Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Telinga Tengah

Gambar Anatomi Telinga


Telinga tengah digambarkan seperti sebuah kotak (kubus) dengan batas batas
seperti berikut:
Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah
dengan nasofaring
Batas bawah : vena (bulbus) jugularis yang superiolateral menjadi sinus
sigmoideus dan ke tengah menjadi sinus cavernous, cabang
aurikulus saraf vagus masuk telinga tengah dari dasarnya.
Batas belakang : aditus ad antrum yaitu lubang yang menghubungkan telinga
tengah dangan antrum mastoid.
Batas dalam : berturut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap oval, tingkap bundar,
dan promontorium.
Batas atas : tegmen timpani, meningen/otak
Membran Timpani
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang teling dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut
pars flaksida (membrane Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa
(membrane propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis

3
lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastin yang berjalan radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflex cahaya (cone of light)
kearah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk
membrane timpani kanan. Reflek cahaya adalah cahaya dari luar yang
dipantulkan oleh membrane timpani. Di membrane timpani terdapat 2 macam
serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflex
cahaya yang berupa kerucut.

Gambar Anatomi Membran Timpani

Membrane timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah


prosessus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas depan, atas belakang, bawah depan serta bawah
belakang untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani.

Gambar Kuadran Membran Timpani

Kavum Timpani

4
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan
diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu: bagian
atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior.
Atap kavum timpani.
Dibentuk tegmen timpani, memisahkan telinga tengah dari fosa kranial
dan lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang
temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama.
Lantai kavum timpani
Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari
bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum
timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.
Dinding medial.
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini
juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam.

Dinding posterior
Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus,
yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui
epitimpanum. Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii
posterior dan sinus sigmoid.
Dinding anterior
Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari
lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang
tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf
timpani karotis superior dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf
simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri
karotis interna. Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba
eustachius.

5
Kavum timpani terdiri dari :
1. Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :
a. Malleus ( hammer / martil).
b. Inkus ( anvil/landasan)
c. Stapes ( stirrup / pelana)
2. Otot-otot pada kavum timpani.
Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot
stapedius ( muskulustapedius)
3. Saraf Korda Timpani
Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani
dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan
posterior. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi
parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan
submandibula melalui ganglion ubmandibular. Korda timpani
memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior.

4. Pleksus Timpanikus
Berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan
dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik
disekitar arteri karotis interna.

Saraf Fasial
Meninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal
melalui meatus akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial
terutama terdiri dari dua komponen yang berbeda, yaitu:
2. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua
(faringeal) yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. digastrik
dan m. stapedius.
3. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor
parasimpatetis preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali
parotis.

6
Tuba Eustachius
Tuba eustachii memiliki lebar sekitar 1 mm dan panjangnya sekitar 35 mm,
menghubungkan rongga timpani ke nasofaring. Bagian 1/3 posterior terdapat
dinding tulang dan bagian 2/3 anterior terdapat dinding tulang rawan. Dilapisi
oleh epitel silindris bertingkat bersilia dan epitel selapis silindris bersilia degan
sel goblet dekat faring. Dinding tuba biasanya kolaps, tetapi selama proses
menelan dinding tuba akan terpisah dan udara masuk ke rongga telinga tengah
sehingga tekanan udara pada kedua sisi membran timpani seimbang dengan
tekanan atmosfer. Tuba auditiva meluas dari dinding anterior cavum timpani ke
bawah, depan dan medial sampai ke nasofaring. Sepertiga posteriornya adalah
tulang dan dua pertiga anteriornya adalah tulang rawan. Berhubungan dengan
nasopharinx setelah berjalan diatas tepi atas m. constrictor pharynges superior.
Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot
palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba
berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam
telinga tengah dengan tekanan atmosfer.

Gambar Tuba Eustachius

7
Untuk memahami terjadinya OME, anatomi dan fungsi tuba Eustachius
memegang peranan penting. Tuba Eustachius merupakan bagian dari system yang
paling berhubungan termasuk hidung, nasofaring, telinga tengah, dan rongga
mastoid. Tuba Eustachius tidak hanya berupa tabung melainkan sebuah organ
yang mengandung lumen dengan mukosa, kartilago, dikelilingi jaringan lunak,
muskulus peritubular seperti veli palatine, levator veli palatine,
salpingofaringeus, dan tensor timpani dan di bagian superior didukung tulang.
Perbedaan tuba Eustachius pada anak dan dewasa yang menyebabkan
meningkatnya insiden otitis media pada anak-anak.
Panjang tuba pada anak setengah panjang tuba dewasa, sehingga sekret
nasofaring lebih mudah refluks ke dalam telinga tengah melalui tuba yang
pendek. Arah tuba bervariasi pada anak, sudut antara tuba dengan bidang
horizontal adalah 100. Sedangkan pada dewasa 450. Sudut antara tensor veli
palatine dengan kartilago bervariasi pada anak-anak tetapi relatif stabil pada
dewasa. Perbedaan ini dapat membantu menjelaskan pembukaan lumen tuba
(kontraksi tensor veli palatini ) yang tidak efisien pada anak-anak. Masa kartilago
bertambah dari bayi sampai dewasa. Densitas elastin pada kartilago lebih sedikit
pada bayi tetapi densitas kartilago lebih besar. Ostmann fat pad lebih kecil
volumenya pada bayi. Pada anak-anak banyak lipatan mukosa di lumen tuba
Eustachius, hal ini dapat menjelaskan peningkatan compliance tuba pada anak-
anak.

Prosesus Mastoideus
Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga,
didalamnya terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Rongga-
rongga udara ini ( air cells ) terhubung dengan rongga besar yang disebut antrum
mastoid. Kegunaan air cells ini adalah sebagai udara cadangan yang membantu
pergerakan normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya dengan
rongga telinga tengah juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari telinga
tengah ke tulang mastoid yang disebut sebagai mastoiditis. Rongga mastoid
berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid

8
adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii
posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini.8
Pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :
1. Prosesus Mastoideus Kompakta (sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini
besar

Antrum Mastoid
Merupakan ruangan didalam os temporal yang dilapisi mukosa dengan
epitel squamous simplex dan merupakan lanjutan dari cavum timpani. Antrum
melanjut ke cavum timpani melalui aditus ad antrum. Atap antrum mastoid adalah
tegmen timpani (berbatasan dengan fossa kranii media, bagian medialnya Canalis
semisirkularis lateralis dan posterior. Pertemuan antara tegmen dan sinus lateralis
disebut sinodural angle.

2. DEFINISI
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Secara luas, otitis
media dibagi menjadi tiga jenis utama:
(1) Otitis media supuratif terbagi yaitu Otitis Media Supuratif Akut (Otitis Media
Akut = OMA) dan Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK). OMA ditandai
dengan efusi yang purulen dan gejala konstitusional seperti demam atau
nyeri, sedangkan Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK),terdapat drainase
(otorrhea) yang terjadi melalui perforasi membran timpani.
(2) Otitis media non supuratif (=otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis
media musinosa, otitis media efusi/OME, otitis media mucoid). terbagi
menjadi otitis media serosa akut (barotrauma = aurotitis) dan otitis media
serosa kronis (glue ear). Otitis Media dengan efusi (OME), ditandai adanya
cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya gejala konstitusional selain
gangguan pendengaran atau masalah keseimbangan

9
Otitis Media Efusi ( OME) adalah adanya cairan di telinga tengah
dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Apabila efusi tersebut
encer, cairan tipis dan berair berarti cairan serosa dan apabila efusi tersebut tebal,
kental seperti lem berarti cairan mukoid. Pada dasarnya otitis media efusi/ serosa
dapat dibagi atas dua jenis yaitu otitis media serosa akut dan otitis media serosa
kronis. Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga
tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Batasan
antara otitis media serosa akut dan kronis hanya pada cara terbentuknya sekret.
Pada otitis media serosa akut sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah
dengan disertai rasa nyeri pada telinga, sedangkan pada keadaan kronik sekret
terbentuknya secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga
yang berlangsung lama.
OME seringkali terkait dengan OMA. OME bisa saja berdiri sendiri
akibat kondisi tertentu atau merupakan kelanjutan dari OMA. Karena pengobatan
OMA dan OME berbeda, penting untuk secara akurat mendiagnosis dua kondisi
tersebut. OMA umumnya ditandai dengan onset tanda dan gejala yang cepat.
Peradangan di telinga tengah disertai efusi. Tanda-tanda peradangan termasuk
membran timpani bulging/menonjol, eritem, dan perforasi akut membran timpani
yang disertai dengan otorrhea. Gejalanya meliputi otalgia, nyeri dan demam.
Sedangkan OME, didefinisikan sebagai adanya cairan di telinga tengah tanpa
tanda dan gejala peradangan akut seperti yang ditemukan di OMA.

3. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI


Etiologi
Etiologi dan patogenesis OME bersifat multifaktorial antara lain infeksi virus atau
bakteri, gangguan fungsi tuba Eustachius, status imunologi, alergi, faktor lingkungan dan sosial.
Walaupun demikian tekanan telinga tengah yang negatif, abnormalitas imunologi, atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut diperkirakan menjadi faktor utama dalam pathogenesis
OME. Faktor penyebab lainnya termasuk hipertropi adenoid, adenoiditis kronis, palatoskisis,
tumor nasofaring, barotrauma, terapi radiasi, dan radang penyerta seperti sinusitis atau rinitis.
Selain itu merokok dapat menginduksi hiperplasi limfoid nasofaring dan hipertropi adenoid yang
juga merupakan patogenesis timbulnya OME.

10
Faktor Predisposisi
a) Gangguan fungsi tuba
Gangguan fungsi tuba menyebabkan mekanisme laserasi ke rongga telinga tengah
terganggu, drainase dari rongga telinga ke rongga nasofaring terganggu dan gangguan
mekanisme proteksi rongga telinga tengah terhadap refluks dari rongga nasofaring. Akibat
gangguan tersebut rongga telinga tengah akan mengalami tekanan negatif. Tekanan negatif di
telinga tengah menyebabkan peningkatan permaebilitas kapiler dan selanjutnya terjadi
transudasi. Selain itu terjadi infiltrasi populasi sel-sel inflamasi dan sekresi kelenjar. Akibatnya
terdapat akumulasi sekret di rongga telinga tengah. Inflamasi kronis di telinga tengah akan
menyebabkan terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis dan destruksi tulang.

b) Infeksi
Infeksi telinga tengah paling sering disebabkan oleh virus yang sama yang menyebabkan
common cold. Infeksi akut juga bisa disebabkan oleh bakteri yang kadang-kadang biasanya
berada di mulut dan hidung. Membrana mukosa dari telinga tengah dan tuba eustachius
berhubungan dengan membran mukosa pada hidung, sinus, dan tenggorokan. Infeksi pada area-
area ini menyebabkan pembengkakan membrana mukosa yang mana dapat mengakibatkan
blokade dari tuba eustachius. Infeksi bakteri merupakan faktor penting dalam patogenesis
terjadinya OME sejak dilaporkan adanya bakteri di telinga tengah. Streptococcus Pneumonia,
Haemophilus Influenzae, Moraxella Catarrhalis dikenal sebagai bakteri pathogen terbanyak
ditemukan dalam telinga tengah. Infeksi pada awalnya disebabkan oleh virus yang juga dapat
menyebabkan infeksi bakteri.

c) Status Imunologi
Faktor imunologis yang cukup berperan dalam OME adalah sekretori Ig A. immunoglobulin
ini diproduksi oleh kelenjar di dalam mukosa kavum timpani. Sekretori Ig A terutama ditemukan
pada efusi mukoid dan di kenal sebagai suatu imunoglobulin yang aktif bekerja di permukaan
mukosa respiratorik. Kerjanya yaitu menghadang kuman agar tidak kontak langsung dengan
permukaan epitel, dengan cara membentuk ikatan komplek. Kontak langsung dengan dinding sel
epitel adalah tahap pertama dari penetrasi kuman untuk infeksi jaringan. Dengan demikian Ig A
aktif mencegah infeksi kuman.

d) Alergi
Bagaimana faktor alergi berperan dalam menyebabkan OME masih belum jelas. Akan tetapi
dari gambaran klinis di percaya bahwa alergi memegang peranan. Dasar pemikirannya adalah
analogi embriologik, dimana mukosa timpani berasal sama dengan mukosa hidung. Setidak-

11
tidaknya manifestasi alergi pada tuba Eustachius merupakan penyebab okulasi kronis dan
selanjutnya menyebabkan efusi. Namun demikian dari penelitian kadar Ig E yang menjadi kriteria
alergi atopik, baik kadarnya dalam efusi maupun dalam serum tidak menunjang sepenuhnya
alergi sebagai penyebab. Etiologi dan patogenesis otitis media oleh karena alergi mungkin
disebabkan oleh satu atau lebih dari mekanisme di bawah ini:
• Mukosa telinga tengah sebagai organ sasaran (target organ )
• Pembengkakan oleh karena proses inflamasi pada mukosa tuba Eustachius
• Obstruksi nasofaring karena proses inflamasi, dan
• Aspirasi bakteri nasofaring yang terdapat pada sekret alergi ke dalam ruang telinga
tengah.

4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis OME pada dewasa dan anak umumnya berbeda. Orang dewasa biasanya
akan mengeluh adanya rasa tak nyaman, rasa penuh atau rasa tertekan dan akibatnya timbul
gangguan pendengaran ringan dan tinnitus. Anak-anak mungkin tidak muncul gejala seperti ini.
Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu lama cairan akan tertarik keluar dari membran
mukosa telinga tengah, menimbulkan keadaan yang kita sebut dengan otitis media serosa.
Kejadian ini sering timbul pada anak-anak berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas dan
sejumlah gangguan pendengaran mengikutinya.

5. PATOFISIOLOGI
Tuba eustachius memiliki tiga fungsi yaitu untuk ventilasi, drainase
sekret, dan proteksi. Ventilasi berfungsi untuk menjaga agar tekanan udara dalam
telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar. Pada keadaan normal, tuba
eustachius memiliki fungsi untuk mengalirkan mukus yang disekresi oleh mukosa
telinga tengah, yang digerakkan oleh transport mukosiliaris ke dalam nasofaring.
Untuk fungsi proteksi, tuba eustachius akan menutup jika ada sekret yang berasal
dari nasofaring sehingga sekret tersebut tidak dapat masuk ke dalam rongga
telinga tengah. Pada keadaan normal tuba eustachius berada dalam keadaan
tertutup dan baru terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ke dalam telinga
tengah atau pada saat mengunyah, menelan, dan menguap. Tuba yang membuka
dibantu oleh otot tensor veli palatini apabila perbedaan tekanan berada antara 20
– 40 mmHg.

12
Dalam kondisi normal, mukosa telinga bagian dalam secara konstan
mengeluarkan sekret, yang akan dipindahkan oleh sistem mukosilier ke
nasofaring melalui tuba eustachius. Sebagai konsekuensi, faktor yang
mempengaruhi produksi sekret yang berlebihan, klirens sekret yang optimal, atau
kedua-duanya dapat mengakibatkan pembentukan suatu cairan di telinga tengah.
Ada 2 mekanisme utama yang menyebabkan OME :
− Kegagalan fungsi tuba eustachi
Kegagalan fungsi tuba eustachi untuk pertukaran udara pada telinga tengah
dan juga tidak dapat mengalirkan cairan.
− Peningkatan produksi sekret dalam telinga tengah
Dari hasil biopsi mukosa telinga tengah pada kasus OME didapatkan
peningkatan jumlah sel yang menghasilkan mukus atau serosa.
Otitis media efusi terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma yang mengalir
dari pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar terjadi akibat adanya perbadaan
tekanan hidrostatik, sedangkan pada otitis media mukoid, cairan yang ada di telinga tengah
timbul akibat sekresi aktif dari kelenjar dan kista yang terdapat di dalam mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, dan rongga mastoid. Faktor utama yang berperan disini adalah terganggunya
fungsi tuba eustachius.
Otitis media efusi sering timbul setelah otitis media akut. Cairan yang telah terakumulasi
dibelakang gendang telinga selama infeksi akut dapat tetap menetap walau infeksi mulai
mengalami penyembuhan. Selain itu, otitis media serosa dapat pula terjadi tanpa didahului oleh
infeksi, dan dapat terjadi akibat penyakit gastroesophagal reflux atau hambatan tuba eustachius
oleh karena infeksi atau adenoid yang membesar. Otitis media efusi sering sekali terjadi pada
anak-anak dengan usia antara 3 bulan sampai 3 tahun.
Seringkali mengikuti infeksi traktus respiratorius bagian atas adalah otitis
media efusi. Sekresi dan inflamasi menyebabkan suatu oklusi relatif dari tuba
eustachius. Normalnya, mukosa telinga tengah mengabsorbpsi udara di dalam
telinga tengah. Apabila udara dalam telinga tengah tidak diganti akibat obstruksi
relatif dari tuba eustachius, maka akibatnya terjadi tekanan negatif dalam telinga
tengah dan menyebabkan suatu efusi yang serius. Efusi pada telinga tengah ini
menjadi suatu media pertumbuhan mikroba dan dengan adanya ISPA dapat terjadi
penyebaran virus-virus dan atau bakteria dari saluran nafas bagian atas ke telinga
bagian tengah. Membran mukosa dari telinga tengah dan tuba eustachius berhubungan

13
dengan membran mukosa pada hidung, sinus, dan tenggorokan. Infeksi pada area-area ini
menyebabkan pembengkakan membrana mukosa yang mana dapat mengakibatkan blokade dari
tuba eustachius. Sedangkan reaksi alergi pada hidung dan tenggorokan juga menyebabkan
pembengkakan membrana mukosa dan memblokir tuba eustachius. Reaksi alergi ini sifatnya bisa
akut, seperti pada hay fever tipe reaksi ataupun bersifat kronis seperti pada berbagai jenis
sinusitis kronis. Adenoid dapat menyebabkan otitis media serosa apabila adenoid ini terletak di
daerah nasofaring, yaitu area disekeliling dan diantara pintu tuba eustachius. Ketika membesar,
adenoid dapat memblokir pembukaan tuba eustachius. Kegagalan fungsi tuba eustachi dapat
pula disebabkan oleh rinitis kronik, sinusitis, tonsilitis kronik, dan tumor nasofaring.
Selain itu, otitis media serosa kronis dapat juga terjadi sebagai gejala sisa dari otitis
media akut (OMA) yang tidak sembuh sempurna. Terapi antibiotik yang tidak adekuat pada OMA
dapat menonaktifkan infeksi tetapi tidak dapat menyebuhkan secara sempurna sehingga akan
menyisakan infeksi dengan grade rendah. Proses ini dapat merangsang mukosa untuk
menghasilkan cairan dalam jumlah banyak. Jumlah sel goblet dan mukus juga bertambah.
Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang
tiba-tiba di luar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau penyelam, yang
menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Apabila perbedaan tekanan melebihi
90 mmHg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak mampu membuka tuba.
Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah, sehingga cairan
keuar dari pembuluh kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai ruptur
pembuluh darah sehingga cairan di telinga tengah dan rongga mastoid tercampur
darah.
Saat lahir, tuba Eustahius berada pada bidang paralel dengan dasar
tengkorak, sekitar 10 derajat dari bidang horizontal dan memiliki lumen yang
pendek dan sempit. Seiring dengan pertambahan usia, terutama saat mencapai
usia 7 tahun, lumen tuba eustachius menjadi lebih lebar, panjang, dan membentuk
sudut 45 derajat terhadap bidang horizontal telinga. Dengan struktur yang
demikian, pada anak usia < 7 tahun, sekresi dari nasofaring lebioh mudah
mencapai telinga tengahdan membawa kuman patogen ke telinga tengah. Selain
itu terdapat faktor resiko pada anak, baik dari struktur anatomi (adanya anomali
kraniofasial, Sindrom Down, Cleft Palate, Hipertrofi Adenoid, GERD),
fungsional (Serebral Palsy, Sindrom Down, Imunodefisiensi), maupun dari faktor

14
lingkungannya (Bottle feeding, Menyandarkan botol di mulut pada posisi
tengadah (supine position), Perokok pasif, Status ekonomi rendah).

Otitis media efusi merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh
gangguan fungsi tuba, yang didasari oleh dua gangguan fungsional yaitu sebagai
berikut.
1. Gangguan ventilasi telinga tengah
 Infeksi virus pada saluran nafas atas dapat menyebabkan terjadinya
stenosis lumen tuba saat edema mukosa yang inflamasi. Udara dalam
kavum timpani diabsorpsi secara mikrosirkulasi ke mukosa telinga tengah
sehingga menyebabkan terjadinya tekanan negatif pada telinga tengah.
Infeksi virus dan bakteri dapat menyebabkan peningkatan produksi dan
viskositas dari sekresi yang berasal dari telinga tengah.
 Tekanan negatif juga dapat terjadi pada telinga tengah yang sehat karena
peningkatan yang tiba-tiba dari tekanan udara (barotrauma), misalnya
pada pesawat yang mendarat. Mukosa dari tuba eustachius kolaps dan
tekanan negatif tersebut dapat menyebabkan edema mukosa.
 Terjadinya obstruksi ekstrinsik pada tuba, misalnya pada tumor.
 Defisiensi pembukaan aktif tuba oleh otot tensor veli palatini. Terjadinya
malformasi dari rahang dan palatum dapat mengganggu bahkan
menghentikan otot pembuka tuba, yang menyebabkan inflamasi kronik
pada telinga tengah.
2. Infeksi dan inflamasi
 Adenoiditis: pada bayi dan anak-anak, paparan mikroorganisme dapat
menginflamasi mukosa jaringan cincin Waldeyer sehingga menyebabkan
inflamasi. Tonsil adenoid yang membesar dapat menutupi muara tuba
eustachius sehingga menimbulkan tekanan negatif di telinga tengah yang
menyebabkan otitis media.
 Infeksi pada mukosa telinga tengah: infeksi yang terjadi pada saluran
nafas atas dapat berpindah ke atas dan berjalan melalui tuba eustachius ke
dalam telinga tengah (infeksi tubogenik).
 Inflamasi non-infeksius: inflamasi toksik atau alergik pada saluran nafas
atas dapat menyebabkan adenoiditis dan obstruksi hidung. Cairan refluks
dapat berkontribusi juga ada inflamasi. Mekanisme ini penting pada bayi

15
dan anak-anak yang memiliki tuba eustachius yang lebih pendek yang
menawarkan sedikit proteksi.

Faktor Predisposisi :
- infeksi virus atau bakteri:
(Streptococcus Pneumonia,
Haemophilus Influenzae, Otitis Media Akut
Moraxella Catarrhalis)
PATHWAY
- imunologi
- alergi
- Barotitis
Pengobatan tidak tuntas,
Invasi virus dan bakteri Episode Berulang

Infeksi telinga tengah Otitis media efusi perforasi yang


(kavum timpani, tuba eustachius) bersifat menetap

Tekanan negatif Kerusakan kronis pada


Proses Kegagalan fungsi tuba
telinga tengah anatomi membran
peradangan eustachius untuk
timpani seperti
pertukaran udara pada timpanosklerosis
telinga tengah

Tindakan
Nyeri Hipertemi Retraksi
Tuba tidak dapat Operasi/pembedahan
Akut membran
mengalirkan cairan Resiko
timpani
Infeksi
Kurang terpapar
Kesulitan Informasi
Peningkatan Produksi dan
menelan/ akumulasi sekret/ cairan Serosa
mengunyah Pada telinga tengah
Ansietas Kurang
Hantaran suara/udara Pengetahuan
Defisit Nutrisi yang diterima menurun :
-Tinitus
-Penurunan pendengaran
-tuli konduktif ringan

16
Gangguan
komunikasi verbal
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Otitis media efusi dapat didiagnosis berdasarkan anamnesis, hasil
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Beberapa gejala otitis media efusi berdasarkan keluhan pasien yaitu
berkurang sampai hilangnya pendengaran, rasa penuh atau tersumbat di
telinga. Gejala otitis media efusi yang terjadi pada anak biasanya jarang
dikeluhkan, tetapi patut dicurigai jika pada anak tersebut terdapat
keterlambatan bicara. Pada otitis media serosa akut juga terjadi diplacusis
binauralis yaitu suara sendiri terdengar lebih nyaring pada telinga yang sakit.
Pasien mengeluhkan terdapat cairan yang terasa bergerak di dalam telinga
saat posisi kepala berubah. Dapat terjadi nyeri telinga pada barotraumas,
tetapi jika penyebabnya virus atau bakteri biasanya pasien tidak merasakan
nyeri. Pada beberapa pasien terdapat vertigo dan tinnitus.

2. Pemeriksaan fisik
otoscope
Pada pemeriksaan otoskopi dapat terlihat membran timpani yang kelabu
atau menguning yang telah kekurangan pergerakan. Membran timpani yang
retraksi (tertarik ke dalam), dan opaque yang ditandai dengan bergesernya
atau menurun sampai hilangnya refleks cahaya. Processus brevis maleus
terlihat sangat menonjol dan Processus longus tertarik medial dari membran
timpani. Jika membran timpani translusen, maka dapat terlihat air-fluid level
atau air bubble pada telinga tengah.

Gambaran
membran timpani
dengan : a. air-
fluid level, b.
bubble appearance

17
Gambaran membran
timpani pada otitis media
efusi kronis
Pada otitis media efusi yang sudah lama, membran timpani yang terlihat
pada otoskopi masih utuh tetapi suram, berwarna kuning kemerahan atau
keabu-abuan.
Pneumatic otoscope
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai respon gendang telinga terhadap
perubahan tekanan udara. Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak
ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini.
Pemeriksaan Tuba
Untuk menilai ada tidaknya oklusi tuba, bisa dilakukan pemeriksaan tuba misalnya
dengan manuver Valsava, pulitzer balik.
Tes Penala
Pada tes penala ditemukan tuli konduktif pada pasien dengan otitis media
efusi, dengan tes Rinne negatif, tes Weber lateralisasi ke telinga yang sakit,
dan tes Schwabach memanjang pada telinga yang sakit.
3. Pemeriksaan penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu
sebagai berikut.
 Timpanometri: dengan mengukur kompliens dari mekanisme
transformer telinga tengah, timpanometri menyediakan pemeriksaan
objektif untuk status telinga tengah. Timpanometri akan
memperlihatkan sebuah puncak (misalnya pada kompliens maksimal)
ketika tekanan di kanalis akustik eksternal sama dengan di telinga
tengah. Dengan membedakan tekanan di telinga luar, apabila terdapat
efusi maka kompliensnya tidak akan bervariasi dengan perubahan

18
tekanan telinga luar atau bisa terbentuk flat timpanogram (tipe B).
Jika tekanan telinga tengah sama atau mendekati tekanan atmosfer,
terbentuk timpanogram normal (tipe A). Jika tekanannya negative
maka akan terbentuk puncak kompliens yang berada dibawah -99daPa
(tipe C).

Gambar 13. Timpanogram

 Audiometri : pasien dengan otitis media efusi biasanya memiliki tuli


konduktif yang moderate. Audiometri menyediakan pemeriksaan
keparahan kehilangan pendengaran dan meskipun begitu sangat
penting pada monitoring progress dari kondisinya dan menyediakan
informasi yang berguna pada pengambilan keputusan untuk
manajemen terapi. Tuli konduktif pada OME umumnya berkisar
antara derajat ringan hingga sedang.
 Efusi unilateral pada dewasa sebaiknya diselidiki lebih lanjut untuk
menyingkirkan patologi nasofaring yaitu dengan nasofaringoskopi dan
CT-Scan atau MRI jika pemeriksaan langsung sulit dilakukan

7. PENATALAKSANAAN
Non-Bedah
Pengobatan otitis media efusi tergantung kepada penyebab yang
mendasari penyakit tersebut. Pada pengobatan medical diberikan obat
vasokonstriktor lokal (tetes hidung), antihistamin, perasat Valsava, bila tidak ada
tanda-tanda infeksi saluran nafas atas dan hiposensitisasi alergi.
Dekongestan dapat diberikan melalui tetes hidung, atau kombinasi anti histamin dengan
dekongestan oral. Namun kepustakaan lain menuliskan bahwa antihistamin maupun
dekongestan tidak berguna bila tidak ada kongesti nasofaring.

19
Dasar dari pemberian antibiotik adalah berdasarkan penelitian dari hasil
kultur bakteri cairan otitis media efusi. Cairan serosa dan mukoid yang
dikumpulkan pada miringotomi untuk diteliti, hasilnya ditemukan biakan kultur
positif pada 40% spesimen. Hasil biakan kultur tersebut mengandung organisme
yang identik dengan organisme yang didapat dari timpanosentesis otitis media
akut. Maka, pemilihan antibiotik pada otitis media serosa dan mukoid serupa
dengan otitis media akut. Dari telinga dengan OME, H. Influenzae adalah patogen
paling umum, diikuti oleh S. pneumoniae, M. catarrhalis, dan bakteri lainnya
untuk sebagian kecil kasus masing-masing. Sedangkan sumber lain menyebutkan
dengan menggunakan strategi kationifikasi asam nukleat, telah ditunjukkan
bahwa mayoritas OME yang steril benar-benar mengandung DNA dan messenger
RNA dari tiga patogen utama dari OMA, serta A. otitidis. Hasil penelitian terkini,
membuktikan bahwa penggunaan antibiotik terbukti efektif dalam tatalaksana
penderita OME, walaupun efeknya cenderung bersifat jangka pendek. Di
samping itu harus pula dinilai serta diobati faktor-faktor penyebab seperti alergi,
pembesaran adenoid atau tonsil, dan infeksi hidung dan sinus.

Bedah
Tindakan bedah biasanya dilakukan pada kasus OME yang kronik. Beberapa pilihan untuk
tatalaksana bedah antara lain:

a) Pemasangan tuba timpanostomi, Pemasangan tuba timpanostomi untuk


sebagai ventilasi, yang memungkinkan udara masuk ke dalam telinga
tengah, dengan demikian menghilangkan keadaan vakum.
b) Miringotimi. Tindakan miringotomi dilakukan Setelah satu atau dua minggu,
bila gejala-gejala masih menetap, .Tindakan miringitomi dan aspirasi efusi
tanpa pemasangan tuba timpanostomi dibuktikan hanya berguna untuk efek
jangka pendek. Berdasarkan studi oleh Gates, tindakan miringitomi diikuti
pemasangan tuba timpanostomi, dapat mempercepat perbaikan
pendengaran, mempersingkat durasi penyakit, mengurangi angka
rekurens.dan bila masih belum sembuh maka dapat dilakukan miringotomi
serta pemasangan pipa ventilasi (Grommet). Grommet atau ventilation tube

20
merupakan tube kecil yang terbuat dari plastik yang diinsersikan melalui
sebuah lubang kecil pada membran timpani. Grommet akan membantu
drainase cairan yang terkumpul pada telinga tengah dan ventilasi pada
telinga tengah.

Gambar 14.
Pemasangan
pipa Grommet
c)
adenoidektomi.
Manfaat

adenoidektomi pada otitis media serosa kronik masih diperdebatkan.


Tentunya tindakan ini cukup berarti pada individu dengan adenoid yang
besar, dimana tindakan adenoidektomi dapat menghilangkan obstruksi hidung –
nasofaring, memperbaiki fungsi tuba eustachius, dan mengeliminasi sumber reservoir
bakteri. Namun sebagian besar anak tidak memenuhi kategori tersebut. Penelitian mutakhir
(Gates) melaporkan bahwa adenoidektomi terbukti menguntungkan sekalipun jaringan
adenoid tersebut tidak menyebabkan obstruksi. Namun, mengingat risiko post operasi
(seperti perdarahan), adenoidektomi biasanya baru dipertimbangkan ketika penggunaan
tuba timpanostomi gagal untuk menangani otitis media efusi.

8. KOMPLIKASI
Terdapat dua komplikasi pada kasus OME yaitu komplikasi akibat otitis
media efusi itu sendiri dan komplikasi akibat tindakan yaitu :
a. Gangguan pendengaran atau kehilangan pendengaran yang bersifat
sementara. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan bahasa dan prilaku
jika dialami oleh anak-anak.

21
b. Kerusakan kronis pada anatomi membran timpani seperti timpanosklerosis.
Hal ini tergantung pada berapa lama seseorang menderita otitis media efusi
dan tekanan negatif pada telinga tengah.
c. Adanya efusi yang mukoid dapat membuat membrane timpani mengalami
retraksi, atelektasis, adhesi membran timpani pada tulang-tulang
pendengaran, sehingga perlu evaluasi dalam 4-6 minggu.
d. komplikasi tindakan terjadi akibat tusukan pada membrane timpani berupa
dislokasi tulang pendengaran dan perforasi yang bersifat menetap.

9. PROGNOSIS
Anak-anak dengan otitis media efusi memiliki prognosis yang baik untuk
mencapai tahap resolusi sekitar 60% dalam 1 bulan dan 75% setelah 3 bulan.
Namun otitis media efusi memiliki 30-40% kemungkinan rekurensi kembali
setelah diobservasi beberapa tahun menurut sebuah penelitian.

22

Anda mungkin juga menyukai