Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM IMUN DAN


HEMATOLOGI
“HEMOFILIA”

Disusun Oleh :
Kelas 2 B
KELOMPOK 4

Ratna Istiana 10.0571.S


Willi Dossan 10.0603.S
Zulfa Khaerunisa 10.0611.S

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
TAHUN 2011-2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hemofilia merupakan gangguan pembekuan darah akibat kekurangan
faktor pembeku darah yang disebabkan oleh kerusakan kromosom X. Darah
pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara
normal. Proses pembekuan darah berjalan amat lambat, tak seperti mereka
yang normal.
Penyakit ini petama kali dikenal pada keluarga Judah yaitu sekitar abad
kedua sesudah Masehi di Talmud. Pada awal abad ke-19 sejarah modern
hemofilia baru dimulai dengan dituliskanya silsilah keluarga Kerajaan Inggris
mengenai penyakit ini oleh Otto (tahun 1803). Sejak itu hemofilia dikenal
sebagai kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara X-linked recessive,
sekitar setengah abad sebelum hokum Mendel diperkenalkan. Selanjutnya
Legg pada tahun 1872 berhasil membedakan hemofilia dari penyakit
gangguan pembekuan darah lainnya berdasarkan gejala klinis; yaitu berupa
kelainan yang diturunkan dengan kecenderungan perdarahan otot serta sendi
yang berlangsung seumur hidup. Pada permulaan abad 20, hemofilia masih
didiagnosis berdasarkan riwayat keluarga dan gangguan pembekuan darah.
Pada tahun 1940-1950 para ahli baru berhasil mengidentifikasi defisiensi F
VIII dan F IX pada hemofilia A dan hemofilia B. pada tahun 1970 berhasil
diisolasi F VIII dari protein pembawanya di plasma, yaitu faktor von
willenbrand (F vW), sehingga sekarang dapat dibedakan kelainan perdarahan
akibat hemofilia A dengan penyakit von willebrand.
Memasuki abad 21, pendekatan diagnostic dengan teknologi yang maju
serta pemberian faktor koagulasi yang diperlukan mampu membawa pasien
hemofilia melakukan aktivitas seperti orang sehat lainnya tanpa hambatan.

B. Tujuan Penulisan
I. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
dosen pengampu mata kuliah SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI yaitu
Zulfa Atabaki, S.Kep.Ns dan Rita Dwi Hartanti, S.Kep.Ns.
II. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi hemofilia
b. Untuk mengetahui penyebab, tanda dan gejala pada penyakit hemofilia
c. Untuk mencegah terjadinya penyakit hemofilia
d. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit hemofilia

BAB II
KONSEP TEORI

A. Definisi
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor
pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada
kromosom X (Xh).
(Aru W. Sudoyo, 2009)
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat seksi
resesif yang dikarakteristikan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial yang
diakibatkan oleh mutasi pada kromosom X.
(Wiwik Handayani, 2008 )
B. Etiologi
 Herediter
 Hemofilia A timbul jika ada defek gen yang menyebabkan kurangnya
faktor pembekuan VIII (AHG)
 Hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (Plasma
Tromboplastic Antecendent)
Mekanisme pembekuan pada penderita hemophilia mengalami gangguan
dimana dalam mekanisme tersebut terdapat faktor pembekuan yang diberi
nama dengan angka romawi, I-XIII. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Faktor koagulasi darah :
I Fibrinogen
II Protombin
III Bahan prokoagulasi jaringan
IV Ion kalsium
V Akselerator globulin
VI Tidak dinamai
VII Akselerator konversi protombin serum
VIII Globulin/faktor anti hemolitik
IX Komponen tromboplastik plasma : faktor cristmas
X Faktor stuart-power
XI Antesendent tromboplastin plasma
XII Faktor hegeman
XIII Faktor stabilisasi fibrin
XIV Protein C
(www.info-sehat.com)
C. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis yang khas yang sering dijumpai pada kasus
hemophilia yaitu :
1. Perdarahan yang timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai
sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak.
2. Hemartrosis
3. Hematom subkutan/intramuscular
4. Perdarahan mukosa mulut
5. Perdarahan intracranial
6. Epistaksis
7. Hematuria
8. Perdarahan yang berkelanjutan pascaoperasi kecil (sirkumsisi, ekstraksi
gigi)
(Aru W. Sudoyo,2009)
Manifestasi klinis pada hemophilia, yait
1. Memar besar dan meluas dan perdarahan ke dalam otot, sendi, dan
jaringan lunak meskipun hanya akibat trauma kecil.
2. Rasa nyeri pada sendi sebelum tampak adanya pembengkakan dan
keterbatasan gerak.
3. Perdarahan sendi berulang dapat mengakibatkan kerusakan berat sampai
terjadi nyeri kronis dan ankilosis (fiksasi) sendi.
4. Hematuri spontan dan perdarahan gastrointestinal.
(Smeltzer Suzanne C, 2001)
Gambaran klinis yang sering terlihat pada klien dengan hemofilia
adalah
1. Adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan
2. Pembengkakan
3. Nyeri
4. Kelainan-kelainan degeneratif pada sendi, serta keterbatasan gerak
5. Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi
akibat kerusakan sendi.
(Wiwik Handayani, 2008)
Manisfestasi klinik umumnya adalah
1. Pendarahan jaringan bagian dalam hemartrosis yang bisa timbul kembali
oleh trauma
2. Pendarahan retroperitoneal dan pendarahan intra kranial dapat
membahayakan kehidupan.
(Sylvia A. Price, Edisi 4, hal 273)

D. Klasifikasi
Terdapat tiga bentuk hemofilia, yaitu sebagai berikut :
1. Hemofilia A : dikarakteristikan oleh defisiensi faktor VIII, bentuk paling
umum yang ditemukan, terutama pada pria.
2. Hemofilia B : dikarakteristikan oleh defisiensi faktor IX yang terutama
ditemukan pada pria.
3. Penyakit Von Willebrand dikarakteristikan oleh defek pada perlekatan
trombosit dan defesiensi faktor VIII dapat terjadi pada pria dan wanita.
(Wiwik Handayani, 2008)
Berdasarkan derajatnya, hemophilia terbagi atas :
1. Hemofilia berat, jika faktor pembekuan darah kurang dari 1%
2. Hemofilia sedang, jika faktor pembekuan darah antara 1-5%
3. Hemofilia ringan, jika faktor pembekuan darah antara 6-30%
Hemophilia ringan gejalanya hanya berupa darah lama membeku setelah
cabut gigi, operasi atau saat terluka. Hemophilia berat, 90% sudah dapat
didiagnosis pada usia dibawah 1 tahun.
(www.info-sehat.com)

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan waktu perdarahan yang
normal (perempuan : 3,9 - 5,6 X 1012/L dan laki-laki : 4,5 – 6,5 1012/L), tetapi
PTT (partial thromboplastin time) memanjang. Terjadi penurunan pengukuran
faktor VIII. Selanjutnya dapat juga dilakukan pemeriksaan prenatal untuk gen
yang bersangkutan.
(Wiwik Handayani, 2008)
Pemeriksaan penunjang ini pertama (skrining pembekuan dasar)
diantaranya :
1. Hitung darah lengkap : terutama jumlah trombosit, hemoglobin dan
leukosit penting untuk mengetahui aplasia sumsum tulang atau leukemia.
2. Skrining pembekuan : waktu protrombin (prothrombin time [PT]:
memanjang pada defisiensi faktor I, II, V, X, atau VII), waktu
tromboplastin parsial teraktivasi (activated partial thromboplastin time
[APTT], memanjang pada defisiensi/inhibisi faktor I, II, V, VIII, IX, X,
XI, atau XII) dan jika diindikasikan waktu thrombin (thrombin time [TT],
memanjang pada defisiensi fibrinogen, polimerisasi fibrinogen dihambat
oleh produk degradasi fibrin (FDP) atau jika ada heparin yang
menghambat thrombin). Jika waktu pembekuan memanjang, penambahan
plasma normal (yang mengandung semua faktor pembekuan) akan
membedakan faktor perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi faktor
pembekuan (pembekuan terkoreksi) dan yang disebabkan oleh inhibisi
(pembekuan tidak terkoreksi). Inhibitor yang sering dijumpai adalah
antikoagulan lupus, yang secara paradox berhubungan dengan status
prokoagulan dan bukan dengan perdarahan.
3. Aktivitas faktor VIII, faktor von willebrand (VWF) : periksa antigen VWF
bila ada kecurigaan gangguan herediter.
4. Waktu perdarahan setelah luka pada kulit sedalam 1 mm dan sepanjang 1
cm. waktu perdarahan memanjang bila ada defisiensi atau defek pada
trombosit, dan pemeriksaan lanjutan yang harus dilakukan adalah tes
agregasi trombosit in vitro.
Jika sudah jelas pada perdarahan abnormal pada pemeriksaan
penunjang ini pertama tidak ditemukan apa-apa, lakukan pemeriksaan
penunjang ini kedua. Yang terutama harus dicari adalah penyakit von
willebrand, karena pada penyakit ini hasil skrining dasarnya bisa normal.
Waktu perdarahan adalah pemeriksaan yang sulit dilakukan bahkan oleh
ahlinya dan digantikan oleh pemeriksaan in vitro alternative, seperti tes
PFA 100. Agregasi trombosit bisa sedikit terpengaruh oleh kelainan pada
penyimpanan, jadi pemeriksaan kandungan nukleotida trombosit
dilakukan secara rutin. Defisiensi faktor XIII dan defisiensi α2-antiplasmin
adalah kelainan perdarahan autosomal resesif yang jarang dijumpai,
keduanya tidak mempengaruhi hasil tes skrining, sehingga baru
dipertimbangkan bila hasil anamnesis baik dan tes ini pertama negative,
terutama bila orang tua penderita memiliki hubungan darah.
F. Terapi Medis
Penatalaksanaan yang lazim dilakukan pada klien ini adalah sebagai
berikut :
1. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
2. Pemberian konsentrat faktor VIII dan IX pada klien yang mengalami
perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi
dan pembedahan
3. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM (karena aspirin dapat
meningkatkan perdarahan, penderita hemophilia dianjurkan jangan
sembarang mengkonsumsi obat-obatan. Langkah terbaik adalah
mengkonsultasikan lebih dulu kepada dokter)
4. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
5. Bidai dan alat orthopedi bagi klien yang mengalami perdarahan otot dan
sendi
(Wiwik Handayani,2008)
Penatalaksaan lainnya dapat dilakukan dengan :
1. Terapi Suportif
Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor anti
hemofilia yang kurang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
 Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan.
 Merncanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar
aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50% .
 Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan
tindakan pertama seperti rest, ice, compression, elfation (RICE) pada
lokasi perdarahan.
 Kortiksteroid. Pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk
menghilangkan proses inflamasi pada sinofitis akut yang terjadi setelah
serangan akut hemartrosis. Pemberian prednison 0,5-1 mg/kg BB/hari
selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejal sisa berupa kaku
sendi (artrosis) yang mengganggu aktifitas harian serta menurunkan
kualitas hidup pasien hemofilia.
 Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien
hemartrosis dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang
tidak mengganggu agregasi trombosit (harus dihindari pemakaian
aspirin dan antikoagulan).
 Rehabilitasi medik. Sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara
komprehensif dan holistik dalam sebuah tim, karena keterlambatan
pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik
fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medik
arthritis hemofilia meliputi : latihan aktif/pasif, terapi dingin dan panas
(hati-hati), penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi
serta edukasi.
2. Terapi pengganti faktor pembekuan
Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk
menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia
dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut
dibutuhkan faktor anti hemofilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya
yang tinggi.
Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia
dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX, baik rekombinan,
konsentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak
faktor-faktor pembekuan tersebut. Pemberian biasanya dilakukan dalam
beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik; serta khususnya
selama fisioterapi.
3. Konsentrat F VIII/F IX
Hemofilia A berat maupun hemofilia ringan dan sedang dengan
episode perdarahan yang serius membutuhkan koreksi faktor pembekuan
dengan kadar yang tinggi yang harus diterapi dengan konsentrat F VIII
yang telah dilemahkan virusnya.
Faktor IX tersedia dalam 2 bentuk yaitu prothrombin complex
concentrates (PCC) yang berisi F II, VII, IX dan X, dan purified F IX
concentrates yang berisi sejumlah F IX tanpa faktor yang lain. PCC dapat
menyebabkan trombosis paradoksikal dan koagulasi intravena tersebar
yang disebabkan oleh sejumlah konsentrat faktor pembekuan lain. Risiko
ini dapat meningkat pada pemberian F IX berulang, sehingga purified
konsentrat F IX lebih diinginkan.
Metode perhitungan alternatif lain adalah satu unit F VIII mampu
meningkatkan aktivitasnya didalam plasma 0.02 U/ml (2%) selama 12
jam; sedangkan satu unit F IX dapat meningkatkan aktivitasnya didalam
plasma sampai 0,01 U/m (1%) selam 24 jam.
4. Kriopresipitat AHF
Kriopresipitat AHF adalah salah satu komponen darah non selular
yang merupakan konsentrat plasma tertentu yang mengandung F VIII,
fibrinogen, faktor von Willebrand. Dapat diberikan apabila konsentrat F
VIII tidak ditemukan. Satu kantong kriopresipitat berisi 80-100 U F VIII.
Satu kantong yang mengandung kriopresipitat 100 U F VIII dapat
meningkatkan F VIII 35%. Efek samping dapat terjadi reaksi alergi dan
demam.
5. 1-deamino 8-D Arginin Vasopresin (DDAVP) atau Desmopresin
Hormone sintetic anti diuretik (DDAVP) merangsang peningkatan
kadar aktivitas F VIII didalam plasma sampai 4 kali, namun bersifat
sementara. Sampai saat ini mekanisme kerja DDAVP belum diketahui
seluruhnya, tetapi dianjurkan untuk diberikan pada hemofilia A ringan dan
sedang dan juga pada karier perempuan yang simptomatik. Pemberian
dengan cara intravena dengan dosis 0.3 mg/kg BB dalam 30-50 NaCl
0.9% selam 15-20 menit dengan lama kerja 8 jam. Efek puncak pada
pemberian ini dicapai dalam waktu 30-60 menit. Pada tahun 1994 telah
dilkeluarkan konsentrat DDAVP dalam bentuk semprot intranasal. Dosis
yang dianjurkan untuk pasien dengan BB <50 kg 150 mg (sekali semprot),
dan 300 mg untuk pasien dengan BB >50 kg (2 kali semprot), dengan efek
puncak terjadi setelah 60-90 menit.
Pemberian DDAVP untuk pencegahan terhadap kejadian
perdarahan sebaiknya dilakukan setiap 12-24 jam.
Efek samping yang dapat terjadi berupa takikardia, flushing,
trombosis (sangat jarang) dan hiponatremia. Juga bisa timbul angina pada
pasien dengan PJK.
6. Antifibrinolitik
Preparat antifibrinolitik digunakan pada pasien hemofilia B untuk
menstabilisasikan bekuan/ fibrin dengan cara menghambat proses
fibrinolisis. Hal ini ternyata sangat membantu dalam pengolahan pasien
hemofilia dengan perdarahan; terutama pada kasus perdarahan mukosa
mulut akibat ekstraksi gigi karena saliva banyak mengandung enzim
fibrinolitik. Epsilon aminocaproic acid (EACA) dapat diberikan secara
oral maupun intravena dengan dosis awal 200 mg/ kg BB, diikuti 100
mg/kg BB setiap 6 jam (maksimum 5 g setiap pemberian). Asam
traneksamat diberikan dengan dosis 25 mg/kg BB (maksimum 1,5 g)
secara oral, atau 10 mg/kg BB (maksimum 1 g) secara intravena setiap 8
jam. Asam traneksamat juga dapat dilarutkan 10% bagian dengan cairan
parenteral, terutama salin normal.
7. Terapi Gen
Penelitian terapi gen dengan menggunakan vektor retrovirus,
adenovirus dan adeno-associated virus memberikan harapan baru bagi
pasien hemofilia. Saat ini sedang intensif dilakukan penelitian invivo
dengan memindahkan vector adenovirus yang membawa gen antihemofilia
kedalam sel hati. Gen F VIII relative lebih sulit dibandingkan gen F IX,
karena ukuranya (9 kb) lebih besar; namun akhirnya tahun 1998 para ahli
berhasil melakukan pemindahan plasmid-based factor VIII secara ex vivo
ke fibroblas.
(Aru W. Sudoyo, 2009)
Perawatan pada hemophilia :
a. Perawatan kesehatan secara umum
1) Mengkonsumsi makanan atau minuman yang sehat dan menjaga
berat tubuh agar tidak berlebihan. Karena berat berlebih dapat
mengakibatkan perdarahan pada sendi dibagian kaki (terutama
pada kasus hemophilia berat)
2) Melakukan kegiatan olahraga. Berkaitan dengan olah raga,
perhatikan beberapa hal berikut :
 Olah raga akan membuat kondisi otot yang kuat, sehingga bila
terbentur otot tidak mudah terluka dan perdarahan dapat
dihindari.
 Bimbingan seseorang fisio-terapis atau pelatih olah raga yag
memahami hemophilia akan sangat bermanfaat.
 Bersikap bijaksana dalam memilih jenis olah raga: olah raga
yang berisiko adu fisik seperti sepak bola atau gulat sebaiknya
dihindari. Olah raga yang sangat dianjurkan adalah renang.
 Bimbingan seorang fisio-terapis dari klinik rehabilitasi medis
diperlukan pula dalam kegiatan melatih otot pasca perdarahan.
3) Rajin merawat gigi dan gusi dan melakukan pemeriksaan
kesehatan gigi dan gusi secara berkala/rutin, paling tidak setengah
tahun sekali, ke klinik gigi.
4) Mengikuti program imunisasi. Catatan bagi petugas medis adalah
suntikan imunisasi harus dilakukan dibawah kulit (subkutan) dan
tidak ke dalam otot, diikuti penekanan lubang bekas suntikan
paling sedikit 5 menit.
5) Menghindari penggunaan aspirin. Karena aspirin dapat
meningkatkan perdarahan. Penderita hemophilia dianjurkan jangan
sembarang mongkonsumsi obat-obatan. Langkah terbaik adalah
mengkonsultasikan lebih dulu kepada dokter.
6) Memberi informasi kepada pihak-pihak tertentu mengenai kondisi
hemophilia yang ada. Misalnya kepada pihak sekolah, dokter
dimana penderita berobat, dan teman-teman di lingkungan terdekat
secara bijaksana.
b. Perawatan kesehatan secara khusus
1) Pertolongan pertama
Pertolongan pertama pada saat terjadi luka kecil atau lecet maupun
memar biru dikulit adalah :
a. Membersihkan luka kecil yang terbuka terlebih dahulu dengan
gangguan menggunakan alkohol
b. Member tekanan dalam waktu lama pada luka tersebut. tekanan
diberikan dengan menggunakan bantal kapas berbungkus kain
kasa/perban. Penekanan dilakukan baik dengan jari tangan atau
perban elastis.
c. Member kompres es/ dingin pada luka. Kompres es/dingin
dapat berupa handuk basah terbungkus plastic yang telah
disimpan dilemari pendingin. Kompres es/dingin dilakukan
dengan melindungi kulit terlebih dahulu dengan selapis kain.
d. Dengan melindungi kulit lebih dulu dengan selapis kain. Yang
berguna untuk menghindari kerusakan kulit.

2) Replacement therapy
Perdarahan pada hemophilia, seringkali menuntut
pertolongan yang disebut Replacement terapi, yaitu pemberian
faktor pembeku darah sesuai yang dibutuhkan, baik dalam bentuk
transfuse plasma. Transfuse plasma tersebut adalah Cryoprecipitate
untuk plasma yang menganung faktor VIII atau Fresh Frozen
Plasma (plasma segar beku) yang mengandung faktor IX.
Keduanya melalui pembuluh darah vena. Pemberian dosis dan
jadwal replace terapi berdasarkan analisa dokter hematologi.
3) R, I, C dan E
Apa yang harus dilakukan ketika terjadi perdarahan di otot
dan sendi, baik sebelum maupun sesudah mendapatkan
Replacement Therapy
 R: Rest atau istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka. Bila
kaki yang mengalami perdarahan, gunakan alat bantu seperti
tongkat.
 I: Ice atau kompres bagian tubuh yang terluka dan daerah
sekitarnya dengan es atau bahan lain yang lembut dan
beku/dingin
 C: Compress atau tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang
mengalami perdarahan tidak dapat bergerak (imobilisasi).
Gunakan perban elastis namun perlu di ingat, jangan tekan dan
ikat terlalu keras
 E: Elevation atau letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi
lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan diatas benda yang
lembut seperti bantal

G. Patofisiologi
Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada
jaringan yang letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi
karena gangguan pada tahap pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan
dibahas gangguan pada tahap pertama, dimana tahap pertama tersebutlah yang
merupakan gangguan mekanisme pembekuan yang terdapat pada hemofilia A
dan B. Perdarahan mudah terjadi pada hemofilia, dikarenakan adanya
gangguan pembekuan, di awali ketika seseorang berusia ± 3 bulan atau saat-
saat akan mulai merangkak maka akan terjadi perdarahan awal akibat cedera
ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan berikutnya. Hemofilia juga dapat
menyebabkan perdarahan serebral, dan berakibat fatal. Rasionalnya adalah
ketika mengalami perdarahan, berarti terajadi luka pada pembuluh darah
(yaitu saluran tempat darah mengalir ke seluruh tubuh) kemudian daraha
keluar dari pembuluh. Pembuluh darah mengerut/ mengecil dan keeping darah
(trombosit) akan menutup luka pada pembuluh apabila kekurangan jumlah
faktor pembeku darah tertentu. Mengakibatkan anyaman (benang fibrin)
penutup luka tidak terbentuk sempurna. Akibatnya darah tidak berhenti
mengalir keluar pembuluh. Sehingga terjadilah perdarahan.
(www.info-sehat.com)

H. Pathways dengan Masalah Keperawatan

Faktor penyebab
(herediter)
Tidak ada/kurang faktor pembekuan darah VIII/IX

Trauma

Luka pada pembuluh darah

Darah keluar dari pembuluh darah

Pembuluh darah mengerut atau mengecil

Trombosit akan menutup luka pada pembuluh

Kekurangan jumlah faktor pembeku darah

Anyaman penutup tidak tertutup sempurna

Darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh

Perdarahan

I. Pengkajian
1. Tanyakan mengenai riwayat keluarga dengan kelainan perdarahan.
2. Tanyakan tentang perdarahan yang tidak seperti biasanya, manifestasi
hemofilia meliputi perdarahan lambat dan menetap setelah terpotong atau
trauma kecil, perdarahan spontan dan petekie tidak terjadi pada hemofilia.
Penyakit didiagnosis awal pada bayi baru lahir, bila perdarahan lama
menetap terjadi setelah sirkumsisi.
3. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan perdarahan selama periode
eksaserbasi :
 Pembentukan hematoma (subkutan atau intramuskular)
 Neuropati perifer karena kompresi saraf perifer dan hemoragi
intramuscular
 Hemoragi intramuskular ―> sakit kepala, gangguan penglihatan,
perubahan pada tingkat kesadaran, peningkatan TD dan penurunan
frekuensi nadi, serta ketidaksamaan pupil
 Hemartrosis―> perdarahan pada sendi
 Hematuria
 Epistaksis
4. Pemeriksaan diagnostik
 Faktor-faktor pemeriksaan digunakan untuk mengidentifikasi apakah
faktor pembekuan tak cukup
 Masa tromboplastin parsial akan memanjang
5. Kaji pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan tindakan
6. Kaji dampakkondisi pada gaya hidup baru
(Wiwik Handayani,2008)

J. Analisa Data : Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosis keperawatan yang muncul
adalah:
1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan sendi dan kekakuan yang
ditimbulkanya
2. Risiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan perdarahan tidak
terkontrol sekunder terhadap hemofilia
3. Risiko tinggi terhadap perubahan penatalaksanaan pemeliharaan dirumah
yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,
pengobatan, dan tindakan perawatan diri
4. Risiko tinggi terhadap gangguan konsep diri yang berhubungan dengan
kesulitan beradaptasi pada kondisi kronis
(Wiwik Handayani,2008)

K. Intervensi
Diagnosa 1
Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan sendi dan kekakuan yang
ditimbulkanya.

Intervensi Rasional
1. Kolaborasi pemberian analgetik oral 1. Untuk mengurangi rasa nyeri
non-opioid
2. Motivasi klien untuk bergerak 2. Dengan bergerak perlahan
perlahan diharapkan dapat mencegah stress
pada sendi yang terkena
3. Lakukan relaksasi dengan 3. Rendam air hangat dapat mengurangi
menyuruh klien berendam air nyeri
hangat
4. Bantu klien menggunakan alat 4. Alat Bantu berguna untuk
bantu memindahkan beban tubuh pada
sendi yang nyeri

Diagnosa 2
Risiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan perdarahan tak
terkontrol sekunder terhadap hemofilia.
Intervensi Rasional
1. Untuk cedera kepala, pantau status 1. Cedera kepala mempredisposisikan
neurologist setiap 1-2 jam, beritahu hemoragi intracranial. Posisi tegak
dokter pada saat terjadi deficit membantu menurunkan tekanan
neurologist terdeteksi, missal :sakit intracranial berkenaan dengan
kepal, mual, muntah. Pertahankan perdarahan pada intracranial.
tirah baring pada posisi semifowler
atau fowler.

2. Untuk hemartrosis 2. Degenerasi sendi dapat


 Pantau status neurovascular dari menyebabkan perdarahan menetap
ekstermitas yang sakit. Beritahu pada sendi. Kompres dingin
dokter bila pembengkakan sendi membantu menghentikan
berlanjut atau nyeri menetap perdarahan. Imobilitas selama
atau kebas dan kesematan terjadi episode perdarahan menurunkan
pada saat tindakan telah dimulai sirkulasi dan meningkatkan
selama 24 jam. bantuan pada control perdarahan.
 Pertahankan tirah baring pada Latihan membantu
sendi yang sakit ditinggikan, mempertahankan fleksibilitas
berikan kompres es. sendi.
 Mulai latihan rentang gerak
pasif. Bila pembengkakan telah
berkuranng, berikan alat Bantu
untuk ambulasi.
 Berikan analgesik sesuai dengan
yang diresepkan.

3. Hindari mengukur suhu rectal, 3. Untuk menurunkan risiko


berikan obat-obatan oral bila perdarahan
mungkin. Rotasi sisi injeksi dan
tekan sisi selama 5-10 menit.
4. Untuk pembengkakan jaringan atau 4. Risiko obstruksi jalan napas besar
di sekitar leher, hidung, faring atau pada cedera leher berat
esophagus;
 Pantau frekuensi pernapasan dan
bunyi napas
 Pertahankanjalan napas dan alat
pengisap pada sisi tempat tidur
 Pertahankan ketersediaan alat
trakeostomi

Diagnosa 3
Risiko tinggi terhadap perubahan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah yang
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi pengobatan dan
tindakan perawatan diri.
Intervensi Rasional
1. Evaluasi pemahaman klien dan 1. Penyuluhan kesehatan
keluarga tentang kondisi, pastikan meningkatkan kepatuhan klien
bahwa klien dan keluarga pada program terapeutik yang
memahami : ditentukan
 Sifat kondisi : apa dan
bagaimana menurunkan insiden
pada keturunan
 Tujuan tindakan yang
ditentuakan
2. Rujuk klien dan keluarga pada 2. Lembaga ini dapat memberikan
lembaga lokal dari yayasan informasi tertulis tentang semua
hemofilia nasional. aspek-aspek dari hemofilia

3. Ajarkan klien dan keluarga tentang 3. Tindakan-tindakan ini ditujukan


tindakan-tindakan perawatan diri pada pencegahan perdarahan
untuk mencegah cidera. Instruksi
meliputi :
 Hindari melakukan olahraga
kontak
 Hindari jalan tanpa alas kaki
 Hindari aspirin dan produk-
produk yang mengandung
aspirin
 Informasikan kepada
professional keperawatan
kesehatan tentang kondisi klien
4. Ajarkan tindakan pertolongan 4. Intervensi garis depan penting
pertama terhadap cedera. untuk mencegah kerusakan
 Terpotong dan abrasi : berikan jaringan permanen, tindakan ini
tekanan kuat selama 5 menit, membantu mengontrol perdarahan
bila perdarahan berlanjut,
berikan kriopresitat
 Hemartrosis : tirah baring dan
imobilisasi sendi yang sakit.
Tinggikan tungkai yang sakit
dan berikan kompres es.
5. Instruksikan keluarga dan klien 5. Penderita hemofilia harus belajar
untuk menghubungi dokter atau masalah mana yang dapat diatasi di
UGD bila terjadi hal-hal sebagai rumah dan mana yang memerlukan
berikut. pertolongan medis untuk
 Nyeri dan bengkak berat dari menghilangkan kerusakan jaringan
sendi yang tak hilang oleh permanent
tindakan bantuan pertama
 Cedera kepala
 Bengkak jaringan pada leher
atau dasar mulut
 Nyeri abdomen berat
 Hematuria
 Feses berwarna hitam
6. Evaluasi kemampuan klien dan/atau 6. Kualitas dan lamanya hidup dapat
orang terdekat untuk memberikan ditingkatkan dengan penyuluhan
faktor-faktor pembekuan. Ajarkan klien dengan penyakit kronis
dan biarkan klien dan/atau anggota bagaimana hidup dengan kondisi
keluarga mempraktikan bagaimana ini.
melakukan pungsi vena

Diagnosa 4
Risiko tinggi gangguan konsep diri yang berhubungan dengan kesulitan
beradaptasi pada kondisi kronis.
Intervensi Rasional
1. Biarkan klien dan keluarga 1. Mengekspresikan perasaan
mengungkapkan perasaan. membantu memudahkan koping.
Anjurkan keluarga untuk Perkembangan aktivitas normal
menghindari mengobati individu membantu meningkatkan harga diri.
dengan invalid. Tekankan perlunya
untuk mendorong partisipasi pada
perkembangan aktivitas normal
yang tidak akan menyebabkan
cedera fisik.

2. Jelaskan tentang semua tindakan 2. Pengetahuan tentang apa yang


yang diprogramkan dan diharapkan membantu mengurangi
pemeriksaan yang akan dilakukan. ansietas.

3. Lakukan pendekatan secara tenang 3. Pemecahan masalah sulit untuk


dan beri dorongan untuk bertanya orang yang cemas karena ansietas
serta berikan informasi yang merusak belajar dan persepsi.
dibutuhkan dengan bahasa yang Penjelasan yang jelas dan sederhana
jelas paling baik untuk dipahami. Istilah
medis dan keperawatan dapat
membingungkan klien dan
meningkatkan ansietas.

(Wiwik Handayani,2008)

L. Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1. Nyeri berkurang
a. Melaporkan berkurangnya nyeri setelah menelan analgetik
b. Memperlihatkan peningkatan kemampuan bertoleransi dengan gerakan
sendi
c. Mempergunakan alat bantu (bila perlu) untuk mengurangi nyeri
2. Risiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan perdarahan tak
terkontrol sekunder terhadap hemofilia
a. Mendemonstrasikan tidak ada lagi cedera jaringan
b. Mobilitas sendi normal, tidak ada memar
c. Tidak ada defisit neurologist permanen
3. Tidak terjadi perubahan penatalaksanaan pemeliharaan rumah
a. Mampu mendemonstrasikan keinginan untuk memenuhi rencana
terapeutik
b. Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan rencana terapeutik
4. Tidak terjadi gangguan konsep diri
a. Mampu mendemonstrasikan penerimaan diri pada situasi baru
b. Mampu mengungkapkan rencana untuk memasukkan keterbatasan ke
dalam gaya hidup baru
c. Mampu mengungkapkan penerimaan terhadap kondisi
d. Mampu mengungkapkan bebas dari rasa takut dan masalah
(Smeltzer Suzanne C, 2001)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan
melalui kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria
karena mereka hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya
menjadi pembawa sifat saja (carrier). Namun, wanita juga bisa menderita
hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu
pembawa carrier dan bersifat letal.
Penderita selalu dalam keadaan berbahaya, oleh karena perdarahan dapat
terjadi dengan mudah. Akan tetapi perdarahan itu harus ada penyebabnya,
tidak akan terjadi dengan spontan. Perdarahan yang terjadi terus-menerus dan
sukar dihentikan yang menyebabkan mautnya sipenderita atau kelainan-
kelainan yang berat.
B. Saran
Saran yang dapat kita berikan yaitu bagi penderita hemofilia agar
melakukan pemeriksaan rutin untuk mengetahui sejauh mana kondisi dan
seberapa parah penyakit yang diderita.
Untuk menghindari terjadinya hemofilia maka kita harus mengetahui cara-
cara mengatasi penyakit ini. Sebagai perawat kita harus mempunyai
pengetahuan dasar tentang faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya
hemofilia dan juga dalam memberikan asuhan keperawatan.

Daftar Pustaka

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Price, Sylvia A. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Hoffbrand, A.V. 2005. Kapita Selekta Hematologi Ed.4. Jakarta: EGC.
www.info-penyakit.com
Handayani & Hariwibowo.2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem. Jakarta: Salemba Medika.
Davey, Patrick. 2002. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai