Anda di halaman 1dari 6

RUPTUR URETRAI.

PendahuluanRuptur uretra adalah suatu kegawatdaruratan bedah yang sering terjadi


olehkarena fraktur pelvis akibat kecelakaan lalulintas atau jatuh dari ketinggian. Sekitar 70%dari kasus
fraktur pelvis yang terjadi akibat dari kecelakaan lalulintas/kecelakaankendaraan bermotor, 25% kasus
akibat jatuh dari ketinggian, dan 90% kasus cedera uretraakibat trauma tumpul. Secara keseluruhan
pada fraktur pelvis akan terjadi pula cederauretra bagian posterior (3,5%-19%) pada pria, dan (0%-6%)
pada uretra perempuan.

Fraktur pada daerah pelvis biasanya karena cedera akibat terlindas ( crush injury),dimana
kekuatan besar mengenai pelvis. Trauma ini juga seringkali disertai dengancedera pada anggota tubuh
lainnya seperti cedera kepala, thorax, intra abdomen, dandaerah genitalia. Angka kematian sekitar 20
% kasus fraktur pelvis akibat robekan padavena dan arteri dalam rongga pelvis.

Fraktur pelvis yang tidak stabil atau fraktur pada ramus pubis bilateral merupakantipe fraktur
yang paling memungkinkan terjadinya cedera pada urethra posterior.Dilaporkan, cedera pada urethra
posterior sekitar 16% pada fraktur pubis unilateral danmeningkat menjadi 41% pada fraktur pubis
bilateral. Cedera urethraprostatomembranaceus bervariasi mulai dari jenis simple ( 25%), ruptur
parsial ( 25%)dan ruptur komplit ( 50%).

AnatomiSistem kemih seluruhnya terletak di bagian retroperitoneal, sehingga prosespatologi


seperti obstruksi, radang, dan pertumbuhan tumor terjadi di luar ronggaabdomen, tetapi gejalanya
dan tandanya mungkin tampak di perut menembus peritoneumparietal belakang. Gajala dan tanda
jarang disertai tanda rangsang peritoneum. Arterirenalis dan cabangnya merupakan arteri tunggal
tanpa kolateral sehinggapenyumbatan pada arteri atau cabangnya mengakibatkan infark ginjal.
Dinding uretermempunyai lapisan otot yang kuat, yang dapat menyebabkan kontraksi hebat
disertainyeri yang sangat hebat. Dinding muskuler tersebut mempunyai hubungan langsungdengan
lapisan otot dinding pielumdi sebelah cranial dan dengan otot dinding buli-bulidi sebelah kaudal.
Ureter menembus dinding muskuler masuk ke kandung kemih secaramiring sehingga dapat mencegah
terjadinya aliran balik dari kandung kemih ke ureter.

Sistem pendarahan ureter bersifat segmental dan berasal dari pembuluh arteri ginjal,gonad,
dan buli-buli. Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari vesika urinariasampai
keluar tubuh, yang berfungsi untuk menyalurkan urin dari vesika urinaria hinggameatus bermuara ke
meatus urinarius externus. Secara anatomis, urethra pada pria terbagi dua menjadi pars anterior dan
parsposterior, yang saling berbatasan pada diafragma urogenital. Urethra proksimal mulaidari
perbatasan dengan buli-buli, orificium uretra internum dan uretra prostatica. Urethrapostatica
seluruhnya terdapat di dalam prostat dan berlanjut menjadi urethramembranaceus. Struktur yang
menjaga adalah ligamentum puboprostatika melekatkanprostat membran pada arkus anterior pubis.
Urethra membranaceus terdapat pada ujunganterior diafragma urogenital dan menjadi bagian
proksimal urethra anterior setelahmelewati membran perineum. Urethra bulbosa, agak menonjol
pada proksimal anterior,berjalan di sepanjang bagian proksimal korpus spongiosum dan berlanjut
menjadi urethrapendulosa di sepanjang uretra anterior. Ductus dari glandula Cowper bermuara di
urethrabulbosa. Urethra penil atau pendulosa berjalan di sepanjang penis dimana berakhir padafossa
naviculare dan meatus urethra eksternus.

Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasanbuli buli dan uretra,
serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan antarauretra anterior dan posterior.
Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafioleh sistem simpatis sehingga pada saat
buli buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingteruretra eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh
sistem somatik yang dapatdiperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter
ini terbuka dantetap tertutup pada saat menahan kencing. Panjang uretra pada pria sekitar 8 inci (20
cm),

EtiologiTerjadinya ruptur uretra dapat disebabkan oleh cedera eksternal yang meliputifraktur pelvis
atau cedera tarikan( shearing injury). Selain itu, juga dapat disebabkanoleh cedera iatrogenik, seperti
akibat pemasangan kateter, businasi, dan bedahendoskopi. Ruptur uretra anterior biasanya terjadi
karena trauma tumpul (paling sering) atautrauma tusuk. Dan terdapat sekitar 85% kasus rupture
uretra anterior pars bulbosa akibattrauma tumpul.

Fraktur pelvis

Cedera urethra posterior utamanya disebabkan oleh fraktur pelvis. Yang menurut kejadiannya,
terbagi atas 3 tipe, yaitu :

Cedera akibat kompresi anterior-posterior

Cedera akibat kompresi lateral

Cedera tarikan vertikal.Pada fraktur tipe I dan II mengenai pelvis bagian anterior dan biasanya
lebihstabil bila dibandingkan dengan fraktur tipe III dengan tipe tarikan vertical. Pada frakturtipe III ini
seringkali akibat jatuh dari ketinggian, paling berbahaya dan bersifat tidak stabil. Fraktur pelvis tidak
stabil (unstable) meliputi cedera pelvis anterior disertaikerusakan pada tulang posterior dan ligament
disekitar articulation sacroiliaca sehinggasalah satu sisi lebih ke depan dibanding sisi lainnya (Fraktur
Malgaigne). Cedera urethraposterior terjadi akibat terkena segmen fraktur atau paling sering karena
tarikan ke lateralpada uretra pars membranaceus dan ligamentum puboprostatika.

Cedera tarikan ( shearing injury)

Cedera akibat tarikan yang menimbulkan rupture urethra di sepanjang parsmembranaceus (5-10%).
Cedera ini terjadi ketika tarikan yang mendadak akibat migrasike superior dari buli-buli dan prostat
yang menimbulkan tarikan di sepanjang urethraposterior. Cedera ini juga terjadi pada fraktur pubis
bilateral (straddle fraktur) akibattarikan terhadap prostat dari segmen fraktur berbentuk kupu-kupu
sehingga menimbulkantarikan pada urethra pars membranaceus.

Cedera uretra karena pemasangan kateterCedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan
obstruksi karena edema ataubekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat mengakibatkan
demam. Ekstravasasiurin dengan atau tanpa darah dapat lebih meluas. Pada ekstravasasi ini, mudah
timbulinfiltrate urin yang mengakibatkan sellulitis dan septisemia bila terjadi infeksi.

KlasifikasiBerdasarkan anatomi, rupture uretra dibagi menjadi:


Rupture uretra posterior

Terletak di proksimal diafragma urogenital, hampir selalu disertaifraktur tulang pelvis. Akibat fraktur
tulang pelvis, terjadi robekan parsmembranasea karena prostat dengan uretra prostatika tertarik ke
cranialbersama fragmen fraktur, sedangkan uretra membranasea terikat di diafragmaurogenital.
Ruptur uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplit. Padarupture total, uretra terpisah
seluruhnya dan ligamentum puboprostatikumrobek sehingga buli-bulidan prostat terlepas ke kranial.

Rupture uretra anteriorTerletak di distal dari diafragma urogenital. Terbagi atas 3 segmen,yaitu:

_ Bulbous urethra_ Pendulous urethra_ Fossa navicularisNamun, yang paling sering terjadi adalah
rupture uretra pada parsbulbosa yang disebabkan oleh Saddle Injury

, dimana robekan uretra terjadiantara ramus inferior os pubis dan benda yang menyebabkannya.

Menurut Collpinto dan McCallum tahun 1977 cedera uretra posterior dapatdiklasifikasikan
berdasarkan luas dari cederanya, menjadi:

Tipe I : Cedera tarikan uretra

Tipe II : Cedera pada proksimal diafragma genitourinaria

Tipe III : Cedera uretra pada proksimal dan distal diafragma genitourinariaV.

DiagnosisDapat diduga terjadi cedera urethra dari anamnesis atau trauma yang nyata padapelvis atau
perineum. Pada penderita yang sadar , riwayat miksi perlu diketahui untuk mengetahui waktu terakhir
miksi, pancaran urine, nyeri saat miksi dan adanya hematuria.1.

Ruptur uretra posteriorRupture uretra posterior harus dicurigai jika terdapat tanda fraktur pelvis.

Perdarahan per uretraMerupakan tanda utama dari rupture uretra posterior, ditemukan pada37%-
93% penderita dengan cedera urethra posterior .Dengan timbulnya darah,setiap instrumentasi
terhadap urethra ditunda sampai keseluruhan urethra sudahdilakukan pencitraan (uretrografi). Darah
di introitus vagina ditemukan pada 80%penderita perempuan dengan fraktur pelvis dan cedera
urethra.

Retensi urin

Pada pameriksaan R ectal Tuse didapatkan Floating prostat

yakni prostat sepertimengapung karena tidak terfiksasi lagi pada diafragma urogenital. Pada
pemeriksaan uretrografi didapatkan ekstravasasi kontras dan terdapat frakturpelvis.

Ruptur uretra anteriorTrauma uretra anterior yang terdiri dari uretra pars glanularis, pars
pendulans,dan pars bulbosa.

Pada ruptur uretra anterior, didapatkan:

Perdarahan per-uretra/ hematuri.-

Kadang terjadi retensi urine.-


Hematom kupu-kupu/butterfly hematom/ jejas perineum.Uretra anterior terbungkus di dalam korpus
spongiosum penis. Korpusspongiosum bersama dengan corpora kavernosa penis dibungkus oleh fasia
Buck danfasia Colles. Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum darah dan urinkeluar dari
uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihathematoma yang terbatas pada
penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasiurin dan darah hanya dibatasi oleh fasia Colles
sehingga darah dapat menjalar hinggaskrotum atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini
memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut

butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu.

PenangananPertama kali yang perlu dilakukan dalam mengatasi kegawatan yang mungkintimbul
setelah trauma utamanya gangguan hemodinamik .Syok sering terjadi akibatperdarahan rongga
pelvis. Bila hal ini terjadi, maka ditangani dengan pemberian cairanmaupun transfuse darah, obat-
obat koagulansia, analgetik dan antibiotika. Terdapat beberapa kontroversi akan penaganan ruptur
urethra posterior akibatfraktur pelvis, pilihan penanganan yang dapat dilakukan yaitu :- Realignment
primer

Awalnya teknik ini dilakukan repair secara open dengan mengeluarkanhematom, jaringan dan
melakukan jahitan secara langsung. Teknik ini tidak dilakukanlagi karena dilaporkan menimbulkan
banyak kehilangan darah selama operasi,meningkatkan impotensi, striktur dan inkontinensia.
Kemudian teknik ini berubahyaitu melakukan stenting dengan kateter secara indirect maupun
endoskopik tanpamelakukan jahitan atau diseksi pelvis.

Diskontinuitas uretra dapat dijembatani dengan beberapa variasi. Dapatdilakukan open sistostomy
dan melihat buli-buli untuk adanya kemungkinan rupture,

bila cedera penyerta lainnya tidak massif dapat dilakukan realignment. Pertamakateter uretra
dimasukkan dengan panduan jari kedalam buli-buli. Kemudiandilakukan perabaan pada anterior
prostat sehingga kateter dapat diposisikan.Bila halini gagal dapat dilakukan dengan sistoskopi
fleksibel. Ada pula yang menggunakanteknik dengan memasang tube sonde no 8 secara antegrade
sampai tube keluar dimeatus kemudian diikatkan dengan kateter utnuk kembali dimasukkan ke buli-
buli.Pemasangan kateter secara retrograde dapat pula dilakukan dengan panduan melalui jari pada
bladder neck.

Pada penderita politrauma dengan fraktur pelvis yang berat paling mungkindilakukan teknik dengan
memasukkan sistoskopi fleksibel melalui jalur suprapubik,sistoskopi rigid melalui uretra dan kawat
pemandu diantara keduanya sehinggakateter dapat lewat melalui kawat pemandu .Pasien
ditempatkan dalam posisilitotomy rendah dengan tetap memperhatikan adanya segmen fraktur
pelvis.

1
Dengan stenting menggunakan kateter dilakukan lebih awal, kemungkinanuntuk timbulnya komplikasi
striktur berkurang bila dibandingkan dengan hanyamemasang sistostomi saja. Keuntungan lainnya
yaitu urethra yang avulse dan prostatyang awalnya berjauhan kembali didekatkan sehingga akan
memudahkan saatdilakukan uretroplasty. Beberapa penulis menilai dengan pemasangan kateter
dinidapat memperpendek panjang striktur. Realignment ini sebaiknya dilakukan sesegeramungkin
(dalam 72 jam setelah cedera). Kateter urethra dipertahankan selama 6minggu, dan dilanjutkan
dengan pemeriksaan uretrosistografi, bila tidak didapatkanekstravasasi maka kateter dapat
dikeluarkan dengan tetap mempertahankan katetersuprapubik.

Uretroplasty Primer

Repair primer dengan end-to-end anastomosis hanya dapat dilakukan padapenderita non trauma
atau tidak disertai dengan fraktur pelvis, pasien dalam keadaanoptimal dan terbukti mengalami ruptur
urethra posterior.

Standar baku dalam penanganan rekonstruksi uretra posterior adalahkateterisasi suprapubik selama
3 bulan dan dilanjutkan anastomosis end-to-endbulboprostatika. Setelah 3 bulan, jaringan scar pada
tempat disrupsi urethra sudah

10

stabil dan matang menjadi indikasi untuk dilakukaknnya prosedur rekonstruksi. selainitu cedera
penyerta lainnya telah stabil dan pasien sudah rawat jalan.

Sebelum rekonstruksi dilakukan, dilakukan pencitraan uretrosistografiretrograde untuk mengetahui


karakteristik defek uretra. Saat dilakukan pencitraan inipasien diminta untuk berusaha berkemih
sehingga bladder neck terbuka dan defek rupture dapat dievaluasi lebih akurat. Pemeriksaan yang
lebih akurat yaitu denganMRI. Teknik yang digunakan yaitu transperineal, dimana pasien ditempatkan
padaposisi litotomi dan insisi midline atau flap inverted. Urethra bulbosa dibebabaskandan disisihkan
menjauhi defek urethra ke mid-scrotum. Jaringan skar defek ruptureuretra dieksisi dan urethra
prostatica diidentifikasi pada apex prostat. Untuk membuatanastomosis yang non tension atau karena
ujung-ujung defek berjauhan, dapatdilakukan beberapa maneuver seperti pemisahan krus, pubektomi
inferior dan re-routing uretra untuk mendekatkan gap.

1,7

VII.

KomplikasiKomplikasi dari cedera pada pelvis sulit dibedakan dengan komplikasi akibatpasca
uretroplasti atau cedera buli-buli. Komplikasi dini yang dapat terjadi setelahrekonstruksi uretra adalah
infeksi, hematoma, abses periuretral, fistel uretrokutan. danepididimitis.
3

Sedangkan komplikasi lanjut yang sering terjadi, yaitu:

1,2,7,9

1. ImpotensiDitemukan 13-30% dari penderita dengan fraktur pelvis dan pada cederauretra yang
dirawat dengan pemasangan kateter. Cedera pada saraf parasimpatis penilmerupakan penyebab
terjadinya impotensi setelah fraktur pelvis.2. InkontinesiaInsiden terjadinya inkontinensia urine
rendah ( 2-4 %), dan disebabkan olehkerusakan pada

Bladder Neck

. Oleh karena itu, inkontinensia meningkat padapenderita yang dilakukan

Open Bladder Neck

sebelum dilakukan operasi.3. Striktur Setelah dilakukan rekonstruksi rupture uretra posterior, 12-15%
penderitaterbentuk striktur. Biasanya 96% kasus berhasil ditangani dengan dilakukan penangansecara
endoskopi

Anda mungkin juga menyukai