Anda di halaman 1dari 15

Thalassemia pada Anak

Tiara Agustina
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Tyara.agustina@yahoo.com

Pendahuluan

Thalassemia merupakan penyakit yang diturunkan. Pada penderita thalassemia,


hemoglobin mengalami penghancuran (hemolisis). Penghancuran terjadi karena adanya
gangguan sintesis rantai globin. Hemoglobin orang dewasa terdiri dari HbA yang merupakan
98% dari seluruh hemoglobinya. HbA2 tidak lebih dari 2% dan HbF 3%. Pada bayi baru lahir
HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobin (95%). Pada penderita thalassemia, kelainan
genetik terdapat pada pembentukan rantai globin yang salah sehingga eritrosit lebih cepat lisis.
Akibatnya penderita harus menjalani transfusi darah seumur hidup. Selain transfusi darah rutin,
juga dibutuhkan agent pengikat besi (Iron Chelating Agent) yang harganya cukup mahal untuk
membuang kelebihan besi dalam tubuh. Jika tindakan ini tidak dilakukan maka besi akan
menumpuk pada berbagai jaringan dan organ vital seperti jantung, otak, hati dan ginjal yang
merupakan komplikasi kematian dini.1
Pada skenario, dikatakan bahwa seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dibawa ke
puskesmas dengan keluhan utama pucat sejak 3 bulan yang lalu, mudah lelah, lesu, riwayat
demam dan perdarahan tidak ada, tekanan darah rendah yaitu 90/60 mmHg, sklera dan kulit
ikterik, konjungtiva anemis, dan splenomegali. Pertama perlu dilakukan anamnesis dahulu
kepada pasien dan melakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan diagnosis. Setelah itu
melakukan pemeriksaan penujang yang tepat untuk memperkuat diagnosis tersebut.

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak seusianya
yang normal.2

2. Tanda Vital
 Tekanan darah: 90/60 mmHg
 Frekuensi nadi
Pemeriksaan denyut nadi dilakukan dengan palpasi pada arteri radialis, arteri
carotis, atau arteri radialis. Ujung-ujung jari ditekan makin lama makin kuat di atas
arteri sampai denyut maksimum teraba. Hitunglah denyut nadi dalam satu menit
penuh. Selain itu, ketika memeriksa denyut nadi, kita juga harus memperhatikan
kecepatannya, iramanya, volumenya, dan konturnya. Denyut nadi normal untuk anak
usia 2-10 tahun adalah 55-90x/menit (waktu istirahat) dan bisa sampai 200 x/menit
pada saat aktif atau pada saat demam.2 Pada skenario didapatkan hasil frekuensi nadi
130x/menit.
 Frekuensi napas

1
Kecepatan pernafasan adalah jumlah inspirasi per menit. Selain kecepatan
pernafasan kita juga perlu memperhatikan volume, uasaha bernafas, dan pola
pernafasan. Rata-rata frekuensi normal pernafasan pada anak 10 tahun atau lebih
adalah 15-30x/menit dan pada waktu tidur 15x/menit.2
 Suhu tubuh

3. Inspeksi
a. Kepala, bentuk muka, dan keadaan kulit
Facies cooley adalah ciri khas thalassemia mayor, yakni batang hidung masuk
ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras
untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.3
Warna kulit (ikterus, pucat, coklat, kehitaman). Pucat sering terlihat pada
penderita anemia. Penilaian paling baik adalah pada telapak tangan atau kaki, kuku,
mukosa mulut, dan konjungtiva. Elastisitas kulit (menurun pada orang tua dan
dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites). Adanya bekas-bekas garukan (penyakit
ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan lokasinya), striae
(gravidarum atau cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena
kava inferior & kolateral pada hipertensi portal).3 Pada skenario didapatkan hasil
sklera ikterik dan konjungtiva anemis.

b. Abdomen
 Besar dan bentuk abdomen: rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
 Simetrisitas: adanya benjolan local (hernia, hepatomegali, splenomegali, kista
ovarii, hidronefrosis).
 Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.
 Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa
atau tumor apa.
 Peristaltik: gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak
pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
 Pulsasi: pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan
gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.
 Perhatikan juga gerakan pasien:4
- pasien sering merubah posisi  adanya obstruksi usus.
- pasien sering menghindari gerakan  iritasi peritoneum generalisata.
- pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang atau
relaksasi  peritonitis.
- pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat
nyeri  pankreatitis parah.

4. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan
untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak melakukan
penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen. Palpasi
dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang dikeluhkan nyeri,

2
sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir. Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran atatu
besarnya, bentuknya, lokasinya, konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi atau
mobilitasnya, nyeri spontan atau tekan, dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan
skematisnya.4
Pada perabaan hepar, secara normal teraba 1-2 cm di bawah arkus kosta kanan pada
bayi dan anak kecil. Besarnya hepar diukur di bawah batas kosta di garis midclavicula dan
dari prosessus xiphoideus ke umbilikus. Hepatomegali terdapat pada penyakit infeksi
(hepatitis, sepsis), anemia (thalassemia dan anemia sickle cell), gagal jantung kongestif,
sumbatan saluran empedu, keganasan.3
Pada perabaan limpa dapat dibedakan dari lobus kiri hepar karena bentuk limpa yg
seperti lidah yang menggantung ke bawah, ikut bergerak dalam pernapasan, mempunyai
incisura lienalis serta dapat didorong ke medial, lateral, dan atas. Besarnya limpa diukur
dengan cara Schuffner: jarak maksimum dari pusat ke garis singgung pada arcus costae kiri
dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Garis ini diteruskan kebawah sehingga memotong lipat
paha, garis dari pusat ke lipat paha ini pun dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Pembesaran
limpa (splenomegali) dinyatakan dengan memproyeksikannya dalam bagian-bagian ini.
Limpa yang membesar sampai pusat dinyatakan Schuffner IV, sampai lipat paha Schuffner
VIII. Splenomegali terdapat pada berbagai penyakit infeksi, penyakit darah (thalasemia atau
anemia sickle cell), serosis hepatis, hipertensi porta, gagal jantung kongestif.4 Pada skenario
didapatkan hasil pemeriksaan fisik pada limpa yaitu Schufner III, dimana mengacu pada
pembesaran limpa atau splenomegali.
Pada pasien thalassemia biasanya didapatkan organomegali: hepatosplenomegali
diakibatkan oleh destruksi eritrosit berlebihan, hemopoeiesis ekstramedular, dan
penumpukan besi. Splenomegali meningkatkan kebutuhan darah dan meningatkan volume
plasma.3

5. Perkusi
Perkusi menggambarkan batas-batas statik antara jaringan-jaringan dengan kepadatan
yang berbeda. Pada pemeriksaan abdomen perkusi berguna untuk menilai keadaan abdomen
secara keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa
padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan
usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal
adalah timpani (organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang
padat).4

6. Auskultasi
Dengan mendengar apakah terdapat kelainan suara baik pada pemeriksaan abdomen
(seperti peningkatan bising usus).4

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah Rutin Lengkap


Untuk melihat keadaan darah secara umum, yaitu pemeriksaan Hb, Hematokrit (Ht),
jumlah SDM, leukosit, dan trombosit. Nilai normal Hb (laki-laki >13 g/dL wanita >12g/dL),
Ht (37-42%), SDM (4-6 juta sel/uL), leukosit (4.500-11.000 sel/uL), dan trombosit

3
(150.000-350.000 sel/uL). Dari pemeriksaan keadaan umum darah terkadang sudah dapat
menjawab apakah seseorang menderita kelainan darah ataupun tidak. Anemia biasannya
berat, dengan kadar hemoglobin berkisar antara 3-9 g/dl.3
2. Sediaan Hapus Darah Tepi (SHDT)
Apusan darah digunakan untuk menilai ukuran/bentuk sel darah merah; gambaran dan
diferensial sel darah putih; sel abnormal; ukuran dan morfologi trombosit, dan lainnya.
Eritrosit memperlihatkan anisositosis, poikilositosis, dan mikrositer hipokromia berat.
Sering ditemukan sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak
ditemukan terutama pasca splenektomi. Leukosit dan trombosit normal.3
3. Elektroforesis
Pemeriksaan ini digunakan hanya untuk kasus-kasus hemoglobinopati seperti
thalassemia. Pemeriksaan ini menggunakan agar elektroforesis dan darah, dengan bahan
yang ada akan dibentuk suatu gambaran kurva yang menunjukan kadar masing-masing
globin dalam suatu SDM. Petunjuk adanya thalassemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart’s
dan HbH. Pada thalassemia beta, kadar HbF bervariasi antara 10-90 %, sedangkan dalam
keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.3
5. Aspirasi Sumsum Tulang
Pemeriksaan ini jarang digunakan bila tidak ada indikasi khusus karena pemeriksaan
ini bersifat invasive dan berisiko tinggi serta membuat pasien merasa tidak nyaman.
Pemeriksaan ini digunakan hanya pada pasien yang kooperatif dan memiliki indikasi anemia
defisiensi besi berat, anemia sideroblastik, anemia aplastik, keganasan, limfoma, monitor
pasca kemoterapi, dan untuk melihat keadaan hematopoesis sumsum tulang. Gambaran
sumsung tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya.3

Diagnosis Kerja

Thalassemia adalah kelompok kelainan hematologik diturunkan akibat defek sintesis satu
atau lebih rantai globin. Thalassemia alfa disebabkan oleh kurangnya atau tidak adanya sintesis
rantai globin alfa dan thalassemia beta disebabkan oleh kurangnya atau tidak adanya sintesis
rantai globin beta. Ketidakseimbangan rantai globin menyebabkan hemolisis. Pembawa sifat
thalassemia baik alfa maupun beta bersifat asimtomatis dan tidak membutuhkan terapi. Pasien
dengan thalassemia beta mayor beresiko meninggal karena komplikasi kardiak akibat
kelebihan besi.3

Genotip dan fenotipe thalassemia tipe β


Individu normal memiliki dua alel gen globin- β, sehingga genotype thalassemia tipe β
dapat muncul dalam bentuk heterozigot atau homozigot. Kedua bentuk genotype ini dapat
melahrikan berbagai bentuk fenotipe thalassemia-β. Heterozigositas thalassemia-β disebut
sebagai thalassemia-β trait. Homozigositas atau heterozigositas ganda siebut thalassemia β
mayor.5

Tabel 1. Genotipe dan fenotipe thalassemia-β5

4
Bentuk thalassemia-β Genotip Fenotip
Thalassemia-β0 Thalassemia homozigot Bervariasi (ringan-berat)
(β0 β0)
Thalassemia-β+ Mutasi gen bervariasi Bervariasi (ringan-berat)
heterozigot
Thalassemia-β0 dan thalassemia-β+ Heterozigot ganda:
 2 β0 berbeda atau
2 β+ berbeda
 Atau β0 dan β+

1. Thalassemia-β0, thalassemia-β+, thalassemia homozigot dan heterozigot


thalassemia- β0 (β zero thalassemia)
Terjadi karena gen normal tidak dieskpresikan atau bentuk lebih jarang terjadi
karena delesi gen. Pada thalassemia homozigot (β0 β0) rantai-β0 tidak diproduksi sama
sekali dan hemoglobin A tidak dapat diproduksi.5
Pada thalassemia- β+ (β plus-thalassemia) ekspresi gen β menurun namun tidak
menghilang sama sekali, dengan demikian Hb A tetap diproduksi walaupun akan
menurun. Hingga saat ini banyak ditemukan mutasi dari thalassemia-β+ dengan berat
gangguan dalam sintesis rantai-β yang bervariasi, hal ini juga mengakibatkan gejala yang
ditimbulkan juga bervariasi berat ringannya.5
Thalassemia-β dengan genotip yang homozigot juga menunjukkan fenotip yang
bervariasi, dari yang ringan sampai yang sangat berat. Thalassemia-β heterozigot ganda
dapat memiliki dua gen thalassemia-β+ atau thalassemia-β0 yang berbeda atau dapat pula
kombinasi dari gen β0 atau gen β+.5
2. Thalassemia-β trait
Thalassemia- β trait mempunyai genotip berupa heterozigot thalassemia-β, sering
disebut juga sebagai thalassemia-β minor. Fenotip kelainan ini sering kali asimtomatik.5
3. Thalassemia-β mayor
Thalassemia-β mayor, dengan genotip homozigot atau heterozigot ganda
thalassemia-β, menunjukkan fenotip klinis berupa kelainan yang sangat berat dan
penderita bergantung sepenuhnya pada transfusi darah untuk memperpanjang usia.5
4. Thalassemia-β intermedia
Thalassemia-β intermedia menunjukkan fenotip klinis di antara thalassemia-β
mayor dan thalassemia-β minor. Penderita thalassemia- β intermedia secara klinis dapat
asimptomatik namun disaat tertentu memerlukan transufi darah. Transufi darah pada
thalassemia-β intermedia tidak bertujuan untuk mempertahankan hidup. Thalassemia-β
intermedia merupakan kelompok kelainan yang heterogen dan mencakup:5
 Homozigot dan heterozigot ganda thalassemia- β minor, atau
 Heterozigot thalassemia-β yang diperberat dengan faktor pemberat genetik berupa
triplikasi alfa baik dalam bentuk heterozigot maupun homozigot.
5. Thalassemia-β dominan

5
Thalassemia-β dominan dikaitkan dengan fenotip klinis yang abnormal dari bentuk
heterozigot.5

Genotip dan Fenotip Thalassemia-α


Thalassemia-α u dikelompokkan kedalam empat bentuk genotip dengan fenotip yang
berbeda yang akan dijabarkan dibawah ini:5
1. Thalassemia-2-α trait (-α/αα)
Ditemukan delesi satu rantai α (-α), yang didapatkan dari salah satu orang tuanya.
Sedangkan rantai-α lainnya yang lengkap (αα), diwarisi dari pasangan orang tuanya
dengan rantai-α normal. Penderita kelainan ini merupakan pembawa fenotip yang
asimptomatik atau silent carrier state. Kelainan ini ditemukan pada 15-20% populasi
keturunan Afrika.5
2. Thalassemia-1-α trait (-α/-α atau αα/--)
Pada keadaan ini ditemukan delesi dua lokus. Delesi ini daoat berbentuk
thalassemia-2a-α homozigot (-α/-α) atau thalassemia-1a-α heterozigot (αα/ --). Fenotip
thalassemia-1-α trait menyerupai fenotip thalassemia-α minor.5

3. Hemoglobin H disease (--/-α)


Pada penderita ditemukan delesi tiga lokus, berbentuk heterozigot ganda untuk
thalassemia-2-α dan thalassemia 1-α (--/-α). Fetus yang menderita keadaan ini dapat kita
temukan akumulasi beberapa rantai –β yang tidak berpasangan (unpaired –β chains).
Sedangkan pada orang dewasa yang menderita hemoglobin H akumulasi unpaired –β
chains lebih mudah larut dan akan membentuk tetramer β4, yang disebut HbH. HbH
membentuk sejumlah inklusi kecil di eritroblast, tetapi tidak ditemukan pada eritrosit
yang sudah matang dan beredar di darah tepi. Delesi tiga lokus ini memberikan fenotip
yang lebih berat. Fenotipe HbH diseasemirip dengan anemia hemolitik sedang-berat,
namun disertai dengan inefektivitas eritropoeisis yang lebih ringan.5
4. Hydrops Fetalis dengan Hb Bart’s (--/--)
Pada keadaan ini ditemukan delesi dari 4 lokus. Pada keadaan embrional sama
sekali tidak diproduksi rantai globin α. Keadaan ini kemudian akan mengakibatkan
dibentuknya rantai globin γ yang berlebihan dan membentuk tetramer globin γ4, yang
disebut Hb Bart’s. Tetramer ini mempunyai afinitas terhadap oksigen yang sangat tinggi,
hal ini mengakibatkan oksigen tidak dapat mencapai jaringan fetus, sehingga terjadi
asfiksia jaringan, edema (hydrops fetalis), gagal jantung kongsetif dan meninggal dalam
uterus.5

Secara ringkas genotip dan fenotip dari berbagai mutasi gen pada thalassemia-α akan
dipersingkat dalam bentuk tabel di bawah ini

Tabel 2. Genotip dan fenotip thalassemia-α5

Bentuk thalassemia- α Genotip Fenotip


Thalassemia-2-α trait (-α/ αα) Asimptomatik

6
Thalassemia-1-α trait:
 Thalassemia-2a-α (-α/ -α) Menyerupai thalassemia-β minor
homozigot
 Thalassemia-1a-α (αα / - -)
heterozigot
Hemoglobin H disease ( - - / - α) Thalassemia intermedia
Hydrops fetalis dengan Hb Barts (- - / - -) Hydrops fetalis  meninggal in utero

Di samping itu thalassemia juga dibedakan berdasarkan jenis mayor dan minor,
diantaranya adalah:5
1. Thalassemia beta mayor
Jenis thalassemia yang paling parah, penderita thalassemia jenis ini harus
melakukan transfusi darah terus menerus sejak diketahui melalui diagnosa, meskipun
sejak bayi. Umumnya bayi yang lahir akan sering mengalami sakit selama 1-2 tahun
pertama kehidupannya, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya
yang mengakibatkan keterlambatan sirkulasi zat gizi yang kurang lancar.5

2. Thalassemia beta minor


Yakni jenis thalassemia yang menyebabkan penderitanya mengalami anemia
ringan dan ketidaknormalan sel darah minor. Namun, keuntungannya penderita
thalassemia jenis ini tidak perlu melakukan transfusi darah, cukup dengan menjaga pola
makan yang banyak mengandung zat besi serta kalsium.5
3. Thalassemia beta intermedia
Yakni penderita jenis ini hanya perlu melakukan transfusi darah sewaktu-waktu
jika diperlukan dilihat dari parah tidaknya thalassemia yang diderita dan kebutuhannya
menambah darah.5
4. Thalassemia alfa mayor
Jenis thalassemia satu ini umumnya terjadi pada bayi sejak masih dalam masa
kandungan. Thalassemia ini terjadi apabila seseorang tidak memiliki gen perintah
produksi protein globin, keadaan ini akan membuat janin atau bayi menderita anemia
yang cukup parah, penyakit jantung, dan penimbunan cairan tubuh. Oleh karenanya,
apabila bayi yang sudah diketahui menderita thalassemia ini, bayi harus mendapatkan
transfusi darah sejak dalam kandungan dan setelah lahir agar tetap sehat.5
5. Thalasemia alfa minor
Termasuk jenis thalasemia ringan yang tidak menyebabkan gangguan pada fungsi
kesehatan tubuh. Namun, jenis thalassemia ini umumnya dimiliki oleh wanita dengan
latar belakang memiliki penyakit anemia ringan, kelainan gen ini kemudian diwariskan
kepada anak. Keuntungan yang dimiliki dari thalassemia jenis ini satu ini tidak
memerlukan transfusi darah. Hanya disarankan untuk banyak mengkonsumsi nilai gizi
yang seimbang untuk menunjang kesehatan tubuh, dan pengoptimalan sel darah merah
yang sehat dari berbagai sumber makanan yang banyak mengandung zat besi, kalsium,
magnesium dan lainnya.5

7
Diagnosis Banding

Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis. Karena cadangan besi kosong (deplated iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi ditandai oleh
anemia hiprokrom mikrositer dan hasil laboratorium yang menentukan cadangan makanan besi
dari system retikuloendotelial berkurang, sedangkan cadangan besi masih normal. Anemia
defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di Negara Negara
tropik karena sangat berkaitan dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari
1/3 penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak
sosial yang cukup serius. Gejala anemia defisiensi besi digolongkan menjadi 3 golongan besar,
yaitu:6
1. Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada
anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dL Gejala ini
berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, dan telinga mendenging.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan
jaringan di bawah kuku.6
2. Gejala Khas Akibat Anemia Defisiensi Besi6
 Koilonychia (kuku sendok): kuku menjadi rapuh ber garis-garis vertical dan
menjadi cekung sehingga mirip sendok.
 Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.
 Stomatitis angularis: adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
 Dysfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
3. Gejala Penyakit Dasar
Pada Anemia Defisiensi Besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing
tambang dijumpai dyspepsia, karotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna
kuning.6

Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnosis6


1. Penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat
2. MCV dan MCH menurun
3. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama
4. Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, dan
poikilositosis
5. Lekosit dan trombosit pada umumnya normal
6. Konsentrasi besi serum menurun
7. TIBC (total iron binding capacity) meningkat
Secara labatoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai
kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut:6

8
Anemia hipokrom mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31
% dengan salah satu criteria di bawah ini:
 Dua dari tiga parameter di bawah ini:
- besi serum < 50 mg/dL7
- TIBC > 350 mg/dL
- saturasi transferin < 15 %, atau
 Feritin serum < 20 mg/L, atau
 Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia menunjukkan cadangan besi (butir-butir
hemosiderin) negatif, atau
 Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari selama 4 minggu disertai kenaikan
kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dL (hematologi ukrida).

Anemia Penyakit Kronik


Anemia sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun
keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa lemah dan penurunan
berat badan dan disebut anemia pada penyakit kronis.6
Derajat anemia sebanding dengan berat ringannya gejala, seperti demam, penurunan
berat badan dan debilitas umum. Untuk terjadinya anemia memerlukan waktu 1-2 bulan setelah
infeksi terjadi dan menetap, setelah terjadi keseimbangan antara produksi dan penghancuran
eritrosit dan Hb menjadi stabil.6
Salah satu anemia yang paling sering terjadi pada pasien yang menderita berbagai
penyakit keganasan dan radang kronik. Gambaran khasnya adalah:6
1. Indeks dan morfologi eritrosit normositik normokrom atau hipokrom ringan (MCV
jarang < 75 fL);
2. Anemia bersifat ringan dan tidak progresif (Hb jarang < 9,0 g/dL) – beratnya anemia
terkait dengan beratnya penyakit;
3. Baik kadar besi serum maupun Transferin Iron Binding Capacity (TIBC) menurun; kadar
Serum Transferrin Receptor (sTfR) normal;
4. Kadar ferritin serum normal atau meningkat; dan
5. Kadar besi cadangan di sumsum tulang (retikuloendotel) normal tetapi kadar besi dalam
eritroblas berkurang.

Patogenesis anemia ini tampaknya terkait dengan menurunnya pelepasan besi dari
makrofag ke plasma, memendeknya umur eritrosit, dan respon eritropoietin yang tidak adekuat
terhadap anemia yang disebabkan oleh efek sitokin seperti IL-1 dan TNF pada eritropoiesis.
Anemia ini hanya terkoreksi dengan keberhasilan pengobatan penyakit yang mendasari dan
tidak berespons terhadap terapi besi walaupun kadar besi serum rendah. Pemberian
eritropoietin rekombinan memperbaiki keadaan anemia pada beberapa kasus. Pada banyak
keadaan, anemia ini dipersulit oleh anemia yang disebabkan oleh penyebab lain, seperti
defisiensi besi, vitamin B12, atau folat, gagal ginjal, kegagalan sumsum tulang, hipersplenisme,
kelainan endokrin, anemia leukoeritroblastik, dan lain-lain.6

Etiologi

9
Sindrom thalassemia akibat tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai polipeptida globin
yang bergabung membentuk hemoglobin. Sindrom thalassemia-α biasanya disebabkan oleh
delesi satu gen globin atau lebih. Thalassemia- dapat juga karena delesi gen, tetapi lebih lazim
merupakan akibat kelainan pembacaan atau pemrosesan DNA. Pada tingkat molekular,
sekurang-kurangnya diketahui 100 mutasi yang mengakibatkan kelainan ini. Mutasi ini dapat
mengurangi produksi atau mengubah pemrosesan mRNA. Cara lain pergeseran kerangka atau
mutasi nonsense dapat menggambarkan mRNA nonfungsional. Pada tingkat fenotip, tidak
dibuat -globin (thalassemia-0) atau pengurangan jumlah -globin. normal yang dihasilkan
(thalassemia-+). Hanya rantai globin normal yang dihasilkan pada kelainan ini, tetapi ada
bentuk thalassemia tidak biasa lain yang secara struktural disintesis rantai globulin abnormal.7

Epidemiologi

Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Dilaporkan,
orang-orang pembawa thalassemia di India sendiri jumlahnya sekitar 30 juta. Fakta ini
mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak pada manusia;
menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.8
Sekitar 5% populasi dunia memiliki varian globin tetapi hanya 1,7% memiliki trait
talasemia alfa atau beta. Talasemia mengenai baik laki-laki maupun perempuan dan terjadi
sekitar 4,4 setiap 10.000 kelahiran hidup. Talasemia alfa terjadi paling sering pada keturunan
Afrika dan Asia Tenggara, sedangkan talasemia beta paling umum terjadi pada orang
Mediterania, Afrika, dan keturunan Asia Tenggara.3

Tabel 3. Peta sebaran populasi thalassemia5

Jenis Thalassemia Peta Sebaran


Thalassemia-α Terentang dari Afrika ke Mediteranian, Timur Tengah, Asia Timur,
dan Tenggara
Thalassemia-β Populasi Mediteranian, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia
Tenggara, Rusia Selatan, Cina. Jarang di: Afrika, kecuali Liberia dan
di beberapa bagian Afrika Utara Sporadik: pada semua ras.

Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000 anak lahir di


dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000 anak kecil
menderita penyakit ini. Sedang mereka yang tergolong thalassemia trait jumlahnya mencapai
sekitar 200.000 orang.9
Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien thalassemia mayor
yang berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5
% pasien thalassemia β homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta thalassemia α 1,3%.
Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya.9

Patofisiologi

1. Patofisiologi Thalassemia – β
Pada thalassemia – β terdapat penurunan produksi rantai β, dan terjadi produksi
berlebihan rantai α. Meskipun pada pasca kelahiran juga di produksi rantai globin ã, yang

10
kemudian dapat mengikat rantai globin α membentuk α2γ2 (HbF), tetapi tidak cukup untuk
mengkompensasi kekurangan α2β2 (HbA). Hal ini menunjukkan bahwa produksi rantai
globin β dan rantai globin γ tidak pernah mencukupi untuk mengikat rantai globin α yang
berlebihan. Rantai α yang berlebihan ini merupakan penyebab utama patogenesa dalam
proses thalassemia-β.5
Rantai α yang berlebihan akan berpresipitasi pada prekusor sel darah merah dalam
sumsum tulang dan dalam sel progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan
gangguan pematangan precursor eritroid dan eritropoeisis yang tidak efektif (inefektif),
sehingga umur eritrosit menjadi lebih pendek. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya
anemia. Anemia lebih lanjut lagi akan menjadi pendorong (drive) proliferasi sel eritroid
yang terus menerus dalam sumsum tulang yang sudah inefektif, sehingga terjadi ekspansi
sumsum tulang. Hal ini kemudian akan menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai
gangguan pertumbuhan dan metabolisme. Anemia kemudian akan ditimbulkan lagi dengan
adanya hemodilusi akibat adanya hubungan langsung (shunting) darah akibat sumsum
tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya splenomegaly yang terjadi karena banyaknya
sel darah merah yang mengalami hemolysis. Pada limpa yang membesar terdapat sel darah
merah abnormal yang terjebak, yang kemudian akan dihancurkan oleh sistem fagosit di
limpa. Hiperplasi sumsum tulang akan meningkatkan absorpsi dan muatan ion besi. Hal ini
akan menyebabkan penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ yang akan
diikuti dengan keruskan organ yang diakhri dengan kematian, bila besi ini tidak segera di
keluarkan.5

2. Patofisiologi Thalassemia-α
Patofisiologi thalassemia-α umumnya sama dengan yang dijumpai pada thalassemia-
β kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) muatan (T) rantai globin-α. Hilangnya
gen globin-α tunggal (-α/αα atau αTα/αα) tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan
thalassemia-2a-α homozigot (-α/-α) atau thalasemia-1a-α heterozigot (αα/- -) memberi
fenotip seperti thalassemia β carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin-α memberikan fenotip
tingkat penyakit berat menengah, yang dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan
thalassemia α0 homozigot (--/--) tidak dapat bertahan hidup disebut sebagai Hb Bart’s
hydrops syndrome.5
Kelainan dasar thalassemia-α sama dengan thalassemia-β yakni ketidak seimbangan
sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar sewaktu masa fetus. Beberapa perbedaan
itu adalah:5
 Pertama, kedua rantai- α hemoglobin dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus atau
dewasa (tidak seperti pada thalasemia-β), maka thalassemia-α bermanifestasi pada
masa fetus.5
 Kedua, sifat-sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai globin-γ
dan -β yang disebabkan oleh defek produksi rantai globin-α berbeda dengan akibat
produksi berlebihan rantai-α pada thalassemia-β. Bila kelebihan rantai-α tersebut
menyebabkan presipitasi pada prekursor eritrosit, maka thalassemia- α menimbulkan
tetramer yang larut (soluble) yakni γ4, Hb Bart’s dan β4.5

Gejala Klinis

11
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya
tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalm tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang
berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan
baik, maka tumbuh kembang anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan
lemak tubuh, dan dapat disertai dengan demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama
biasanya menyebabkan pembesaran jantung.3
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada
tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoid akibat sistem eritropoesis yang
hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menyebabkan
fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi
menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit,
koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila
limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat
menyebabkan kematian. Dapat timbul pansitopenia akibat hipersplenisme.3
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan menars dan gangguan
perkembangan sifat seks sekunder), pankreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia,
gangguan hantaran, gagal jantung), dan perikardium (perikarditis).3

Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada thalassemia beta mayor atau intermedia berkaitan dengan
stimulasi berlebih sumsum tulang, eritropoeisis yang tidak efektif, dan kelebihan besi akibat
transfusi berulang. Masalah kelebihan besi (iron overload) merupakan masalah utama pada
thalassemia yang memerlukan transfusi berulang. Kondisi ini mengganggu semua fungsi organ
tubuh terutama jantung. Dengan transfusi darah berulang, penyerapan besi akan berlanjut dan
akan menimbulkan penimbunan besi pada organ viseral (hemosiderisis). Pada jantung
menyebabkan kardiomiopati, pada hati timbul gangguan pembekuan darah dan metabolik, pada
kelenjar endokrin dapat terjadi hipogonadisme dan diabetes melitus (pada remaja dan dewasa).3
Bayi yang tidak diberi tata laksana akan mengalami keterlambatan pertumbuhan,
abnormalitas skeletal, pubertas terlambat, diabetes melitus, gangguan tiroid, dan osteoporosis.3
Splenomegali dapat terjadi pada thalassemia simtomatis. Splenomegali dapat
memperburuk anemia dan menyebabkan neutropenia dan trombositopenia. Pada umumnya
kematian diakibatkan komplikasi jantung dan infeksi (terlebih pada penderita dengan
splenoktomi).3

Penatalaksanaan

1. Transfusi Darah
Transfusi teratur sangat penting untuk ketahanan hidup kebanyakan thalassemia-
homozigot. Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dL.
Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata. Hal memungkinkan
pasien dapat lebih nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik
progresif yang terkait dengan perubahan tulang-tulang muka, dan meminimalkan dilatasi
jantung dan osteoporosis. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah terpampat
(PRC) biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk mencegah

12
alloimunisasi dan mencegah reaksi transfusi. Lebih baik digunakan PRC yang relatif segar
(kurang dari 1 minggu dalam antikoagulan CPD). Walapun dengan kehati-hatian yang
tinggi, reaksi demam akibat tranfusi lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan
penggunaan eritrosit yang direkonstitusi dari darah beku atau penggunaan filter leukosit,
dan dengan pem-berian antipiretik sebelum transfusi.4

2. Terapi Khelasi Besi


Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang yang tidak dapat
dihindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak
dapat diekskreksikan secara fisiologis. Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkan
dicegah dengan pemberian parenteral obat pengkhelasi besi (iron-chelating drugs),
deferoksamin, yang membentuk kompleks besi yang dapat diekskresikan dalam urin. Obat
ini diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil
(selama tidur), 5 atau 6 malam/minggu. Penderita yang menerima regimen ini dapat
memperlahankan kadar feritin serum kurang dari 1.000 ng/mL, yang benar-benar di bawah
nilai toksik.7,10

3. Splenektomi
Splenektomi dipertimbangkan pada penderita yang kebutuhan transfusinya bertambah
di luar porporsi pertumbuhan atau proporsi yang mengurangi gejala tekanan yang
disebabkan oleh hipertrofi limpa masif. Splenektomi meningkatkan risiko sepsis yang parah
sekali, dan oleh karena itu operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan harus
ditunda selama mungkin. Kebutuhan transfusi melebihi 240 ml/kg PRC/tahun biasanya
merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk mempertimbangkan
splenektomi.10

4. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B harus dilakukan pada semua pasien non-imun. Pada hepatitis C
yang ditularkan lewat transfusi, diobati dengan interferon-a dan ribavirin apabila ditemukan
genom virus dalam plasma.6,10

Pencegahan

Tidak ada pengobatan definitif yang tersedia dengan luas untuk thalassemia, penekanan
utama telah ditempatkan pada penapisan populasi yang berisiko agar dapat diberikan konseling
genetik. Ada beberapa cara yaitu hindari menikah dengan orang yang memiliki riwayat
talasemia dan skrining sebelum menikah & ketika memiliki anak. Penapisan pembawa sifat
thalassemia- lebih berdaya guna bila dikerjakan dengan penilaian indeks sel darah merah.2
Di Indonesia program pencegahan thalassemia- mayor telah dikaji oleh Departemen
Kesehatan melalui program Health Technology Assesment (HTA), di mana beberapa butir
rekomendasi, sebagai hasil kajian, diusulkan dalam program prevensi talasemia, termasuk
tekhnik dan metoda uji saring laboratorium, strategi pelaksanaan dan aspek medikolegal,
psikososial, dan agama.5

Prognosis

13
Prognosis tergantung tipe thalassemia yang menyerang seseorang. Tanpa terapi penderita
akan meninggal pada dekade pertama kehidupan, pada umur 2-6 tahun, dan selama hidupnya
mengalami kondisi kesehatan buruk. Dengan transfusi saja penderita dapat mencapai dekade
ke dua, sekitar 17 tahun, tetapi akan meninggal karena hemosiderosis, sedangkan dengan
transfusi dan iron chelating agent atau terapi kelasi besi penderita dapat mencapai usia dewasa
meskipun kematangan fungsi reproduksi tetap terlambat. Namun pada kasus dalam skenario
ini prognosis penderita adalah dubia et malam.7,10

Kesimpulan

Thalassemia merupakan kelainan sintesis hemoglobin dimana merupakan kelainan


penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler
thalassemia dibedakan atas thalassemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan antara
thalassemia mayor dan minor. Thalassemia mayor sangat tergantung pada transfuse dan
thalassemia minor (karier) biasa tanpa gejala. Thalassemia diturunkan berdasarkan Hukum
Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan
heterozigot gejalanya lebih berat daripada thalassemia alfa atau beta.
Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dijabarkan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa pasien anak usia 6 tahun pada kasus tersebut didiagnosis menderita thalassemia. Namun
untuk menyimpulkan thalassemia jenis apa, perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lanjutan yang lengkap dan terarah.

Daftar Pustaka

1. Rudolph, Abraham M. Rudolph’s pediatrics vol. 2 20th edition (edisi bahasa indonesia,
ahli bahasa: a. samik wahab, sugiarto). EGC: Jakarta; 2007.h.1290.
2. Gleadle Jonathan, Mehta A, Hoffbrand V. Anemia dalam buku At a Glance anamnesis
dan pemeriksaan Fisik. Alih bahasa, Rahmalia Annisa; editor, Safitri Amalia. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2005. h.18-25, 83-4.
3. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, editor. Kapita selekta kedokteran Edisi 4.
Jilid 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.h.59-61.
4. Latief A, Tumbuleka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH, et
all. Diagnosis fisis pada anak. Jakarta: CV Sagung Seto; 2009.h.3-8, 35-8, 41, 115-7.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, et all, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 5. Jilid 2. Jakarta: InternaPublishing; 2014.h.2625-38.
6. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi; alih bahasa: Lyana
Setiawan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2005.h.67-87.
7. Mentzer WC. Talasemia dalam Buku Ajar Pediatrik Rudolf; editor, Abraham M.
Rudolph, et all; alih bahasa, A. Samik Wahab, Sugiarto; editor bahasa Indonesia,
Natalia Susi, et all. Edisi 20 Vol.2. Jakarta: EGC; 2006.h.1331-34.
8. Yaish Hassan M. Thalassemia. April 20, 2016. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview#a7

14
9. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal: Talasemia.
Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia.
Jakarta: 2010.h.64-84.
10. Honig GR. Kelainan hemoglobin dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Nelson; editor
Richard E. Behrnab, et all; Alih bahasa, A. Samik Wahab; editor bahasa Indonesia, A.
Samik Wahab, et all. Edisi 15 Vol.2. Jakarta: EGC; 2000.h.402-20.

15

Anda mungkin juga menyukai