Anda di halaman 1dari 23

BAB II

ANALISIS KASUS

A. PENYAKIT JANTUNG REMATIK

1. Definisi

Penyakit jantung reumatik ( PJR ) adalah komplikasi yang paling serius dari
demam rematik. Demam rematik akut terjadi pada 0,3% kasus faringitis oleh
Streptococcus Beta Hemolitikus Grup A (SGA) pada anak. Sebanyak 39% dari pasien
dengan demam rematik akut akan berkembang menjadi pankarditis dengan berbagai
derajat disertai insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis, dan bahkan kematian.
Pada penyakit jantung rematik kronik, pasien dapat mengalami stenosis katup dengan
berbagai berbagai derajat regurgitasi, dilatasi atrium, aritmia, dan disfungsi ventrikel.1

2.Epidemiologi

Baik pada negara maju dan negara berkembang, faringitis dan infeksi kulit
(impetigo) adalah infeksi yang paling sering disebabkan oleh grup A streptococci, yang
merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan faringitis, dengan insidens puncak
pada anak usia 5-15 tahun. Faringitis streptokokal jarang terjadi pada 3 tahun pertama
kehidupan dan diantara orang tua. Diperkirakan sebagian besar anak-anak mengalami 1
episode faringitis per tahun, dimana 15-20% disebabkan oleh grup A streptococcus dan
hampir 80% oleh virus patogen. 5

Pada tahun 1994 diperikirakan 12 juta individu menderita demam rematik dan
penyakit jantung rematik di seluruh dunia, dengan sekurangnya 3 jula menderita gagal
jantung dan memerlukan perawatan di rumah sakit berulang. Sebagian besar individu
dengan gagal jantung memerlukan bedah katup jantung dalam 5-10 tahun. Angka
kematian PJR bervariasi dari 0,5 per 100,000 populasi di Denmark, sampai 8,2 per
100,000 populasi di Cina, dan perkiraan angka anual kematian PJR untuk tahun 2000
adalah 332000 seluruh dunia. Mortality rate pada 100,000 populasi bervariasi dari 1,8
di regio WHO Amerika sampai 7,6 di WHO Asia Tenggara. Dan untuk DALYs (
Disability-adjusted life years ) kehilangan diperkirakan 2,47 per 100,000 poupulasi di
WHO Amerika Serikat sampai 173,4 per 100,000 populasi pada WHO Regio Asia
Tenggara.5

Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25 tahun,
paling banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens tertinggi terdapat
pada anak usia 5-15 tahun dan di negara tidak berkembang atau sedang berkembang
dimana antibiotik tidak secara rutin digunakan untuk pengobatan faringitis.1

3. Patofisiologi

Demam rematik akut adalah penyakit akut inflamasi multisistim yang timbul
terlambat (beberapa minggu) merupakan suatu komplikasi non-supuratif dari faringitis
yang disebabkan oleh Streptococcus hemolitikus grup A( SGA ).1,5 Penyakit ini ditandai
oleh keterlibatan jantung, sendi, sistim saraf pusat, jaringan subkutan dan kulit. Selain
jantung, yang lainnya hanya terlibat sementara dan ringan.1

Konsekuensi terpenting utama dari demam rematik adalah deformitas kronik


katup jatung dengan karakter utama pembentuk penyakit katup fibrotik (biasanya mitral
stenosis) yang menyebabkan disfungsi permanen dan berat terkadang fatal dan
menimbulkan masalah jantung dekade selanjutnya.

Terdapat 2 teori dari terjadinya demam rematik yang pertama adalah sitotoksik
dan teori imunologi6. Teori sitotoksik menduga toksin dari SGA terlibat dalam
patogeneins demam rematik akut dan PJR. SGA memproduksi beberapa enzim yang
sitotoksik terhadap sel jantung mamalia, seperti streptolisin O, dimana memiliki efek
sitotoksik langsung pada sel amamlia pada kultur jaringan. Namun demekian salah
maslah utma adalah hipotesis sitotoksik tidak dapat menjelaskan periode laten diantara
faringitis SGA dan onset dari demam rematik akut.

Patogenesis yang dimediasi imun pada demam rematik akut dan PJR diduga
adanya reaksi silang antara komponen SGA dan sel mamalia.7 Diperkirakan terjadi
reaksi silang oleh karena adanya kemiripan molekul (molekul mimikri) antara protein
M ( subtipe 1,3,5,14,18,19 dan 24 )5 dari SGA dengan antigen glikoprotein jantung,
sendi dan jaringan lainnya.1
M protein pada SGA ( M1,M5,M6, dan M19 ) bereaksi silang dengan
glikoprotein pada jantung seperti miosin dan tropomiosin, dan endotelium katup.7

Antibodi antimiosin mengenali laminin, sebuah matriks ekstraseluler alfa-heliks


koil protein yang adalah bagian dari struktur membran katup. Katup yang paling sering
terkena secara urutan mulai dari yang tersering adalah mitral, aorta, trikuspid, dan
pulmonal. Dalam banyak kasus katup mitral diikuti 1 atau 3 katup lainnya. 7

Sel T yang responsif terhadap protein M menginfiltrasi katup melewati


endotelium katup diaktivasi oleh ikatan antistreptokokal kabohidrat dengan pelepasan
TNF dan Interleukin.1

Selama demam rematik akut fokal inflamasi ditemukan pada berbagai jaringan
yang terutama dapat dibedakan di dalam jantung yang disebut badan Aschoff. Badan
Aschoff ini terdiri dari fokus-fokus eosinofil yang menelan kolagen dikelilingi limfosit,
terutama sel T terkadang plasma sel dan makrofag besar yang disebut sel Anitschkow,
yang merupakan patognomonik dari demam rematik. Sel yang berbeda ini memiliki
sitoplasma yang berlimpah dan nuklei semtral bulat-panjang dimana kromatin ditengah,
ramping, seperti pita bergelombang yang disebut caterpillar cell. 6,7

Selama fase akut, inflamsi difus dan badan Aschoff dapat ditemukan pada
ketiga lapisan dari jantung, perikardium, miokardium dan endokardium yang disebut
sebagai pankarditis.

Pada perikardium, inflamasi diikuti oleh eksudat fibirinous atau serofibrinous


sehingga diistilahkan perikarditis bread and butter yang biasanya akan bersih tanpa
sekule. Pada miokarditis, badan Aschoff tersebar luas pada jaringan intersitial dan
sering juga perivaskulat. Keterlibatan terus menerus endokardium dan katup sisi kiri
oleh fokus-fokus inflamasi menghasilkan nekrosis fibrinoid didalam cusps atau
sepanjang korda tendinae dimana terletak vegetasi kecil berukuan 1-2mm yang disebut
veruka di sepanjang garis penutupan. Proyeksi ieregular seperti kutil ini mungkin
timbul dari presipitasi fibrin pada daerah erosi, berhubungan dengan inflamasi yang
terjadi dan degenrasi kolagen dan menyebabakan gangguan kecil fungsi jantung. 6

Lesi sub endokardial, mungkin akan eksaserbasi oleh regurgitasi jets yang
memulai penebalan iregular disebut plak MacCallum biasanya pada atrium kiri. PJR
kronik memiliki karakter inflamasi akut dan subsekuen fibrosis. Dalam partikel kecil,
daun katup menjadi mebeal dan retraksi menyebabkan deformitas permaen. Perubahan
anatomi utama pada katup mitral atau trikuspid adalah penebalan daun katup, fusi
komisural dan pemendekan, serta penebalan dan fusi dari korda tendinae, membentuk
seperti mulut ikan ( fish-mouth defromity) Pada penyakit kronis, katup mitral selalu
abnormal, tetapi keterlibatan katup lain seperi aorta mungkin secara klinis adalah yang
paling penting. 6,7

Secara mikroskopis terdapat fibrosis difus dan sering terdapat neovaskularisasi


yang menguranig lapisan awal dan susunan daun katup avaskular. Badan Aschoff
digantikan oleh jaringan parut fibrosis sehingga bentuk diagnostik dari lesi ini jarang
ditemukan pada spesimen jaringan autopsi dari pasien dengan PJR kronik. 6,7

PJR kronik secara keseluruhan adalah penyebab tersering dari stenosis mitral (
99% kasus ). Dengan adanya mitral stenosis, atrium kiri berdilatasi secara progresif dan
mungkin terdapat trombus mural apakah apa tepi atau sepanjang dinding. Kongestif
paru yang lama memulai perubahan vaskular paru dan perubahan parenkimal dan
menuju kepada hipertrofi ventrikel kanan.6,7

4. Manifetasi Klinik
 Manifestasi peradangan umum (gejala minor)

Biasanya penderita mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola tertentu. Anak
menjadi lesu, anoreksia, cengeng, dan berat badan tampak menurun. Anak tampak pucat,
dapat pula dijumpai adanya epistaksis. Artralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda objektif
pada sendi. Artralgia biasanya melibatkan sendi besar. Gejala klinis lain yang dapat
timbul adalah nyeri perut, kadang-kadang bisa sangat hebat sehingga menyerupai
apendisitis akut. Sakit perut ini akan memberikan respon cepat dengan pemberian
salisilat.

 Manifestasi klinis spesifik (gejala mayor)

Manifestasi klinis spesifik atau gejala mayor berupa:

1. Poliartritis migrans
Biasanya menyerang sendi-sendi besar seperti sendi lutut, pergelangan kaki, siku,
dan pergelangan tangan. Sendi yang terkena menunjukkan gejala peradangan yang jelas
seprti bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi sendi.
Artritis reumatik bersifat asimetris dan berpindah-pindah. Kelainan ini ditemukan pada
sekitar 70% pasien DR/PJR.

2. Karditis

Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang dapat mengenai


endokardium, miokardium atau perikardium. Karditis merupakan gejala mayor terpenting,
karena hanya karditislah yang dapat meninggalkan gejala sisa, terutama kerusakan katup
jantung. Karditis pada demam reumatik akut ditemukan pada sekitar 50% kasus. Seorang
penderita demam reumatik dikatakan menderita karditis bila ditemukan satu atau lebih
tanda-tanda berikut

a. Bunyi jantung melemah dengan irama depa diastolik.

b. Terdengar bising jantung yang semula tidak ada.

c. Kardiomegali

d. Perikarditis. Biasanya diawali dengan adanya rasa nyeri di sekitar umbilikus


akibat penjalaran nyeri bagian tengah diafragma. Tanda lain perikarditis adalah
friction rub, efusi perikardium, dan kelainan pada EKG. Perikarditis jarang me-
rupakan kelainan tersendiri, biasanya merupakan bagian dari pankarditis.
e. Gagal jantung kongestif pada anak atau dewasa muda tanpa sebab lain.
3. Korea Sydenham
4. Eritema marginatum
5. Nodul subkutan

Pada pasein ini ada sesak nafas yang dialami namun tidak disertai bunyi mengi pada
pernafasan, cenderung lebih terlihat pada malam hari dan membaik ketika pasien tidur
disangga bantal. Sesak bisa terjadi oleh karena beberapa mekanisme seperti gangguan
mekanik terhadap proses ventilasi, kelemahan pompa nafas, peningkatan usaha respiratorik,
wasted ventilation ataupun psikogenik. Gangguan mekanik terhadap proses ventilasi bisa
berupa adanya obstruksi di saluran nafaas (seperti asma) atau ganggua terhadap
pengembangan paru. Kondisi asma pada pasien dapat disingkirkan karena tidak adanya bunyi
mengi serta tidak ada riwaya alergi pada keluarga. Pasien ini mengalami sesak nafas yang
lebih dikaitkan dengan kondisi kelainan jantung, sebab pada anamnesis didapatkan sesak
lebih cenderung pada malam hari (Paroxymal nocturnal dispneu, PND) dan membaik dengan
perubahan posisis (orthopnea) .12, 13

Pada PND, sesak timbul malam hari saat resorbsi cairan interstitial masuk kedalam
system sirkulasi sehingga menimbulkan beban jantung. Pasien membutuhkan perubahan
posisi tidur sebab pada posisis terlentang hal ini akan meningkatkan volume darah
intratorakal dan jantung. Ventrikel kiri yang curahnya sudah cukup menurun membuat
tekanan akhir distolik ventrikel meningkat akibat volume residu ventrikel meningkat dan
akhirnya membuat tekanan atrium kiri (left atrial pressure, LAP) meningkat. Peningkatan
LAP diteruskan kebelakang ke anyaman vascular paru, membuat peningkatan tekanan
hidrostatik anyaman kapiler paru melebihi tekanan onkotik vascular dan akan terjadi
transudasi cairan ke dalam interstitial. Hal ini akan menimbulkan edema paru. Edema paru ini
yang menjadi dasar mekanisme gangguan pengembangan paru dan menimbulkan sesak. 12,13

Selain sesak, pasien juga mengeluhkan nyeri sendi dan demam. Selama perawatan di
RSAM, keluhan nyeri sendi sudah sangat minimal dirasakan. Nyeri sendi dirasakan di sekitar
lutut kanan dan kiri, bersifat hilang timbul. Menurut pasien dan keluarganya, nyeri tidak
disertai pembengkanan (tumor), panas (calor), kemerahan (rubor), namun penurunan fungsi
gerak (function laesa) sempat dirasakan. nyeri sendi ini merupakan artralgia, suatu kondisi
yang berbeda dengan arthritis. Pada arthritis, nyeri sendi akan disertai dengan tanda objektif
yaitu bengkak, eritema, dan panas. Gejala artralgia termasuk criteria minor pada klasifikasi
jones.

Pada anamnesis, orang tua pasien menyatakan bahwa dalam 3 minggu yang lalu
pasien mengalami demam naik turun. Demam merupakan penanda infeksi yang tidak spesifik
dan dapat dijumpai pada banyak penyakit lain sehingga tidak memiliki arti diagnosis yang
bermakna. Demam intermitten cukup lama biasnaya dikaitkan dengan beberapa penyakit
seperti malaria, tuberculosis, endokarditis, penyakit-penyakit neoplasma dan penyakit
kolagen seperti rheumatoid arthritis juvenile, lupus eritematous dan demam rematik. Demam
pada pasien ini lebih dikatkan kepada penyakit kolagen dan endokarditis karena adanya
manifestasi sesak nafas serta ditemui bising jantung. Demam termasuk criteria minor dari
14
criteria Jones.
Pada pemeriksaan fisik abdomen yang dilakukan kepada pasien menunjukkan
hepatomegali. Hepatomegali merupakan salh satu menifestasi dari gagal jantung kanan. Pada
keadaan ini edema perifer, hepatomegali, splenomegali belum sempat terjadi. Pada gagal
jantung kanan kronik, ventrikel kanan pada saat sistol tidak mampu memompa darah keluar,
sehingga tekanan akhir diastole ventrikel kenan meninggi dan membuat tekanan di atrium
kanan meninggu. Hal ini akan diikuti bendungan di vena cava superior, inferior serta seluruh
system vena, sehingga timbul bendungan di vena hepatica dan menimbulkan hepatomegali
dan edema perifer. 15

Dari pembahasan di atas kondisi klinis pasien mengarah kepada gagal jantung
kongestif yang diakibatkan penyakit jantung rematik. Gagal jantung adalah keadaan dimana
jantung tidak mampu memompa cukup darah ke seluruh tubuh, untuk mengembalikan darah
melalui vena yang tidak adekuat, maupun kombinasi keduanya. Diagnose gagal jantung
berdasarkan dari criteria Framigham. Kriteria mayor berupa paroxysmal nocturnaldyspneu,
distensi vena leher, ronki, kardiomegali, edema paru akut, S3 gallop,refluks hepatojugular,
dan peningkatan tekanan vena jugularis. Sedangkan criteria minor berupa batuk malam hari,
efusi pleura, takikardi, edema pada kedua tungkai, hepatomegali, dispneu d’effort dan
penurunan kapasitasi vital paru sepertiga dari nilai maksimum. Diagnosa ditegakkan jika
memenuhi criteria 2 mayor atau 1 mayot ditambah 1 minor. Secara klinis ini tampak sebagai
suatu keadaan dimana penderita meengalami sesak napas, dan ada gejala bendungan vena
jugularis, hepatomegali, asites dan edema perifer. 15

Diagnosis mengarah pada penyakit jantung rematik. Penyakit jantung rematik adalah
cacat jantung akibat sisa demam rematik akut tanpa disertai keradangan akut. Penyakit ini
didahului oleh demam rematik akut yaitu sindroma peradangan yang timbul setelah sakit
tenggorokan oleh Streptokokus B hemolitikus grup A yang cenderung dapat kambuh.
Penegakan diagnosis menggunakan criteria Jones. Criteria mayor meliputi karditis,
poliartritis, eritema marginatum, nodul subkutan dan chorea Sydenham. Sedangkan criteria
minor meliputi klinis, criteria laboratoium dan EKG. Pada kasus ini terdapat tanda
manifestasi mayor dan minor yang ditemukan berdasarkan criteria Jones yaitu karditis karena
pada pemeriksaaan fisik didapatkan pembesaran jantung dan bising pada asukuktasi, pada
foto thoraks juga terdapat gambaran kardiomegali. Sedangkan criteria minor didaptkan
riwayat demam naik turun, riwayat artralgia.
5. Penatalaksanaan

 Medical Care

Penatalaksanaan medis pada mereka yang menderita PJR adalah untuk


mengeliminasi faringitis SGA (bila masih ada), mensupresi inflamasi dari respon
autoimun, dan memberikan tatalakasana suportif bagia penderita gagal jantung. Pada
tahap resolusi episode akut, terapi ditujukan mencegah kekambuhan PJR pada anak dan
memonitoring komplikasi dan sequele dari PJR pada orang dewasa.

 Pencegahan demam rematik pada pasien dengan SGA faringitis (Preventif Primer)

Penisilin V oral tetap adalah obat pilihan untuk terapi SGA faringitis, tetapi
ampisilin dan amoksisilin juga sama efektivitasnya. Bila penisilin oral tidak ada, dosis
tunggal intramuskular benzathine penisilin G atau benzathine/prokain penisili kombinasi
adalah terapinya.8

Pada pasien yang alergi dengan penisilin, pemberian eritromisin atau


serfalopsporin generasi pertama, pilihan lainnya meliputi claritromisin selama 10 hari,
azitromisin selama 5 hari, atau spektrum sempit (generasi pertama) sefalosporin selama
10 hari.

Untuk grup rekurren SGA faringitis, 10 hari kedua dengan antibiotik yang sama
dapat diulang. Obat pilihan lainnya meliputi sefalosporin spektrum sempit, amoksisilin-
klavulanat, dicloxacillin, eritromisin, dan makrolid lainnya.

Karier SGA sulit untuk dieradikasi dengan terapi penisilin konvensional.


Pemberian per oral Klindamisin (20mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari)
dilanjutkan.8,10
Gambar III.4 Dosis Pencegahan Primer10

 Terapi pada pasien dengan demam rematik dan PJR

Terapi ditujukan mengeliminasi faringitis SGA bila masih ada, mensupresi


inflamasi sebagai respon autoimun dan memberikan terapi suportif pada gagal jantung.
Terapi SGA residual sesuai dengan outline diatas.

Tatalaksana manifestasi akut dari demam rematik akut meliput salisilat dan
steroid. Aspirin sebagai anti-inflamasi dengan dosis efektif mampu mengurangi semua
manifestasi dari penyakit kecuali korea. Jaga kada aspirin di dalam darah 20-25 mg/dL,
tetapi hal ini sulit dilakukan karena absorpsi pada saluran cerna yang bervariasi.
Pemberian aspirin sebagai dosis anti-inflamasi sampai tanda dan gejala demam rematik
akut berkurang atau membaik (6-8 minggu) dan reaktana fase akut kembali ke normal.
Ketika memutuskan terapi, monitor reaktan fase akut untuk pembuktian terjadinya
rebound atau tidak.
Pada anak-anak 100mg/kg/hari dibagi dalam 4-5 dosis dan dapat ditingkatkan
sampai 125mg/kg/hari setelah dosis inisial selama 2 minggu, dosis dapat diturunkan 60-
70mg/kg/ hari untuk 3-6 minggu berikutnya. Bila alergi aspirin dapat diberikan naproxen
dosis 10-20 mg/kg/hari

Bila terdapat karditis sedang hingga berat di indikasikan adanya kardiomegali,


gagal jantung kongestir, blok jatung derajat III, ganti salisilat dengan prednison per oral.
Pemberian prednison selama 2-6 minggu bergantung tingkat keparahan karditis dan
tapering prednisone selama minggu terakhir.

Prednison diberikan dengan dosis 1-2mg/kg/hari maksimal 80mg/hari dalam


pemberian tunggal atau dalam dosis terbagi. Diberikan selama 2-3 minggu kemudia
diturunkan 20-25% setiap minggunya.

Pergatinan terapi prednison setelah periode pendek (2-4minggu) ketika memulai


dan mejaga salisilat untuk beberapa minggu dapat mengurangi efek yang tidak
diinginkan dari steroid selagi mencegah rebound nya karditis.

Pasien dengan demam rematik akut dan gagal jatung mendapat terapi meliputi
digoxin, diuretik, reduksi afterload, suplemen oksigen, tirah baring dan retriski cairan dan
natirum. Diuretik yang biasa digunakan bersamaan dengan digoxin untuk anak-anak
dengan gagal jantung meliputi furosemid dan spironolakton. Dilakukan pengecekan
elektrolit dan koreksi hipokalmemia sebelum memulai terapi dengan digoxin.

Total dosis digitalis adalah 20-30 mcg/kg per oral dengan 50% dosis initial,
diikuti 25% dosis 12 jam dan 24 jam setelah dosis inisial. Dosis maintenance biasanya 8-
10 mcg/kg/hadi per oral dibagi dalam 2 dosis. Pada anak tua dan dewasa, dosis total
loading adalah 1,25-1,5 mg per oral dan dosis maintenance 0,25-0,5 mg per oral setiap
hari. Terapi digoxin dipertahanakan pada level 1,5-2 ng/mL. 8,10

Agen pengurang afterload, seperti ACE inhibitor-captopril mungkin efektif untuk


memperbaiki curah jantung, terutama dengan adanya insufisiensi mitral dan aorta. Mulai
dengan dosis initial yang kecil dan berikan hanya bila telah dilakukan koreksi
hipovolemia
Jika terjadi gagal jatung yang tetap dan progresif selama episode demam rematik
akut, selain terapi medikamentos, pembedahan diindikasi dan mungkin menyelamatka
dari mitral dan atau aorta insufisiensi yang berat. 8,10

 Terapi preventif dan profilaksis di indikasikan untuk demam rematik dan PJR akut
mencegah kerusakan katup yang lebih lanjut.

Injeksi 0,6-1,2 juta unit ( <30 kg dan ≥ 30 kg )9 benzathine penisilin G


intramuskular setiap 3-4 minggu direkomendasikan untuk profilaksis sekunder. Dapat
diberikan Penisilin V per oral dengan dosis 250 mg 2 kali sehari, bila tidak dapat
diberikan suntikan karena perdarahan hebat. Bila mengalami alergi penisilin dapat
diberikan eritromisin per oral 250mg 2 kali sehari. Pemberian dosis yang sama setiap 3
minggu pada area endemik demam rematik, pasien dengan karditis residual, dan pasien
berisiko tinggi. 8,10

Injeksi diberikan sebanyak 13 kali harus diberikan setiap tahun nya bila di
resepkan setiap 4 minggu, dan 17 kali bila diresepkan 3 minggu. 8,10

Durasi pemberian antibiotik profilaksis masih merupakan kontroversial yang


diutamakan untuk pasien dengan risiko tinggi (seperti tenaga kesehatan, guru, dan pekerja
perawatan). AHA (American Heart Association) merekomendasikan pasien dengan
demam rematik tanpa karditis menerima profilaksi antibiotik selama 5 tahun atau sampai
berusia 21 tahun, yang berarti lebih panjang. Pasien dengan demam rematik dan karditisi
tanpa penyakit katup menerima profilaksis antibiotik selama 10 tahun atau lebih baik
sampai usia tua. Pasien dengan demam rematik dan karditis disertai penyakit katup
menerima antibiotik selama 10 tahun atau sampai usia 40 tahun. 8,10

Pasien dengan demam remati dan gangguan katup memerlukan dosis tunggal
antibiotik 1 jam sebelum prosedur bedah dan prosedur gigi untuk mencegah endokarditis
bakterial. Pasien demam rematik tanpa masalah katup tidak memerlukan profilaksis
endokartiditis

Jangan menggunakan penisilin, ampisilin atau amoksisilin untuk profilaksis


endokarditis pada pasien yang sudah menerima penisilin sebagai profilaksis sekunder
demam rematik. Pilihan obat lain yang direkomendasikan oleh AHA meliputi klindamisin
(20mg/kg untuk anak-anak dan 600 mg untuk orang tua) dan azitromisin atau
claritromisin (15mg/kg untuk anak-anak dan 500mg untuk oran dewasa)

 Tindakan pembedahan 8

Ketika gagal jantung menetap atau memburuk setelah terapi medis agresif untuk
PJR akut, pembedahan untuk menurunkan insufisiensi katup mungkin menyelamatkan
nyawa.

Empat puluh persen (40%) pasien dengan PJR akut mengalami stenosis mitral
ketika dewasa. Pada pasien dengan stenosis kritikal, mitral valvulotomi, percutaneous
balloon valvuloplasty,atau penggantian katup mungkin diindikasikan. Dikarenakan
kekambuhan gejala yang sering setelah annuloplasti atau prosedur perbaikan lainnya,
pergantian katup lebih merupakan pilihan pembedahan

 Diet8,10

Diet bernutrisi dan tanpa restriksi kecuali pada pasien dengan gagal jantung, yang
mendapat pembatasa cairan dan asupan garam. Suplemen kalium mungkin diperlukan
bila digunakan steroid dan diuretik.

 Aktivitas8,10

Pasien tirah baring dan melakukan aktivitas didalam rumah sebelum


diperbolehkan bersekolah kembali. Aktivitas sepenuhnya tidak diperbolehkan sampai fase
akut reaktan kembali normal.

6. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan laboratorium
- Kultur tenggorok
- Tes dekteksi cepat antigen
- Antibodi antistreptococcal
- Reaktan fase akut
- Heart reactive antibodies
 Pemeriksaan pencitraan
- Foto thoraks
- Elektrokardigrafi (EKG)
- Doppler-echocardiogram

7. Diagnosis

Penegakan diagnosis dahulu berdasarkan kriterian Jones, tetapi saat ini telah ada
kriteia yang diperbaharui oleh AHA dan WHO tahun 2002-2003. Dimana melalui kriteria
yang terlah diperbaharui ini dapat dilakukan diagnosis :5

1. Episode pertama demam rematik


2. Serangan berulang demam rematik pada pasien tanpa PJR
3. Serangan berulang demam rematik pada pasien dengan PJR
4. Reumatik Chorea
5. Onset awal Karditis Rematik
6. PJR Kronik
8. KOMPLIKASI8

Komplikasi potensial meliputi gagal jantung dari insufisiensi katup (rematik karditis
akut) atau stenosis (rematik karditis kronik). Komplikasi jantung meliputi aritmia atrial,
edema pulmonal, emboli pulmonal berulang, endokarditis infeksi, pembentukan trombus
intrajantung, dan emboli sistemik.

9. PROGNOSIS8

Manifestasi demam rematik akut mereda dalam 12 minggu pada 80% pasien dan
memanjang menjadi 15 minggu pada sisanya. Demam rematik adalah penyebab kematian
utama usia 5-20 tahun di Amerika Serikat 100 tahun yang lalu, dengan 8-30% karena
karditis dan valvulitis tetapi menurun menjadi 4% pada tahun 1930-an. Dengan
berkembangnya antibiotik pada tahun 1960-an rate mortalitas menurun sampai hampir 0%
dan 1-10% di negara berkembang. Penyakit katup kronik juga mengalami perbaikan 60-
770% pada pasien sebelum masa antibiotik dan menurun menjadi 9-39% setelah penisilin
di kembangkan.
Secara umum, insidens residual PJR dalam 10 tahun adalah 34% pasien tanpa
kekambuhan tetapi 60% pasien dengan kekambuhan demam rematik. Hilangnya murmur
dalam 5 tahun terjadi pada 50% pasien. Pasien mengalami abnormalitas katup 19 tahun
setelah episode demam rematik. Diperlukan pencegahan kekambuhan demam rematik. 8

2. BRONKOPNEUMONIA

A. Definisi

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan


bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab
non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat.11
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan
pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga
mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga
sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih
sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya
tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada
anak-anak dan orang dewasa.11

B. Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama mordibitas
dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (Balita). Diperkirakan hampir kematian
anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat
pneumonia, sebagian besar terjadi diAfrika dan di Asia Tenggara. Menurut survei
kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,8% kematian balita di Indonesia disebabkan
penyakit system respiratori, terutama pneumonia. 11
C. Etiologi

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada


perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran
klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan
bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus
dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri gram negativ seperti E.coli,
Pseudomonas sp, atau klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita,
pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumonia, hemophilus
influenza tipe B, dan staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan
remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia.11

Di Negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus,


disamping bakteri, atau campuran bakteri dengan virus. Virus yang terbanyak
ditemukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus dan virus
Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenzae tipe B, dan Mycoplasma pneumonia. Kelompok anak berusia 2 tahun keatas
mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak yang berusia
dibawah 2 tahun. 11

D. Patogenesis

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui


saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang tekena
mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema,
dan ditemukannnya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya, deposis fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di
alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi
kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami
degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium
resolusi. Sistem bronkopolmuner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. 11
E. Manifestasi klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat,
mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan
perawatan di RS. Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan
kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding
dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting.
Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan
iritabel.11

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(nonproduktif / produktif ), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding
dada. Pada kelompok anak sekolahan dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk
(nonproduktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua
kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung.11

Pada auksultasi, dapat didengar suara pernapasan menurun. Fine crackles


(ronki basah halus) yang khas pada anak besar, bisa tidak ditemukan pada bayi. Gejala
lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara
napas menurun, dan terdengar fine creckles (ronki basah halus) didaerah yang terkena.
Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada. Bila berat gerakan dada menurun waktu
inspirasi, anak berbaring kearah yang sakit. 11

Pada pasien ini didapatkan gejala batuk sejak 3 hari yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan dengar paru ronki basah halus. Namun tak
terdapat tanda infeksi berupa demam. Sehingga masih dicurigai sebagai
bronkopneumonia.

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi
dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran
kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,
hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia
lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa
sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan
Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. 11
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik. 11

G. Diagnosis

Diagnosis CAP harus dipertimbangkan pada setiap anak yang memiliki onset
akut dari gejala pernapasan, terutama batuk, napas cepat atau kesulitan bernapas.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan evaluasi klinis, evaluasi radiografi dan temuan dari
etiologi: (i) memastikan bahwa adanya pneumonia; (Ii) menilai keparahan
pneumonia; dan (iii) menentukan organisme penyebab. Secara umum, diagnostik
investigasi untuk menentukan penyebab pneumonia ditunjukkan hanya pada anak-
anak yang membutuhkan rawat inap. 11

Oleh karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan


gambaran klinis yang menujukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran
radiologis. Gejala utama pneumonia adalah batuk, dyspnea atau takipnea. Untuk diagnosis
pneumonia dan penilaian keparahan penyakit saluran pernafasan, ditemukan tanda-tanda
klinis yang sederhana (laju pernapasan dan pernapasan dinding dada bagian bawah, yang
sensitif dan cukup spesifik. Heath Organization (WHO) merekomendasikan sebagai
berikut:11

a. Pneumonia itu didiagnosis ketika seorang anak lebih dari 2 bulan mengalami
batuk atau kesulitan bernapas atau takipnea yang didefinisikan sebagai: (i)
pernapasan > 50x per menit untuk bayi usia 2-12 bulan dan (ii) pernapasan >
40x per menit untuk anak-anak usia 1-5 tahun. 11
b. Dikatakan berat / pneumonia sangat berat, didiagnosis ketika
pada anak ditemukan retraksi dinding dada atau stridor atau tanda umum
lainnya. 11
Adanya wheezing tanpa diikuti suara nafas bronchial pada saat auskultasi
adalah tanda bahawa penyebabnya bukan bakteri pada saluran pernapasan bawah.

H. Tatalaksana

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian


antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan
hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai
berikut : 11
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
1. Golongan Penisilin
2. TMP-SMZ
3. Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
1. Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
2. Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
3. Marolid baru dosis tinggi
4. Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
1. Aminoglikosid
2. Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
3. Tikarsilin, Piperasilin
4. Karbapenem : Meropenem, Imipenem
5. Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
1. Vankomisin
2. Teikoplanin
3. Linezolid

Hemophilus influenzae
1. TMP-SMZ
2. Azitromisin
3. Sefalosporin gen. 2 atau 3
4. Fluorokuinolon respirasi
Legionella
1. Makrolid
2. Fluorokuinolon
3. Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
1. Doksisiklin
2. Makrolid
3. Fluorokuinolon

Chlamydia pneumoniae
1. Doksisikin
2. Makrolid
Fluorokuinolon
Selain itu, Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak
terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus.
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena. 11
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.11
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung. 11
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah
dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari). 11
I. Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis


purulenta, pneumothoraks, atau infeksi ekstrapulmober seperti meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri. 11

J. Prognosis

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,


bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang
baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang
dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada
penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi
20%.11

Anda mungkin juga menyukai