Anda di halaman 1dari 31

SEORANG LAKI-LAKI 24 TAHUN DENGAN VERTIGO PERIFER

Diajukan Oleh :

Pembimbing :
dr. Iman Budiarto, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UMS RSUD PONOROGO
2019

1
Case Report
VERTIGO PERIFER

Disusun Oleh:
Esha Putriningtyas Setiawan, S.Ked J510170106

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing

dr. Iman Budiarto, Sp.S (...........................................)

Dipresentasikan di hadapan

dr. Iman Budiarto, Sp.S (...........................................)

2
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn.I
 Umur : 24 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Alamat : Sukoharjo
 No Register : 388xxx
 Tanggal Pemeriksaan : 3 April 2019

B. RIWAYAT PENYAKIT
1. KELUHAN UTAMA
Pusing berputar
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 2 April 2019
dengan keluhan pusing berputar sejak 1 tahun yang lalu. Gejala
timbul saat pasien terjatuh karena kaget dengan bunyi petasan.
Pasien menceritakan pusing sering kambuh setelah aktifitas seperti
memasak nasi kemudian duduk tiba-tiba. Pusing dirasakan seperti
lingkungan sekitarnya berputar. Keluhan dirasakan hilang timbul.
Dalam seminggu pasien merasakan pusing sampai 3x. Ketika
keluhan muncul pasien merasakan pusing selama beberapa menit.
Keluhan dirasakan sangat mengganggu aktivitas. Keluhan hilang
perlahan saat pasien duduk bersandar atau berbaring. Memberat
ketika setelah aktivitas berat atau kelelahan kemudian duduk tiba-
tiba. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Sebelum masuk ke
IGD RSUD Sukoharjo pasien dibawa ke puskesmas 3 hari
sebelumnya dan diberi obat. Pasien mengaku keluhan berkurang,
namun datang ke IGD RSUD Sukoharjo karena keluhan sangat

3
mengganggu aktivitas. Dari IGD kemudian di pindahkan ke Ruang
Gladiol Bawah untuk mendapatkan terapi dan perawatan lanjutan.
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
 Stroke : disangkal
 Hipertensi : disangkal
 Diabetes Melitus : disangkal
 Trauma : disangkal
 Penyakit Jantung : disangkal
 Kejang : disangkal
 Tumor : disangkal
 Opname : disangkal
 Alergi makanan & obat : disangkal
 Penyakit serupa : disangkal
4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
 Stroke : disangkal
 Hipertensi : disangkal
 Diabetes Melitus : disangkal
 Trauma : disangkal
 Penyakit Jantung : disangkal
 Kejang : disangkal
 Tumor : disangkal
 Penyakit serupa : disangkal
5. RIWAYAT KEBIASAAN
 Merokok : disangkal
 Konsumsi alkohol : disangkal
 Olah raga : disangkal

4
C. PEMERIKSAAN FISIK
1) Vital Sign
TD : 120/80 mmHg
N : 70 x/menit
RR : 17 x/menit
S : 36,9˚C

2) Status Internus
a Kepala : CA(-/-), SI (-/-)
b Leher : PKGB(-/-)
c Thorax :
Pulmo :
Inspeksi : Simetris, Massa (-)
Palpasi : Fremitus (+/+)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : SDV(+/+) Wheezing(-/-)Rhonki(-/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat
Perkusi : Redup, Batas jantung (DBN)
Auskultasi : BJ I/II reguler, bising(-/-)
d Abdomen :
Inspeksi : penonjolan (-), sikatrik (-)
Palpasi : distensi (-) Massa(-) Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+)
e Ektremitas :
- -
Edema - -

5
Akral H H
H H
Kesan Status Internus : dalam batas normal

3) Status Neurologis
a. Kesadaran : Compos Mentis
Glasgow Coma Scale : E4 V5 M6

b. Meningeal Sign :
 Kaku kuduk : (-)
 Brudzinski I : (-)
 Brudzinski II : (-)
 Brudzinski III : (-)
 Brudzinski IV : (-)
 Kernig : (-)

c. Nervus Cranialis :
Nervus Pemeriksaan Dextra Sinistra
N. Olfactorius Daya Pembau normal Normal
N. Opticus Visus >2/60 >2/60
Buta Warna - -
N. Occulomotorius Pupil 2mm 2mm
Reflek Cahaya + +
M.rectus Supor dbn dbn
M.rectus Infor dbn dbn
M.Obliquus inferior dbn dbn
Membuka mata + +

N. Trochlearis M.obliquus superior Dbn Dbn

6
N. Trigeminus Motorik : Ada Ada
-Menggigit kontraksi kontraksi
-Membuka mulut M.temporalis M.temporalis
& &
M.masetter M.masetter

Sensorik :
-Sensibilitas dbn Dbn
N. Abducens M.rectus lateralis Dbn Dbn
N. Facialis a.Mengangkat alis a. + a. +
b.Mengerutkan dahi b. + b. +
c.Menutup mata c. + c. +
d.Menggembungkan d. + d. +
pipi
e.Tersenyum e. Simetris e. Simetris
N. a.Pendengaran Tinnitus Tinnitus
Vestibulochoclearis (bising jam tangan)
b.Nistagmus + +
(horizontal) (horizontal)

N. a. Tersedak a. – a. –
Glossopharingeus b. Faring b. Terangkat b. Terangkat
c. Reflek muntah simetris simetris
c. + c. +
N. Vagus Bersuara Disphony (-) Disphony (-)
Menelan Dbn dbn

N. Accesorius Memalingkan Ada Ada


kepala Kontraksi kontraksi
M.sterno M.sterno

7
Mengangkat bahu Ada Ada
kontraksi kontraksi
M.trapezius M.trapezius
N. Hypoglossus Lingual palsy dbn dbn

Disartria dbn dbn


Kesan Nervus Cranialis: ada kelainan nervus vestibuler (N. VIII)

d. Motorik:
Gerakan B B
B B
Kekuatan 555 555
555 555
Trofi e e
e E
Klonus : Patella & Ankle (-)

Reflek Fisiologis :
BPR +2 +2 KPR +2 +2
+2 +2 +2 +2
TPR +2 +2 APR +2 +2
+2 +2 +2 +2

Reflek Patologis :
Pemeriksaan Dextra Sinstra
Hoffman - -
Tromner - -
Babinski - -
Chaddock - -
Gonda - -

8
Stransky - -
Mandel B - -
Rosolimo - -
Oppenhim - -
Gordon - -
Schaffer - -

Kesan Motorik : Dalam batas normal


e. Sensorik
Eksteroseptif
No Pemeriksaan Ektremitas
Nyeri + +
1 + +

Taktil + +
2 + +

Propioseptif
No Pemeriksaan Ektremitas
Mengangkat + +
dan
menurunkan
1
jari tangan

Mendikte + +
angka dengan
2
tekanan

9
Kesan sensorik : Dalam batas normal
f. Fungsi Cerebelum
 Finger to nose : (-/-)
 Heel to shin : (-/-)
 Romberg test : (-)
 Rebound phenomen : (-/-)
 Tandem gait : (-)

Kesan : dalam batas normal

g. Provokasi Nyeri
 Laseque sign : (-/-)
 Patrick sign : (-/-)
 Kontrapatrick sign : (-/-)

Kesan : Dalam batas normal

h. Fungsi Vegetatif
 Miksi : 5-7 x sehari ±500cc, warna kuning
jernih
 Defekasi : Dbn, Konstipasi (-), diare (-)

10
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Parameter
N Jumlah Satuan Nilai Rujukan
o
1. WBC 8.9 uL 4000-10000 /uL
2. Lymph# 2.3 uL 0.8-4.0
3. Mid# 0.4 uL 0.1-1.5
4. Gran# 6.2 uL 2.0-7.0
5. Lymph% 26.2 % 20.0-40.0
6. Mid% 4.2 % 3.0-15.0
7. Gran% 69.6 % 50.0-70.0
8. RBC 4.97 uL 3,50-5,5 / uL
9. HGB 14.3 gr/dl 11,0-16,0 g/dl
10. HCT 44.1 % 37-54%
11. MCV 88.8 femtoliter 80-100 fl
12. MCH 28.8 Pikograms 27-34 pg
13. MCHC 32.4 g/dl 32-36 g/dl
14. RDW-CV 14.5 % 11.0-16.0
15. RDW-SD 48.2 fL 35.0-58.0
16. PLT 296 uL 150.000-450.000/uL
17. MPV 8.3 fL 6.5-12
18. PDW 15.5 9.0-17.0
19. PCT 2.46 Ml/l 1.08-2.82
20. P-LCC 70 uL 30-90
21. P-LCR 23.8 % 11.0-45.0

Laboratorium Kimia Darah

No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan


1. DBIL 0.27 mg/dl 0-0.35

11
2. TBIL 0.80 Mgdl 0.2-1.2
3. SGOT 22 U/l 0-31
4. SGPT 17 U/l 0-31
5. Alkali P 94 U/l 30-120
6. GamaGT 20 U/I 8-34
7. Protein total 7.0 g/dl 6.6-8.3
8. ALB 3.8 g/dl 3.5-5.5
9. Glob 2.9 g/dl 2-3.9
10. UREUM 16.30 mg/dl 10-50
10. CREAT 0.76 mg/dl 0.7-1.2
11. UA 4.6 mg/dl 2.4-5.7
12. CHOL 150 mg/dl 140-200
13. TG 135 mg/dl 36-165
14. HDL 56 mg/dl 45-150
15. LDL 112 mg/dl 0-190

E. RESUME
RPS: Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 2 April 2019
dengan keluhan pusing berputar sejak 1 tahun yang lalu. Gejala timbul saat
pasien terjatuh karena kaget dengan bunyi petasan. Pasien menceritakan
pusing sering kambuh setelah aktifitas seperti memasak nasi kemudian
duduk tiba-tiba. Pusing dirasakan seperti lingkungan sekitarnya berputar.
Keluhan dirasakan hilang timbul. Dalam seminggu pasien merasakan
pusing sampai 3x. Ketika keluhan muncul pasien merasakan pusing selama
beberapa menit. Keluhan dirasakan sangat mengganggu aktivitas. Keluhan
hilang perlahan saat pasien duduk bersandar atau berbaring. Memberat
ketika setelah aktivitas berat atau kelelahan kemudian duduk tiba-tiba.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Sebelum masuk ke IGD RSUD
Sukoharjo pasien dibawa ke puskesmas 3 hari sebelumnya dan diberi obat.
Pasien mengaku keluhan berkurang, namun datang ke IGD RSUD

12
Sukoharjo karena keluhan sangat mengganggu aktivitas. Dari IGD
kemudian di pindahkan ke Ruang Gladiol Bawah untuk mendapatkan terapi
dan perawatan lanjutan.
RPD : -
RPK : -

Vital Sign
TD : 120/80 mmHg
N : 70 x/menit
RR : 17 x/menit
S : 36,9˚C
Status Internus
Kepala : CA (-/-) SI (-/-)
Leher : PKGB(-/-)
Thorax : pulmo, cor dbn
Abdomen : dbn
Ektremitas : dbn
Status Neurologis
Kesadaran : Compos Mentis
Meningeal Sign : -
Nervus Cranialis : dbn
Motorik :
555 555
kekuatan otot
555 555

Sensorik : dbn
Reflek Fisiologis : n/n
Reflek Patologis : -/-
Fungsi Cerebelum: dbn
Provokasi Nyeri :
 Laseque sign : (-/-)
 Patrick sign : (-/-)

13
 Kontrapatrick sign : (-/-)
Fungsi Vegetatif : normal

F. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Dizziness, Nausea, Vomitus, nistagmus (+)
Diagnosis topis : Lesi di vestibular
Diagnosis etiologi : Vertigo perifer

G. PLANNING
 Diagnostik : CT-Scan
 Terapi : - Inf. Asering 16 tpm
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
- Difenhidramin 3 x 1 tab
- Betahistin 3 x 1 mg
- Ondansetron 3 x 1 tab
H. PROGNOSIS
 Disease : Dubia ad bonam
 Discomfort : Dubia ad bonam
 Disatistaction : Dubia ad bonam
 Disability : Dubia ad bonam
 Death : Dubia ad bonam

14
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Vertigo merupakan suatu sensasi berputar, pasien merasa bahwa dia
ataupun lingkungannya berputar. Seringkali vertigo terjadi serangan seketika,
kadang-kadang dan ketika berat umumnya dibarengi dengan mual, muntah, dan
jalan yang terhuyung-huyung.1
Benign paroxysmal positional vertigo adalah gangguan klinis yang
sering terjadi dengan karakteristik serangan vertigo di perifer, berulang, singkat
dan dipicu oleh perubahan posisi kepala, terutama berkaitan dengan perubahan
posisi kepala dari tidur, melihat ke atas, kemudian memutar kepala.3
B. Epidemiologi
Dari keempat subtipe dizziness, vertigo terjadi pada sekitar 32% kasus,
dan sampai dengan 56,4% pada populasi orang tua. Sementara itu, angka
kejadian vertigo pada anak-anak tidak diketahui,tetapi dari studi yang lebih baru
pada populasi anak sekolah di Skotlandia, dilaporkan sekitar 15% anak paling
tidak pernah merasakan sekali serangan pusing dalam periode satu tahun.
Sebagian besar (hamper 50%) diketahui sebagai “paroxysmal vertigo” yang
disertai dengan gejala-gejala migren (pucat, mual, fonofobia, dan fotofobia).8
C. Etiologi
Penyebab vertigo dibagi menjadi:4

15
Gambar 1. Etiologi Vertigo4
D. Klasifikasi
1. Vertigo dapat diklasifikasikan menurut lokasinya yaitu:5
a. Vertigo Sentral
Lesi vertigo sentral dapat terjadi pada daerah pons, medulla,
maupun serebelum.5
b. Vertigo Perifer
kelainan atau gangguan ini dapat terjadi pada end-organ
(utrikulus maupun kanalis semisirkularis) maupun saraf perifer.5

Tabel 1. Perbedaan Klasifikasi Vertigo Vestibuler Sentral dan Perifer5


2. Vertigo diklasifikasikan berdasarkan kegawatdaruratannya:9
a. Acute severe dizziness
Onsetnya tiba-tiba, pusing yang memberat dan konstan, disetai mual
dan muntah serta hilang keseimbangan.9
b. Recurrent attacks of dizziness
pusing yang terjadi dengan adanya pergerakan dari kepala.9
c. Recurrent positional dizziness
Reaksi pusing yang terjadi secara spontan.9

16
Table 2. Klasifikasi Berdasarkan Kegawatdaruratan9
E.Patogenesis
Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis
semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama
lain. Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar
yakni ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi
gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai
contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam
kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami
defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang
diteruskan ke otak sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya
partikel atau debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan
menimbulkan defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang

17
sebenarnya. Hal ini menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan
kepala, sehingga timbul sensasi berupa vertigo.6
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori
kupulolitiasis dan kanalolitiasis.6
a.Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk
menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang
melekat pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik
yang melekat pada kupulamelalui pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya
partikel ini maka kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap
gravitasi.Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat yang
melekat pada puncak sebuah tiang. Karena berat benda tersebut, maka posisi
tiang menjadi sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut
akan lebih mengarah ke sisi benda yang melekat. Oleh karena itu kupula sulit
untuk kembali ke posisi netral. Akibatnya timbul nistagmus dan pening
(dizziness). 6
b.Teori Kanalitiasis
Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala
BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam
kanalis semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis
posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada
posisi terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan
hingga posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90°. Setelah beberapa
saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini menyebabkan
endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi
defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila
posisi kepala dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul
pula nistagmus pada arah yang berlawanan.6
Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi
kepala dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991

18
memperkuat teori ini dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis
semisirkularisposterior saat melakukan operasi kanalis tersebut. 6
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras,
otokonia yang terdapat pada utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang
terlepas ini kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya
kanalit didalam kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya
keluhan vertigo pada BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV pasca trauma
kepala.6

Gambar 2. Anatomi Telinga tengah6

F. Gejala Klinis
Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala
primer, sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh
gangguan pada sensorium. Gejala primer berupa:
1. Vertigo
Vertigo diartikan sebagai sensasi berputar. Vertigo dapat horizontal, vertical
atau rotasi. Vertigo horizontal merupa tipe yang paling sering, disebabkan
oleh disfungsi dari telinga dalam. Jika bersamaan dengan nistagmus, pasien

19
biasanya merasakan sensasi pergerakan dari sisi yang berlawanan dengan
komponen lambat. Vertigo vertical jarang terjadi, jika sementara biasanya
disebabkan oleh BPPV. Namun jika menetap, biasanya berasal dari sentral
dan disertai dengan nistagmus dengan gerakan ke bawah atau ke atas.
Vertigo rotasi merupakan jenis yang paling jarang ditemukan. Jika
sementara biasanya disebabakan BPPV namun jika menetap disebabakan
oleh sentral dan biasanya disertai dengan rotator nistagmus.2
2. Impulsi
Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya dideskrepsikan
sebagai sensasi didorong atau diangkat. Sensasi impulse mengindikasi
disfungsi apparatus otolitik pada telinga dalam atau proses sentral sinyal
otolit.2
3. Oscilopsia
Oscilposia adalah ilusi pergerakan dunia yang diprovokasi dengan
pergerakan kepala. Pasien dengan bilateral vestibular loss akan takut untuk
membuka kedua matanya. Sedangkan pasien dnegan unilateral vestibular
loss akan mengeluh dunia seakan berputar ketika pasien menoleh pada sisi
telinga yang mengalami gangguan. 2
4. Ataksia
Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasnaya universal pada pasien
dengan vertigo otologik dan sentral. 2
5. Gejala pendengaran
Biasanya berupa tinnitus, pengurangan pendengaran atau distorsi dan
sensasi penuh di telinga.2
Gejala sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan
sensiivitas visual. Gejala nonspesifik berupa giddiness dan light headness.
Istilah ini tidak terlalu memiliki makna pada penggunaan biasanya. Jarang
digunakan pada pasien dengan disfungsi telinga namun sering digunakan pada
pasien vertigo yang berhubungan dengan problem medik. 2

G. Diagnosis

20
1. Anamnesis
a. Pada anamnesis perlu ditanyakan beberapa hal, seperti:7
1) Bagaimana pasien melukiskan keluhannya dengan kata-katanya
sendiri mengenai pusing yang dirasakannya.
2) Anamnesis khusus mengenai vertigonya:7
 Adakah kekhususan sifat vertigo yang timbul, keparahan
vertigonya7
o Rasa gerakan palsu dari tubuh atau sekitarnya (rasa berputar,
rasa terapung)
o Rasa tidak enak di kepala: kepala ringan, hubungannya
dengan penglihatan dan kesadaran.
o Apakah vertigonya mempunyai pola gejala tertentu
sistematis atau non sistematis, atau vertigo yang kabur.
o Kecenderungan untuk jatuh.
 Intensitas tibuknya vertigo bersangkutan dengan perjalanan
waktu, bagaimana vertigo mulai timbul dan bagaimana ia
berakhir:7
o Jenis parksisimal atau vertigo yang konstan, atau vertigo
yang serangannya akut yang kemudian berangsur-angsur
melemah. Berapa detik, hari, minggu atau bulan?
o Apakah diantara serangan itu penderita bebas sama sekali
dari keluhan?
 Pengaruh lingkungan atau situasi:7
o Adakah suatu posisi perubahan posisi tubuh dan atau kepala
menyebabkan timbulnya serangan atau meningkatkan
keluhan?
o Apakah stress psikis mengawali timbulnya serangan?
o Apakah serangan didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas?
 Keluhan dari telinga:7
o Rasa tertutupnya telingan, penekanan pada telinga.

21
o Tinnitus: subyektif atau obyektif, sebelah kanan atau sebelah
kiri atau tengah-tengah.
o Tuli: terutama yang progresif didalam beberapa bulan.
Hubungan tuli dengan tim bulnya vertigo: apakah sewaktu
vertigo tulinya membaik (Lermoyes) ataukah kian
memburuk (Meniere)
o Diplakusis, fenomena pengerahan, yang dikeluhkan
penderita timbulnya rasa nyeri pada saat mendengar suara
keras.
3) Anamnesis umum:7
Termasuk di sini anamnesis untuk menilai bentuk kepribadian,
keluhan lain (gang. Penglihatan, disartria, disfagia, disfonia,
gangguan pergerakan atau sensibilitas), jika keluhan ini ada dan
bersama-sama dengan penurunan kesadaran kemungkinan besar
merupakan kelainan serebrovaskular
4) Anamnesis intoksifikasi/pemakaian obat-obatan:7
a. Streptomisin
b. Antikolvulsan
c. Gentamisin
d. Anti hipertensi
e. Kanamisin
f. Neomisin
g. Alcohol
h. Salisilat
i. Kinin
j. Tembakau

b. Hasil Anamnesis
1) Vertigo Vestibuler
Menimbulkan sensasi berputar, timbulnya eisodik, diprovokasi oleh
gerakan kepala, bias disertai rasa mual atau muntah.11

22
a) Vertigo vertibular perifer timbulnya lebih mendadak setelah
perubahan posisi kepala dengan rasa berputar yang berat,
disertai mual artau muntah dan keringat dingin. Bisa disertai
gangguan pendengaran berupa tinnitus, atau ketulian, dan
tidak disertai gejala neurologic fokal seperti hemiparesis,
diplopia, periorbitalprastesia, paresis fasialis. Salah satu
yang termasuk dalam vertibular perifer adalah BPPV.11
BPPV terjadi secara tiba-tiba. Pasien biasanya
mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik
akibat perubahan posisi kepala. Kebanyakan pasien
menyadari saat bangun tidur, ketika berubah posisi dari
berbaring menjadi duduk. Pasien merasakan pusing berputar
yang lama kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda
waktu antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya
perasaan pusing berputar. Pada umumnya perasaan pusing
berputar timbul sangat kuat pada awalnya dan menghilang
setelah beberapa menit sedangkan serangan berulang
sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-
hari hingga berbulan-bulan.11
b) Vertigo vestibuler sentral timbulnya lebih lambat, tidak
terpengaruh oleh gerakan kepala. Rasa berputarnya ringan,
jarang disertai rasa mual dan muntah, tidak disertai
gangguan pendengaran. Keluhan dapat disertai dengan
gejala neurologic fokal seperti hemiparesis, diplopia,
perioralparastesia, paraparesis fasialis.11
2) Vertigo Non Vestibuler
a) Sensasi bukan berputar, melainkan rasa melayang goyang,
berlangsung konstan atau kontinu, tidak disertai rasa mual
dan muntah, serangan biasanya dicetuskan oleh gerakan
objek sekitarnya seperti di tempat keramaian misalnya lalu
lintas macet.11

23
Gambar 3. Algoritma Diagnosis Vertigo5
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh sebaiknya difokuskan pada evaluasi
neurologis terhadap saraf-saraf kranial dan fungsi serebelum, misalnya
dengan melihat modalitas motorik dan sensorik. 5
 Pemeriksaan Mata
Penilaian terhadap fungsi serebelum dilakukan dengan menilai
fiiksasi gerakan bola mata. Nistagmus dibagi menjadi:7
 Pada saat mata dalam posisi netral, bila ada nistagmus
disebut nistagmus spontan.
 Pada saat mata melirik ke kiri, kanan, atas bawah, bila ada
nistagmus disebut nistagmus tatapan.
 Nistagmus yang disebabkan oleh kelainan system saraf
pusat:7
o Nistagmus pendular
o Nistagmus vertical yang murni
o Nistagmus rotatori yang murni
o Gerakan nistagmoid
 Pemeriksaan kanalis auditorius dan membran timpani

24
Pemeriksaan kanalis auditorius dan membran timpani juga harus
dilakukan untuk menilai ada tidaknya infeksi telinga tengah,
malformasi, kolesteatoma, atau fistula perilimfatik. Dapat juga
dilakukan pemeriksaan tajam pendengaran.5
 Pemeriksaan Keseimbangan
Pemeriksaan klinis, baik yang dilakukan unit gawat darurat maupun
di ruang pemeriksaan lainnya, mungkin akan memberikan banyak
informasi tentang keluhan vertigo. Beberapa pemeriksaan klinis
yang mudah dilakukan untuk melihat dan menilai gangguan
keseimbangan diantaranya adalah: Tes Romberg. Pada tes ini,
penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain,
tumit yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain (tandem).
Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg ini selama
30 detik atau lebih. Berdiri dengan satu kaki dengan mata terbuka
dankemudian dengan mata tertutup merupakan skrining yang
sensitif untuk kelainan keseimbangan. Bila pasien mampu berdiri
dengan satu kaki dalam keadaan mata tertutup, dianggap normal.5
 Tes melangkah di tempat (stepping test)
Penderita harus berjalan di tempat dengan mata tertutup sebanyak
50 langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa dan tidak
diperbolehkan beranjak dari tempat semula. Tes ini dapat
mendeteksi ada tidaknya gangguan sistem vestibuler. Bila penderita
beranjak lebih dari 1 meter dari tempat semula atau badannya
berputar lebih dari 30 derajat dari keadaan semula, dapat
diperkirakan penderita mengalami gangguan sistem vestibuler.5
 Tes salah tunjuk (past-pointing)
Penderita diperintahkan untuk merentangkan lengannya dan
telunjuk penderita diperintahkan menyentuh telunjuk pemeriksa.
Selanjutnya, penderita diminta untuk menutup mata, mengangkat
lengannya tinggitinggi (vertikal) dan kemudian kembali pada posisi
semula. Pada gangguan vestibuler, akan didapatkan salah tunjuk.5

25
 Manuver Nylen-Barany atau Hallpike
Untuk menimbulkan vertigo pada penderita dengan gangguan
sistem vertibuler, dapat dilakukan manuver Nylen-Barany atau
Hallpike. Pada tes ini, penderita duduk di pinggir ranjang
pemeriksaan, kemudian direbahkan sampai kepala bergantung di
pinggir tempat tidur dengan sudut sekitar 30 derajat di bawah
horizon, lalu kepala ditolehkan ke kiri. Tes kemudian diulangi
dengan kepala melihat lurus dan diulangi lagi dengan kepala
menoleh ke kanan. Penderita harus tetap membuka matanya agar
pemeriksa dapat melihat muncul/tidaknya nistagmus. Kepada
penderita ditanyakan apakah merasakan timbulnya gejala vertigo.5
 Tes kalori
Tes kalori baru boleh dilakukan setelah dipastikan tidak ada
perforasi membran timpani maupun serumen. Cara melakukan tes
ini adalah dengan memasukkan air bersuhu 30° C sebanyak 1 mL.
Tes ini berguna untuk mengevaluasi nistagmus, keluhan pusing, dan
gangguan f ksasi bola mata. Pemeriksaan lain dapat juga dilakukan,
dan selain pemeriksaan fungsi vestibuler, perlu dikerjakan pula
pemeriksaan penunjang lain jika diperlukan. Beberapa pemeriksaan
penunjang dalam hal ini di antaranya adalah pemeriksaan
laboratorium (darah lengkap, tes toleransi glukosa, elektrolit darah,
kalsium, fosfor, magnesium) dan pemeriksaan fungsi tiroid.
Pemeriksaan penunjang dengan CT-scan, MRI, atau angiograf
dilakukan untuk menilai struktur organ dan ada tidaknya gangguan
aliran darah, misalnya pada vertigo sentral.5
H. Tatalaksana
Tatalaksana BPPV dibagi menjadi:11
a) Non Farmakologi
 Terapi BPPV kanal posterior:
1) Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal
vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala kesisi yang sakit

26
sebesar 450, lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan
dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 900 kesisi sebaliknya,
dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dandipertahan 30-
60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan
kembali keposisi duduk secara perlahan.10

Gambar Manuver Epley10


2) Manuver Semont ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis
kanan posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk
tegak, lalu kepala dimiringkan 450 ke sisi yang sehat, lalu secara cepat
bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada
nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke
posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk
lagi.10

27
Gambar Manuer Semont10
3) Brandt-Daroff exercise ini dikembangkan sebagai latihan di rumah dan
dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien
yang tetap mengalami simptom setelah melakukan manuver Epley atau
Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan beberapa
posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan.10
 Terapi BPPV lateral:
1. Manuver Lempert ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe
kanal lateral. Pasien berguling 3600, yang dimulai dari posisi supinasi
lalu pasien menolehkan kepala 900 ke sisi yang sehat, diikuti dengan
membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke
bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien
kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral
dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan
dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-
partikel sebagai respon terhadap gravitasi.10

28
Gambar Manuver Lempert10
b) Farmakologi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita sering kali merasa
sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, sehingga pengobatan
simptomatik lebih banyak digunakan. Beberapa golongan yang sering
digunakan:11
1. Antihistamin11
 Dimenhidrinat
Lama kerja obat ini ialah 4-6 jam. Obat dapat diberi per oral atau
parenteral dengan dosis 25 mg-50 mg (1tablet), 4 kali sehari.
 Difenhidramin HCL
Lama aktivitas obat ini ada;lah 4-6 jam, diberikan dengan dosis 25
mg (1 kapsul) – 50 mg, 4kali sehari per oral.
 Senyawa betahistin
o Betahistin mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kali sehari per
oral
o Betahistin HCl dengan dosis 8-24 mg, 3kali sehari.
Maksimal 6 tablet dibagi dalam beberapa dosis.
2. Kalsium antagonis11
 Cinnarizine

29
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibuler dan dapat
mengurangi respon terhadap akselerasi agular dan linier. Dosis
biasanya ialah 15-30 mg, 3kali sehari atau 1 x 75 mg sehari.
I. Prognosis
Pada BPPV, prognosis umumnya baik, namun BPPV sering terjadi berulang.11

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif, M. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Penerbitan
Media Aesculapius FKUI.
2. H.Efiaty Arsyad, H.Nurbaiti Iskandar. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
dan tenggorokan (THT). Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
(FKUI), Jakarta. Cetakan 1 edisi keempat 2000;(IV):1-87
3. Brust JCM. Current Diagnosis & Treatment in Neurology. Lange Medical Books /
McGraw-Hill Medical Publishing Division. ISBN 13 :978-0-07-1105554-5.
4. A, Mieke H.N. 2009. Patofisiologi Vertigo dalam Jurnal Tumou Tou Vol I, nomor
1, Januari 2009.
5. Timbul, Kupiya W.2012. Vertigo dalam CDK-198/ vol. 39 no. 10.
6. Stephen J,McPhee, William F.Ganong et al. International edition Patophysiology
of disease an introduction to clinical medicine. San Francisco Clifornia 2003: 93-
95
7. Aliah, A.2007. Kapita Selekta Neurologi 2st ed. Harsono, ed., Yogyakarta, Gadjah
Mada University Press
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
9. Kerber, Kevin A. 2009. Vertigo and Dizziness
in the Emergency Department in Emerg Med Clin N Am 27 (2009) 39–50
10. Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign
Paroxysmal Positional Vertigo in Journal Gerontological of Nursing.
December:2006.
11. Menteri Kesehatan RI, 2014. PERMENKES No. 5 Tahun 2014 Tentang Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.

31

Anda mungkin juga menyukai