Anda di halaman 1dari 13

PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Pedagogik


Dosen Pengampu : Prof. Dr. A Juntika N., M.Pd

Oleh:

Irfan Fajrul Falah

PROGRAM STUDI DOKTORAL PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2019
PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan unsur penting dalam kehidupan umat manusia. Pendidikan
sangat diperlukan sebagai kunci penentu keberhasilan seseorang. Mengapa demikian? Pada
hakikatnya pendidikan merupakan “modal” bagi manusia untuk dapat mengembangkan
kepribadian, pola pikir, wawasan, serta memperoleh kehidupan yang lebih baik. Dikatakan
sebagai “modal” karena keberhasilan seseorang bergantung pada bagaimana orang tersebut
dapat memanfaatkannya sehingga ia menjadi manusia yang bermartabat.
Pada dasarnya manusia terlahir sebagai makhluk hidup yang memiliki rasa
keingintahuan (curiousity) yang sangat tinggi, karena dianugerahi kelebihan yang tidak
dimiliki makhluk hidup lain di muka bumi ini, yakni akal serta pikiran. Berbagai pertanyaan
akan muncul sebagai wujud dari rasa keingintahuan tersebut. Untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut, manusia melakukan banyak cara mulai dari membaca, mengamati,
menginvestigasi, mengumpulkan informasi, membuktikan, hingga menyimpulkan. Akhirnya
terjawablah pertanyaan-pertanyaan didukung oleh pengalaman dalam kehidupan sehari-hari,
yang kemudian menjadi pengetahuan baru. Kemudian waktu demi waktu kumpulan dari
pengetahuan-pengetahuan tersebut berkembang dan tersusun secara sistematis melalui
metode ilmiah sehingga terbentuklah ilmu pengetahuan.
Pendidikan dan ilmu pengetahuan merupakan dua hal yang saling terikat satu sama
lain. Ilmu pengetahuan tidak akan berkembang jika tidak melalui proses pendidikan. Begitu
pula sebaliknya, proses pendidikan yang baik akan menunjang berkembangnya ilmu
pengetahuan.
Proses pendidikan yang baik harus dilengkapi oleh beberapa unsur, yakni pendidik
(dalam hal ini adalah guru), terdidik (siswa), media serta sarana pendidikan. Ketiga unsur
tersebut harus saling menunjang untuk terlaksananya proses pendidikan yang baik. Seorang
guru, dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik haruslah memiliki beberapa
kemampuan (skill) yang mumpuni, terutama adalah kemampuan dalam mendidik. Dengan
lain kata, seorang guru harus membekali dirinya dengan ilmu tentang bagaimana cara
mendidik siswanya. Kata “mendidik” di sini tidak hanya bagaimana cara menyampaikan
materi pelajaran kepada siswa, melainkan juga bagaimana cara membentuk karakter serta
kepribadian mereka agar tidak hanya menjadi siswa yang pandai , tetapi mereka juga dapat
tumbuh dan berkembang menjadi siswa yang berkepribadian serta berkarakter handal dan
dapat dibanggakan. Untuk itu diperlukan ilmu tentang bagaimana cara mendidik siswa atau
anak, yakni pedagogik. Pedagogik adalah ilmu mendidik anak. Tanpa pedagogik, poses
pendidikan tidak akan dapat berjalan mulus sesuai dengan yang diharapkan. Untuk lebih
jelasnya, berikut ini akan dikaji lebih dalam mengenai fungsi dan peranan pedagogik dalam
pendidikan.
Pendidikan adalah suatu proses mentransfer ilmu dari pendidik kepada peserta didik.
Ilmu pengetahuan erat kaitannya dengan obyek pendidikan. Ilmu yang ditransfer umumnya
ilmu pengetahuan yang bersifat memberi pengetahuan peserta didik dengan harapan peserta
didik mampu mengetahui segala macam keadaan alam, sosial dan kebudayaan yang ada di
dunia. Misalnya pada pendidikan formal atau sekolah, obyek utama dalam proses
pendidikan adalah ilmu pengetahuan.
Kenapa pendidikan itu disebut ilmu? Karena ilmu merupakan obyek utama dari
pendidikan. Tanpa ilmu, segala sesuatu tidak dapat berjalan dengan baik. Misalnya, anak
sejak kecil dididik oleh orang tuanya kalau makan supaya menggunakan tangan kanan,
itulah yang dinamakan pendidikan dan makan menggunakan tangan kanan itulah yang
disebut ilmu karena kalau menggunakan tangan kiri tidak sopan.

B. Pembahasan
1. Kajian Ontologis Tentang Objek Ilmu (Pedagogik)
Manusia sebagai makhluk sosial dihadapkan dengan masalah yang kompleks yang
harus dihadapi. Sebagai langkah awal dalam menghadapi setiap permasalahan yang ada
manusia harus melakukan aktivitas pendidikan untuk membentuk pemikiran dan karakter
guna memecahkan maslah-masalah yang dihadapinya. Aktivitas kerja pendidikan hanya
dapat dilakukan oleh manusia yang memiliki lapangan dan jangkauan yang sangat luas
mencakup semua pengalaman dan pemikiran menusia tentang pendidikan.
Menurut Aparna (2015) Ontologi adalah spesifikasi konseptualisasi yang berarti
interpretasi terstruktur dari bagian dunian dimana orang berpikir dan berkomunikasi.
Ontologi menangkap domain pengetahuan dengan cara yang umum dan memberikan
pemahaman secara umum yang telah disepakati oleh sekelompok orang.
Ontologi biasanya diselenggarakan dalam bentuk taksonomi yang memiliki kelas,
sub kelas, hubungan, fungsi, aksioma dan contoh. Dunia tertutup dan dunia terbuka
adalah konsep yang digunakan dalam ontology. Dunia tertutup adalah dunia tentang apa
yang kita ketahui, sehingga apapun yang ingin kita ketahui dari sebuah informasi sudah
terdapat pada ontology. Dunia terbuka adalah dunia tentang beberapa hal yang tidak dapat
kita atau masih atau sudah dapat diprediksi ataupun menyimpulkan informasi yang
tersedia tentang dunia dari ontologi.
a. Definisi Ilmu
Jika kita membahas tentang ilmu maka tidak akan terlepas membicarakan
tentang pengetahuan karena keduanya seperti dua bagian sisi koin yang tidak dapat
terpisahkan. Pengetahuan atau knowledge menurut Suriasumantri (2005) pada
hakekatnya segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk
didalamnya adalah ilmu, sehingga ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang
diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan
agama. Sehingga, suatu ilmu merupakan kajian yang didapat dari hasil buah piker
manusia yang didapat dari pengetahuan tentang fenomena alam dan manusia itu
sendiri.
Sedangkan menurut Solehudin (2012) hakekat dari ilmu adalah segala
pengetahuan manuisa tentang alam fisik maupun metafisika yang diperoleh melalui
pengalamn empirik, melalui penggalian pemikiran rasional, melalui kontemplasi
pemikiran, maupun melalui Wahyu Tuhan, baik wahyu yang langsung maupun yang
tidak langsung. Dengan demikian hakekat ilmu menurut Al-quran sangat luas dan
tidak terhingga bahkan lebih luas dari cakrawala pemikiran manusia dan jagad raya
ini. Hakekat ilmu berdasarkan tingkat kepentingannya bagi manusia diklasifikasikan
kepada “ilmu yang wajib diketahui”, “yang dianjurkan untuk diketahui”, dan “yang
boleh dikatahui serta dapat diketahui manusia untuk kemaslahatan dan kebaikan
hidupnya baik secara individual maupun secara sosial, di dunia maupun di kehidupan
akhirat”.

b. Objek Ilmu
Ontologi membahas mengenai apa yang dikaji. Setiap bidang ilmu harus
mempunyai dua bidang objek yaitu objek material dan objek formal. Objek material
merupakan sesuatu hal yang menjadi sasaran pemikiran, yang akan dipelajari. Dengan
kata lain objek material merupakan segala sesuatu yang dipermaslahkan dalam filsafat.
Sedangkan objek formal merupakan cara pandang, melihat dalam meninjau yang
dilakukan seseorang peneliti pada objek material (Bakker, 1992).
Kedua objek itu ada pada jangkauan manusia yang dapat dibuktikan secara
nyata, sehingga dapat disebut sebagai pengetahuan empiris. Berlainan dengan budaya,
agama ataupun pengetahuan yang lain karena filsafat dimulai dari keragu-raguan yang
butuh penelitian untuk mendapat suatu kepastian. Sedangkan agama muncul sudah
dalam bentuk yang pasti yang turun dari wahyu Tuhan bukan muncul dari kesangsian
yang dibuat manusia.
Sedangkan menurut pandangan Al-Qur’an objek kajian ilmu adalah realitas
segala yang ada (al-maujud). Realitas segala yang ada terdiri dari yang nampak
(zahir), yaitu realitas empiric, yakni pengetahuan seluruh realitas yang ada di alam
semesta ini, sedangkan yang tidak tampak (ghoib) yaitu realitas nin-empirik, yakni
pengetahuan manusia tentang Dzat dan sifat-sifat Tuhan, tentang alam barzah, tentang
malaikat, jin dan syaitan, tentang surge dan neraka. Dilihat dari sudut pandang ruang
dan waktu, objek ilmu terdiri dari masa lalu, masa kini dana masa yang akan dating
(Solehudin, 2012).
c. Pedagogik Sebagai Ilmu Pengetahuan
Istilah pedagogik berasal dari bahasa Yunani, yakni paedos yang mengandung
arti “anak” dan ago yang berarti “memimpin”. Dengan demikian secara etimologis
pedagogik memiliki arti “membimbing anak” (Tilaar, 2015). Namun dalam
perkembangan pendidikan, “mendidik” tidak hanya terbatas pada anak-anak saja tetapi
juga mencakup peserta didik dalam berbagai tingkatan usia. Secara umum, istilah
pedagogik dapat diartikan sebagai teori yang secara teliti, kritis dan obyektif
mengembangkan berbagai konsepnya mengenai hakekat manusia, anak, tujuan
pendidikan, serta hakekat proses pendidikan (Sadulloh, U., dkk., 2009). Berdasarkan
dua definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa pedagogik merupakan “alat” untuk
melaksanakan serta mengembangkan pendidikan.
Menurut Langaveld (Sadulloh, 2001) pedagogik adalah ilmu medidik, lebih
menitik beratkan pada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran
tentang bagaimana mendidik anak dari semenjak dilahirkan hingga dewasa
membutuhkan pengetahuan sehingga anak yang kita didik kelak akan menjadi anak
yang berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Menurut Brojonegoro (Dimyati, 1996) mengungkapkan ilmu pendidikan atau
pedagogik adalah teori pendidikan dan perenungan tentang pendidikan. Dalam arti
luas pedagogic adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari soal-soal yang timbul
dalam praktek pendidikan. Sedangkan menurut Imam Bernadib (Dimyati, 1996)
mengungkapkan bahwa pedagogic adalah ilmu yang membicarakan masalah-masalah
umum pendidikan secara menyeluruh dan abstrak. Pedagogik selain bercorak teoritis
juga bersifat praktis. Untuk yang teoritis diutamakan hal-hal yang bersifat normative
yaitu menunjukkan nilai tertentu. Sedangkan yang praktis menunjukkan bagaimana
pendidikan harus dilaksanakan.
Menurut Dimyati (1996) landasan pedagogic sebagai himpunan pemikiran
keilmuan tentang pendidikan adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan. Landasan
pedagogic sebagai ilmu pengetahuan memiliki pengertian:
1) Sebagai aktivitas penelitian tentang fenomena pendidikan baik berupa peristiwa
sosial, gejala rokhani, dan dunia tanda.
2) Sebagai metode penelitian ilmiah, yang berarti melaksanakan analisis, pemerian,
analisis, pengukuran, perbandingan, pengetahuan yang benar.
3) Sebagai pengetahuan yang sistematis tentang peristiwa pendidikan yang berciri
empiris, sistematis, obyektif, analisis, verifikatif, komparatif, teoritis, preskriptif,
normatif dan praktis.
Menurut Burhanudin (2002) pendidikan sebagai ilmu pengetahuan dapat
terbentuk dari pokok-pokok pikiran berikut:
1) Pendidikan sebagai ilmu normatif merumuskan kaidah-kaidah norma-norma atau
tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia. Dengan kata
lain pendidikan bertugas merumuskan peraturan-peraturan tentang tingkah laku
perbuatan makhluk manusia dalam kehidupan dan penghidupan.
2) Pendidikan sebagai ilmu praktis memiliki tugas yaitu menanamkan sistem-sistem
norma tingkah laku perbuatan yang didasarkan pada dasar-dasar filsafat yang
dijunjung tinggi oleh lembaga pendidikan dan pendidik suatu masyarakat.
3) Ilmu pendidikan erat hubungannya dengan filsafat dan ilmu pengetahuan normative
lainya, yang dalam sejarah perkembanganya merupakan bagian yang tak
terpisahkan.
4) Ilmu pengetahuan yang dapat dimasukkan ke dalam pengetahuan normative
meliputi agama, filsafat dengan segala cabangnya, yaitu metafisika, etika, estetika
dan logika, kaidah fundamental negara maupun tradisi kepercayaan bangsa.
d. Objek Pedagogik Sebagai Ilmu Pengetahuan
Mengutip pendapat Ibnu Taimiyah bahwa materi pedagogic adalah seluruh ilmu
pengetahuan yang bermanfaat yang menjadikan dasar bagi kemajuan dan kejayaan
hidup manusia. Sedangkan menurut Ibnu Sina materi pedagogic meliputi: pendidikan
agama, pendidikan akhlak, pendidikan akal, pendidikan keterampilan serta pendidikan
sosial (Juwariyah,2009).
Menurut Dimyati (1996) Alur kerja pemikiran keilmuan pedagogik dapat
diterangkan sebagai berikut:
1) Landasan pedagogik memiliki objek materi atau materi keilmuan berupa peristiwa
sosial rokhani, dan dunia tanda yang ditemukan dalam masyarakat Indonesia.
2) Obyek formal pedagogic berpangkal dari:
a) Epistimologi Pancasila, sebagai falsafat yang mempelajari hal-hal tentang ilmu
pengetahuan.
b) Paradigma mencerdaskan kehidupan bangsa berpengaruh dalam menentukan
pilihan-pilihan metode penelitian pendidikan dan metode penelitian keilmuan.
c) Dengan dasar paradigma mencerdaskan kehidupan bangsa tersebut, melalui
analisis logis dan azas trikon, berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang berasal
dari kebudayaan lain dapat diterima untuk mendidik anak bangsa.
d) Dengan dasar paradigm mencerdaskan kehidupan bangsa itu pula, semua unsur
kebudayaan local, daerah dan nusantara diangkat menjadi pengetahuan
sistematis keilmuan landasan pedagogic.
e) Analisis keilmuan tentang fenomena pendidikan di Indonesia dan uji kebenaran
berdasarkan statistika, logika, etika, estetika, teologia diduga akan menjadi
kebenaran ilmiah yang universal.
3) Landasan pedagogic ke-Indonesiaan yang dibangun berdasarkan epistimologi
Pancasila merupakan himpunan keilmuan pendidikan yang otonom, bersifat
turbuka, dan berorientasi kebenaran ilmiah yang etis dan religius.
2. Kajian epistimologis Tentang kebenaran Ilmiah dan Metode Ilmiah (Pedagogik)
Dimensi ilmu merupakan kesatuan logis yang harus ada secara berurutan. Ilmu
harus diusahakan dengan aktivitas tertentu, yaitu penelitian ilmiah. Aktivitas tersebut
harus dilaksanakan dengan metoda ilmiah yang diharapkan menghasilkan pengetahuan
ilmiah. Kesatuan dan interaksi antara aktivitas, metode, dan pengetahuan ilmiah tersebut
oleh digambarkan sebagai segitiga. Masing-masing dimensi tersebut memiliki
karakteristik tertertentu. Ilmu sebagai aktivitas merupakan langkah-langkah yang bersifat
Aktivitas

Metode Pengetahuan
rasional, kognitif, dan teleologis. Ilmu sebagai metoda ilmiah memiliki unsur-unsur pola
prosedural, tata langkah, teknik-teknik, dan instrumen-instrumen tertentu. Pendapat The
Liang Gie tentang hakikat ilmu kemudian kemudia dirumuskan sebagai berikut. Ilmu
adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metoda
berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghjasilkan kumpulan pengetahuan
yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan, atau keorangan untuk
tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun
melakukan penerapan.
Menurut Gazali (2014) kebenaran dalam ilmu pengetahuan adalah adalah
kebenaran yang besrsifat objektif, yakni kebenaran yang harus didukung oleh fakta-fakta,
kenyataan dalam objektivitasnya. Kebenaran tersebut harus lepas dari keinginan subjek.
Kebenaran diberi batasan sebagai kesesuaian akal dengan kenyataan yang terjadi pada
tarap pengalaman indrawi maupun akal budi, tanpa pernah sampai pada kesamaan yang
sempurna yang dituju pada kebenaran manusia.
Suatu kebenaran ilmiah yang dihasilkan oleh suatu penelitian harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut (Kusuman, 2009):
a. Bersifat koheren, suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan tersebut koheren
atau konsisten dengan pernyatan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
b. Bersifat Koresponden, suatu pernyataan dianggap benar jika substansi pengetahuan
yang terkandung dalam pernyataan tersebut berhubungan dengan atau mempunyai
korespondensi dengan keadaan objek yang sebenarnya yang ingin diterangkan atau
fakta dalam dunia nyata. Sifat korespondensi dari suatu kebenaran dapat diuji dengan
menggunakan proses berpikir induktif.
c. Bersifat Pragmatis, suatu pernyataan dipercaya benar karena pernyatan tersebut
mempunyai sifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Suatu ilmu pengetahuan tidak dapat berkembang dengan sendirinya akan tetapi
dapat berkembang jika adanya suatu metode ilmiah. Pada dasarnya metode ilmiah
merupakan upaya untuk merumuskan permasalahan, mengajukan pertanyaan –
pertanyaan dan mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan jalan menemukan fakta-
fakta secara ilmiah tana adanya rekayasa di dalamnya dan memberikan penafsirannya
yang benar, serta dengan adanya metode ilmiah yang dilakukan bertujuan untuk
memperbarui ilmu pengetahuan yang sudah ada. Metode ilmiah sendiri dalam
memperoleh kebenaran dala ilmu pengetahuan dibangundiatas teori tertentu. Pendapat
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2007) berpendapat bahwa ilmu pengetahuan sendiri
memiliki tiga sifat utama yaitu: Sikap ilmiah, Metode ilmiah dan tersusun secara
sitematis.
Dalam penelitian pendidikan juga harus memnuhi ketiga sifat utama tersebut.
Penelitian pendidikan didasarkan pada teori-teori pembelajaran baik secara eksperimen
ataupun kajian teori secara mendalam. Adapun metode penelitian yang biasa digunakan
dalam penelitian pendidikan adalah metode eksperimen, action research, ekplanatori,
eksploratori, kajian fenomenologi, ataupun grounded theory.

3. Kajian Aksiologis (Filsafat Nilai) dari Fungsi dan Peranan Pedagogik terhadap
Praktek Pendidikan
a. Definisi Pendidikan
Untuk dapat mengetahui sejauhmana pedagogik berperan dalam praktek pendidikan,
sebaiknya kita amati beberapa definisi berikut ini,
 Dalam bahasa Belanda, pendidikan berasal dari kata opvoeden. Op berarti “ ke
atas”, dan voeden memiliki arti “memberi makan”. Jika disimpulkan menjadi
memberi “bekal” untuk meningkatkan kecakapan dan derajat seorang anak.
 Dalam bahasa Jerman, pendidikan berasal dari kata orziehen. Or mengandung arti
“ke atas”, dan ziehen berarti “menarik”. Dengan demikian artinya adalah
mendidik merupakan usaha untuk meningkatkan kecakapan serta derajat
seseorang.
(Sadulloh, U., dkk., 2009)
 Prof. Hoogeveld mengemukakan bahwa mendidik adalah membantu anak agar
kelak menjadi cakap dalam menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggungjawab
sendiri.
 Prof. S. Bojonegoro berpendapat bahwa mendidik adalah memberi tuntunan
kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan
sampai tercapainya kedewasaan, dalam arti rohani dan jasmani.
 Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa mendidik adalah menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia serta
sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
(Sadulloh, U., dkk., 2009)
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan
suatu usaha yang dilakukan untuk membekali manusia serta memberi tuntunan agar dapat
meningkatkan kecakapan dan kemampuan diri. Oleh sebab itu, pendidikan harus
dikembangkan dan untuk mengembangkannya diperlukan pedagogik.
b. Fungsi dan Peranan Pedagogik terhadap Praktek Pendidikan
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa pendidikan merupakan
“kunci” yang berperan penting dalam perkembangan kepribadian manusia serta dalam
membangun kesejahteraan hidup manusia. Kata “kunci” pada pernyataan tersebut
mengandung makna bahwa baik buruknya kepribadian serta berhasil tidaknya hidup
seseorang ditentukan dari pendidikan yang telah dia peroleh, dimana proses
pendidikan tidak dapat terlepas dari pedagodik.
Pedagogik memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting, meliputi :
1) Memberikan arahan dan petunjuk tentang bagaimana cara mendidik anak/siswa,
dengan tidak mengabaikan faktor usia, tingkat emosi, dan faktor kejiwaan mereka.
2) Menjelaskan serta mendeskripsikan mengenai pentingnya pendidikan pada
anak/siswa, karena pendidikan yang diperoleh sejak usia dini akan berdampak
pada pola pikir mereka dan melekat hingga mereka dewasa.
3) Memprediksi apa yang mungkin terjadi dalam rangka pendidikan anak/siswa,
sehingga mereka dapat memilah-milah serta menentukan apa yang sebaiknya
mereka lakukan dan apa yang harus mereka hindari.
4) Berdasarkan prediksi, mengontrol (dan mengendalikan) hal-hal baik atau hal-hal
buruk yang mungkin terjadi, yang berkenaan dengan pendidikan anak/siswa.
5) Mengembangkan serta melanjutkan hasil penemuan-penemuan yang telah ada
agar dapat menghasilkan temuan-temuan yang baru dan lebih inovatif, sehingga
anak/siswa dapat lebih berkembang.
6) Mengatur dan memberi bimbingan tentang pergaulan antara orang dewasa dengan
anak yang berlangsung baik di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
7) Mendewasakan anak/siswa agar dapat menjadi makhluk sosial yang aktif dan
kreatif.
8) Mempelajari tentang bagaimana seharusnya pendidik (guru) bertindak dalam
rangka mendidik anak/siswa, membedakan mana yang baik serta mana yang tidak
baik.
9) Memberikan pemahaman serta contoh yang baik untuk dilakukan.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa berhasil tidaknya praktek
pendidikan tidak terlepas dari peran pedagogik. Jika pedagogik tidak difungsikan
secara presisi, maka praktek pendidikan tidak dapat berjalan dengan baik, sehingga
“pesan” yang disampaikan para pendidik (guru) tidak tepat sasaran dan menjadi sia-
sia.
4. Generalisasi
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan pendidikan sebagai syarat utama
untuk mewujudkan kemanusiaannya tersebut. Dengan pendidikan, manusia pun dapat
membentuk kebudayaan yang hari demi hari semakin berkembang dan perkembangannya
tersebut hanya dapat terjadi di dalam proses pendidikan. Tanpa pendidikan, manusia tidak
akan mampu berkembang dan meningkatkan taraf hidupnya. Adapun dampak dari
kebutuhan manusia akan pendidikan dewasa ini terlihat dari makin maraknya lembaga-
lembaga pendidikan baik formal maupun informal.
Berdasarkan uraian tersebut, menunjukkan bahwa saat ini pendidikan telah menjadi
kebutuhan yang hakiki dan juga memperlihatkan bahwa pendidikan telah memenuhi
syarat sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.
Pendidikan diselenggarakan dengan tujuan untuk memenuhi berbagai aspirasi.
Aspirasi pendidikan merupakan sumber bagi tujuan serta arah pendidikan. Adapun
aspirasi pendidikan meliputi:
a. Aspirasi pragmatik, yakni pendidikan diselenggarakan dalam rangka meningkatkan
kehidupan manusia, dengan cara membekali anak/siswa dengan seperangkat
kemampuan yang mumpuni.
b. Aspirasi nasionalistik, yakni melalui pendidikan, suatu bangsa berusaha menggalang
ketahanan agar entitas dan nilai-nilainya tetap ada dan berkembang. Tujuannya
adalah dengan menanamkan identitas dan semangat kebangsaan diharapkan
anak/siswa nantinya dapat menjadi warga negara yang baik.
c. Aspirasi humanistik, yakni pendidikan sebagai jalan kebudayaan yang mentransmisi
serta mentransformasi nilai-nilai, tradisi, dan kebudayaan masyarakat.
(Tim PGRI, 2014)
Agar pendidikan dapat menjalankan “fungsinya” dengan baik serta mampu
memenuhi ketiga aspirasi tersebut, diperlukan pedagogik, karena proses pendidikan tidak
akan dapat berjalan dengan baik tanpa pedagogik.
Untuk dapat melihat serta mengontrol sejauhmana keberhasilan pedagogik berperan
dalam proses pendidikan, dapat dilakukan hal-hal berikut:
 Melakukan observasi terhadap sikap serta kemampuan anak/siswa sebelum proses
pendidikan berlangsung.
 Melakukan observasi terhadap kepribadian anak/siswa sebelum, selama, dan setelah
proses pendidikan berlangsung.
 Mengadakan evaluasi terhadap hasil belajar anak/siswa setelah proses pendidikan
berlangsung.
 Menginventarisir kekurangan/kelemahan yang ditemukan setelah proses observasi
dan evaluasi, untuk kemudian memperbaikinya.
 Mengadakan berbagai sosialisasi/lokakarya/pelatihan secara berkala pada para
pendidik (guru) tentang pedagogik.

C. Kesimpulan
Pendidikan sebagai fenomena yang melekat dalam kehidupan manusia, di dalamnya
senantiasa ada upaya yang bertujuan untuk memanusiakan manusia itu sendiri, sistem
pendidikan bertujuan”to improve as a man”. Pendidikan pada hakekatnya adalah ”process
leading to the enlightement of mankind”. Pendidikan merupakan suatu upaya
mengembangkan atau mengaktualisasikan seluruh potensi kemanusiaan ke taraf yang lebih
baik dan lebih sempurna.
Pendidikan merupakan penentu utama keberhasilan dan kemajuan anak/siswa.
Berhasil tidaknya serta berkembang tidaknya kepribadian anak/siswa, bergantung pada
pendidikan yang mereka peroleh. Proses pendidikan tidak akan dapat berhasil dengan mulus
jika para pendidik tidak menguasai pedagogik dengan baik, karena pedagogik memiliki
fungsi dan peranan yang sangat penting dalam praktek pendidikan. Oleh karena itu
pendidikan dan pedagogik merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan tidak bisa
dipisahkan satu sama lain.
Ilmu pendidikan adalah ilmu yang menelaah fenomena pendidikan dan semua
fenomena yang ada hubungannya dengan pendidikan dalam perspektif yang luas dan
integrative. Sebagai ilmu pengetahuan, pendidikan pun saat ini telah menjadi kebutuhan
utama bagi semua manusia, mulai dari tingkat anak-anak hingga usia dewasa. Pendidikan
sangat dibutuhkan karena memuat segala aspek yang sangat berimplikasi pada
perkembangan kepribadian serta peningkatan kesejahteraan hidup manusia.

D. Referensi
[1] Bakker, A. 1992. Ontologi: Metafisika Umum. Kanisius: Yogyakarta
[2] Dimyati, Mohammad. 1996. Landasan Pendidikan: Analisis Keilmuan, Teoritis dan
Pendidikan. IKIP Malang: Pidato Guru Besar.
[3] Gazali, Ahmad. 2014. Arti dan Makna Kebenaran Ilmiah dalam Telaah Hukum Islam.
[Online] http://syariah.iain-antasari.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/7.-
Ghazali_ARTI_DAN_MAKNA_KEBENARAN_ILMIAH_DALAM_TELAAH_HUKUM_
I.pdf. Diakses 23 September 2015 pukul 2.27 PM.
[4] Juwariyah. 2009. Pengertian dan Komponen-komponen Pendidikan Islam Perspektif
Mahmud yunus dan Muhammad ‘Atiyah Al-Abrasyi. Jurnal Mukaddimah, Vol. XV, No26
Januari-Juni 2009.
[5]Kusuman, Cecep. 2009. Metodologi Penelitian. [online]
http://cecep_kusmana.staff.ipb.ac.id/files/2014/09/2009-PENELITIAN-SEBAGAI-
PROSES-MENCARI-KEBENARAN-ILMIAH.pdf. diakses 23 september 2015 pukul 1.50
PM.

[6] Lingkar, A. 2015. MONTO: A Machine-Readable Ontology for Teaching Word Problems in
Mathematics. Educational Technology & Society Journal International Institute of
Information Technology, Bangalore.
[7] Narbuko, Abu Achmadi Cholid. 2007. Metodeologi Penelitian. Cet 8. Jakarta: Bumi Aksara.
[8] Sadulloh, U., Robandi, B., Muharam, A. 2009. Pedagogik. Bandung: UPI Press.
[9] Salam, Burhanuddin. 2002. Pengantar Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik). Jakarta:
Rineka Cipta.
[10] Solehudin, Ending. 2012. Filsafat Ilmu Menurut Al-Quran. Jurnal Islamica, Vol. 6, No.2,
Maret 2012.
[11] Suriasumantri, Junjun S. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta: Sinar Harapan.
[12]The Liang Gie. 1991. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty.
[13] Tim PGRI. 2014. Pendidikan untuk Transformasi Bangsa. Jakarta: Kompas.
[10] Tilaar, H.A.R. 2015. Pedagogis Teoretis untuk Indonesia. Jakarta: Kompas.

Anda mungkin juga menyukai