kurangnya dukungan dari lingkungan sosial juga dapat
melemhkan efikasi diri. Bentuk persuasi sosial bisa bersifat verbal maupun non
verbal, yaitu berupa pujian, dorongan dan sejenisnya. Efek dari sumber ini
sifatnya terbatas, namun pada kondisi yang tepat persuasi dari orang sekitar akan
memperkuat efikasi diri. Kondisi ini adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi
mempengaruhi efikasi diri pada situasi saat itu. Emosi takut, cemas, dan stress
yang kuat dapat mempengaruhi efikasi diri namun, bisa juga terjadi peningkatan
emosi (yang tidak berlebihan). Begitu juga dengan kondisi fisiologis, ketika
terlibat dalam aktivitas yang membutuhkan stamina yang kuat, namun tubuh
merasa mudah lelah, nyeri atau pegal dapat melemahkan efikasi diri karena
merasa fisik tidak mendukung lagi. Sehingga peningkatan efikasi diri dapat
lingkungan sekitarnya. Getaran pada box bayi atau tangisan akan membawa orang
lebih perhatian terhadap prilakunya sendiri dan merasa berbeda dengan bayi yang
bermain. Tersedianya peluang ini akan memperbesar keterampilan dasar dan rasa
di antara anggota kelompok memberikan pengaruh yang besar pada efikasi diri
efikasi diri seseorang. Pengaruh rasa efikasi diri rendah kepada anggota kelompok
(Bandura, 1994)
kognitif dan pengetahuan yang dimiliki akan menjadi dasar bagi pembentukan
yang dialami akan membentuk efikasi diri bagi anak-anak (Banura, 1994).
kehidupan. Kompetensi baru dan keyakinan akan sebuah keberhasilan perlu terus
1994)
kebutuhan baru yang timbul karena kemitraan, hubungan perkawinan, orang tua
efikasi diri yang tinggi. Mereka yang memasuki usia dewasa muda dengan
keterampilan yang kurang akan merasa tidak yakin dengan diri sendiri dalam
(Bandura, 1994)
melakukan sebuah usaha. Harapan yang lemah bisa disebabkan oleh pengalaman
yang buruh. Tetapi bila seseorang mempunyai harapan yang kuat mereka akan
namun telah berkembang dengan mendorong partisipasi dan kerjasama pasien dan
dan ketrampilan teknikal saja, metode ini juga berisi tentang ketrampilan
utama adalah meningkatkan efikasi diri dan motivasi pasien untuk menjalankan
perawatan DM. DSME dapat diberikan oleh dokter, perawat, kader kesehatan
yangterlatih atau orang yang hidup dengan penyakit kronis (Bodenheimer, Lorig,
Pasien yang diberi edukasi dan pedoman dalam perawatan diri dengan
mengontrol kadar glukosa darah dengan baik. Intervensi DSME yang diberikan
kepada pasien dapat meningkatkan aspek kognisi dan afeksi pasien DM dan
pasien. Prilaku sehat tersebut terdiri dari monitoring kadar glukosa darah secara
mendiri, perencanaan diet, latihan jasmani dan istirahat yang cukup, konsumsi
Atak (2007) mengatakan bahwa Peningkatan efikasi diri sebagai hasil dari
intervensi jangka pendek berupa edukasi karena pasien berpikir mereka bisa
pengetahuan yang didapat dari edukasi tentang mengelola penyakit mereka dapat
meningkatkan pengetahuan pasien. Selain itu bisa juga dengan membuat suatu
kelas untuk pendidikan kesehatan yang dapat dievaluasi baik melalui penelitian
perawatan diri pasien pada masalah diet, olah raga dan pemeriksaan glukosa
yang berisi tentang edisi pertama diperluas pada keluarga, kelompok dan
masyarakat. Tahun 1985 mempublikasikan buku kedua yang berisi tentang tiga
teori, yaitu: Theory self care, theory self care deficit, theory system keperawatan..
demand).
dan kesejahteraan. Jika perawatan diri dapat dilakukan dengan efektif, maka dapat
individu untuk terlibat dalam proses perawatan diri. Kemampuan ini berkaitan
yang terdiri dari faktor usia, jenis kelamin, status kesehatan, orientasi sosial
Teori ini merupakan inti dari teori keperawatan Orem. Teori ini
perawatan diri lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan perawatan diri atau
Teori self care deficit diterapkan bila anak belum dewasa, kebutuhan
bertindak atau berbuat untuk orang lain, sebagai pembimbing orang lain, memberi
yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki berbagai
perawatan diri. Sehingga bila tuntutan lebih besar dari kemampuan, maka ia akan
Perawatan diri dapat mengalami gangguan atau hambatan bila seseorang jatuh
pada kondisi sakit atau kondisi yang melelahkan seperti stress fisik dan
psikologis. Self care deficit terjadi bila agen self care atau orang yang
memberikan perawatan diri baik pada diri sendiri maupun pada orang lain tidak
dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri individu dan lebih memberikan self
care agency).
diri.
perawat harus menjadi peringan bagi ketidakmampuan total seorang pasien dalam
menyeluruh kepada pasien yang tidak mampu, misal: pada pasien koma atau
pasien bayi.
memberikan perawatan diri kepada pasien secara sebagian saja dan ditujukan pada
beberapa aktifitas yang tidak dapat dilakukan oleh pasien dalam memenuhi
kebutuhan self care-nya, dijalankan pada saat perawat dan pasien menjalankan
intervensi perawatan atau tindakan lain yang melibatkan tugas manipulatif atau
3) Supportive-Educative System
penjelasan untuk memotivasi melakukan self care, tetapi yang melakukan self
eksternal atau internal yang ditujukan oleh therapeutic self care, namun tidak
keduanya.
bertindak atau berbuat untuk orang lain, sebagai pembimbing orang lain, memberi
penyulit menahun. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan
baik, diharapkan semua penyulit manahun tersebut dapat dicegah paling tidak
sedikit dihambat (Suyono dkk, 2011). Pengobatan yang dianjurkan di 2012 klinik
kembali pengobatan nutrisi medis dan aktivitas fisik, jika perlu, menggunakan
pemantauan obat dan glukosa darah untuk mengevaluasi hasil kegiatan perawatan
tindakan apa yang perlu diambil untuk mengurus kebutuhan mereka, dan
perawatan mandiri. Edukasi diperlukan pada situasi dimana pasien harus belajar
untuk menjalankan ketentuan yang dibutuhkan secara eksternal atau internal yang
ditujukan oleh therapeutic self care, namun tidak dapat melakukan tanpa bantuan.
kemampuan perawatan mandiri (self care behavior) yang sangat dibutuhkan oleh
mengubah pola hidupnya, sehingga dapat mengontrol kadar glukosa darah dengan
Resistensi dan
gangguan
sekresi insulin
Faktor Resiko
1. Genetik
2. Ras
DM 3. Usia
4. Obesitas
5. Hiperkolesterol
6. Gaya Hidup
Pencegahan Komplikasi
dengan 4 pilar
1. Edukasi
2. Diet
3. Aktivitas Fisik
4. Intervensi Farmakologis
Edukasi
Gula Darah
Terkontrol