Anda di halaman 1dari 5

LEARNING OBJECTIVE

1. Jelaskan tentang nyeri neuropati dan pengobatannya!


2. Bagaimana patofisiologi nyeri kepala ?
JAWAB
1. Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat lesi di susunan saraf pusat (nyeri sentral)
atau kerusakan saraf perifer (nyeri perifer). Nyeri neuropatik berasal dari saraf
perifer di sepanjang perjalanannya atau dari SSP karena gangguan fungsi, tanpa
melibatkan eksitasi reseptor nyeri spesifik (nosiseptor). Gangguan ini dapat
disebabkan oleh kompresi, transeksi, infiltrasi, iskemik, dan gangguan metabolik
pada badan sel neuron.
Nyeri sentral neuropatik adalah suatu konsep yang berkembang akibat
bertambahnya bukti bahwa kerusakan ujung-ujung saraf nosiseptif perifer di
jaringan lunak, pleksus saraf, dan saraf itu sendiri juga dapat menyebabkan nyeri
sentral nosiseptif melalui proses sensitasi. Sindrom nyeri thalamus adalah salah
satu nyeri neuropatik sentral. Nyeri sentral neuropatik juga dapat ditemukan pada
pasien post-strok, multiple sklerosis, spinal cord injury, dan penyakit Parkinson.
Nyeri neuropatik perifer terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan yang
berasal dari perifer menyebabkan tidak saja pelepasan muatan spontan serat saraf
perifer yang terkena tetapi juga lepasnya muatan spontan sel-sel ganglion akar
dorsal saraf yang rusak. Contoh-contoh sindrom yang mungkin dijumpai adalah
neuralgia pascaherpes, neuropati diabetes, neuralgia trigeminus, kausalgi,
phantom-limb pain, kompresi akibat tumor, dan post operasi.
Diagnosis dari nyeri neuropatik mengutamakan anamnesis riwayat penyakit yang
tepat dan pemeriksaan fisis yang sesuai alat diagnostik seperti DN4 atau LANSS
scoring mungkin berguna, karakteristik dari nyeri neuropatik dapat dimasukkan
dalam beberapa kriteria yakni:
1. Spontan (stimulus yang tidak berrgantung faktor dari luar)
a. Sensasi terbakar
b. Intermiten
c. Nyeri seperti disengat listrik
d. Hipostesia atau anastesia (Kurang atau tidak dapat merasakan terhadap
rangsang normal
e. Disestesia (Abnormal dan sensasi tidak menyenangkan)
f. Parastesia (Abnormal dan bukan sensasi yang tidak menyenangkan)
2. Nyeri yang dipicu oleh rangsang dari luar
a. Hiperalgesia (Respon yang meningkat untuk rangsang nyeri yang
normal)
b. Allodinia (Nyeri terhadap rangsang yang pada orang normal tidak
menimbulkan nyeri)
c. Dinamis yang dipicu oleh sentuhan
d. Statis yang dipicu oleh tekanan
e. Allodinia dingin (nyeri yang dipicu oleh rangsang yang dingin)
Neuropati, hal yang mendasar pada nyeri neuropatik perifer, dapat bersifat fokal,
multifokal atau distribusi yang difuse, yang bersifat fokal dapat berasal dari saraf,
akar saraf atau kadang-kadang dari plexus. Adakalanya, nyeri neuropatik sentral
(medula spinalis maupun otak) juga dapat menyebabkan nyeri yang bersifat
fokal. Di negara berkembang, kebanyakan kasus yang dijumpai adalah
demyelisasi. Neuralgia atau yang berasal dari radiks saraf cenderung untuk
mengikuti distribusi dari dermatom dan memiliki ciri tertentu dari distribusinya,
distribusi nyeri bagaimanapun juga, tidak selalu merupakan indikator dalam
menunjukkan asal dari nyeri tersebut. Distribusi dari parestesia dapat menjadi
indikator yang efektif dalam menunjukkan asal dari suatu lesi nyeri neuropatik.
Penatalaksanaan
Duloxetine
Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik yang berhubungan
dengan Neuropati Diabetik, walaupun mekanisme kerjanya dalam mengurangi
nyeri belum sepenuhnya dipahami. Hal ini mungkin berhubungan dengan
kemampuannya untuk meningkatkan aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada
sistem saraf pusat, duloxetine umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dosis
yang dianjurkan yaitu duloxetine diberikan sekali sehari dengan dosis 60 mg,
walaupun pada dosis 120 mg/hari menunjukkan keamanan dan keefektifannya,
tapi tidak ada bukti yang nyata bahwa dosis yang lebih dari 60 mg/hari memiliki
keuntungan yang signifikan, dan pada dosis yang lebih tinggi kurang dapat
ditoleransi dengan baik
Gabapentin
Gabapentine diindikasikan untuk penanganan Polineuropati pada orang dewasa,
molekulnya secara struktural berhubungan dengan neurotransmitter gamma-
amino butyric acid, namun gabapentin tidak berinteraksi secara signifikan
dengan neurotransmitter yang lainnya, walaupun mekanisme kerja gabapentin
dalam mengurangi nyeri belum dipahami dengan baik, namun salah satu sumber
menyebutkan bahwa gabapentin mengikat reseptor α2δ subunit dari voltage-
activated calsium channels, pengikatan ini menyebabkan pengurangan influks
ca2+ ke dalam ujung saraf dan mengurangi pelepasan neurotransmitter, termasuk
glutamat dan norepinephrin.
Pada orang dewasa yang menderita Polineuropati, terapi gabapentin dimulai
dengan dosis tunggal 300 mg pada hari pertama, 600 mg pada hari kedua (dibagi
dalam dua dosis), dan 900 mg pada hari yang ketiga(dibagi dalam 3 dosis). Dosis
ini dapat dititrasi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri sampai dosis
maksimum 1800 hingga 3600 mg(dibagi dalam 3 dosis). Pada penderita
gangguan fungsi ginjal dan usia lanjut dosisnya dikurangi.

Referensi :
Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. 5th edition. Jakarta: EGC;
2010.
Sylvia AP, Lorraine MW, 2010. Patofisiologi Penyakit Volume 2. 6th edition.
Jakarta: EGC.

2. Rangsang nyeri bisa disebabkan oleh adanya tekanan, traksi, displacement


maupun proses kimiawi dan inflamasi terhadap nosiseptor-nosiseptor pada
struktur peka nyeri dikepala. Jika struktur tersebut yang terletak pada atau pun
diatas tentorium serebelli dirangsang maka rasa nyeri akan timbul terasa menjalar
pada daerah didepan batas garis vertikal yang ditarik dari kedua telinga kiri dan
kanan melewati puncak kepala (daerah frontotemporal dan parietal anterior).
Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf trigeminus.
Sedangkan rangsangan terhadap struktur yang peka terhadap nyeri dibawah
tentorium (pada fossa kranii posterior) radiks servikalis bagian atas dengan
cabang-cabang saraf perifernya akan menimbulkan nyeri pada daerah dibelakang
garis tersebut, yaitu daerah oksipital, suboksipital dan servikal bagian atas. Rasa
nyeri ini ditransmisi oleh saraf kranial IX, X dan saraf spinal C-1, C-2, dan C-3.

Salah satu teori yang paling populer mengenai penyebab nyeri kepala ini adalah
kontraksi otot wajah, leher, dan bahu. Otot-otot yang biasanya terlibat antara lain
m. splenius capitis, m. temporalis, m. masseter, m. sternocleidomastoideus, m.
trapezius, m. cervicalis posterior, dan m. levator scapulae. Penelitian mengatakan
bahwa para penderita nyeri kepala ini mungkin mempunyai ketegangan otot
wajah dan kepala yang lebih besar daripada orang lain yang menyebabkan
mereka lebih mudah terserang sakit kepala setelah adanya kontraksi otot.
Kontraksi ini dapat dipicu oleh posisi tubuh yang dipertahankan lama sehingga
menyebabkan ketegangan pada otot ataupun posisi tidur yang salah. Ada juga
yang mengatakan bahwa pasien dengan sakit kepala kronis bisa sangat sensitif
terhadap nyeri secara umum atau terjadi peningkatan nyeri terhadap kontraksi
otot.
Sebuah teori juga mengatakan ketegangan atau stres yang menghasilkan
kontraksi otot di sekitar tulang tengkorak menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah sehingga aliran darah berkurang yang menyebabkan terhambatnya oksigen
dan menumpuknya hasil metabolisme yang akhirnya akan menyebabkan nyeri.

Referensi : Konsensus Nasional II Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Kepala.


2005. Kelompok Studi Nyeri Kepala Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI).

Anda mungkin juga menyukai