Anda di halaman 1dari 21

1

BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT KURANG


MAMPU DALAM TEORI PERSPERKTIF KEADILAN
BERMATABAT DI LEMBAGA BANTUAN HUKUM ( LBH )
SOLOK

PROPOSAL

Disusun Oleh :

Nama Mahasiswa : SYAFRONI AGUS


NPM : 16.10.002.74201.123
Program Studi : Ilmu Hukum

Dosen Pembimbing
Bpk Dr. wendra yunaldi SH.MH

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT
BUKUTTINGGI
2019
2

B. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi

nilai-nilai keadilan sesuai dengan ideologi negara kesatuan Republik Indonesia

yaitu Pancasila tepatnya pada sila kelima yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi

Seluruh Rakyat Indonesia”. Berarti semua tata aturan harus didasarkan pada

hukum sesuai dengan Prinsip persamaan Kedudukan di muka Hukum.

sebagaimana yang tertuang pada Pasal 28D ayat (1) yang menyatakan “Setiap

orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum

yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum“.oleh karena itu

diperlukan keseimbangan “persenjataan di pengadilan” (equality of arms) di

mana semua orang harus memperoleh pembela yang profesional. Hal ini

menjadi sulit bagi orang miskin yang berperkara hukum.

Sebagai negara hukum “maka semua warga negara memiliki

kedudukan yang sama di hadapan hukum (Equality Before The Law), serta

mempunyai hak untuk dibela sebagai warga negara (accses to legal counsel),

dan hak untuk memperoleh keadilan (accses to justice)”1. Hak ini merupakan

hak dasar setiap manusia yang secara hukum memiliki harkat dan martabat

yang sama. Yang berrlaku bagi siapapun dan dimanapun tanpa ada diskriminasi

serta pembedaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemenuhan hak

ini merupakan tugas dan kewajiban negara sebagai wadah atau induk yang

1
Rianda Seprasia, S.H, Implementasi Bantuan Hukum Dan Permasalahannya, 2008
3

mengatur kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Hal ini sesuai dengan

International Covenant on Civil and Political Rights Pasal 14 yang mengatur

tentang persamaan hak di pengadilan. Salah satu bentuk kewajiban Negara ini

adalah pendanaan bantuan hukum yang sebagian besar harus bersumber dari

negara. Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 ditegaskan bahwa Indonesia

merupakan negara hukum. Sebagai konsekuensi dari negara hukum, hak untuk

mendapatkan bantuan hukum harus diberikan oleh negara dan itu merupakan

jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Oleh karena itu dengan

adanya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum

diharapkan dapat melindungi hak konstitusional setiap individu untuk

mendapatkan bantuan hukum selain itu juga diharapkan dapat mengakomodir

perlindungan terhadap masyarakat yang kurang mampu dalam menghadapi

kasus-kasus hukum.

Keadaan seseorang yang berbeda antara orang yang satu dengan

orang yang lainnya, tentu saja seharusnya tidak menjadi halangan atau

penghambat di dalam pelaksanaan bantuan hukum sebagai dasar acuan,

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum juga mengatur

mengenai kewajiban advokat dalam memberikan bantuan hukum bagi orang

atau kelompok orang miskin, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 huruf yang

menyatakan “bahwa permberi bantuan hukum berkewajiban untuk memberikan

bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum berdasarkan syarat dan tata

cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai dengan Perkarnya


4

selesai, kecuali ada alasan yang sah secara berdasarkan hukum” 2.Berdasarkan

Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma

sebanyak 50 am/tahun.

Todung Mulya Lubis berpendapat bahwa pendekatan advokat

bercirikan : individual, urban (perkotaan), pasif, legalistik, gerakan hukum

(legal movement), persamaan distribusi pelayanan (equal distribution

service)3.

Pasal 22 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18

Tahun 2003 tentang Advokat, terdapat kewajiban bagi para advokat untuk

memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma terutama kepada klien yang

tidak mampu. Bahkan pada Pasal 3 dari Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 tersebut dipertegas lagi dengan bahwa

bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana tercantum pada Pasal 2

meliputi tindakan hukum untuk Pencari Keadilan di setiap tingkat proses

pengadilan. Dilihat dari peraturan perundang-undangan tersebut di atas terlihat

jelas bahwa adanya kewajiban bagi advokat untuk memberikan bantuan hukum

secara cuma-cuma.

Tujuan program bantuan hukum tersebut tercantum di dalam


Anggaran Dasar Lembaga Bantuan Hukum, yang intinya adalah sebagai
berikut :4

2
Bambang Sunggono, et.al, Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia, penerbit CV Mandar
Maju,1994,hlm 4.
3
Todung Mulya Lubis, Catatan Hukum Todung Mulya Lubis Mengapa Saya Mencintai Negeri
Ini?, Penerbit Buku Kompas, 2007, hlm 26
4
Bambang Sunggono, Op.Cit, hlm. 5.
5

“Di samping memberikan pelayanan bantuan hukum kepada


masyarakat yang membutuhkannya, Lembaga Bantuan Hukum
berambisi untuk mendidik masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya
dengan tujuan menumbuhkan dan membina kesadaran akan hak-hak
sebagai subyek hukum. Lembaga Bantuan Hukum juga berambisi
turut serta mengadakan pembaharuan hukum dan perbaikan
pelaksanaan hukum disegala bidang.
Ketiga tujuan dari Lembaga Bantuan Hukum tersebut adalah
merupakan suatu kesatuan yang bulat yang hendak dicapai oleh
Lembaga Bantuan Hukum dalam rangka pembangunan nasional.
Ketiga-tiganya tidak dapat dipisahkan karena masing-masing adalah
merupakan aspekaspek saja daripada problema hukum yang besar
yang dihadapi oleh bangsa dan negara kita,oleh karena itu
pembangunannya harus juga dilakukan secara serentak sebagai suatu
kesatuan policy di dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan program
Bantuan Hukum di Indonesia”5.

Permasalahan timbul pada dewasa ini ketika nilai-nilai

konsumerisme dan hedonisme mulai menjangkiti dan merasuki setiap sendi

kehidupan bangsa Indonesia, tidak luput dalam sendi-sendi penegakan hukum.

Pada masa saat ini seakan-akan sarana dan prasarana untuk memperoleh jasa

hukum yang diberikan oleh advokat hanya dimiliki oleh segelintir orang atau

kelompok orang saja. Hal tersebut terlihat dari sulitnya masyarakat atau

golongan masyarakat tertentu yang kesulitan untuk memperoleh akses pada

bantuan hukum, di dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Pada dewasa

ini tentunya masyarakat sangat berharap terhadap pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 tahun 2008 tentang Persyaratan dan

Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara cuma-cuma dapat dijalankan

dengan baik sehingga akses masyarakat marginal (marginalized people) untuk

5
Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia Bukan
Belas Kasihan, Gramedia:Jakarta,2000 hlm.34
6

mendapatkan keadilan dan prinsip persamaan di hadapan hukum (justice for

all) dapat terwujud. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

42 Tahun 2013 Pada ketentuan umum pasal (1) tentang Syarat Dan Tata Cara

Pemberian Bantuan Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum dijelaskan

bahwa :

1. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan

Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

2. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.

3. Pemberi Bantuan Hukum adalah Lembaga Bantuan Hukum

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011

tentang Bantuan Hukum Pasal 2 dijelaskan bahwa Bantuan Hukum

dilaksanakan berdasarkan : (1) Keadilan, (2) Persamaan kedudukan di dalam

hokum, (3) Keterbukaan, (4) Efisiensi, (5) Efektifitas, (6) Akuntabilitas.

Syarat ketentuan Pemberi Bantuan Hukum dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 dalam Pasal 8 Ayat (2) meliputi :

1. Berbadan Hukum;

2. Terakreditasi berdasarkan Undan-undang ini;

3. Memiliki kantor dan sekretariat yang tetap;

4. Memiliki pengurus,dan;

5. Memiliki program Bantuan Hukum.

Ketentuan-ketentuan ini telah menunjukan secara tegas bahwa advokat

wajib memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miskin. Pelaksanaan

Bantuan Hukum di Indonesia, dengan mengacu pada uraian tersebut dapat


7

diketahui bahwa, pelaksanaan bantuan hukum di Indonesia belum dapat

dilaksanakan dengan baik, sama halnya dengan kondisi penyelenggaraan bantuan

hukum di Kabupaten Solok yang nampaknya belum dilaksanakan dengan baik.

Adanya pembahuruan secara normatif tentang Bantuan Hukum, tentu membawa

perubahan dalam implementasinya, hal inilah yang menjadikan penelitian ini

menarik untu diteliti. Maka, perlu diketahui lebih lanjut mengenai implementasi

bantuan hukum, khususnya di Wilayah Kabupaten solok yang saat ini. Di

Kabupaten Solok yang Permasalahan Hukum yang dialami masyarakat terdiri dari

berbagai macam kasus antara lain Pembunuhan, Narkoba, Pencurian, Penipuan,

Pemerkosaan, Penyerobotan lahan, illegal loging, Penambang Emas Tanpa Izin

(PETI) dan kasus lainnya,. Permasalahan yang ada dalam pemberian bantuan

hukum bagi masyarakat kurang mampu dalam teori perspektif keadilan bermatabat

di ( LBH ) solok masyarakat tidak mampu di Kabupaten solok yang melakukan

pelanggaran hukum selain karena terbatasnya advokat atau penasehat hukum yang

ada di Kabupaten soloka, menegakkan HAM dan equality before the law, serta

dalam mencapai due process of law, tentu menjadikan kewajiban pemberian

bantuan hukum menjadi hal yang penting untuk dapat dilaksanakan secara efektif.

Penelitian ini sangatlah penting, mengingat manfaat yang sangat besar yang akan

didapatkan ketika pelaksanaan bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu di

Kabupaten solok, yang dapat dilaksanakan secara efektif, selain itu juga

memberikan bentuk upaya reformasi hukum dalam aspek pemerataan keadilan.

Berdasarkan hal-hal seperti yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk

meneliti dan menulis tesis dengan judul :


8

“ BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT KURANG MAMPU

DALAM TEORI PERSPEKTIF KEADILAN BERMATABAT DI

LEMBAGA BANTUAN HUKUM ( LBH ) SOLOK ”

C. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian bantuan hukum bagi masyarakat

kurang mampu dalam teori perspektif keadilan bermatabat di Lembaga

Bantuan Hukum (LBH) solok ?

b. Apakah Kendala yang dihadapi dalam pemberian Bantuan Hukum bagi

masyarakat kurang mampu dalam teori perspektif keadilan bermatabat di

Lembaga bantuan hukum (LBH) solok

D. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah :

1. Memperoleh data pelaksanaan pemberian bantuan hukum bagi masyarakat

kurang mampu dalam teori perspektif keadilan bermatabat oleh Lembaga

Bantuan Hukum (LBH) Solok.

2. Mengetahui kendala yang di hadapi dalam pemberian bantuan hukum bagi

masyarakat kurang mampu dalam teori perspektif keadilan bermatabat di

lembaga bantuan hukum ( LBH ) solok.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Objektif
9

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengembangkan

ilmu pengetahuan dan menambah wawasan terutama untuk menemukan

jawaban atas permasalahan yang dikemukakan dalam perumusan masalah

di atas yakni mengenai pelaksanaan bantuan hukum bagi masyarakat kurang

mampu dalam teori perspektif keadilan bermatabat di (LBH) solok dalam

menyelesaikan perkara di solo dan kendala yang di hadapi dalam pemberian

bantuan hukum bagi masyarakat kurang mampu dalam teori perspektif

keadilan bermatabat di lembaga bantuan hukum ( LBH ) solok.k. Penelitian

ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

perkembangan informasi dan keilmuan hukum pada umumnya.

2. Manfaat Subjektif

a. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

penulis, khususnya mengenai pelaksanaan bantuan hukum bagi

masyarakat kurang mampu dalam teori perspektif keadilan bermatabat

di (LBH) solok dalam menyelesaikan perkara di solok dan kendala yang

di hadapi dalam pemberian bantuan hukum bagi masyarakat kurang

mampu dalam teori perspektif keadilan bermatabat di lembaga bantuan

hukum ( LBH ) solok.

b. Bagi Lembaga Bantuan Hukum

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi Lembaga Bantuan Hukum agar Lembaga Bantuan

Hukum dapat lebih berperan aktif dalam memberikan bantuan hukum


10

dan pelaksanaan bantuan hukum tanpa mengalami hambatan dalam

proses pemberian bantuan hukum bagi masyarakat kurang mampu dalam

teori perspektif keadilan bermatabat di (LBH) solok.

c. Bagi Advokat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi advokat dalam pemberian bantuan hukum bagi

masyarakat kurang mampu dalam teori perspektif keadilan bermatabat

oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Solok.

d. Bagi Warga Negara Indonesia

Dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi seluruh

warga negara Indonesia dalam proses pemberian bantuan hukum secara

cuma-cuma, khususnya yang membutuhkan bantuan hukum dalam

penyelesaian sengketa hukum supaya setiap warga negara dapat

mendapatkan keadilan sebagai hak-haknya sebagai warga negara.

F. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Bantuan Hukum

Terdapat dua istilah terkait dengan bantuan hukum yaitu legal aid dan

legal assistance. Istilah legal aid biasanya dipergunakan untuk

menunjukkan pengertian bantuan hukum dalam artisempit, yaitu

“pemberian jasa-jasa di bidang hukum kepada seseorang yang terlibat

dalam suatu perkara secara cuma-cuma khususnya bagi merekayang tidak


11

mampu”6. Menurut Adnan Buyung Nasution bantuan hukum atau (Legal

aid), merupakan pemberian jasa di bidang hukum kepada seseorang yang

terlibat dalam suatu kasus atau perkara:

1. “Pemberian jasa bantuan hukumdilakukan dengan cuma-cuma,


2. Bantuan jasa hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang tidak
mampu dalam lapisan masyarakat miskin,
3. Dengan demikian motifasi utama konsep legal aid adalah menegakkan
hukum dengan jalan membela kepentingan hak asasi rakyat kecil yang
tak punya dan buta hokum”7.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 16 Tahun

2011 tentang Bantuan Hukum (UU No. 16 Tahun 2011) yang dimaksud

dengan bantuan hukum adalah “jasa hukum yangdiberikan oleh pemberi

bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hokum”8.

Todung Mulya Lubis mengkritisi bentuk bantuan hukum yang bersifat

tradisional dan individual dengan mengemukakan sejumlah kelemahannya

yaitu:

a. Bantuan hukum yang bersifat tradisional dan individual hanya bersifat

.mengobati. tetapi tidak mencari dan menyembuhkan penyebab

penyakit tersebut dimana masyarakat sebelumnya telah diasingkan

dari hak-haknya sendiri.

b. Sistem hukum yang ada masih menunjang bentuk-bentuk bantuan

hukum tradisional dan individual, di mana proses penyelesaian hukum

6
Siti Aminah, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, Yayasan Obor Indonesia : Jakarta,2009,
hlm48.
7
Adnan Buyung Nasution, dkk, Bantuan Hukum, Akses Masyarakat Marginal Terhadap Keadilan:
tinjauan sejarah, konsep, kebijakan dan perbandingan, (LBH, Jakarta, 2007) hlm13.
8
Loc. Cit
12

masih berkisar pada pengadilan dan proses beracara yang ada

didalamnya

c. Bersifat kekotaan, karena para ahli hukum yang menyediakan layanan

bantuan hukum ada di perkotaan dan tidak mudah dijangkau oleh

masyarakat perdesaan dan wilayahwilayah yang sulit dijangkau.

d. Sifatnya pasif, menunggu masyarakat miskin menyadari hakhaknya

dan mengklaimnya.

e. Terlalu terikat pendekatanpendekatan hukum, bukan bagaimana

membantu penyelesaian secara cepat atau mengatasi konflik.

f. Masih berjalan sendiri, tidak bekerjasama dengan organisasi bantuan

hukum, padahal organisasi bantuan hukum dianggap paling cepat

menyelesaikan konflik.

g. Belum mengarah pada terciptanya gerakan sosial, dimana gerakan

bantuan hukum dikaitkan denganpower resources sehingga posisi

masyarakat akan lebih kuat dan mempercepat penyelesaian konflik

pusat pinggiran.

2. Hakikat Bantuan Hukum

Pada hakikatnya, pemberianbantuan Hukum kepada masyarakat

miskin yang diberikan oleh Advokat, tidak terlalu berbeda dengan konsep

Bantuan Hukum diberikan oleh Advokat pada umumnya. Yaitu “ bantuan

hukum yang meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha

negara baik litigasi maupun non-litigasi”9. Yang membedakan pemberian

9
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
13

bantuan hukum kepada masyarakat miskin dengan bantuan hukum

umumnya terletak pada penerima bantuan hukum yang diberikan kepada

orang atau kelompok orang miskin dan diberikan secara cuma-cuma. Hal

ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 UU No. 16 Tahun 2011 yang

menyebutkan bahwa:

(1) “ Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat


1 meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat
memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri.
(2) Hak dasar sebagaimana dimak-sud pada ayat (1) meliputi hak atas
pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan
berusaha, dan/atau perumahan. Dengan melihat hakikat bantuan hukum
tersebut, maka organisasiorganisasi, bantuan hukum sangat
diperlukan”10.

3. Fungsi Bantuan Hukum

Paling tidak terdapat empat fungsi yang dijalankan melalui pemberian

bantuan hukum yaitu:

1. “Dengan adanya bantuan hukum akan terwujud persamaan di hadapan


hukum.Proses hukum yang fair dan impartial hanya akan terjadi apabila
pihak-pihak yang bersengketa memiliki posisi dan kekuatan yang seimbang,
terutama dari sisi pengetahuan dan keterampilan hokum.
2. Apabila proses hukum berjalan secara fair dan impartial, semua kebenaran
materiil dapat terungkap. Dengan adanya posisi dan kekuatan yang
seimbang, manipulasi dan hegemoni atas fakta dan kebenaran dapat
dicegah. Dengan demikian, bantuan hukum berfungsi memperkuat upaya
menegakkan keadilan substansial melalui proses hukum yang fair dan
impartial;
3. Bantuan hukum memberikan ruang interaksi antara para ahli dan profesi
hukum dengan masyarakat umum. Interaksi itu akan menumbuhkan
pemahaman dan kesadaran bagaimana memposisikan suatuaturan hukum
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum adalah seperangkat
aturan yang harus dipatuhi. Jika terdapat permasalahan harus diselesaikan
melalui jalur hukum, termasuk pada saat terdapat aturan yang merugikan
hak konstitusional warga negara juga harus diselesaikan melalui mekanisme

10
Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata
Cara Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma.
14

hukum. Bantuan hukum berfungsi untuk membangun budaya kepatuhan


terhadap hukum sebagai salah satu ciri utama masyarakat yang beradab;
4. Kepatuhan terhadap hukum hanya akan berkembang pada saat masyarakat
memahami kedudukan dan materi aturan hukum. Pemahaman tersebut
dengan sendirinya akan meningkatkan keberdayaan hukum masyarakat
yang sangat diperlukan, baik untuk melakukan hubungan hukum, menjalani
prosedur hukum, bahkan untuk mengkritisi materi serta praktik penegakan
hokum”11.

4. Tujuan Bantuan Hukum

Menurut Pasal 3 UU No. 16 Tahun 2011 juga mempunyai tujuan:

a. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk

mendapatkan akses keadilan;

b. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan

prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan

secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan

d. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat

dipertanggungjawabkan.

5. Pemberi Bantuan Hukum

Undang-undang Bantuan hokum mendefenisikan pemberian

bantuan hukum sebagai lembaga bantuan hokum atau organisasi

kemasyarakatan yang memberikan layanan bantuan hokum ( pasal 1 ayat

3). Berdasarkn ketentuan tersebut maka pemberian bantuan hokum kepada

masyarakat tidak mampu melekat pada fungsi dan peran sebuah organisasi.

11
Martiman Prodjohamidjo, Penasihat Dan Organisasi Bantuan Hukum, Ghalia
Indonesia, Jakarta,1982 hlm.19
15

Untuk menjadi pemberi bantuan hukum ada beberapa syarat yang

harus dipenuhi yaitu “(a) berbadan hokum, (b) terakreditasi berdasarkan

Undang-undang, (c) memiliki kantor atau secretariat yang tetap, (d)

memiliki pengurus, (e) memiliki program bantuan hokum.”12

6. Penerima bantuan hukum

Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang

miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri

yang menghadapi masalah hukum.Sedangkan dalam SEMA no 10 tahun

2010 tentang pedoman pemberian bantuan hukum pasal 27 dinyatakan

bahwa yang berhak mendapatkan jasa dari pos bantuan hukum adalah

“orang yang tidak mampu membayar jasa advokat terutama perempuan dan

anak anak serta penyandang disabilitas sesuai peraturan perundang

undangan yang berlaku”.13

7. Hak Hak dan kewajiban Penerima Bantuan Hukum

1. Hak penerima bantuan hukum

a. Mendapatkan bantuan hukum hingga masalah hukumnya selesai

dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama

penerima bantuan hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat

kuasa;

b. Mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan standar bantuan hukum

dan/atau Kode Etik Advokat; dan

12
Forum Akses keadilan untuk semua, Bantuan hokum untuk semua, 2012.diakses( tanggal 1-2-
2019)
13
Harifin A.Tumpa,Undang-undang no 10 tahun 2010,Pedoman pemberian bantuan
hokum,Jakarta : 30-82010
16

c. Mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan

pelaksanaan pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

2. Kewajiban Penerima Bntuan Hukum

a. Menyampaikan bukti, informasi,dan/atau keterangan perkara secara

benar kepada pemberi bantuan hukum;

b. Membantu kelancaran pemberian bantuan hukum.

8. Teori Perspektif Keadilan Bermartaba ( bantuan hukum dalam teori

perspektif keadilan bermatabat )

Teori keadilan bermatabat adalah “merupakan suatu keadilan yang

disediakan oleh sistem hukum yang berdimensi spiritual (rohaniah) dan

material (kebendaan)”14. Dalam perspektif Teori Keadilan Bermartabat,

bantuan hukum dengan demikian bukan sebaliknya membawa manusia

pencari keadilan yang tidak mampu untuk harus ditundukkan atau berhamba

kepada peraturan perundang-undangan. Ditinjau dari perspektif keadilan

bermartabat, pemberian bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu

merupakan salah satu perwujudan dari memanusiakan manusia, yaitu

perwujudan dari penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang.

Meskipun tidak mampu tetap harus mendapatkan bantuan dan pembelaan

oleh advokat. Hal tersebut juga merupakan wujud dari persamaan di depan

hukum. Meskipun orang tersebut tidak mampu tetap harus dipenuhi hak-

14
Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum (Nusa Media 2015) 109.
17

haknya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Salah satu

bentuk hak tersebut adalah memperoleh pembelaan dan bantuan hukum.

G. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan proposal ini adalah penelitian hukum

normatif yaitu penelitian yang mengkaji norma – norma yang berlaku

penelitian hukum normatif adalah penelitian kepustakaan. Penelitian hukum

normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan penelitian dari bahan

pustaka yang merupakan data sekunder berupa bahan hukum baik yang

bersifat khusus ataupun bersifat umum, dalam hal ini penelitian hukum

normatif mengkaji norma norma hukum positif yang berupa peraturan

perundang undangan yang berkaitan dengan peranan advokat dalam

pemberian bantuan hukum bagi masyarakat kurang mampu dalam teori

perspektif keadilan bermatabat di lembaga bantuan hukuim ( LBH ) kota

solok

2. Sumber Data

Data sekunder yang merupakan data utama dalam penelitian ini

bersumber dari :

a. Bahan hukum primer, berupa bahan-bahan hukum yang mengikat yang

meliputi :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ).

2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana.


18

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang

Bantuan Hukum.

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang

Advokat.

5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman.

6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2008

tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Secara cuma-cuma.

7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013

tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Dan

Penyaluran Dana Bantuan Hukum.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer seperti, buku-buku

yang berhubungan dengan masalah lembaga bantuan hukum, media

massa, hasil penelitian, web-site, pendapat dari para ahli di bidang hukum

dan literatur lainnya yang berkaitan dengan materi penelitian.

c. Bahan hukum tersier yakni bahan-bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder.

3. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara (Data Primer), yaitu :


19

Mengadakan wawancara langsung dengan narasumber untuk

memperoleh data yang diperlukan untuk penulisan hukum pada :

Bapak Samsudi Nofrizal, SH. pada Kantor LBH Kota Solok yang

beralamat di jalan

b. Studi Kepustakaan (Data Sekunder), yaitu :

Penelitian kepustakaan dilakukan untuk menunjang penelitian lapangan

yaitu dengan cara mempelajari, membaca dan memahami buku-buku

atau literatur, Peraturan perundangundangan dan pendapat ahli hukum

yang erat kaitannya dengan materi yang diteliti.

4. Metode Analisis

Metode analisis data yang dipergunakan dengan mengolah dan

menganalisis data yang telah diperoleh selama penelitian adalah analisis

kualitatif yaitu “analisis yang dilakukan dengan cara merangkai data yang

telah dikumpulkan secara sistematis, sehingga didapat suatu gambaran

tentang apa yang diteliti”15. Sedangkan metode berpikir yang digunakan

dalam mengambil kesimpulan ialah metode deduktif yaitu penyimpulan

dari pengetahuan yang bersifat umum, kemudian digunakan untuk menilai

suatu peristiwa yang bersifat khusus.

H . Sistematika Penulisan

Format penulisan hukum terdiri dari :Judul, Latar Belakang Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,

Metode Penelitian, Sistematika Penulisan, Daftar Pustaka.

15
Sugiyono, Metode penelitian pendidikan,Alfabeta : Bandung, 2013,hlm 283
20

I. Daftar Pustaka

Adnan Buyung Nasution, dkk,2007, Bantuan Hukum, Akses Masyarakat Marginal


Terhadap Keadilan: tinjauan sejarah, konsep, kebijakan dan perbandingan, (LBH, Jakarta)
hlm13.

Bambang Sunggono, et.al,1994, Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia, penerbit
CV Mandar Maju,hlm 4.

Frans Hendra Winarta, 2000, Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas
Kasihan, Gramedia:Jakarta, hlm.34

Forum Akses keadilan untuk semua,2019, Bantuan hokum untuk semua,


2012.diakses( tanggal 1-2)

Harifin A.Tumpa,Undang-undang no 10 tahun 2010,Pedoman pemberian bantuan


hokum,Jakarta : 30-8-2010

Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma.

Martiman Prodjohamidjo, Penasihat Dan Organisasi Bantuan Hukum, Ghalia


Indonesia, Jakarta,1982 hlm.19

Rianda Seprasia, S.H,2008, Implementasi Bantuan Hukum Dan Permasalahannya.

Siti Aminah, 2009, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, Yayasan Obor Indonesia :
Jakarta, hlm48

Sugiyono, 2013, Metode penelitian pendidikan,Alfabeta : Bandung, hlm 283

Todung Mulya Lubis, 2007, Catatan Hukum Todung Mulya Lubis Mengapa Saya
Mencintai Negeri Ini?, Penerbit Buku Kompas, hlm 26

Teguh Prasetyo, 2015, Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum, Nusa Media
hlm,109

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat


21

Anda mungkin juga menyukai