Anda di halaman 1dari 18

Anemia Defisiensi Besi pada Anak

Kelompok B7
Arditya Destian / 102013136
Indri Mendila / 102014144
Anjas Fajriyana Prabowo / 102014182
Hana Angelin / / 102015035
Ardhika Prasetya / 102015095
Wulan Lee Leode / 102015135
NG Chor Yao / 102015204
Nur Ezaithirah Nadihah Binti MD Eusofe / 102015216
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Anemia adalah salah satu penyakit yang sering diderita masyarakat, baik anak-anak,
remaja usia subur, ibu hamil ataupun orang tua. Penyebabnya sangat beragam, dari yang karena
perdarahan, kekurangan zat besi, asam folat, vitamin B12, sampai kelainan hemolitik.
Anemia dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik maupun dengan pemeriksaan
laboratorium. Secara fisik penderita tampak pucat, lemah, dan secara laboratorik didapatkan
penurunan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah dari harga normal.
Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat besi yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena kurangnya zat
besi.
Anemia defisiensi besi adalah anemia mikrositik hipokrom yang terjadi akibat defisiensi
besi dalam gizi, atau hilangnya darah secara lambat dan kronik. Defisiensi besi adalah masalah
pada bayi dan anak yang memiliki peningkatan kebutuhan akan gizi. Wanita yang haid cenderung
mengalami defisiensi besi karena hilangnya besi setiap bulan dan diet yang kurang zat besi. Wanita
pada masa subur yang berolah raga memiliki peningkatan risiko karena olahraga meningkatkan
kebutuhan metabolik sel-sel otot. Pada pria, defisiensi besi biasanya terjadi pada pengidap ulkus atau
penyakit hati yang ditandai oleh perdarahan. Penurunan jumlah sel darah merha memacu sumsum
tulang untuk meningkatkan pelepasan sel-sel darah merah abnormal yang berukuran kecil dan defisiensi
hemoglobin.

Anamnesis
Dilihat dari gejala nya, pasien kemungkinan menderita anemia, oleh karena itu perlu
ditanyakan pertanyaan yang lebih rinci untuk mengetahui anemia jenis apakah itu.1
1. Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, mata
berkunang-kunang, atau tanpa gejala? Bila terdapat gejala tersebut, itu merupakan suatu
sindrom anemia yang biasanya dijumpai apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dL.
2. Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? Pada anemia defisiensi besi gejala
yang muncul mungkin dapat perlahan karena ada mekanisme kompensasi tubuh.
3. Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? Misal pada anemia defisiensi besi bisa karena
perdarahan interna, infeksi cacing, diet yang tidak seimbang, atau riwayat pernah menderita
penyakit yang kronis.
4. Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten dengan
malabsorpsi dan tanda kehilangan darah dari saluran cerna berupa tinja gelap, pendarahan
rektal, muntah “butiran kopi”.
5. Jika pasien seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan.
Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta pembalut.
6. Tanyakan juga sumber perdarahan lain.
7. Tanyakan apakah ada rasa ingin memakan bahan yang tidak lazim seperti es, tanah, dan
sebagainya. Gejala tersebut dapat ditemukan pada anemia defisensi Fe.

Riwayat Penyakit dahulu 1


Tanyakan apakah ada dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya, riwayat penyakit kronis
(reumatoid arthritis atau gejala keganasan), tanda kegagalan sumsung tulang (memar,
perdarahan, dan infeksi yang tak lazim atau rekuren), tanda defisiensi vitamin seperti neuropati
perifer (defisiensi vitamin B12 subacute combined degeneration of cord [SACDOC]), adakah
alasan untuk mencurigai adanya hemolisis (ikterus, katup buatan yang bocor), riwayat anemia
sebelumnya atau pemeriksaan endoksopi gastrointestinal, adakah disfagia (akibat lesi esofagus
yang menyebabkan anemia atau ada selaput pada esofagus akibat anemia defisiensi Fe).
Riwayat keluarga
Menanyakan adakah riwayat anemia dalam keluarga khususnya pertimbangkan penyakit
sel sabit, talasemia, dan anemia hemolitik herediter. 1

Lain-lain
Menanyakan adakah riwayat bepergian dan pikirkan kemungkinan infeksi parasit seperti
cacing tambang dan malaria, mengkonsumsi obat-obatan misal OAINS yang menyebabkan erosi
lambung atau supresi sumsung tulang akibat obat sitotoksik, penurunan berat badan yang drastis
baru-baru ini dan riwayat operasi seperti gastrektomi.2

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi 1
1. Keadaan umum dan kesadaran : lihat apakah pasien sakit ringan atau berat, sering merasa
sesak napas atau syok akibat kehilangan darah akut.
2. Adakah tanda-tanda ikterus yang ditandai dengan mata berwarna kuning, atau kulit yg
berubah warna menjadi kuning contoh pada anemia hemolitik dapat dijumpai keadaan ini.
3. Adakah koilonikia (kuku seperti sendok) atau keilotis angularis (peradangan pada sudut mulut
sehingga tampak bercak pucat keputihan. Gejala tersebut terdapat pada anemia defisiensi Fe.
4. Adakah tanda kerusakan trombosit (memar dan petechiae) dan bila ada menandakan kadar
trombosit yang menurun misal pada anemia aplastik.
5. Adakah atrofi papil lidah yang ditandai dengan permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang. Biasa gejala ini timbul pada anemia defisiensi besi.

Gambar 1. Atrofi Papil Lidah


Palpasi
1. Konjungtiva
Minta pasien untuk melihat ke atas sementara pemeriksa menekan kedua kelopak mata ke
bawah dengan menggunakan ibu jari tangan sehingga membuat sclera dan konjuctiva terpajan.
Inspeksi sklera dan konjugtiva palpebralis untuk menilai warnanya.
Patologis : Sklera yang berwarna kuning menunjukkan ikterus, konjunctiva dapat berwarna
pucat yang disebut konjuctiva anemis dan merupakan salah satu sindrom anemia.3

Gambar 2. Konjungtiva pucat dan sklera berwarna kuning


2. Kuku
Lakukan inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan kaki. Perhatikan warna dan bentuk dan
lesi yang ada.
Patologis : Pada anemia defisiensi Fe dapat dijumpai koilonikia (kuku yang berbentuk
seperti sendok, rapuh, bergaris vertical dan menjadi cekung mirip seperti sendok). 4

Gambar 3. Kuku sendok (koilonychia) pada jari tangan seorang pasien anemia
defisiensi besi
3. Limfa
Palpasi rangkaian nodus limfatikus pada daerah servikal anterior yang lokasi nya di
sebelah anterior dan superficial M.Sternocleidomastoideus. kemudian lakukan plapasi rangkaian
nodus limfatikus pada daerah servikal posterior di sepanjang M.Trapezius (anterior) dan M.
Sternocleidomastoideus (posterior). Lakukan pemeriksaan nodus limfatikus supraklavikular pada
sudut antara os clavicula dan M.Sternocleidomastoideus.5
Patologis : Bila terdapat limfadenopati mungkin menandakan adanya tanda infeksi atau
keganasan. Bila limfa yang di palpasi sakit menandakan peradangan, limfa yang membesar dank
eras menandakan keganasan. Nodus limfatikus supra klavikular yang membesar menandakan
kemungkinan adanya keganasan di abdomen atau torax.5
4. Palpasi hati , limpa, abdomen
Lakukan palpasi hati dan limpa untuk menilai apakah ada hepatomegali atau splenomegali
yang biasanya terdapat pada anemia hemolitik dan kadang pada anemia defisiensi besi juga dapat
ditemukan bila anemia tersebut tidak diterapi. Palpasi juga abdomen untuk melihat apakah ada
massa di abdomen.6

Pemeriksaan penunjang
1. Tes darah: hitung darah lengkap menunjukkan anemia mikrositik, kecuali disertai pula oleh
defisiensi vitamin B12/folat, dimana MCV bisa normal atau meningkat.7
2. Status gizi zat besi:
o Kadar besi serum; ada defisiensi besi, kadar besi serum bisa rendah atau bahkan normal.
Nilai normalnya bervariasi antara 50 sampai 175 µg/dl. Kadar tertinggi pada pagi hari
dan terendah pada malam hari. Kadar besi menurun pada keadaan inflmasi serta
malignasi dan selama menstruasi.8
o Total iron binding capacity [TIBC]; TIBC dan kejenuhan transferrin menunjukkan
pasokan zat besi ke dalam jaringan tubuh. Nilai normal sekitar 300 µg/dl. TIBC
menurun pada penyakit kronis dan meningkat pada keadaan defisiensi zat besi.8
o Kejenuhan trasferin; merupakan rasio besi serum dan TIBC. Nilai normalnya 33%. Pada
keadaan defisiensi besi terdapat penurunan kejenuhan, sementara pada penyakit kronis
kejenuhan normal.8
o Protoporfirin; merupakan precursor heme. Protoporfirin sel darah merah yang bebas
akan meninggi jika pasokan zat besi untuk sintesis hem tidak mencukupi.8
o Feritin serum; mencerminkan status simpanan total zat besi dalam tubuh. Umumnya
pengukuran kadar ferritin dianggap sebagai pemeriksasan pilihan untuk memperkirakan
besarnya simpanan zat besi. Nilai ferritin serum di bawah angka sekitar 10 ng/ml
dianggap sebagai petunjuk diagnostic defisiensi zat besi. 4
o Reseptor transferrin; akan bertambah pada permukaan sel dan dalam plasma jika
pasokan zat besi ke dalam sel tidak mencukup atau jika terjadi deplesi besi.8
3. Darah samar dalam feses (faecal occult blood [FOB]): pemeriksaan kimiawi untuk hem
oksigenase sangant sensitive –hasil positif kuat yang persisten menunjukkan kehilangan darah
yang signifikan pada saluran pencernaan.7
4. Endoskopi dan kolonoskopi: sebagian besar pasien defisiensi Fe membutuhkan pemeriksaan
pada saluran pencernaan bagian atas dan bawah. Pada endoskopi saluran pencernaan bagian
atas harus dilakukan biopsy duodenum untuk menyingkirkan penyakit seliaka. Polip yang
ditemukan saat endoskopi harus dijerat dengan kawat atau simpul pada dasarnya dan
diangkat.7
5. Barium enema: pemeriksaan radiologi dengan kontras barium merupakan cara alternative
untuk melakukan pencitraan kolon.7
6. Pencitraan usus hulus: bila tidak ditemukan sumber pendarahan, harus dipertimbangkan untuk
melakukan pencritaan usus halus (enema usus halus, enteroskopi).7
Working Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap
diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar he-
moglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria
WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan
tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.4
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan tahap
dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al)
sebagai berikut: 4
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan MCHC
<31% dengan salah satu dan a, b, c, atau d.
 Dua dan tiga parameter di bawah ini:
- Besi serum <50 mg/dl
- TIBC >350 mg/dI
- Saturasi transferin: <15%, atau
 Ferritin serum <20 mg/1, atau
 Pewarnaan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl's stain) menunjukkan cadangan besi
(butir-butir hemosiderin) negatif, atau
 Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara)selama 4
minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.
Pada tahap ketiga ditemukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini
sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi
merupakan tahap yang sangat panting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
kemungkinan untuk dapat menemukan somber perdarahan yang membahayakan. Meskipun
dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADS tidak diketahui penyebabnya. 4
Untuk pasien dewasa fokus utama aalah mencari sumber perdarahan. Dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada perempuan masa reproduksi anamnesis tentang menstruasi
sangat penting, kalau perlu dilakukan pemeriksaan ginekologi. Untuk laki-laki dewasa di
Indonesia dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing tambang. Tidak cukup hanya
dilakukan pemeriksaan hapusan langsung (direct smear dengan eosin), tetapi sebaiknya dilakukan
pemeriksaan semi kuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz, untuk menentukan beratnya
infeksi. Jika ditemukan infeksi ringan tidaklah serta merta dapat dianggap sebagai penyebab utama
ADB, hams dicari penyebab lainnya. Titik kritis cacing tambang sebagai penyebab utama jika
ditemukan telur per gram feses (TPG) atau egg per gram faeces (EPG) >2000 pada perempuan
dan >4000 pada laki-laki. Dalam suatu penelitian lapangan ditemukan hubungan yang nyata antara
derajat infeksi cacing tambang dengan cadangan besi pada laki-laki, tetapi hubungan ini lebih
lemah pada perempuan.4
Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi yang
disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPG > 2000). Anemia akibat cacing
tambang sering disertai pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada
pemeriksaan laboratorium di samping tanda-tanda defisiensi besi yang disertai adanya eosinofilia.
Pada suatu penelitian di Bali, anemia akibat cacing tambang dijumpai pada 3,3% pasien infeksi
cacing tambang atau 12,2% dan 123 kasus anemia defisiensi besi yang dijumpai. 4
Jika tidak ditemukan perdarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah samar (occult blood
test) pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau bawah.4
Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi
menjadi 3 tingkatan : 4
 Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk
eritropoesis belum terganggu.
 Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis) : cadangan besi kosong,
penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.
 Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi

Different diagnosis
Talasemia
Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan dan masuk ke dalam kelompok
hoemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat
mutasi di dalam atau dekat gen globin. Terjadi penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan
produksi satu atau lebih rantai globin a atau b, ataupun rantai globin lainnya, dapat menimbulkan
defisiensi produk sebagian atau menyeluruh rantai globin tersebut. Akibatnya, terjadi talasemia
yang jenisnya sesuai dengan rantai globin yang terganggu produksinya.9

Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin
satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis
rantai globin (rantai α atau rantai β) menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang.
Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis seimbang yakni berupa α2β2, maka pada
thalassemia – β0, di mana tidak disintesis samas sekali rantai β, maka rantai globin yang
diproduksi berupa rantai α yang berlebihan. Sedangkan pada thalassemia α0, di mana tidak
disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai β yang
berlebihan.9

Leukemia limfositik akut


Merupakan leukemia yang sering terjadi pada anak-anak. Insiden LLA berkisar 2-
3/100.000 panduduk. Pada anak-anak, insidennya kira-kira 82%, sedangkan pada dewasa 18%.
Dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan perempuan. Leukemia jenis ini
merupakan 25% dari semua kanker yg mengenai anak-anak di bawah umur 15tahun . Insiden
tertinggi pada anak usia antara 3-5 tahun Leukemia limfositik akut adalah suatu penyakit yang
berakibat fatal. Dimana sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit
berubah menjadi ganas, dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal dalam sumsum
tulang/dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh pemeriksaan
sumsum tulang atau limpa. Pada stadium dini, limpa mungkin tidak membesar, bahkan gambaran
darah tepi masih normal, dan hanya terlihat gejala pucat yang mendadak dengan atau tanpa
trombositopenia. Dalam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat memastikan diagnostik.
Pada sel sumsung tulang adasel blas. Dengan pewarnaan giemsa kromatin kasar dan bergumpal
dengan 1 atau 2 anak inti dan sitoplasma tipis

Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum


tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri
dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi,
hipermetabolisme. Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur.

Anemia pada penyakit kronis


Anemia sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun
keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa lemah dan penurunan
berat badan dan disebut anemia pada penyakit kronis. Pada umumnya, anemia pada penyakit
kronis ditandai oleh kadar hb berkisar 7-11 g/dl, kadar Fe serum menurun disertai TIBC yang
rendah, cadangan Fe yang tinggi di jaringan serta produksi sel darah merah berkurang. 1
Laporan/data penyakit tuberculosis, abses paru, endocarditis bakteri subakut, osteomyelitis,
dan infeksi jamur kronis serta HIV membuktikan bahwa hampir semua infeksi supuratif kronis
berkaitan dengan anemia. Untuk terjadi anemia memerlukan waktu 1-2 bulan setelah infeksi
terjadi dan menetap.9

Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan
absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun: 1
 Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari: 1
o Saluran cerna: akibat dari tukak peptic, pemakaian NSAID, kanker lambung, etc.
o Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia.
o Saluran kemih: hematuria.
o Saluran napas: hemoptoe.
 Faktor nutrisi: akibatnya kurang jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C dan rendah
daging). 1
 Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan. 1
 Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.1

Epidemiologi
Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di
klinik maupun di masyarakat. Sering juga dijumpai di negara berkembang. 1
Belum ada data yang pasti mengenai prevalesi ADB di Indonesia. Martoatmojo et al
memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada
pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan
karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka
prevalensi ADB sebesar 27%. 1
Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada ADB. Di India,
Amerika Latin dan Filipina prevalensi ADB pada perempuan hamil berkisar antara 35% sampai
99%. Sedangkan di Bali, prevalensi anemia sebesar 50% dengan 75% anemia disebabkan oleh
defisiensi besi. 1
Di Amerika Serikat, berdasarkan survey gizi thaun 1988 sampai tahun 1994, defisiensi besi
dijumpai kurang dari 1% pada laki dewasa yang berumur kurang dari 50 tahun, 2-4% pada laki
dewasa yang berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan masa reproduksi, dan 5-7%
pada perempuan pascamenopause. 1

Patofisiologi
Patofisiologi anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia
mikrositik hipokromik denga penurunan kuantitatif sintesis hemoglobin.
Dalam keadaan normal tubuh seorang anak rata-rata mengandung 11-12 mg besi
bergantung pada jenis kelamin dan ukuran tubuhnya. Lebih dari dua pertiga besi terdapat di
dalam hemoglobin. Besi dilepas dengan semakin tua serta matinya sel dan diangkut melalui
transferin plasma ke sumsum tulan untuk eritropoiesis. Dengan pengecualian mioglobin (otot)
dan enzim-enzim heme dalam jumlah yang sangat sedikit, sisa zat besi disimpan di dalam hati,
limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritinin dan hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan
lebih lanjut.
Walaupun dalam diet rata-rata mengandung 10-20 mg besi, hanya sekitar 5% hingga 10%
(1-2 mg) yang sebenarnya diabsorbsi. Pada saat persediaan besi berkurang, maka lebih banyak
besi diabsorbsi dari diet. Besi yang diingesti diubah menjadi besi ferro di dalam lambung dan
duodenum serta diabsorbsi dari duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh
transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penimpanan di
jaringan. Tiap miiliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilanagn besi umumnya sedikit sekali,
dari 0,5 mg – 1mg/hari.
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah SDM normal atau hamper normal dan kadar Hb
berkurang. Pada asupan darah perifer, SDM mikrositik dan hipokromik (MCV, MCHC dan
MCH berkurang) disertai poikilositosis dan anisositosis. Jumlah retikulosit dapat normal atau
berkurang. Kadar besi berkurang sedangkan kapasitas mengikat besi serum total meningkat.
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menurun. Keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini
ditandai dengan penurunan kadar ferritin serum, peningkatan absorpsi besi dalam usus, dan
pengecatan besi dalam sumsung tulang negative. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka
cadangan besi akan kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis akan berkurang
sehingga menimbulkan gangguan pembentukan eritrosit tapi secara klinis belum tampak,
keadaan ini dinamakan iron deficiency erithropoesis. Pada fase ini kelainan pertama yang
dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorpyrin atau zinc protoporphyrin dalam eritrosit.
Saturasi transferin menurun atau TIBC meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat
spesifik adalah peningkatan reseptor transferin serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka
eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibat nya timbul
anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat itu juga terjadi
kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada
kuku, epitel mulut, dan faring serta gejala lainnya. Jika terjadi pengendapan fe yang berlebihan
dalam tubuh terutama akan merusak hati, pancreas, dan miokardium (hemokromatosis).10

Manifestasi Klinik
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi
menjadi 3 tingkatan :
 Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk
eritropoesis belum terganggu.
 Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis) : cadangan besi kosong,
penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.
 Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi

Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu : gejala
umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar.
Gejala umum anemia
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin hemoglobin turun di bawah 7-8
g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga
mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi
secara perlahan-lahan sering kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan
anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh karena mekanisme
kompensasi tubuh dapat berjalan dengan bails Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin
telah turun di bawah 7g/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama
pada konyungtiva dan jaringan di bawah kuku.
Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia
jenis lain adalah:
 Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan
menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok (Gambar 1).
 Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.
 Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwama pucat keputihan
 Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
 Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
 Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, tern, dan lain-
lain.
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.
Gejala Penyakit Dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya penyakit anemia akibat penyakit cacing
tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak dan kulit telapak tangan berwarna kuning
seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala
gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker tersebut.
Gejala Pada Anak
Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat sakit kepala, iritabel dan
sebagainya. Mereka tidak tampak sakit karena perjalanan penyakitnya bersifat menahun.
Tampak pucat terutama pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku,
konjungtiva ocular berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white), papil lidah tampak
atrofi, jantung agak membesar dan terdengar murmur sistolik yang fungsionil. Pada anak MEP
dengan infestasi ankilostoma akan memperlihatkan perut buncit yang disebut pot belly dan
dapat terjadi edema. Tidak ada pembesaran limpadan hepar dan tidak terdapat diathesis
hemoragik. Pemeriksaan radiologis tulang tengkorak akan menunjukkan pelebaran diploe dan
penipisan tabula eksterna sehingga mirip dengan perubahan tulang pada talasemia.
Penatalaksanaan
Terapi terhadap defisiensi besi adalah: 1
a) Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan.
Misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorrhagia,.
Terapi kasual harus dilakukan, kalau tidak makan anemia akan kambuh kembali.
b) Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh.
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah, dan aman.
Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat merupakan preparat pilihan utama oleh karena
paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3x200 mg, absorpsi besinya 50 mg per hari
yang dapat menginkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal. 1
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih sering
dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Pada pasien mengalami intoleransi, sulfas
ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah makan. 1
Efek samping utama besi per oral adalah gangguan gastrointestinal yang dijumpai pada 15
sampai 20% , yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual, muntaj,
serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping besi diberikan saat makan atau dosis dikurangi
menjadi 3x100 mg. 1
Pengobatan besi diberikan 3-6 bulan, bisa sampai 12 bulan. Setelah normal dapat diberikan
dosis pemeliharaan yang diberikan 100-200 mg. Jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia
sering kambuh kembail. Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin
V, tetapi dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang banyak
mengandung hati dan daging yang banyak mengandung besi. 1
Terapi besi parentral efektif tetapi mempunyai risiko lebih besar dan harganya lebih
mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parentral hanya diberikan atas indikasi tertentu. Indikasi
pemberian besi parentral adalah: 1
1) Intoleransi terhadap pemberian besi oral
2) Kepatuhan terhadap obat yang rendah
3) Gangguan pencernaan seperti colitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi
4) Penyerapan besi terganggu, misalnya pada gastrektomi
5) Keadaan di mana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh
pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic teleangiectasia
6) Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendekm seperti kehamilan trimestes tiga atau
sebelum operasi
7) Defisiensi besi fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal
kronik atau anemia akibat penyakit kronik

Preparat yang tersedia ialah iron dextran comples, iron sorbitol citric acid, etc. Dapat
diberikan secara intramuscular dalama atau intravena pelan. Pemberian secara intramuscular
memberikan rasa nyeri dan memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping yang dapat
timbul adalah reaksi anafilaksis, meskipun jarang (0,6%). Efek samping lain adalah flebitis, sakit
kepala, flushing¸mual, munth, nyeri perut dan sinkop. 1

Pengobatan lain
 Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari
protein hewani. 1
 Vitamin C: vitamin C diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi. 1
 Transfuse darah: ADB jarang memerlukan transfuse darah. Indikasi pemberian transfuse
darah pada anemia kekurangan besi adalah: 1
o Adanya penyakit jantung anemic dengan ancaman payah jantung.
o Anemia yang sangat simtomatik, misalnya dengan gejala pusing yang mencolok.
o Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan
trimester akhir atau preoperasi.
Jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya overload. 1
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respons
baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke-10 dan normal
lagi setelah hari ke-14, diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu.
Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu. 1
Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan: 1
 Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum
 Dosis besi kurang
 Masih ada pendarahan cukup banyak
 Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, keradangan menahun atau pada saat yang
sama ada defisiensi asam folat
 Diagnosis defisiensi besi salah

Komplikasi11
1. Anemia defisiensi besi mengurangi kinerja dengan memaksa otot untuk bekerja pada tingkat
yang lebih tinggi dari pada orang sehat, selama metabolisme anaerobik. Hal ini diyakini
karena kekurangan enzim pernapasan yang mengandung besi daripada anemia.
2. Anemia berat karena penyebab apapun dapat menyebabkan hipoksemia dan meningkatkan
terjadinya insufisiensi koroner dan iskemia miokard. Demikian pula, dapat memperburuk
status paru pasien dengan penyakit paru kronis.
3. Cacat dalam struktur dan fungsi jaringan epitel dapat diamati pada defisiensi besi. Kuku
menjadi rapuh atau kaku dengan perkembangan koilonychia (kuku berbentuk sendok). Lidah
dapat menunjukkan atrofi papila lingual dan tampak mengkilap. Angular stomatitis dapat
terjadi dengan fisure di sudut-sudut mulut. Disfagia mungkin terjadi dengan makanan padat,
dengan anyaman dari mukosa pada pertemuan hipofaring dan esofagus (Plummer-Vinson
sindrom); hal ini dapat dikaitkan dengan karsinoma sel skuamosa daerah krikoid. Atrophic
gastritis terjadi pada defisiensi zat besi dengan kehilangan progresif sekresi asam, pepsin, dan
faktor intrinsik dan pengembangan antibodi untuk sel parietal lambung. vili usus kecil
menjadi tumpul.
4. Intoleransi udara dingin berkembang di seperlima dari pasien dengan anemia kekurangan zat
besi kronis dan terjadi oleh karena gangguan vasomotor, nyeri neurologik, atau mati rasa dan
kesemutan.
5. Anemia defisiensi besi berat dapat dikaitkan dengan papilledema, peningkatan tekanan
intrakranial, dan gambaran klinis cerebri pseudotumor. Manifestasi ini diperbaiki dengan
terapi besi.
6. Gangguan fungsi imun dilaporkan pada pasien kekurangan zat besi, dan ada laporan bahwa
pasien rentan terhadap infeksi, namun bukti bahwa hal tersebut adalah akibat langsung yang
disebabkan oleh kekurangan zat besi kurang meyakinkan karena adanya faktor lain.
7. Anak-anak kekurangan zat besi mungkin menunjukkan gangguan perilaku. Gangguan
perkembangan neurologis pada bayi dan kinerja skolastik berkurang pada anak usia sekolah.
IQ anak-anak sekolah dengan defisiensi zat besi terlihat lebih rendah daripada aak seusianya.
Gangguan perilaku dapat bermanifestasi sebagai gangguan defisit perhatian. Pertumbuhan
terganggu pada bayi dengan defisiensi besi. Semua manifestasi dapat membaik pada terapi
besi.
Prognosis
Anemia defisiensi besi adalah suatu gangguan yang mudah diterapi dengan prognosis yang
sangat baik. Namun prognosis yang buruk mungkin dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi
penyerta maupun komorbiditas yang berat seperti neoplasia dan penyakit arteri koronaria.
Anemia defisiensi besi kronik yang sedang maupun berat dapat menyebabkan hipoksia yang
menyebabkan kambuhnya gangguan pulmonar maupun kardiovaskular yang dimiliki pasien.
Kematian akibat hipoksia dapat terjadi pada pasien yang menolak diberi transfusi darah karena
alasan religious atau pada pasien dengan perdarahan akut yang berat. Pada anak yang lebih
muda, anemia defisiensi besi berhubungan dengan IQ yang lebih rendah,kurangnya kemampuan
belajar, dan kecepatan pertumbuhan yang suboptimal.12

Pencegahan
 Pendidikan kesehatan: 1
o Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan
kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang
o Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi
 Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering
dijumpai di daerah tropic. Pengobatan masal dengan antihelmentik dan perbaikan sanitasi.
 Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen pendidik yang rentan, seperti
ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak balita
memakai pil besi dan folat.
 Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di
negara barat dilakukan dengan mencapur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.

Kesimpulan
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang sering terjadi, terutama pada negara
berkembang. Penyebab defisiensi besinya banyak, bisa dikarenakan kurangnya asupan, atau
perdarahan yang mengakibatkan keluarnya darah serta besi yang di dalamnya. Terapinya tentu
diberikan preparat besi, bisa oral maupun injeksi. Bila anemianya parah bisa diberikan transfuse
PRC. Secara umum prognosis anemia defisiensi besi baik karena mudah diterapi, namun akan
lebih buruk bila disertai penyakit kormobid seperti neoplasma.
Daftar Pustaka
1. Anemia. Dalam : Gleadle, Jonathan.At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan
Fisik.Jakarta:Erlangga; 2003. h. 84-5.
2. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Silbernagl,Stefan. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta : EGC ; 2007. h.38-9
3. Pemeriksaan Konjuctiva dan Sklera. Dalam: Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar
Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta: EGC; 2009.h.151
4. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Edisi IV. Jakarta : FK UI; 2006.h.634-40
5. Pemeriksaan Kelenjar Limfe. Dalam: Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik
& Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2009.h.167-8
6. Pemeriksaan Hati, Limpa, dan Massa Abdomen. Dalam: Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar
Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2009. h. 342-9
7. Safitri A, editor. At a glance medicine. Jakata: Penerbit Erlangga; 2005.h. 208-9
8. Vijayaraghanvan K. Anemia karena defisiensi zat besi. Dalam: Widyastuti P, Hardiyanti
EA, editor. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: Penerbit EGC; 2009.h. 276-82
9. Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi. Dalam: Sudoyono AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5.
Jilid ke-2. Jakarta: InternalPublishing; 2009.h. 1127-36

10. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Essensial haematology. Jakarta: EGC; 2005.h.28-
31.
11. Iron deficiency anemia. Edisi 2007. Diunduh dari
http://www.aafp.org/afp/2007/0301/p671.html. 20 april 2011
12. Mehta AB, Hoffbrand AV. At a glance hematologi. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2008.h. 84-5

Anda mungkin juga menyukai