farmasi, genetik, ilmu kedokteran, bioinformatik, biologi molekuler dan biologi medikal.
Farmakogenetik sendiri adalah ilmu yang mempelajari efek dari variasi genetik pada gen
tunggal terhadap respon obat sedangkan farmakogenomik adalah ilmu yang mempelajari
efek dari variasi genetik pada keseluruhan gen (genom) terhadap respon obat.
Sebenarnya ilmu ini sudah lama muncul dari sekitar 50 tahun yang lalu, dan ilmu ini terus
berkembang terlebih saat ini. Para ilmuwan di bidang biologi molekuler yang tergabung
dalam Human Genom Project (HGP) telah mengumumkan hasil sekuensing sekitar 100.000
gen manusia tertanggal 26 Juni 2000. Perkembangan itu mengakibatkan banyak adanya
kelanjutan perkembangan yang lainnya seperti dilakukan juga program analisis
keragaman genetik individu yang dinamakan Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs).
Pengobatan pada umumnya harus memenuhi beberapa asas seperi tepat obat, tepat p
Keberhasilan program SNPs berdampak sangat besar dalam dunia pengobatan. SNPs
dapat menyediakan data lengkap mengenai karakteristik asal manusia yang tersimpan
dalam gen-gen yang telah dipetakan. Data lengkap gen akan mampu membuat revolusi
di dunia pengobatan dengan membantu proses penelusuran lokasi kromosom-kromosom
penyebab penyakit yang berhubungan dengan sekuens gen. Data SNPs akan membuka
tabir keseluruhan proses biokimiawi yang tersimpan dalam tubuh manusia. SNPs dapat
berupa adanya perbedaan yang disebatkan oleh perubahan pasangan basa nukleotida,
delesi gen, duplikasi gen dan insersi. Adanya perbedaan itu mengakibatkan jenis atau
fungsi protein yang dihasilkan akan berbeda. Namun bisa saja tidak menghasilkan
perubahan apapun.
Salah satu teknologi bioinformatika adalah chip-DNA, informasi genetik ini dapat di
analisis untuk menentukan respon individual terhadap obat. Dinamakan chip-DNA karena
teknologi ini menggunakan lempengan kecil (chip) yang diatasnya terbuat dari kaca
dimana bagian atasnya ditata ribuan bahkan puluhan ribu jenis gen dalam fragmen
DNA. Chip DNA yang memuat fragmen DNA dari ribuan jenis gen digunakan untuk
menganalisis ekspresi gen dari suatu jenis sel dengan metode hibridisa
si. Secara umum bagaimana prinsip kerja Chip
DNA? Jadi setiap orang yang sudah pernah melakukan analisis DNA dan dipetakan DNA
nya dalam bentuk chip DNA, apabila sakit maka orang itu tinggal pergi ke dokter dengan
membawa chip itu. Kemudian pasien akan diambil sampel darahnya untuk dianalisis gen
nya ketika sakit dan kemudian dicocokkan dengan gen yang ada chip yang menunjukan
gen orang tersebut saat dalam keadaan normal. Dengan membandingkan bagian-bagian
yang berbeda maka dapat ditentukan target penyakit dan target terapinya.
Pengembangan teknologi Chip DNA menjanjikan analisis pola-pola ekspresi sejumlah
besar gen yang dimiliki manusia. Teknologi ini dapat membantu identifikasi seluruh sifat
yang melekat pada diri seseorang, melakukan diagnosis, monitor serta memprediksi
suatu penyakit, menemukan dan mengembangkan obat baru serta menentukan pilihan
obat yang paling tepat untuk suatu penyakit dan pasien tertentu. Dalam perkembangan
selanjutnya, farmakogenomik diharapkan mampu mengidentifikasi sejumlah besar jenis
penyakit yang muncul karena kelainan ekspresi gen disamping mengidentifikasi
kemungkinan resiko penyakit-penyakit tertentu seperti kanker, jantung dan hemofilia.
Tipe orang yang seperti ini dia akan memetabolisme obat dengan sangat cepat. Karena
metabolisme yang cepat maka obat pun akan cepat dieksresikan dan itu akan
mengakibatkan obat menjadi kurang poten. Biasanya solusinya adalah dengan adanya
peningkatan dosis. Contoh kasusnya adalah penggunaan kodein pada pasien ultrarapid
metabolizers. Kodein akan dimetabolisme menjadi morfin di hati, khususnya di enzim
CYP2D6. Pada pasien ultrarapid, maka metabolisme menjadi cepat dan eksresi dalam
bentuk morfin melalui ginjal menjadi lebih cepat dan lebih sering. Padahal morfin dapat
mengakibatkan nefrotoksisitas. Maka dari itu para penggunaa kodein dari golongan
pasien Ultrarapid metabolizers mengalami gagal ginjal karena adanya ketoksikan.
2. Extensive metabolizers (EMs)
Tipe orang ini dia memetabolisme obat dalam keadaan yang normal dan pada umumnya
terdapat pada banyak orang.
Tipe orang ini dia akan memetabolisme obat dengan lambat. Karena metabolisme obat
yang lambat maka obat akan berada dalam tubuh lebih lama dan itu akan dapat
memunculkan peningkatan efek toksik. Biasanya solusinya adalah dengan penurunan
dosis misalnya Fluoxetin pernah mengakibatkan kematian pada anak yang poor
metabolizer karena adanya peningkatan kadar obat dalam plasma.
Contoh selanjutnya misalnya suatu obat yang dapat berikatan dengan bagian Pregnane X
reseptor dan Retinoid X reseptor pada CYP3A maka akan meningkatkan ekspressi enzim
CYP3A untuk memetabolisme obat-obat seperti warfarin dan eritromisin menjadi
metabolitnya yang mengandung gugus-OH. Jadi sifat obat yang pertama adalah
menginduksi metabolisme obat-obat yang lain.
Contoh obat yang lain adalah obat thiopurine yang mempunyai efek sebagai anti kanker
yaitu jenis Acute lymphoblastic leukemia. Di dalam tubuh ada suatu enzim yang bernama
Thiopurine-S-Methyltransferase (TPMT) yang berfungsi memetabolisme thiopurine.
Namun ada beberapa orang yang mempunyai polimorfisme gen di enzim tersebut
sehingga mengakibatkan adanya penurunan aktifitas enzim. Penurunan aktivitas akan
mengakibatkan beberapa efek seperti adanya peningkatan ketoksikan thiopurine dalam
tubuh dan akan mengakibatkan timbulnya neoplasma sekunder.
Contoh obat hasil industri farmasi yang sudah dikembangkan adalah Herceptin
(trastuzumab). Herceptin adalah obat yang digunakan untuk mengobati Metastatic breast
cancer. Obat ini disesuaikan hanya untuk pasien-pasien yang terkena Metastatic breast
cancer yang diakibatkan oleh ekpresi berlebihan dari human epidermal growth factor
receptor 2 (HER2) protein.
Sejauh ini, Farmakogenomik ini bukannya tanpa hambatan. Pilihan obat yang diberikan
akan menjadi sangat terbatas. Jika seorang individu, berdasarkan profil genetiknya
dinyatakan tidak dapat menggunakan obat – obat yang tersedia, maka farmakogenomik
dalam hal ini tidak dapat memberikan kontribusi apapun. Oleh karena itu, dokter harus
mampu menganalisa hasil pemeriksaan profil genetik pasiennya sebelum memutuskan
obat mana yang akan diresepkan. Selain itu rumitnya mencari variasi gen yang
berpengaruh pada respon tubuh terhadap obat, serta biaya dan waktu yang dibutuhkan
untuk semua itu adalah salah satunya. Farmakogenomik juga belum terlalu diterapkan di
negara-negara lain karena :
2. Secara pemasaran obat, akan kurang menarik bagi industri farmasi. Karena
pertimbangannya mereka harus memikirkan produksi obat untuk pemesanan yang
disesuaikan dengan kondisi individu per pasien. Itu mungkin akan menyulitkan.
3. Banyak variasi yang mungkin terjadi dan masih belum bisa menyelesaikan masalah
interaksi obat.
Bagi kita calon farmasis, sesungguhnya farmakogenomik sangat menarik karena dapat
membantu menyajikan pengobatan yang efektif dan efisien. Tentu saja bagi kita sendiri
harus mempersiapkan diri untuk terus mengembangkan pengobatan terbaik dalam dunia
modern saat ini ini. Hendaknya kita bisa secepatnya ikut berperan aktif dan bila
memungkinkan dapat bekerja sama mungkin dengan negara lain untuk terus
mengembangkan ilmu tersebut. Jadi sekarang gambaran saya lumayan terbuka lebar
mengenai ilmu ini, ada prospek yang cerah di depan sana dan