Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN POST SC ATAS INDIKASI

KETUBAN PECAH DINI (KPD) Di Ruang Nifas RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh
BANJARMASIN

Tanggal 08 - 13 April 2019

Oleh :

Mahraini, S. Kep
NIM. I830913310052

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2019
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : Mahraini, S.Kep

NIM : 1830913310052

JUDUL LP : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Post SC atas indikasi


Ketuban Pecah Dini (KPD) di Ruang Nifas RSUD Dr. H.
Moch. Ansari Saleh Banjarmasin

Banjarmasin, April 2019

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Emmelia Astika, S.Kep, Ns, M.Kep Nurdiana, S.Kep., Ns


NIK. 19870529201701209001 NIP. 19811028 200903 2 005
Konsep SC
A. Definisi
Sectio Caesaria merupakan suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta
berat di atas 500 gram (Mitayani, 2009).
Sectio caesarea adalah kelahiran janin melalui insisi pada dinding abdomen dan dinding
uterus (Cunningham, 2015). Sectio caesarea juga dapat didefinisikan sebagai suatu
hysterectomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Sofian, 2011)
Macam – Macam Sectio Caesaria (Oxam, 1996 : 640)
1. Segmen bawah : insisi melintang Insisi melintang segmen bawah uterus, merupakan
prosedur pilihan, abdomen dibuka dan uterus disingkapkan. Lipatan vesika urinaria
peritoneum yang terletak dekat sambungan segmen atas dan bawah uterus ditentukan dan
disaat melintang. Lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah dan sama-sama kandung
kemih didorong serta ditarik agar tidak menutupi lapangan pandangan. Pada segmen
bawah uterus dibuat insasi melintang yang kecil luka insisi daerah pembuluh darah uterus,
kepala janin yang pada sebagian besar kasus terletak terbalik insisi diekstrasi atau
dorongan, diikuti oleh sebagian tubuh lainnya dan kemudian plasenta serta selaput
ketuban.
2. Segmen bawah : insisi membujur
Cara membuka abdomen dan meningkap uterus sama seperti insisi melintang, insisi
membujur disebut dengan skapal dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk
menghindari cidera pada bayi.
3. Sectio caesaria klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan skapal kedalam dinding anterior uterus
dan dilebarkan keatas serta dibawah lengan dengan gunting tumpul. Diperlukan luka insisi
yang lebar karena bayi – bayi sering dilahirkan dengan bokong dahulu, janin serta
Plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis.
4. Sectio caesaria ekstraperitonal
Pembedahan ekstraperitonal dikerjakan untuk menghindari perlukaan histerektomi pada
kasus – kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis yang sering
bersifat fatal.
B. Indikasi
Indikasi dilakukannya tindakan sectio caesaria ada dua yaitu, faktor Ibu dan janin. Faktor
ibu terdiri dari usia, jumlah anak yang dilahirkan (paritas), keadaan panggul, penghambat
jalan lahir, kelainan kontraksi rahim, ketuban pecah dini (KPD) yang dapat menyebabkan
gawat janin, dan preeklamsia (Sugiarti, 2012). Faktor janin terdiri dari prolaps funikuli,
primi gravida tua, kehamilan dengan DM, dan infeksi intrapartum (Nugroho, 2011).

C. Komplikasi
Infeksi Puerpuralis
1. Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2. Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau perut
sedikit kembung
3. Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai
pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum
karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
4. Pendarahan disebabkan karena :
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia Uteri
c. Pendarahan pada placenta bled
d. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonalisasi terlalu tinggi.
e. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

D. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh.
3. Mobilisasi
a. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
d. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
f. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke5 pasca operasi.
g. Kateterisasi, Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
h. Pemberian obat-obatan
i. Antibiotik, Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
j. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu Obat-
obatan lain , Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
k. Perawatan luka, Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah
dan berdarah harus dibuka dan diganti.
l. Perawatan rutin, Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
m. Perawatan Payudara , Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya
mengurangi rasa nyeri. (Manuaba,2009)
Konsep KPD (Ketuban Pecah Dini)
A. Definisi
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan
yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu (Cunningham,
Mc. Donald, gant, 2002).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan di
tunggu satu jam belum di mulainya tanda persalinan (Manuaba,2009).
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan
berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada
kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.
(Saifuddin, 2002).
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung.ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari
vagina servik (Sarwono, 2002).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan
setelah di tunggu satu jam, belum ada tanda persalinan (Yulaikhah, 2008). Waktu sejak
pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian ketuban pecah dini”
(periode latern). Kondisi ini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan
segala akibatnya. Early rupture of membrane adalah ketuban pecah pada fase laten
persalinan.

B. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri.
Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
a. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan
janin yang semakin besar. Adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang
nyata, disebabkanlaserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan
suatu kelainan congenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihantanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester
kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan
selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2002).
b. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihandapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya:
1) Trauma: Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2) Gemelli: Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih.
Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan
sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. (Saifudin.
2002).
3) Makrosomia: adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over
distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga
menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi
teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan
selaput ketuban mudah pecah. (Winkjosastro, 2006).
4) Hidramnion: adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis
adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.
Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan
mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja
c. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
d. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP
(sepalo pelvic disproporsi).
e. Korioamnionitis: adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh
penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah
pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
f. Penyakit Infeksi: adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah
mikroorganisme yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi
menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
g. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik).
h. Riwayat KPD sebelumya.
i. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
j. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23
minggu.

C. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinis


Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma
air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih
merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak
akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda
duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal”
atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak,
nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang
terjadi.
Manifestasi klinik KPD menurut Mansjoer (1999) antara lain:
a. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi .
c. Janin mudah diraba.
d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering.
e. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.

D. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut:
a. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi
Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah
pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
b. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler
korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh
sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi
dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan
kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion /
amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
c. Patofisiologi
Pada infeksi intrapartum:
1) Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung
antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
2) Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang
intraamnion.
3) Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar
melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). Tindakan iatrogenik traumatik atau
higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan
sebagainya, predisposisi infeksi.
PATHWAY KETUBAN PECAH DINI

Kala 1 Persalinan

His yg berulang gg. pd kala 1 persalinan

kontraksi &
pembukaan serviks Kanalis servikalis Kelainan letak Infeksi Serviks Gemeli,
uteri sllu terbuka akibat janin (sungsang) genetalia inkompeten hidramion
kelainan serviks
Mengiritasi nervus uteri (abortus dan
riwayat kuterase Tdk ada bag. Proses Dilatasi Ketegang
pudendalis
terendah yg biomekanik berlebih an uterus
menutupi bakteri serviks berlebih
Mdhnya pengluarn PAP yg mngluarkn
Stimulus nyeri
air ketuban menghalangi enzim
proteolitik Selaput Serviks
tekanan trhdp
ketuban tdk bisa
Nyeri akut membrane
menonjol menahan
bag.bawah
Selaput & mudah tekanan
ketuban pecah intrauterus
Rasa mulas &
mudah
ingin mengejan
pecah

Px. Melaporkan
tdk nyaman
KETUBAN PECAH DINI

Gg. rasa nyaman


Air ketuban terlalu Tdk adanya
banyak keluar pelindung dunia
luar dg daerah
rahim
Distoksia (partus kering)

Resiko infeksi
Laserasi pd jalan lahir

Kecemasan ibu trhdp


Ansietas keselamatan janin &
dirinya
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH
nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine
atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna, tetap kuning.
1) Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah
dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
2) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
daun pakis.

b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG).


Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya,
namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan
pemeriksaan sedehana.

2. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanan Medis
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan
menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan
menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau
menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan
kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu
pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan
memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan
tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi
(USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih
sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan
sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati
untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan
34 minggu atau lebih biasanya paru- paru sudah matang, chorioamnionitis yang
diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya
morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin
langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya
perode laten.
1) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu).
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan
kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya
ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = “lag”
period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada
hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan
sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam
waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit
ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi
persalinan,dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.
Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun
pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya
sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu
pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD
ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam
kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung
lebih dari 6 jam. Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi
persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan
penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat
periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan
trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat
terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan
dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan
komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses
persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi
dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat
dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil
akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
2) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai
pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu
dirawat di rumah sakit,ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan
kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan
uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses
persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya
pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan
konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan
induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan.
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan
jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-
komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang
dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air
ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi
persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti
halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar
hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi
seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat
janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.
Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi
yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga
dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh
kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam,
pengawasan denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat
diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid
antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat
menurunkan kejadian RDS.(8) The National Institutes of Health (NIH)
telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD
pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian
terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau
dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Manajemen terapi pada Ketuban Pecah Dini:
1) Konservatif
 Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
 Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
 Umur kehamilan kurang 37 minggu.
 Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
 Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan
kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin.
 Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda
persalinan.
 Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat
janin.
 Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi
uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air
berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.
b) Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila
ditemukan tanda tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan
terminasi kehamilan.
 Induksi atau akselerasi persalinan.
 Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami
kegagalan.
 Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat
ditemukan. Hal-hal yang harus diperhatikan saat terjadi pecah ketuban
Yang harus segera dilakukan:
 Pakai pembalut tipe keluar banyak atau handuk yang bersih.
 Tenangkan diri Jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini.
Ambil nafas dan tenangkan diri.
Yang tidak boleh dilakukan:
 Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko
terinfeksi kuman.
 Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari ke sana kemari,
karena air ketuban akan terus keluar. Berbaringlah dengan
pinggang diganjal supaya lebih tinggi.

3. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian Fokus
Biodata klien.
Biodata klien berisi tentang; Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,
Agama, Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan,
Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.
b. Keluhan utama
Keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau/kecoklatan
sedikit/banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering, inspeksikula tampak air ketuban mengalir/selaput ketuban tidak ada dan
air ketuban sudah kering.
c. Riwayat haid
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi,
siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal partus.
d. Riwayat Perkawinan
Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa? Apakah perkawinan sah
atau tidak, atau tidak direstui dengan orang tua.
e. Riwayat Obstetris
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG , darah,
urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya
mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh.
f. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan
yang dijalani nya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut
diderita sampai saat ini atau kambuh berulang – ulang.
g. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara
genetic seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yg menderita penyakit
menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah di derita oleh
keluarga.
h. Kebiasaan sehari –hari
1) Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami penurunan
nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan
2) Pola istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada daerah
pinggang sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah
terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum)
Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah
inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin),hilangnya kontrol blas,
terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine karena rasa takut luka
episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB, freguensi,
konsistensi,rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
3) Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata rias
rambut dan wajah
4) Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan KPD
di anjurkan untuk bedrest total
5) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan
yang membuat fresh dan relaks.
i. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan kesadaran klien, BB / TB, tekanan darah, nadi, pernafasan dan
suhu.
2) Head To Toe
 Rambut: warna rambut, jenis rambut, bau nya, apakah ada luka lesi /
lecet.
 Mata: sklera nya apakah ihterik / tdk, konjungtiva anemis / tidak,
apakah palpebra oedema / tidak,bagaimana fungsi penglihatan nya baik
/ tidak, apakah klien menggunakan alat bantu penglihatan / tidak. Pada
umu nya ibu hamil konjungtiva anemis.
 Telinga: apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat serumen
/ tidak, apakah klien menggunakan alt bantu pendengaran / tidak,
bagaimana fungsi pendengaran klien baik / tidak.
 Hidung: apakah klien bernafas dengan cuping hidung / tidak, apakah
terdapat serumen / tidak, apakah fungsi penciuman klien baik / tidak.
 Mulut dan gigi: bagaimana keadaan mukosa bibir klien, apakah
lembab atau kering, keadaan gigi dan gusi apakah ada peradangan dan
pendarahan, apakah ada karies gigi / tidak, keadaan lidah klien bersih /
tidak, apakah keadaan mulut klien berbau / tidak. Pada ibu hamil pada
umum nya berkaries gigi, hal itu disebabkan karena ibu hamil
mengalami penurunan kalsium.
 Leher: apakah klien mengalami pembengkakan tyroid
 Paru – paru
I : warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri dan
kanan, apakah ada terdapat luka memar / lecet, frekuensi
pernafasan nya
P : apakah ada teraba massa / tidak , apakah ada teraba
pembengkakan / tidak, getaran dinding dada apakah simetris /
tidak antara kiri dan kanan
P : bunyi Paru
A : suara nafas
 Jantung
I : warna kulit, apakah ada luka lesi / lecet, ictus cordis apakah
terlihat / tidak
P :frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus cordis pada ICS%
Midclavikula
P : bunyi jantung
A : apakah ada suara tambahan / tidak pada jantung klien
 Abdomen
I : keadaan perut, warna nya, apakah ada / tidak luka lesi dan lecet
P : tinggi fundus klien, letak bayi, persentase kepala apakah sudah
masuk PAP / belum
P : bunyi abdomen
A : bising usus klien, DJJ janin apakah masih terdengar / tidak
 Payudara: puting susu klien apakah menonjol / tidak,warna aerola,
kondisi mamae, kondisi ASI klien, apakah sudah mengeluarkan ASI
/belum
 Ekstremitas
 Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi / memar, apakah ada
oedema / tidak.
 Bawah : apakah ada luka memar / tidak , apakah oedema / tidak
 Genitalia : apakah ada varises atau tidak, apakah ada oedema / tidak
pada daerah genitalia klien
 Intergumen: warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik / tidak

4. Diagnosa

a. Nyeri akut faktor berhubungan dengan luka post operasi dan prosedur infasif
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pecah ketuban.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang nya pengetahuan atau konfirmasi tentang
penyakit.
5. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
1. Nyeri akut faktor Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri (Penyebab, Quality, 1. Nyeri merupakan pengalaman
berhubungan dengan keperawatan dalam 1 x 5 Region, Scala, Time) subyektif dan harus dijelaskan
luka post operasi dan jam, nyeri berkurang atau 2. Kaji dan observasi reaksi oleh pasien. Identifikasi
prosedur infasif hilang, dengan kriteria nonverbal dari ketidaknyamanan. karakteristik nyeri dan faktor
hasil: 3. Gunakan teknik komunikasi yang berhubungan merupakan
terapeutik untuk mengetahui suatu hal yang amat penting
1. Nonverbal tidak pengelaman nyeri klien untuk memilih intervensi yang
gelisah atau meringis 4. Hadirkan keluarga terdekat untuk cocok dan untuk mengevaluasi
2. Verbal: nyeri memenuhi kebutuhan rasa keefektifan dari terapi yang
berkurang atau tidak nyaman dan aktivitas diberikan
ada lagi 5. Kontrol lingkungan yang 2. Dapat mengidentifikasi adanya
3. Klien merasa nyaman mempengaruhi nyeri (cahaya, nyeri yang tidak dapat
4. Skala nyeri 0-1 bising, suhu ruangan) diungkapkan klien khususnya
6. Lakukan penanganan nyeri pada mereka yang tidak dapat
nonfarmakologi, farmakologi dan berkomunikasi dengan efektif
personal 3. Pengalaman nyeri tiap individu
7. Monitor TTV. berbeda sehingga perlu
komunikasi teraupetik untuk
dapat menemukan data yang
akan mempengaruhi pemilihan
intervensi
4. Kehadiran dan dukungan orang
terdekat diharapkan mampu
memberikan dukungan fisik dan
psikologis
5. Lingkungan yang tenang dan
nyaman Membantu klien untuk
mengurangi persepsi nyeri dan
meningkatkan rasa nyaman
6. Terapi non farmakologis seperti
relaksasi, distraksi dapat
diajarkan pada nyeri skala
ringan sampai sedang. Terapi
farmakologi untuk skala nyeri
berat
7. Perubahan tanda vital dapat
menjadi deteksi adanya nyeri
2. Ansietas faktor Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang 1. Dengan adanya pendekatan
berhubungan dengan keperawatan dalam 3x6 menenangkan yang tenang dan tidak terburu-
kurang informasi jam ansietas berkurang 2. Nyatakan dengan jelas harapan buru membuat klien merasa
atau hilang, dengan terhadap perilaku klien diperhatikan dan membantu
kriteria hasil: 3. Identifikasi tingkat cemas menurunkan kecemasan
4. Jelaskan semua prosedur 2. Membantu klien memfokuskan
1. Mengungkapkan gejala 5. Berikan penguatan positif ketika tujuan yang realistis
cemas klien mampu melakukan kegiatan 3. Memantau adanya kecemasan
2. Menunjukkan teknik yang masih bisa dilakukannya berat yang memerlukan
mengontrol cemas dan yakinkan kembali klien intervensi khusus
3. Vital sign dalam batas melalui sentuhan, sikap empati 4. Memberikan informasi
normal verbal dan non verbal mengenai tujuan tindakan yang
4. Postur tubuh, ekspresi, 6. Temani klien untuk memberikan dilakukan petugas terhadap
bahasa tubuh dan keamanan dan memberikan takut klien.
aktivitas menunjukkan 7. Dorong keluaga untuk 5. Membantu klien
berkurangnya mendampingi klien mengidentifikasi hal positif diri
kecemasan 8. Dorong klien untuk 6. Membuat klien merasa aman
mengungkapkan perasaannya dan nyaman dapat mengurangi
9. Anjurkan teknik relaksasi kecemasan
7. Dukungan dari keluarga
berpengaruh terhadap
psikologis klien
8. Ungkapan perasaan klien
diharapkan dapat menurunkan
kecemasan
9. Tekhnik relaksasi membantu
menurunkan kecemasan
3. Resiko infeksi Setelah tindakan 1. Tinjau ulang kondisi/faktor risiko 1. ibu, seperti diabetes atau
keperawatan selama 1x yang ada sebelumnya. Catat hemoragi, menimbulkan
shift dinas infeksi tidak waktu pecah ketuban potensial resiko infeksi atau
terjadi, dengan kriteria 2. Kaji terhadap tanda dan gejala penyembuhan luka yang buruk.
hasil: infeksi (misalnya: peningkatan Resiko korioamnionitis
suhu, nadi, jumlah sel darah meningkat dengan berjalannya
1. Klien bebas dari tanda putih, atau bau/warna rabas waktu, sehingga meningkatkan
gejala infeksi vagina). resiko infeksi ibu dan janin
2. Menunjukkan 3. Bersihkan lingkungan klien 2. Pecah ketuban terjadi 24jam
kemampuan untuk 4. Batasi pengunjung (KP) sebelum pembedahan dapat
mencegah timbulnya 5. Pengunjung dan klien cuci tangan menyebabkan amnionitis
infeksi sebelum masuk ke kamar klien sebelum intervensi bedah dan
3. Leukosit dalam batas 6. Gunakan sabun saat cuci tangan dapat mengubah penyembuhan
normal 7. Gunakan alat pelindung diri luka.
4. Menunjukkan perilaku 8. Pertahankan lingkungan aseptik 3. Lingkungan yang bersih
hidup sehat selama pemasangan alat dan mencegah infeksi silang
perawatan luka pemasangan 4. Membatasi pengunjung salah
WSD satu tindakan mengontrol
9. Monitor tanda gejala infeksi infeksi
10. Pertahankan teknik asepsis 5. Mencuci tangan adalah usaha
11. Kolaborasi terapi antibiotik jika membebaskan diri dari kuman
perlu yang menjadi sumber infeksi
6. Sabun antimikroba membantu
membunuh kuman
7. Mencegah penularan dari
petugas ke klien dan sebaliknya
8. Tindakan aseptic selama
prosedur invasive sebagai usaha
mengendalikan infeksi
9. Mendeteksi adanya gejala dini
infeksi
10. Tekhnik asepsis mengurangi
resiko infeksi
11. Antibiotika diperlukan untuk
membunuh mikroorganisme
DAFTAR PUSTAKA

1. Yulaikhah, Lily. 2008. Kehamilan: Seri Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.


2. Manuaba. Chandranita, Ida Ayu, dkk. 2011. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta. EGC.
3. Prawirohardjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
4. Saifuddin, Abdul Bari. 2010 Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal . Jakarta: YBP-SP.
5. Varney, Hellen,dkk. 2012 Buku Ajar Asuha Kebidanan, Volume 2. Jakarta: EGC.
6. Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions and Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.
7. Bulechek G.M., Howard K.B., Joanne M.D. (Eds.). 2008. Nursing Intervention
Classification (NIC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc.
8. Moorhead Sue, Marion Johnson, Meridean L.M., et al. (Eds.). 2008. Nursing Outcomes
Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc.

Anda mungkin juga menyukai