ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM
DI RUANG BAYI
RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin
Oleh:
MAHRAINI, S.Kep
NIM. 1830913310052
NIM : 1830913310052
Mengetahui,
2. Etiologi
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan perlukaran gas atau
pengangkutang O2 dari ibu kejanin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan,
persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sehagian besar asfiksia bayi baru lahir
merupakan kclainan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan
persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang
sempurna tanpa gejala sisa.
Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:
a. Faktor Ibu
1) Hipoksia ibu
Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia
dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.
2) Gangguan aliran darah uterus
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :
- Gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus
akibat penyakit atau obat.
- Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
- Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung,
tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
d. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena :
1) Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
2) Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan
konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran
pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
3. Faktor Risiko
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada
bayi baru lahir, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Faktor Ibu
Cacat bawaan
Preeklampsia dan eklampsia
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
Hipoventilasi selama anastesi
Penyakit jantung sianosis
Gagal bernafas
Keracunan CO
Tekanan darah rendah
Gangguan kontraksi uterus
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
b. Faktor tali pusat
Lilitan tali pusat
Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Prolapsus tali pusat
c. Faktor bayi
Kompresi umbilikus
Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
Prematur
Gemeli
Kelainan congential
Pemakaian obat anestesi
Trauma yang terjadi akibat persalinan
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
kelainan bawaan (kongenital)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
d. Faktor plasenta
Plasenta tipis
Plasenta kecil
Plasenta tidak menempel
Solusio plasenta
e. Faktor persalinan
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
Partus lama
Partus tindakan
4. Manifestasi Klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:
a. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
b. Warna kulit kebiruan
c. Kejang
d. Penurunan kesadaran
e. DJJ lebih dari 16Ox/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
f. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
5. Klasifikasi
Tabel penilaian APGAR SCORE
Skor APGAR
Tanda
0 1 2
Frekuensi Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Jantung
Usaha Tidak ada Lambat tak teratur Menangis kuat
bernafas
Tanus otot Lumpuh Ekstremitas agak fleksi Gerakanaktif
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan kuat/melawan
Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh
eks biru kemerahan
6. Patofisiologi
Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas serta
transport 02 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan 02 dan kesulitan pengeluaran
C02. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan
lamanya asfiksia fungsi tadi dapat reversibel atau menetap, sehingga menimbulkan
komplikasi, gejala sisa, atau kematian penderita.
Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02 tubuh ini
mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung
terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam
organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya keseimbangan asam
basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ni akan menganggu fungsi organ tubuh, sehingga
mungkin terjadi penurunan sirkulasi kardiovaskuler yang ditandai oleh penurunan tekanan
darah dan frekwensi denyut jantung
7. PATHWAY
ASFIKSIA
Apneu Kerusakan
otak Asidosis Respiratorik
8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai
dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak
mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya hipoksemia padapembuluh darah mesentrium dan ginjal yang
menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas
dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Analisis gas darah ( ph kurang dari 7,20 )
Penilaian apgar scor meliputi ( warna kulit, usaha bernafas, tonus otot )
Pemeriksaan EEG dan CT scan jika sudah terjadi komplikasi
Pengkajian spesifik
10. PENATALAKSANAAN
a. Terapi suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa
yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru lahir mengikuti tahap tahapan-
tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
Memastikan saluran nafas terbuka :
a) Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
b) Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
c) Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
1) Memulai pernapasan :
a) Lakukan rangsangan taktil
b) Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
c) Mempertahankan sirkulasi darah (Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah
dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan)
d) Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )
b. Terapi Medikamentosa
Epinefrin
Indikasi:
1) Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
2) Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB).
Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
Volume Ekspander
Indikasi:
1) Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak
ada respon dengan resueitasi.
2) Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis
ditandai dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada
resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat.
Jenis Cairan :
a. Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal
10 ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.
b. Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
Bikarbonat
Indikasi:
1. Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi.
Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
2. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan
hiperkalemia Harus disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan
kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak
diberikan secara i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak.
Nalokson
Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan
depresi pernapasan.
Indikasi:
1. Depresi pernaafasan pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan narkotik
4 jam sebelurn pmsalinan.
2. Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
3. Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai
sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl
tiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c
DIAGNOSA
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Ansietas b.d Perubahan besar status kesehatan (untuk orang tua)
No Diagnosa NOC NIC
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d NOC : Airwey suction
Respiratory Status : Airway Patency Auskultasi suara nafas
produksi mukus banyak. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit sebulum dan sesudah
diharapkan mampu mempertahankan kebersihan jalan suctioning
nafas dengan kriteria : Informasikan pada klien dan
-mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas keluarga tentang suctioning
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspnea (mampu Minta klien nafas dalam
mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan sebelum suction dilakukan
mudah) Berikan O2 dengan
-menunjukkan jalan nafas yang paten (frekuensi menggunakan nasal untuk
pernafasan rentang normal, tidak ada suara nafas memfasilitasi
abnormal) suktionnasotrakeal
-mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor Anjurkan pasien untuk
yang dapat menghambat jalan nafas istirahat dan napas dalam
setelah kateter dikeluarkan
dari nasatrakeal
Ajarkan keluarga bagaimana
cara melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien
menunjukan bradikardi,
peningkatan saturasi O2,dll.
Airway management
Posisikan pasien u/
memaksimalkan ventilsi
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
Lakukan fisioterpi dada jika
perlu
Keluarkan sekret
Dengan batuk atau suction
1. Manuaba, I. 1997.- Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan Kedokteran. Jakarta. EGC
2. Purwadianto. A. 2000. Kedaruralan Medik. Bina Rupa Aksara Jakarta
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas. 1998, Edisi 1. Kedokteran Jakarta. EGC
4. Wong. L Donna. 2004. Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Kedokteran. Jakarta. EGC.