Filosofi Penelitian Positivistik Interpr 2 PDF
Filosofi Penelitian Positivistik Interpr 2 PDF
1
Kelompok 2: Deni Oktaviani, Muhammad Ridho, Nurul Kina, Witri Afrilian
2
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, 2009,
Jakarta. Hal. 307
3
Danu Wira Pangestu, Dasar Teori Metodologi Penelitian, Komunitas eLearning Ilmu
Komputer.com, 2007, hal.2
4
Danu Wira Pangestu, Dasar Teori Metodologi Penelitian, hal.2
Serikat misalnya telah menggunakan 3,5 billiun (miliar) dolar untuk penelitian.
Kira-kira 60 persen dibiayai oleh pemerintah dan 35 persen oleh industri swasta,
dan selebihnya oleh instansi dan lembaga lainnya. Dari keseluruhan pembiayaan
tersebut, 94 persen digunakan untuk penelitian terapan (applied research) dan 6
persen untuk penelitian dasar (basic research).5
Para peneliti mengklasifikasikan jenis penelitian menjadi dua, yaitu penelitian
kualitatif dan penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif merupakan sebuah metode
yang didasarkan pada informasi numerik, atau kuantitas-kuantitas dan biasanya
diasosiasikan dalam analisis-analisis statistic (Jane Stokes: 2006). Sedangkan
penelitian kualitatif menunjuk pada sebuah istilah pada paradigma penelitian yang
berkepentingan pada makna dan penafsiran (hermenuetika).
B. Pendekatan dalam Penelitian Ilmiah
a. Pendekatan Positivistik
Positivisme berasal dari kata “positif” yang artinya faktual, sesuatu yang
berdasar fakta atau kenyataan, menurut positivism, pengetahuan kita tidak boleh
melebihi fakta-fakta yang ada, sehingga dalam bidang pengetahuan, ilmu
pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan.6
Positivistik muncul pada abad ke-19 di barat. Suatu abad yang ditandai dengan
dominasi fikiran – fikiran ilmiah, atau apa yang disebut ilmu pengetauan modern.
Kebenaran atau kenyataan filsafati dinilai dan diukur menurut nilai
positivistiknya, sedang perhatian orang kepada filsafat, lebih ditekankan kepada
segi-seginya yang praktis bagi tingkah laku dan perbuatan manusia. Orang tidak
lagi memandang penting tentang “dunia yang abstrak”. Aliran Positivistik ini
didirikan atau dicetuskan oleh seorang filosof bernama Isidore Auguste Marie
Francois Xavier Comte (1798-1857) atau yang lebih dikenal dengan nama
Auguste Comte. Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte dalam buku
utamanya yang berjudul Cours de Philosophic Positive, yaitu kursus tentang
filsafat positif (1830-1842) yang diterbitkan dalam enam jilid7. Dalam aliran
positivistic, pengetahuan akan diakui jika bisa dibuktikan dengan kebenaran
inderawi.
Yang paling terpenting dalam Positivistik atau Positivisme adalah jangkauan
data yang dapat dibuktikan secara nyata oleh inderawi (seperti dilihat, dirasakan
dan didengar). Misalnya seseorang mengatakan bahwa air logam merupakan
isolator atau penghantar panas yang baik setelah mengadakan penelitian atau
observasi, panas yang mengalir melalui bahan logam itu dapat dirasakan atau
dibuktikan secara inderawi. Penganut positivistik sepakat bahwa tidak hanya alam
5
Danu Wira Pangestu, Dasar Teori Metodologi Penelitian, hal.4
6
Atang Abdul Hakim dan Beni Saebani, Filsafat Umum Dari Metologi sampai Teofilosofi, Pustaka
Setia, Bandung, 2008, hal.296
7
Atang Abdul Hakim dan Beni Saebani, Filsafat Umum, hal. 296-297
semesta yang bisa dikaji, melainkan fenomena sosial termasuk pendidikan harus
mencapai taraf objektifitas dan valid melalui metode yang empirik.
Positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia berdasarkan sains.
Positivisme sebagai perkembangan empirisme yang eksterm, adalah pandangan
yang menganggap bahwa yang dapat diselidiki atau dipelajari hanyalah “data-data
yang nyata/empirik”, atau yang mereka namakan positif. Nilai-nilai politik dan
sosial menurut positivisme dapat digeneralisasikan berdasarkan fakta-fakta yang
diperoleh dari penyelidikan terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri.
8
Agung Budi Sulistiyo, Memahami Paradigma Interpretivisme,Kritisme dan Post Modernisme
dalam Penelitian Sosial dan Akuntansi,
file://localhost/H:/NON%20POS/Agung%20Budi%20Sulistiyo.htm diakses pada 01 Mei 2016.
9
https://www.scribd.com/doc/200608574/PARADIGMA-INTERPRETIF-Kelompok-doc diakses
tanggal 01 Mei 2016
manusia menciptakan arti untuk digunakan sebagai
pegangan hidup.
4 Peran Common sense Sebagai pegangan yang digunakan masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari.
5 Sifat dari teori yang Gambaran tentang berbagai sistem makna dari
dihasilkan sebuah kelompok terbentuk dan menjadi
langgeng.
6 Penjelasan yangdianggap Masuk akal bagi para pelakunya dan dapat
baik membantu orang lainmemahami dunia para
pelakunya.
7 Bukti yang dianggap baik Diperoleh langsung dari pelakunya dalam
sebuah konteks yang spesifik.
8 Nilai‐nilai pribadi pelaku Nilai‐nilai adalah bagian tak terpisahkan dari
dalam ilmu dan penelitian kehidupan. Tidak ada yang salah/benar, yang
ada hanya “berbeda”.
9 Metode penelitian yang Studi kasus spesifik dengan penggunaan alat-
digunakan. alat kualitatif secara intensif, meliputi
wawancara, observasi, dan analisis dokumen.
c. Pendekatan Kritis
Teori kritis disebut juga sebagai mazhab Frankfurt karena terma ini mengacu
pada tradisi teoretis yang dilahirkan oleh para peneliti Ilmu-Ilmu Sosial dari
University of Frankfurt. Para teoritisi yang dimaksud antara lain: Max
Horkheimer, Theodor Adorno, dan Herbert Marcuse (Denzin dan Lincoln, 2010:
171). Teori Kritis ini sering pula disebut dengan Teori Post-Positivisme.
Paham ini menentang positivisme, alasannya tidak mungkin menyamaratakan
ilmu-ilmu tentang manusia dengan ilmu alam, karena tindakan manusia tidak bisa
di prediksi dengan satu penjelasan yang mutlak pasti, sebab manusia selalu
berubah.10
Aliran Kritis atau Postpositivisme ini bersifat kritikal realism dan menganggap
bahwa realitas memang ada dan sesuai dengan kenyataan dan hukum alam tapi
mustahil realitas tersebut dapat dilihat secara benar oleh peneliti.
Post positivisme merupakan sebuah aliran yang datang setelah positivisme dan
memang amat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang
membedakan antara keduanya bahwa post positivisme lebih mempercayai proses
verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode.
Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai objektivitas apabila telah
diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.
Asumsi dasar post-positivisme adalah sebagai berikut:
10
M. Fahri Husin, M. Fauzan dan Rina Supriana, Paradigma Positivisme dan Postpositivisme,
Tanggerang, 2013, hal. 10
1) Fakta tidak bebas nilai, melainkan bermuatan teori.
2) Falibilitas Teori, tidak satupun teori yang dapat sepenuhnya dijelaskan
dengan bukti-bukti empiris, bukti empiris memiliki kemungkinan untuk
menunjukkan fakta anomali.
3) Fakta tidak bebas melainkan penuh dengan nilai.
4) Interaksi antara subjek dan objek penelitian. Hasil penelitian bukanlah
reportase objektif melainkan hasil interaksi manusia dan semesta yang
penuh dengan persoalan dan senantiasa berubah.
5) Asumsi dasar post-positivisme tentang realitas adalah jamak individual.
6) Hal itu berarti bahwa realitas (perilaku manusia) tidak tunggal melainkan
hanya bisa menjelaskan dirinya sendiri menurut unit tindakan yang
bersangkutan.
7) Fokus kajian post-positivis adalah tindakan-tindakan (actions) manusia
sebagai ekspresi dari sebuah keputusan.
Daftar Pustaka
Abdul hakim, Atang dan Beni Ahmad Saebani. Filsafat Umum dari Mitologi
sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia, 2008
Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2009.
Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press, 2006.
Muhadjir, Noeng. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Penerbit Rake Sarasin, 2001
Slamet, Yulius . Pengantar Penelitian Kuantitatif. Surakarta : LPP UNS dan UNS
Press, 2008.
https://www.scribd.com/doc/99097349/Paradigma-Interpretatif diakses tanggal 01 Mei
2016
https://www.scribd.com/doc/200608574/PARADIGMA-INTERPRETIF-Kelompok-doc
diakses tanggal 01 Mei 2016