Anda di halaman 1dari 8

SPIRAKEL, Vol.7 No.

2, Desember 2015: 38-45 Strategi Pengendalian Hospes …(Anis Nurwidayati)


DOI : 10.22435/spirakel.v7i2.6128.38-45

STRATEGI PENGENDALIAN HOSPES PERANTARA SCHISTOSOMIASIS

Anis Nurwidayati1
1
Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Donggala
Jl. Masitudju No 58 Labuan Panimba, Labuan 94352, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia

Abstract
Schistosomiasis is snails intermediated disease that infects humans and other mammals.
Schistosomiasis distributed in various parts of Asia, Africa and America. Schistosomiasis in
Indonesia is only found in the highlands of Napu, Lindu and Bada, Central Sulawesi.
Intermediate snail of schistosomiasis in Indonesia is Oncomelania hupensis lindoensis.
Schistosomiasis control strategies in many countries are generally conducted by controlling
intermediate snail using mechanic ways, molluscicide, and biological control. Development of
vaccines and better diagnostic techniques are expected to help reduce infection in humans.
Some basic research about molecular aspect of schistosomiasis have been conducted to
understand the interactions between snails and parasites, as well as the identification of genes
that are expected to lead the snail resistant to infection.

Key words: Schistosomiasis, snail, molluscicides

STRATEGIC CONTROL OF SCHISTOSOMIASIS INTERMEDIATE HOST


Abstrak
Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit yang diperantarai oleh keong yang
menginfeksi manusia dan hewan mamalia lain. Schistosomiasis tersebar di berbagai wilayah
kawasan Asia, Afrika dan Amerika. Schistosomiasis di Indonesia hanya ditemukan di dataran
tinggi Napu, Lindu dan Bada, Sulawesi Tengah. Keong perantara schistosomiasis di Indonesia
adalah Oncomelania hupensis lindoensis. Strategi pengendalian schistosomiasis di berbagai
negara pada umumnya dilakukan dengan pengendalian keong perantaranya, baik secara
mekanik, kimia dan biologi. Pengembangan vaksin dan teknik diagnosis yang lebih baik
diharapkan dapat membantu pengurangan infeksi pada manusia. Beberapa penelitian dasar
bidang molekuler telah dilakukan untuk memahami interaksi antara keong dan parasit, serta
identifikasi gen yang diharapkan dapat menyebabkan keong resisten terhadap parasit.

Kata kunci: Schistosomiasis, keong, moluskisida

Naskah masuk: tanggal 23 Maret 2015; Review I: tanggal 23 Maret 2015; Review II: tanggal 3 Desember 2015;
Layak terbit: tanggal 31 Desember 2015


Alamat korespondensi: anisnurw21@gmail.com

38
SPIRAKEL, Vol.7 No.2, Desember 2015: 38-45 Strategi Pengendalian Hospes …(Anis Nurwidayati)
DOI : 10.22435/spirakel.v7i2.6128.38-45

PENDAHULUAN Amerika Latin; S. japonicum dan S. mekongi


ditemukan di Asia dan kawasan pasifik.3
Schistosomiasis merupakan penyakit
parasit paling mematikan kedua setelah Keong Biomphalaria alexandrina
malaria. Penyakit ini menimbulkan dampak merupakan hospes perantara spesifik dari
kerugian ekonomi dan masalah kesehatan S.mansoni di wilayah Mesir. Keong
masyarakat di banyak negara berkembang.1 perantara schistosomiasis di kawasan Asia
Schistosomiasis menginfeksi 230 juta orang yaitu Oncomelania hupensis di China,
di 77 negara dengan 600 juta orang berisiko Neotricula aperta di kawasan Sungai
terinfeksi. Penyakit ini tersebar di negara- Mekong (Vietnam, Laos, Thailand),
negara berkembang baik tropik maupun Oncomelania quadrasi di Filipina,
subtropik yaitu China, Jepang, Philipina, Oncomelania hupensis lindoensis di
Indonesia, Vietnam, Laos, Thailand, Indonesia.2
2
Kamboja. Schistosomiasis di Indonesia
Beberapa spesies cacing schistosoma merupakan penyakit zoonosis yang
yang menginfeksi manusia telah diketahui, disebabkan cacing trematoda darah
yang mana tergantung pada jenis keong Schistosoma japonicum dengan hospes
perantara yang berbeda – beda. perantara keong Oncomelania hupensis
Schistosoma haematobium menyebabkan lindoensis. Schistosomiasis sering disebut
schistosomiasis urinaria di Afrika, Timur juga sebagai demam keong di daerah
Tengah dan Mediterania bagian timur. endemis di Indonesia. Schistosomiasis di
Empat spesies cacing yang lain Indonesia hanya ditemukan di Provinsi
menyebabkan schistosomiasis intestinal, Sulawesi Tengah yaitu di dataran tinggi
yaitu S. intercalatum terjadi di sepuluh Lindu, Kabupaten Sigi dan dataran tinggi
negara di kawasan hutan hujan di Afrika, S. Napu dan dataran tinggi Bada, Kabupaten
mansoni ditemukan di lebih dari 52 negara di Poso.4
Afrika, Karibia, Mediterania bagian timur,

Gambar 1. Persebaran daerah endemis schistosomiasis di Indonesia


(Sumber: Balai Litbang P2B2 Donggala)

39
SPIRAKEL, Vol.7 No.2, Desember 2015: 38-45 Strategi Pengendalian Hospes …(Anis Nurwidayati)
DOI : 10.22435/spirakel.v7i2.6128.38-45

Secara klinis schistosomiasis dapat diberikan kepada penduduk umur 5 tahun


dibagi menjadi tiga stadium, yaitu : ke atas. Pada balita hanya diberikan pada
individu yang positif. Pengobatan ditunda
Stadium I, dimulai sejak masuknya serkaria
pada wanita hamil, wanita menyusui dan
ke dalam kulit sampai cacing menjadi
yang sakit berat.2
dewasa, termasuk perpindahan
schistosomula (cacing Schistsoma muda) Pengobatan selektif dilakukan bila
melalui paru – paru ke sistem portal.4 Pada prevalensi di bawah 1 %. Pengobatan
stadium ini dapat dibedakan menjadi tiga diberikan setiap 6 bulan pada penduduk
gejala, yaitu : yang positif dan serumah.
a. Gejala kulit dan alergi Pengobatan perorangan diberikan pada
Berupa ruam pada kulit, kemerahan fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan
dengan rasa gatal dan panas di tempat pemeriksaan klinis atau laboratorium.
serkaria masuk. Gejala ini timbul beberapa
Obat yang digunakan yaitu
jam setelah infeksi. Gejala ini akan hilang
praziquantel dengan dosis 30 mg/kg
dalam waktu 2-3 hari. Setelah itu muncul
BB/dosis diberikan 2 dosis dalam satu hari,
gejala alergi berupa demam, urtikaria serta
total 60 mg/kg/BB. Jarak pemberian dosis
pembengkakan.
pertama dengan dosis kedua adalah 4-6
b. Gejala paru – paru jam. Obat diminum sesudah makan. Selain
Berupa batuk kadang disertai dahak, obat praziquantel disediakan juga obat
kadang dengan sedikit bercampur darah. penawar karena obat praziquantel
menimbulkan efek samping antara lain,
c. Gejala toksemia
demam, sakit kepala, pusing, mual, dan
Mulai muncul antara minggu ke dua
lain-lain5.
sampai minggu ke delapan setelah
infeksi.Gejalanya berupa demam tinggi, Dalam tulisan ini penulis ingin
lemah, malaise, anoreksi, mual, muntah, mendeskripsikan tentang berbagai strategi
sakit kepala dan nyeri tubuh, diare, sakit pengendalian keong perantara
perut, hati dan limpa membesar dan nyeri schistosomiasis di beberapa negara.
pada perabaan.4 Informasi yang dihasilkan diharapkan dapat
menjadi masukan bagi upaya pengendalian
Stadium II, dimulai saat peletakan telur
keong perantara schistosomiasis di
dalam pembuluh darah dan dikeluarkannya
Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk
menembus mukosa usus. Gejala berupa
menjabarkan beberapa strategi
lemas, malaise, demam, berat badan
pengendalian keong perantara
menurun, mulai terjadi pembengkakan
schistosomiasis, meliputi pengelolaan
hepar (hepatomegali), pembengkakan limpa
lingkungan, penggunaan moluskisida baik
(spleenomegali). Gejala ini timbul pada 6-8
moluskisida kimia dan tanaman serta
bulan setelah infeksi.4
pengendalian secara biologis.
Stadium III, terjadi pada stadium lanjut,
lebih dari delapan bulan setelah infeksi.
Kelainan berupa pembentukan jaringan ikat METODOLOGI
menetap akibat terperangkapnya telur di
jaringan hati. Gejala berupa sakit perut, Metode penulisan ini menggunakan
disentri, pelebaran pembuluh darah perut, penelusuran literatur dengan menelaah
pembengkakan / asites, anemia.4 buku, artikel dan jurnal ilmiah khususnya
dalam hal pengendalian keong perantara
Pengobatan penduduk merupakan schistosomiasis.
kegiatan pokok pada pengendalian
schistosomiasis. Adapun kriteria pemberian
pengobatan schistosomiasis adalah HASIL
sebagai berikut:
Penyebab schistosomiasis di
Pengobatan massal dilaksanakan bila Indonesia adalah cacing trematoda
prevalensi skistosomiasis di desa > 1%. Schistosoma japonicum. Telur S. japonicum
Pengobatan ini dilaksanakan setiap 6 bulan dikeluarkan bersama dengan tinja

40
SPIRAKEL, Vol.7 No.2, Desember 2015: 38-45 Strategi Pengendalian Hospes …(Anis Nurwidayati)
DOI : 10.22435/spirakel.v7i2.6128.38-45

penderita, kemudian dalam air menetas sehingga tidak menjadi masalah lagi dalam
menjadi mirasidium yang akan menembus penularan schistosomiasis di Indonesia.5
tubuh keong Oncomelania hupensis
Untuk melakukan pengendalian keong
lindoensis. Dalam tubuh keong mirasidium
schistosomiasis harus mempertimbangkan
akan mengalami perkembangan menjadi
sifat keong yang amfibious dan jenis daerah
sporokista, kemudian menjadi serkaria yang
tempat hidup keong. Pada umumnya
akan keluar dari tubuh keong. Infeksi
daerah tersebut berupa daerah yang selalu
terjadi melalui serkaria yang menembus
basah sepanjang tahun, becek, dibawah
kulit manusia dan atau mamalia.
pohon besar atau dibawah semak-semak,
S.japonicum dewasa hidup di vena hepatika
padang rumput bekas sawah yang selalu
dan vena mesenterika.4
basah. Cara pengendalian keong perantara
Prevalensi kasus schistosomiasis di schistosomiasis di Indonesia dapat
Lindu tahun 2008-2013 yaitu 1,4%, 2,32%, dilakukan secara kimiawi dan mekanik.
3,21%, 2,67%, 0,76%, 0,71%. Proporsi Pengendalian secara kimiawi menggunakan
kasus schistosomiasis di Napu tahun 2008 zat kimia untuk membunuh keong.
– 2013 yaitu 2,44%, 3,8%, 4,78%, 2,15%, Pengendalian secara mekanis dimaksudkan
1,44%, 2,24%. Survei keong tahun 2012 untuk merubah habitat yang
menunjukkan infection rate masih tinggi menguntungkan bagi kehidupan keong
yaitu 1,79% di Napu dan 2,53% di Lindu.6 perantara menjadi daerah yang tidak
menguntungkannya dan akhirnya keong
Hospes perantara schistosomiasis
itupun mati. Pengendalian secara mekanik
adalah keong O.h.lindoensis yangbersifat
dapat dilakukan antara lain dengan
amfibious. Keong perantara ini hidup
penimbunan habitat keong perantara,
tersebar luas di daerah endemis tetapi tidak
pengeringan/pembakaran habitat keong
merata, terbatas pada tempat-tempat
perantara. Pengendalian juga dapat
tertentu yang disebut daerah fokus. Hospes
dilakukan dengan mengubah cara
definitif schistosomiasis adalah manusia
mengolah sawah, misalnya dengan
dan hewan mamalia. Terdapat 13 mamalia
intensifikasi pertanian, memakai bibit
yang diketahui terinfeksi oleh
unggul, pengolahan sawah sepanjang
schistosomiasis antara lain : sapi (Bos
tahun, perbaikan irigasi, mekanisasi
sundaicus), kerbau (Bubalusbubalis), kuda
pertanian.5
(Equus cabalus), anjing (Canis familiaris),
babi (Sus sp), musang (Vivera tangalunga), Pengendalian keong O.h. lindoensis
rusa (Cervus timorensis), berbagai jenis di Sulawesi Tengah secara kimiawi saat ini
tikus (Rattus exulans, R. marmosurus, R. digunakan zat kimia Niclosamide
norvegicus, R. palellae).7 (Bayluscide). Zat kimia ini bersifat racun
terhadap keong, telur dan anak keong
perantara schistosomiasis maupun
BAHASAN terhadap telur dan serkaria cacing
S.japonicum. Penyemprotan moluskisida
Pengendalian Keong Perantara dilakukan di habitat keong secara periodik
Schistosomiasis di Indonesia dan rutin. Dosis yang dianggap efektif saat
Pengendalian keong perantara ini adalah 0,2 gram/m2.5
schistosomiasis Oncomelania hupensis
lindoensis, merupakan salah satu usaha
pemutusan mata rantai penularan Pengendalian Keong Perantara
schistosomiasis. Mengingat pentingnya Schistosomiasis di Negara Lain
peran keong O.h.lindoensis dalam rantai Pengendalian dengan Pengelolaan
penularan schistosomiasis, maka Lingkungan
pengendalian keong perantara ini harus Faktor lingkungan yang
dilakukan. Pengendalian terhadap keong mempengaruhi penyebaran keong yang
perantara ini dimaksudkan untuk menekan diperkirakan dapat dimodifikasi untuk
serendah-rendahnya populasi keong O. h pengendalian keong dapat dikelompokkan
lindoensis dan menekan angka infection- menjadi beberapa bagian sebagai berikut:
rate pada keong perantara menjadi 0%

41
SPIRAKEL, Vol.7 No.2, Desember 2015: 38-45 Strategi Pengendalian Hospes …(Anis Nurwidayati)
DOI : 10.22435/spirakel.v7i2.6128.38-45

a. Komposisi kimia air Tanaman air menyediakan naungan bagi


Kimia air yang dimaksud adalah keong dari radiasi matahari dan aliran air,
konsentrasi kalsium, jumlah total kimia sebagai sumber makanan, dan tempat
terlarut dalam air dan oksigen terlarut. meletakkan telur keong.13
Kepadatan semua spesies keong sangat
d. Pengendalian secara mekanik
rendah dalam air dengan kadar garam
Pengendalian secara mekanik yang
tinggi, kepadatan keong tinggi di air dengan
dilakukan di Indonesia dapat berupa upaya,
kadar garam sedang, dan kembali rendah di
diantaranya perbaikan dan pembuatan
air dengan konsentrasi kalsium rendah.
saluran air, pembersihan saluran air dari
Efek konsentrasi NaCl dan aspek salinitas
rumput untuk memperlancar aliran air,
terhadap keong air tawar telah diteliti oleh
pengeringan daerah fokus keong, dan
Madsen tahun 1990. Penelitian tersebut
pemanfaatan lahan fokus keong menjadi
menunjukkan bahwa salinitas yang tinggi
lahan produktif.13
menyebabkan berkurangnya kepadatan
keong perantara schistosomiasis,
sedangkan tahap bebas dari schistosoma Pengendalian dengan Moluskisida
masih dapat bertahan hidup.8 a. Moluskisida kimia
Kadar oksigen menjadi faktor penting Moluskisida disebut sebagai sebuah
dalam distribusi spesies dalam habitat. upaya pengendalian populasi keong yang
Keong membutuhkan kadar oksigen yang efektif dan berperan penting dalam
cukup banyak untuk bertahan hidup. pengendalian schistosomiasis. Moluskisida
Keberadaan tanaman di permukaan air yang digunakan dalam pengendalian keong
dapat mengurangi kemampuan keong perantara schistosomiasis adalah
dapat mendapatkan oksigen.8 niclosamide. Niclosamide merupakan
garam ethanoalmine dengan rumus kimia
b. Suhu 2’5-dichloro-4’-nitrosalicylanilide, yang
Suhu dapat membatasi kelangsungan diproduksi dengan nama komersial
hidup keong Biompahalaria glabrata. Keong Bayluscide. Penggunaan moluskisida
B.glabrata akan mati pada musim dingin sintetik memiliki kekurangan yaitu
dan suhu pada malam hari mencapai di kecenderungan bersifat toksik terhadap
bawah titik beku.10 Penelitian oleh Coelho lingkungan, ikan, biota mikroskopis
dan Bezerra menunjukkan pengaruh suhu (zooplankton dan fitoplankton), dan
pada perkembangan infeksi S. mansoni mempengaruhi vegetasi di habitat keong
pada keong B. glabrata. Penelitian tersebut perantara schistosomiasis.14
menunjukkan hubungan secara langsung
antara suhu dan tingkat infeksi pada keong, b. Moluskisida berbahan tanaman
yaitu pada suhu yang lebih rendah Kekurangan moluskisida sintetik
menunjukkan tingkat infeksi S. mansoni mendorong penelitian tentang tanaman
pada keong yang lebih rendah. Suhu yang yang berpotensi sebagai moluskisida
diujikan adalah 15, 20, dan 30°C.11 alternatif selain niklosamide. Penggunaan
Penelitian serupa oleh Yang et al tahun tanaman bermoluskisida diharapkan lebih
200712 di China menunjukkan korelasi sederhana, murah, dan lebih ramah
positif antara suhu dengan perkembangan lingkungan. Berbagai tanaman yang
S. japonicum dalam keong Oncomelania memiliki kandungan sebagai moluskisida
hupensis. Perkembangan stadium S. ditemukan dari anggota family Solanaceae,
japonicum dalam keong paling cepat terjadi Phytolaccaceae, Fabaceae, Rubiaceae,
pada suhu 30°C. dan Euphorbiaceae.15 Berbagai spesies
tanaman yang memiliki kandungan
c. Tanaman Air moluskisida terhadap keong perantara
Keragaman spesies keong air tawar schistosomiasis (Bulinus africanus dan
paling tinggi pada umumnya berasosiasi Biomphalaria glabrata) antara lain
dengan tanaman air, baik di permukaan Phytolacca dodecandra (L’ Herit) Balanites
maupun yang melayang dalam air. Terdapat aegyptiaca, Sapindus saponaria, Swartzia
simbiosis antara keong dengan tanaman air madagascarensis, Jatropha curcas,
yang berlangsung pada waktu yang lama. Riccinus communis Agave filifera, Ammi

42
SPIRAKEL, Vol.7 No.2, Desember 2015: 38-45 Strategi Pengendalian Hospes …(Anis Nurwidayati)
DOI : 10.22435/spirakel.v7i2.6128.38-45

majus, Canna Indica, Jatropha curcas, Ikan dari jenis Trematocranus


Dyzygotheca elegantissima, Anagalis placodon telah digunakan untuk
arvensis, Solanum dubium, G.officinalis, pengendalian keong perantara
A.stylosa, Euphorbia splendens.16,17 schistosomiasis secara biologi, dan
diperkirakan keong merupakan makanan
Penelitian tentang biji jarak merah di
yang disukai ikan tersebut.25 Penelitian ini
Napu, Sulawesi Tengah didapatkan hasil
menunjukkan potensi penggunaan ikan
yaitu ekstrak metanolik biji jarak merah
tilapia untuk pengendalian keong
memiliki potensi sebagai moluskisida.18 Uji
Biomphalaria yang merupakan hospes
Phorbol Esters (PE) dari biji jarak pagar
perantara S.mansoni.26
terhadap keong (Physa fontinalis)
menunjukkan peningkatan tingkat kematian
keong uji seiring dengan peningkatan
konsentrasi PE rich fraction, dengan nilai
KESIMPULAN
LC50=0,33 mg/L. Pengujian phorbol esters Pengendalian keong perantara
standard pada konsentrasi 1 mg/L PEs schistosomiasis merupakan aspek penting
menghasilkan kematian keong sebesar dan efektif dalam pengendalian
100%.19 Rug dan Ruppei (2000) schistosomiasis. Pengendalian keong dapat
melaporkan bahwa minyak kasar biji jarak dilakukan dengan berbagai strategi, mulai
pagar dan ekstrak methanol dari minyak manipulasi faktor lingkungan keong,
jarak pagar menunjukkan toksisitas pengelolaan daerah fokus keong,
terhadap keong (Biomphalaria glabrata) penggunaan moluskisida kimia dan hayati,
dengan nilai LC50 sebesar 50 mg/L dan 5 serta secara biologi.
mg/L. nilai LC 100 sebesar 100 mg/L untuk
minyak kasar dan 25 mg/L untuk ekstrak
methanol dari minyak. Liu (1997) SARAN
melaporkan bahwa ekstrak methanol biji
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
jarak pagar menyebabkan kematian keong
tentang efektivitas strategi yang dapat
O. hupensis sebesar 50% pada konsentrasi
diaplikasikan di daerah endemis
10 mg/L.20,21
schistosomiasis di Indonesia, sebagai
alternatif upaya pengendalian keong selain
Pengendalian Secara Biologi yang telah dikerjakan selama ini oleh
Penelitian untuk mencari alternatif Program Pengendalian Schistosomiasis di
pengendalian keong perantara Sulawesi Tengah.
shistosomiasis menggunakan agen biologi
telah banyak dilakukan di berbagai negara,
diantaranya menggunakan itik, keong UCAPAN TERIMA KASIH
kompetitor, bakteri, trematoda parasit, dan Penulis mengucapkan terima kasih
lain sebagainya. Agen biologi yang paling kepada Kepala Balai Litbang P2B2
banyak diteliti adalah itik (Cairina Donggala atas dukungan dalam
moschata), ikan Tilapia spp., Sargochromis penyusunan tulisan. Terimakasih kepada
codringtonii, Astronotus ocellatus, krustasea Mitra Bestari dan Dewan Redaksi Buletin
golongan Ostracoda sebagai predator Spirakel atas saran dan masukan untuk
keong perantara schistosomiasis mansoni, penyempurnaan tulisan ini.
serta keong Bullinus tropicus, Pomacea
haustrum, Helisoma duryi sebagai
kompetitor keong perantara schistosomiasis DAFTAR PUSTAKA
mansoni di Zimbabwe dan Brazil. Bakteri 1. Engels D L, Chitsulo A, Montresor and
Bacillus pinotti telah diteliti bersifat patogen L Savioli. The global epidemiological
terhadap keong Biomphalaria glabrata.22,23 situation of schistosomiasis and new
Pengendalian secara biologi yang lain approaches to control and research.
adalah penggunaan trematoda parasit pada Acta Trop. 2002; 82: 139-146.
keong Biomphalaria glabrata, yaitu Ribeiroia
guadeloupensis.24

43
SPIRAKEL, Vol.7 No.2, Desember 2015: 38-45 Strategi Pengendalian Hospes …(Anis Nurwidayati)
DOI : 10.22435/spirakel.v7i2.6128.38-45

2. World Health Organization. 13. Thomas JD. An evaluation of the


Schistosomiasis Fact Sheet. Geneva. interaction between freshwater
2010. Available at: http://www.who.int. pulmonate snail hosts of human
schistosomes and macrophytes. Phil.
3. Utzinger J, SH Xiao, J Keiser, Z J.
Trans. R. Soc. 1987; 315: 75-125.
Chen and M Tanner. Current progress
in development and use of artemether 14. Ojewole JAO. Indigenous plants and
for chemoprophylaxis of major human Schistosomiasis control in South Africa:
Schistosoma parasites. Curr. Med. molluscicidal activity of some zulu
Chem. 2001; 8: 1841-1860. medicinal plants. Boletin Latino
americano y del Caribe de Plantas
4. Hadidjaja P. Schistosomiasis di
Medicinales y Aromaticas. 2004; 3(2):
Sulawesi Tengah, Indonesia. Jakarta:
8-22.
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1985. 15. Lemma A, Yau P. Studies on the
molluscicidal properties of Endod
5. Direktorat Pengendalian Penyakit
(Phytolacca dodecandra). II:
Bersumber Binatang. Petunjuk Teknis
Comparative toxicity of various
Pemberantasan Schistosomiasis.
molluscicides to fish and snails. Ethiop.
Jakarta. 2015.
Med. J. 1974; 12:109-13.
6. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
16. Rawi SM, Al-Hazmi, Nassr Mal MSF.
Tengah. Prevalensi Schistosomiasis di
Comparative Study Of The
Sulawesi Tengah. Program
molluscicidal activity of some plant
Pemberantasan Schistosomiasis. Palu.
extracts on the snail vector of
2012.
Schistosoma mansoni, Biomphalaria
7. Sudomo M. Penyakit parasitik yang alexandrina. International Journal of
kurang diperhatikan di Indonesia. In: Zoological Research. 2011;7(2):169-89.
Orasi Pengukuhan Profesor Riset
17. Bakry FA. Use of some plant extracts to
Bidang Entomologi dan Moluska.
control Biomphalaria alexandrina snails
Badan Litbangkes. Jakarta, 2008; 1–61.
with emphasis on some biological
8. Madsen, H. The effect of sodium effects. World Applied Science Journal.
chloride concentration on growth and 2009;3 (1):1335-45.
egg laying of Helisoma duryi,
18. Nurwidayati A, Veridiana NN, Octaviani,
Biomphalaria alexandrina and Bulinus
Yudith L. Efektivitas ekstrak biji jarak
truncates. J. Moll. Stud. 1990;56:181-7.
merah (Jatropha gossypiifolia L), jarak
9. Brown, D. Freshwater snails of Africa pagar (J.curcas), dan jarak kastror
and their medical importance. 2nd Edn. (Riccinus communis) famili
London: Taylor and Francis Ltd. 1994. Euphorbiaceae terhadap hospes
10. Pitchford RJ. Temperature and perantara Schistosomiasis, keong
schistosome distribution in south Africa. Oncomelania hupensis lindoensis.
South African J.Sci. 1981; 77: 252-67. Balaba. 2014; 10(1).

11. Coelho JR and Bezerra FS. The effect 19. Devappa RK, Rajesh SK, Kumar V,
of temperature change on the infection Makkar HPS, Becker K. Activities of
rate of Biomphalaria glabrata with Jatropha curcas phorbol esters in
Schistosoma mansoni. Mem. Inst. various bioassays. Ecotoxicol. Environ.
Oswaldo Cruz. 2006; 101: 223-4. Saf. 2011; 11(02):68-73. Doi:
10.1016/j.ecoenv.2011.11.002.
12. Yang GJ, Utzinger J, Sun LP, Hong
QB, Vounatsou P, Tanner M and Zhou 20. Rug M, Ruppei A. Toxic activities of the
XN. Effect of temperature on the plant Jatropha curcas against
development of Schistosoma japonicum intermediate snail hosts and larvae of
within Oncomelania hupensis, and schistosomes. Trop. Med. Intern. Hlth.
hibernation of O.hupensis. Parasitol. 2000; 5: 423-30.
Res. 2007; 100: 695-700.

44
SPIRAKEL, Vol.7 No.2, Desember 2015: 38-45 Strategi Pengendalian Hospes …(Anis Nurwidayati)
DOI : 10.22435/spirakel.v7i2.6128.38-45

21. Liu SY, Sporer F, Wink M, Jourdane J,


Henning R, Li YL, Ruppei, A.
Anthraquinones in Rheum palmatum
and Rumex dentatus (Polygonaceae),
and phorbol esters in Jatropha curcas
(Euphorbiaceae) with molluscicidal
activity against the schistosome vector
snails Oncomelania, Biomphalaria, and
Bulinus. Trop. Med. Int. Health. 1997; 2:
179-88.
22. Chimbari MJ, Ndela B. A preliminary
assessment of the potential of the
muschovy duck (Cairina maschata) as
a biocontrol agent of schistosomiasis
intermediate host snails. Journal of
Parasitology Research. 2012. Available
from:
http://dx.doi.org/10.1155/2012/353768.
23. Souza. Molluscicide control of snail
vectors of Schistosomiasis. Mem Inst
Oswaldo Cruz. 1995; 90(2):165-8.
Available from:
http://www.scielo.br/pdf/mioc/v90n2/vol
90%28f2%29_029-032.pdf.
24. Pointier JP and Jourdane J. Biological
control of the snail hosts of
schistosomiasis in areas of low
transmission: the example of the
Carribean area. Acta Tropica. 2000; 77:
53-60.
25. Evers BN, Masden H, McKaye KM and
Stauffer JR. The schistosome
intermediate host, Bulinus nyassanus,
is a preferred food for the cichlid fish,
Trematocranus placodon, at Cape
Maclear, Lake Malawi. Ann. Trop. Med.
Parasitol. 2006; 100:75-85.
26. Kloos H, Pasoos LK, Lo Verde P,
Oliveira RC and Gazzinelli A.
Distribution and Schistosoma mansoni
infection of Biomphalaria glabrata in
different habitats in a rural area in the
Jequitinhonha Valley, Minas Gerais,
Environmental and epidemiological
aspects. Mem. Inst. Oswaldo Cruz.
2004; 99:673-81.

45

Anda mungkin juga menyukai