PENDAHULUAN
pH suatu larutan akan turun apabila ditambah asam, hal ini disebabkan
meningkatnya konsentrasi H+. Sebaliknya, bila ditambah basa akan menaikkan pH
karena penambahan basa meningkatkan konsentrasi OH–. Penambahan air pada
larutan asam dan basa akan mengubah pH larutan. Karena konsentrasi asam atau
basanya akan mengecil. Namun, ada larutan yang bila ditambah sedikit asam, basa,
atau air tidak mengubah pH secara berarti. Larutan yang demikian disebut dengan
larutan penyangga (disebut juga larutan buffer atau dapar) (Keenan,1984).
pH yang harganya tetap seringkali diperlukan dalam berbagai aktivitas yang
melibatkan reaksi-reaksi dalam larutan, perubahan pH suatu sistem seringkali
memberikan dampak yang tidak diinginkan. Namun larutan penyangga dapat
mempertahankan pH sistem terhadap gangguan yang dapat mengubah pH. Penyangga
alami terdapat dalam tubuh makhluk hidup maupun di alam. Kebutuhan buffer kadang
menyulitkan karena hampir setiap analisis membutuhkan kondisi pH tertentu yang
relatife stabil, karena banyaknya macam dan jenis buffer, pemilihan buffer yang akan
digunakan menjadi masalah tersendiri. Dalam memilih buffer, yang harus diperhatikan
adalah pH optimum serta sifat-sifat biologisnya, banyak jenis buffer yang mempunyai
dampak terhadap sistem biologis, aktivitas enzim, subtrat dan kovaktor ( Chang,2005).
Larutan buffer adalah larutan yang terdiri dari asam lemah dan basa lemah dan
garamnya, kedua komponen itu harus ada. Larutan ini mampu melawan perubahan pH
ketika terjadi penambahan sedikit asam atau sedikit basa. Kapasitas buffer adalah
jumlah asam atau basa yang dapat ditambahkan ke buffer sehingga relatif tetap,
kapasitas buffer bergantung pada jumlah asam garam atau basa garam di dalamnya.
Kapasitas buffer, yaitu keefektifan larutan buffer, bergantung pada jumlah asam dan
basa konjugat yang menyusun buffer tersebut. Semakin besar jumlahnya, semakin
besar kapasitas buffernya ( Chang,2005).
Larutan buffer memiliki komponen asam yang dapat menahan kenaikan pH dan
komponen basa yang dapat menahan penurunan pH. Komponen tersebut merupakan
konjugat dari asam basa lemah penyusun larutan buffer itu sendiri. Larutan penyangga
merupakan larutan yang dibentuk oleh reaksi suatu asam lemah dengan basa
konjugatnya atau pun basa lemah dengan asam konjugatnya. Reaksi ini disebut sebagai
reaksi asam-basa konjugasi. Larutan buffer asam jika ditambahkan asam akan
menggeser kesetimbangan ke kiri dan jika ditambahkan basa, maka ion OH- dari basa
itu akan bereaksi dengan ion H+ membentuk air. Larutan buffer basa jika ditambahkan
asam, maka kesetimbangan bergeser kekiri, sehingga konsentrasi ion OH- dapat
dipertahankan dan jika ditambah basa, maka kesetimbangan bergeser ke kiri sehingga
konsentrasi ion OH- dapat dipertahankan (Keenan,1984).
Buffer netral dengan kisaran pH 7 disebut buffer fosfat. Buffer fosfat dapat
dibuat dengan menggunakan monosodium fosfat dan basa konjugatnya yaitu
disodium fosfat. Meskipun buffer fosfat tergolong kedalam larutan penyangga,
namun kerja buffer ini tidak lebih baik dari cairan rumen dalam mempertahankan
pH. Hal ini dikarenakan adanya proses salivasi di dalam rumen. Saliva yang
dihasilkan kelenjar ludah berperan sebagai buffer alami bagi rumen sehingga
kemampuan mempertahankan pH rumen lebih bagus (Daintith, 2008).
Definisi Arrhenius mengenai asam dan basa yang terbatas pada pada penerapan
dalam larutan dengan medium air. Definisi yang lebih luas, yang dikemukakan oleh
kimiawan Denmar Johannes Bronsted pada tahun 1932, menyatakan asam sebagai
donor proton dan basa sebagai akseptor proton. Zat-zat yang berperilaku menurut
definisi ini disebut asam Bronsted (Bronsted acid) dan basa Bronsted (Bronsted base)
(Chang, 2005). Menurut Lewis, asam adalah zat yang dapat menerima sepasang
elektron, sedangkan basa adalah zat yang dapat memberikan sepasang elektron.
Larutan buffer asam jika ditambahkan asam akan menggeser kesetimbangan ke kiri
dan jika ditambahkan basa maka ion OH- dari basa itu
akan bereaksi dengan ion H+ membentuk air. Larutan buffer basa jika ditambahkan
asam maka kesetimbangan bergeser ke kiri sehingga konsentrasi ion OH- dapat
dipertahankan (Keenan,1984).
Orgill dan shutterland menemukan banyak miskonsepsi siswa dalam materi
larutan penyangga yaitu siswa menganggap semakin kuat asam basa pembentuk suatu
penyangga maka semakin besar kapasitas suatu penyangga. Selain itu, siswa yakin
bahwa larutan penyangga dapat dibuat dari campuran asam basa tanpa melihat
kekuatan asam maupun basa. Turyansi mengungkapkan bahwa hanya sebagian kecil
siswa (1,2%) yang memiliki pemahaman penuh pada larutan penyangga. Hasil
penelitian Dahlia (2011) yang menyatakan sekitar 58% siswa di kelas XI reguler SMA
Negeri mengalami kesulitan pada larutan penyangga. Pada penelitin yang dilakukan
Silaloho (2012) hanya 9,69% siswa yang mampu memahami konsep menentukan pKa
pada materi larutan penyangga (Isnaini, 2015 : 7-9).
Siswa merasa kesulitan dalam membedakan larutan penyangga asam dan basa
serta asam basa konjugasinya dan kesulitan menghitung pH dan pOH. Kesalahan-
kesalahan yang dilakukan siswa pada materi larutan penyangga jika tidak diatasi akan
terus berlanjut dan berulang-ulang pada kesalahan yang sama, oleh sebab itu perlu
diketahui kesalahan siswa secara rinci. Bentuk instrumen yang dapat digunakan salah
satunya adalah tes diagnostik. Selama ini dalam memaparkan pemahaman siswa, guru
hanya melakukan pengujian dengan tes objektif biasa, memungkinkan siswa dapat
menebak jawaban, sehingga tidak diketahui secara pasti bagaimana pemahaman siswa
terhadap materi tersebut (Isnaini, 2015 : 7-9).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gelas kimia, tabung reaksi,
rak tabung reaksi, dan pipet tetes.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah indikator universal, larutan
NH3, larutan NH4Cl, aquades, larutan CH3COONa, larutan NaCl, larutan HCl, larutan
NaOH, dan larutan CH3COOH.
Hasil
Hasil
10 mL larutan NaCl 0,1 M
Hasil
ditambahkan 10 mL aquades
Hasil
Hasil
25 mL larutan CH3COOH 0,1 M
Hasil
ditambahkan 10 mL aquades
Hasil
Hasil
25 mL larutan NH3 0,1 M
Hasil
ditambahkan 10 mL aquades
Hasil
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid 1. Terjemahan dari General
Chemistry, oleh Departemen Kimia ITB, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Daintith, J (Editor). 1994. Kamus Lengkap Kimia. Terjemahan Suminar Achmadi.
Jakarta: Erlangga.
Isnaini, Masriani dan Rody. 2015. Pemahaman Konsep Materi Larutan Penyangga
Menggunakan Two- Tier Multiple Choice Diagnostic Instrument di Sma. Jurnal
Pendidikan dan pembelajaran. 4 (12) : 7-9.
Keenan, Charles W. 1984. Kimia Untuk Universitas Jilid 1. Terjemahan dari General
College Chemistry, oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Larutan Penyangga” yang bertujuan untuk
mempelajari sifat larutan penyangga dengan penambahan sedikit asam atau dengan
pengenceran. Prinsip yang digunakan adalah prinsip kualitatif. Adapun metode yang
digunakan dalam percobaan ini adalah asam basa. Hasil percobaan ini adalah pada
perlakuan pertama NaCl memiliki pH 7, ketika di tambahkan dengan HCl, NaOH dan
H2O pHnya menjadi 1, 9 dan 7. Perlakuan kedua CH3COOH direaksikan dengan
CH3COONa memiliki pH 4, ketika di tambahkan dengan HCl, NaOH dan H2O pHnya
menjadi 2, 5 dan 4. Pada perlakuan ketiga NH3 direaksikan dengan NH4Cl memiliki
pH 8, ketika di tambahkan dengan HCl, NaOH dan H2O pHnya menjadi 6, 7 dan 7.
Kesimpulan yang dapat di ambil dari percobaan ini adalah perlakuan pertama bukan
buffer, perlakuan kedua merupakan buffer asam dan perlakuan ketiga merupakan
buffer basa.