Anda di halaman 1dari 7

Filosofi Penelitian: Positivistik, Interpretant dan Kritis1

A. Pengertian Penelitian Ilmiah.


Seorang yang telah menguasai tema pokok dengan baik tentulah akan mudah
dalam mengembangkan berbagai variasi dari tema tersebut. Layaknya seorang
musisi yang melakukan improvisasi terhadap not-not musiknya. Improvisasi itu
akan baik jika seorang musisi tersebut paham dan mengenak pokok serta teknik-
teknik dasar untuk pengungkapan secara kreatif. Bagi seorang maestro penelitian
ilmiah pada hakikatnya merupakan orientalisasi metode ilmiah dalam kegiatan
keilmuan. Demikian juga penulisan ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi
penalaran keilmuan yang dikomunikasikan lewat bahasa tulisan.2
Beberapa Ahli mendefinisikan penelitian sebagai berikut: Penelitian adalah
pencarian atas sesuatu (inquiry) secara sistematis dengan penekanan bahwa
pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan.
(Parsons, 1946). Penelitian adalah suatu pencarian fakta menurut metode objektif
yang jelas untuk menemukan hubungan antar fakta dan menghasilkan dalil atau
hukum. (John, 1949). Penelitian adalah transformasi yang terkendalikan atau
terarah dari situasi yang dikenal dalam kenyataan-kenyataan yang ada padanya
dan hubungannya, seperti mengubah unsur dari situasi orisinal menjadi suatu
keseluruhan yang bersatu padu (Dewey, 1936).3
Penelitian dengan menggunakan metode ilmiah (scientific method) disebut
penelitian ilmiah. Dalam penelitian ilmiah ini, selalu ditemukan dua unsur
penting, yaitu unsur observasi (pengamatan) dan unsur nalar (reasoning) (Ostle,
1975).4
Penelitian sangat berperan penting dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.
Ilmu dan penelitian memiliki kaitan yang erat. Jika diibaratkan makanan, maka
ilmu adalah makanan itu sedang penelitian adalah proses untuk menghasilkan
sebuah makanan tersebut.
Penelitian memegang peranan yang amat penting dalam memberikan fondasi
terhadap tindak serta keputusan dalam segala aspek.
Di negara-negara yang telah berkembang, apresiasi terhadap karya penelitian
sudah begitu melembaga dan penggunaan dana untuk keperluan penelitian tidak
pernah dipertanyakan lagi manfaatnya. Pengeluaran negara untuk penelitian dapat
mencapai 1-2 persen dari total pengeluaran negara. Di tahun 1953, Amerika

1
Kelompok 2: Deni Oktaviani, Muhammad Ridho, Nurul Kina, Witri Afrilian
2
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, 2009,
Jakarta. Hal. 307
3
Danu Wira Pangestu, Dasar Teori Metodologi Penelitian, Komunitas eLearning Ilmu
Komputer.com, 2007, hal.2
4
Danu Wira Pangestu, Dasar Teori Metodologi Penelitian, hal.2
Serikat misalnya telah menggunakan 3,5 billiun (miliar) dolar untuk penelitian.
Kira-kira 60 persen dibiayai oleh pemerintah dan 35 persen oleh industri swasta,
dan selebihnya oleh instansi dan lembaga lainnya. Dari keseluruhan pembiayaan
tersebut, 94 persen digunakan untuk penelitian terapan (applied research) dan 6
persen untuk penelitian dasar (basic research).5
Para peneliti mengklasifikasikan jenis penelitian menjadi dua, yaitu penelitian
kualitatif dan penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif merupakan sebuah metode
yang didasarkan pada informasi numerik, atau kuantitas-kuantitas dan biasanya
diasosiasikan dalam analisis-analisis statistic (Jane Stokes: 2006). Sedangkan
penelitian kualitatif menunjuk pada sebuah istilah pada paradigma penelitian yang
berkepentingan pada makna dan penafsiran (hermenuetika).
B. Pendekatan dalam Penelitian Ilmiah

a. Pendekatan Positivistik
Positivisme berasal dari kata “positif” yang artinya faktual, sesuatu yang
berdasar fakta atau kenyataan, menurut positivism, pengetahuan kita tidak boleh
melebihi fakta-fakta yang ada, sehingga dalam bidang pengetahuan, ilmu
pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan.6
Positivistik muncul pada abad ke-19 di barat. Suatu abad yang ditandai dengan
dominasi fikiran – fikiran ilmiah, atau apa yang disebut ilmu pengetauan modern.
Kebenaran atau kenyataan filsafati dinilai dan diukur menurut nilai
positivistiknya, sedang perhatian orang kepada filsafat, lebih ditekankan kepada
segi-seginya yang praktis bagi tingkah laku dan perbuatan manusia. Orang tidak
lagi memandang penting tentang “dunia yang abstrak”. Aliran Positivistik ini
didirikan atau dicetuskan oleh seorang filosof bernama Isidore Auguste Marie
Francois Xavier Comte (1798-1857) atau yang lebih dikenal dengan nama
Auguste Comte. Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte dalam buku
utamanya yang berjudul Cours de Philosophic Positive, yaitu kursus tentang
filsafat positif (1830-1842) yang diterbitkan dalam enam jilid7. Dalam aliran
positivistic, pengetahuan akan diakui jika bisa dibuktikan dengan kebenaran
inderawi.
Yang paling terpenting dalam Positivistik atau Positivisme adalah jangkauan
data yang dapat dibuktikan secara nyata oleh inderawi (seperti dilihat, dirasakan
dan didengar). Misalnya seseorang mengatakan bahwa air logam merupakan
isolator atau penghantar panas yang baik setelah mengadakan penelitian atau
observasi, panas yang mengalir melalui bahan logam itu dapat dirasakan atau
dibuktikan secara inderawi. Penganut positivistik sepakat bahwa tidak hanya alam

5
Danu Wira Pangestu, Dasar Teori Metodologi Penelitian, hal.4
6
Atang Abdul Hakim dan Beni Saebani, Filsafat Umum Dari Metologi sampai Teofilosofi, Pustaka
Setia, Bandung, 2008, hal.296
7
Atang Abdul Hakim dan Beni Saebani, Filsafat Umum, hal. 296-297
semesta yang bisa dikaji, melainkan fenomena sosial termasuk pendidikan harus
mencapai taraf objektifitas dan valid melalui metode yang empirik.
Positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia berdasarkan sains.
Positivisme sebagai perkembangan empirisme yang eksterm, adalah pandangan
yang menganggap bahwa yang dapat diselidiki atau dipelajari hanyalah “data-data
yang nyata/empirik”, atau yang mereka namakan positif. Nilai-nilai politik dan
sosial menurut positivisme dapat digeneralisasikan berdasarkan fakta-fakta yang
diperoleh dari penyelidikan terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri.

Aliran yang mendukung positivistic yaitu:

1. Empiris, aliran yang mengakui pengalaman indrawi satu-satunya


sumber pengetahuan.
2. Positivisme menyatakan bahwa ilmu pengetahuan yang benar hanya
ilmu-ilmu alam (empiris) dan menolak nilai kognitif atau metafisika.
Paham penelitian positivistik adalah statistik dan biasanya menolak
pemahaman metafisik dan teologis. Bahkan, paham positivistik sering
menganggap bahwa pemahaman metafisik dan teologis terlalu primitif dan kurang
rasional. Artinya, kebenaran metafisik dan teologis dianggap kurang teruji.
Singkat kata, positivistik lebih berusaha ke arah mencari fakta atau sebab-sebab
terjadinya fenomena secara objektif, terlepas dari pandangan pribadi yang bersifat
subjektif.
Pembahasan dalam Posivistik bersifat singkat dan menolak pembahasan yang
berbentuk deskripsi atau cerita. Penelitian positivistik menuntut pemisahan antara
subyek peneliti dan obyek penelitian sehingga diperoleh hasil yang obyektif.
Menurut positivisme, ilmu yang valid adalah ilmu yang dibangun dari
empirik. Dengan pendekatan positivisme dalam metodologi penelitian kuantitatif,
menuntut adanya rancangan penelitian yang menspesifikkan objeknya secara
eksplisit, dipisahkan dari objek-objek lain yang tidak diteliti. Metode penelitian
kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang mewakili paham positivistik.
Filosofi penelitian dikembangkan oleh filsafat positivisme dapat dijelaskan
dariunsur-unsur dalam filsafat secara umum, yaitu :
1. Ontologi (materi) merupakan unsur dalam pengembangan filsafat sebagai
ilmu yang membicarakan tentang obyek (materi) kajian suatu ilmu. Dalam
hal ini, penelitian kuantitatif akan meneliti sasaran penelitian yang berada
dalam kawasan dunia empiri.
2. Epistimologi (metode) merupakan unsur dalam pengembangan ilmu
filsafat yang membicarakan bagaimana metode yang ditempuh dalam
memperoleh kebenaran pengetahuan.
3. Aksilogi (nilai). Dalam hal ini penelitian kuantitatif menjunjung tinggi
nilai keilmuan yang obyektif yang berlaku secara umum dan
mengesampingkan hal-hal yang bersifat spesifik.
b. Pendekatan Interpretatif
Pendekatakan Interpretatif termasuk kedalam pendekatan non-positivisme.
Pendekatan alternatif ini berasal dari filosof-filosof jerman yang menitik beratkan
pada peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman dalam ilmu sosial. Realitas
sosial secara sadar dan aktif dibangun sendiri oleh individu-individu sehingga
setiap individu mempunyai potensi untuk memaknai setiap perbuatan yang
dilakukan. Dengan kata lain, sebuah realitas sosial merupakan hasil bentukan dari
serangkaian interaksi antar para pelaku sosial dalam sebuah lingkungan tertentu.
Bagi paradigma interpretif, ilmu pengetahuan tidak digunakan untuk to explain
(menjelaskan) dan to predict (memprediksi) sebagaimana halnya pada paradigma
positivisme melainkan untuk memahami (to understand).8
Ada tiga prinsip dasar yang menjadi landasan dalam pengembangan studi interpretif
(Soetriono dan Hanafie, 2007. Dalam Agung Budi Sulistiyo1). Tiga prinsip dasar
tersebut sebagai pegangan yang digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-
hari.adalah:
1. Individu menyikapi sesuatu atau apa saja yang ada di lingkungannya
berdasarkan makna sesuatu tersebut pada dirinya;
2. Makna tersebut diberikan berdasarkan interaksi sosial yang dijalin dengan
individu lain ;
3. Makna tersebut dipahami dan dimodifikasi oleh individu melalui proses
interpretif yang berkaitan dengan hal-hal lain yang dihadapinya.
Interpretatif tidak berusaha untuk mengontrol fenomena empiris, ia tidak
memiliki aplikasi teknis. Sebaliknya, tujuan dari interpretatif adalah untuk
memperkaya pemahaman masyarakat akan arti tindakan mereka, sehingga
meningkatkan kemungkinan komunikasi timbal balik dan pengaruh. Dengan
menunjukkan apa yang dilakukan orang, itu memungkinkan kita untuk memahami
bahasa baru dan bentuk kehidupan.9
Berikut merupakan aspek-aspek kunci dalam melakukan penelitian dengan
paradigma interpretative:

No. Aspek Keterangan


1 Alasan Melakukan Untuk memahami dan menjelaskan tindakan-
Penelitian tindakan manusia
2 Asumsi Tentang Sifat Realitas diciptakan oleh manusia sendiri
Realita Sosial melalui tindakan dan interaksi mereka
3 Asumsi tentang sifat Makhluk sosial yang bersama‐sama

8
Agung Budi Sulistiyo, Memahami Paradigma Interpretivisme,Kritisme dan Post Modernisme
dalam Penelitian Sosial dan Akuntansi,
file://localhost/H:/NON%20POS/Agung%20Budi%20Sulistiyo.htm diakses pada 01 Mei 2016.
9
https://www.scribd.com/doc/200608574/PARADIGMA-INTERPRETIF-Kelompok-doc diakses
tanggal 01 Mei 2016
manusia menciptakan arti untuk digunakan sebagai
pegangan hidup.
4 Peran Common sense Sebagai pegangan yang digunakan masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari.
5 Sifat dari teori yang Gambaran tentang berbagai sistem makna dari
dihasilkan sebuah kelompok terbentuk dan menjadi
langgeng.
6 Penjelasan yangdianggap Masuk akal bagi para pelakunya dan dapat
baik membantu orang lainmemahami dunia para
pelakunya.
7 Bukti yang dianggap baik Diperoleh langsung dari pelakunya dalam
sebuah konteks yang spesifik.
8 Nilai‐nilai pribadi pelaku Nilai‐nilai adalah bagian tak terpisahkan dari
dalam ilmu dan penelitian kehidupan. Tidak ada yang salah/benar, yang
ada hanya “berbeda”.
9 Metode penelitian yang Studi kasus spesifik dengan penggunaan alat-
digunakan. alat kualitatif secara intensif, meliputi
wawancara, observasi, dan analisis dokumen.

c. Pendekatan Kritis
Teori kritis disebut juga sebagai mazhab Frankfurt karena terma ini mengacu
pada tradisi teoretis yang dilahirkan oleh para peneliti Ilmu-Ilmu Sosial dari
University of Frankfurt. Para teoritisi yang dimaksud antara lain: Max
Horkheimer, Theodor Adorno, dan Herbert Marcuse (Denzin dan Lincoln, 2010:
171). Teori Kritis ini sering pula disebut dengan Teori Post-Positivisme.
Paham ini menentang positivisme, alasannya tidak mungkin menyamaratakan
ilmu-ilmu tentang manusia dengan ilmu alam, karena tindakan manusia tidak bisa
di prediksi dengan satu penjelasan yang mutlak pasti, sebab manusia selalu
berubah.10
Aliran Kritis atau Postpositivisme ini bersifat kritikal realism dan menganggap
bahwa realitas memang ada dan sesuai dengan kenyataan dan hukum alam tapi
mustahil realitas tersebut dapat dilihat secara benar oleh peneliti.
Post positivisme merupakan sebuah aliran yang datang setelah positivisme dan
memang amat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang
membedakan antara keduanya bahwa post positivisme lebih mempercayai proses
verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode.
Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai objektivitas apabila telah
diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.
Asumsi dasar post-positivisme adalah sebagai berikut:

10
M. Fahri Husin, M. Fauzan dan Rina Supriana, Paradigma Positivisme dan Postpositivisme,
Tanggerang, 2013, hal. 10
1) Fakta tidak bebas nilai, melainkan bermuatan teori.
2) Falibilitas Teori, tidak satupun teori yang dapat sepenuhnya dijelaskan
dengan bukti-bukti empiris, bukti empiris memiliki kemungkinan untuk
menunjukkan fakta anomali.
3) Fakta tidak bebas melainkan penuh dengan nilai.
4) Interaksi antara subjek dan objek penelitian. Hasil penelitian bukanlah
reportase objektif melainkan hasil interaksi manusia dan semesta yang
penuh dengan persoalan dan senantiasa berubah.
5) Asumsi dasar post-positivisme tentang realitas adalah jamak individual.
6) Hal itu berarti bahwa realitas (perilaku manusia) tidak tunggal melainkan
hanya bisa menjelaskan dirinya sendiri menurut unit tindakan yang
bersangkutan.
7) Fokus kajian post-positivis adalah tindakan-tindakan (actions) manusia
sebagai ekspresi dari sebuah keputusan.

Daftar Pustaka
Abdul hakim, Atang dan Beni Ahmad Saebani. Filsafat Umum dari Mitologi
sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia, 2008
Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2009.
Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press, 2006.
Muhadjir, Noeng. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Penerbit Rake Sarasin, 2001
Slamet, Yulius . Pengantar Penelitian Kuantitatif. Surakarta : LPP UNS dan UNS
Press, 2008.
https://www.scribd.com/doc/99097349/Paradigma-Interpretatif diakses tanggal 01 Mei
2016

https://www.scribd.com/doc/200608574/PARADIGMA-INTERPRETIF-Kelompok-doc
diakses tanggal 01 Mei 2016

Anda mungkin juga menyukai