Anda di halaman 1dari 19

TOXOPLASMOSIS SEREBRAL

Nurfajryanti,Irmayani

I. PENDAHULUAN

Toxoplasmosis merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang

binatang dan manusia yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii, yaitu

suatu parasit obligat intraseluler.1 Manusia dapat terjangkit penyakit ini

biasanya melalui perantara makanan atau minuman yang terkontaminasi atau

melalui kontak langsung dengan feses kucing.2

Infeksi Toxoplasma tersebar luas dan sebagian besar bersifat

asimptomatik. Infeksi simptomatik biasa dihubungkan dengan keganasan,

terapi immunosupresif atau infeksi HIV. Selama tahap infeksi takizoid

berkembang biak dengan cepat dalam berbagai sel yang berinti dan menyebar

ke seluruh jaringan inang. Pada fase akut, parasite membentuk kista (tahap

laten) di berbagai organ terutama otak, jantung dan otot rangka, menetap pada

infeksi kronis. Pada infeksi yang immunokompeten seseorang biasanya tidak

diketahui atau kadang sembuh sendiri.3

Pasien yang mengalami immunosupresi yang kronik dapat menyebabkan

reaktivasi pada infeksi laten yang dimulai dari gangguan kista dan diikuti oleh

proliferasi dari takizoid. Reaktivasi dari infeksi Toxoplasma gondii biasanya

muncul sebagai toxoplasma ensefalitis (TE).3

1
2

II. EPIDEMIOLOGI

Infeksi Toxoplasma gondii memiliki distribusi di seluruh dunia. Di

Amerika Serikat, populasi umum yang serotype untuk infeksi Toxoplasma

gondii sekitar 15% sampai 29,2%, sementara prevalensi di Eropa dan Negara-

negara tropis bisa mencapai 90%. Di Amerika Serikat, prevalensi toxoplasma

yang laten di antara orang dengan infeksi HIV tidak berbeda dari populasi

secara umum. Dengan meluasnya penggunaan highly active antiretroviral

therapy (HAART), kejadian toxoplasmosis pada system saraf sentral (CNS)

mengalami penurunan. Secara khusus, kejadian toxoplasma ensefalitis

menurun dari 3,9 kasus per 100 orang per tahun sebelum era HAART untuk 1

kasus per 100 orang setelah pengenalan HAART. Diperkirakan 10% sampai

20% dari pasien yang terinfeksi HIV di Amerika Serikat akan berkembang

menjadi toxoplasma ensefalitis. Pada 1 studi, risiko untuk berkembangnya

toxoplasmosis akut di antara orang dewasa yang terinfeksi HIV adalah 18%

pada mereka yang sesuai dengan profilaksis dibandingkan 30% pada mereka

yang tidak sesuai. Secara umum, toxoplasma ensefalitis adalah indikator

prognosis pada pasien AIDS, dengan 1 studi yang menghubungkan 23%

kematian pada pasien AIDS untuk kasus ini.4

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Otak dan medulla spinalis merupakan suatu organ yang lunak, yang

letaknya didalam rongga cranium dilindungi oleh selaput pembungkus otak

(meninges) dan mengapung dalam cairan cerebrospinal fluid ( CSF). Selaput

pembungkus otak dan medulla spinalis ini terdiri dari tiga lapisan, yang
3

letaknya dari luar ke dalam : duramater, arachnoid dan piamater. Duramater

merupakan lapisan yang liat dan tidak dapat diregangkan. Lapisan arachnoid

terletak di bawah duramater. Piamater merupakan selaput yang berhubungan

erat dengan otak dan medulla spinalis dan mengikuti tiap sulkus dan girus.

Cerebrospinal fluid merupakan cairan yang ada didalam rongga cranium yang

dihasilkan oleh plexus choroidalis yang berfungsi untuk melindungi otak dari

trauma.5

MENINGES

Merupakan selaput atau membrane yang terdiri dari connective tissue yang

melapisi dan melindungi otak, terdiri dari tiga bagian yaitu :

1. Duramater

Duramater secara konvensional dikatakan terdiri dari dua lapis :

lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini berhubungan

erat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu keduanya membentuk sinus

venosus.

Lapisan endosteal tidak lain daripada periosteum pada umumnya yang

meliputi permukaan dalam tulang-tulang tengkorak. Lapisan ini hanya

pada foramen magnum dan tidak berlanjut ke lapisan duramater dimedulla

spinalis. Di sekitar pinggir semua foramina cranii lapisan ini berhubungan

dengan periosteum pada permukaan luar tulang-tulang tengkorak. Pada

sutura lapisan ini berhubungan dengan ligamentum sutural. Lapisan ini

melekat dengan erat pada tulang-tulang di basis cranii.


4

Lapisan meningeal adalah duramater yang sebenarnya. Merupakan

membrane fibrosa padat dan kuat yang membungkus otak dan melanjutkan

diri setelah foramen magnum sebagai duramater medulla spinalis. Lapisan

ini juga merupakan selubung tubular bagi saraf-saraf otak, pada saraf otak

melalui foramina dibasis cranii. Diluar tengkorak, selubung ini menyatu

dengan epineurium saraf.

Cabang-cabang dari n.trigeminus, n. vagus, n. cervicalis 1-3, dan

cabang-cabang dari sistem symphatis berjalan ke duramater. Terdapat

banyak ujung saraf sensorik pada duramater. Duramater peka terhadap

regangan, yang menimbulkan sensasi sakit kepala. Stimulasi ujung-ujung

sensoris n.trigeminus diatas level tentorium cerebelli menimbulkan nyeri

alih kearah kulit disisi yang sama pada pagian kepala.

Gambar 1. Lapisan menings.5


5

2. Arachnoid.
Lapisan ini merupakan suatu membrane yang impermeable halus,

yang meliputi otak dan terletak diantara piamater dan duramater.

Membran ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial yaitu

spatium subdural, dan dari piamater oleh spatium subarachnoideae.

Pada daerah tertentu, arachnoideamater menonjol kedalam sinus

venosus membentuk villi arachnoidales. Villi arachnoidales ini paling

banyak disepanjang sinus sagittalis superior. Agregasi villi

arachnoideales. Villi arachnoidales berfungsi sebagai tempat perembesan

liquor cerebrospinalis ke dalam aliran darah.

Struktur-struktur yang berjalan ked an dari otak menuju cranium

atau foraminanya harus melalui spatium subarachnoideum. Seluruh arteri

dan vena terletak didalam spatium ini, demikian pula saraf-saraf otak.

Arachnoideamater menyatu dengan epideurium saraf pada saat saraf ini

keluar dari tengkorak. Pada n. optikus, arachnoideamater membentuk

selubung untuk saraf ini yang meluas kedalam rongga orbita melalui

kanalis opticus dan bergabung dengan sclera bola mata. Jadi, spatium

subarachnoideauam meluas sekitar n.opticus sampai kebola mata.


6

Gambar 2. Lapisan menings dan vena serebri.5

3. Piamater
Lapisan piamater berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang

belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus . Piamater ini merupakan

lapisan dengan banyak pembuluh darah dan terdiri dari jaringan

penyambung yang halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi

nutrisi pada jaringa saraf. Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-

ujung yang berakhir sebagai end feet dalam piamater untuk membentuk

selaput pia-glia. Selaput ini berfungsi untuk mencegah masuknya bahan-

bahan yang merugikan kedalam susunan saraf pusat. Piamater membentuk

tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus, dan menyatu dengan

ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis,

tertius dan quartus

OTAK

Otak terletak dalam cavum cranii dan bersambung dengan medulla spinalis

melalui foramen magnum. Secara konvensional otak dibagi menjadi tiga

bagian utama. Bagian-bagian tersebut antara lain prosencephalon,


7

mesencephalon, dan rhmbencephalon. Prosencephalon dapat dibagi menjadi

diencephalon dan cerebrum. Rhombencephalon dibagi menjadi medulla

oblongata, pons, dan cerebellum. Struktur batang otak atau disebut juga truncus

encephali merupakan gabungan dari mesencephalon, pons, dan medulla

oblongata.6

Cerebrum merupakan bagian otak terbesar, terdiri atas dua hemisfer yaitu

hemisfer kiri dan kanan. Hemisfer kiri dan kanan dihubungkan oleh massa

substansia alba yang disebut corpus callosum. Setiap hemisfer terdiri dari:

1) Korteks serebrum (subtansia grisea)

2) Mempunyai fisura dan sulkus. Setiap hemisfer di bagi oleh fisura dan

sulkus yang membagi 4 lobus (frontalis, parietalis, occipitalis, temporal) :

a) Fissura longitudinal membagi serebrum menjadi hemisfer kiri dan

hemisfer kanan

b) Fissura transversal membagi hemisfer serebral dari serebellum

c) Sulkus pusat atau sulkus sentralis memisahkan lobus sentral dari lobus

parietal

d) Sulkus lateral memisahkan lobus frontal dan temporal

e) Sulkus parietoccipital memisahkan lobus frontal dan temporal

3) Gyrus dimana permukaan hemisfer serebral yang memiliki

konfolusi,diantaranya :

a) Gyrus pracentral terletak di anterior terhadap sulkus sentralis. Yang

memiliki fungsi mengatur volunter sisi tubuh yang berlawanan.


8

b) Gyrus postsentralis terletak posterior terhadap sulkus sentralis. Dimana

area ini disebut area sensoris yang menerima dan menginterprestasikan

sensasi nyeri, raba, tekan pada sisi kontralateral.

c) Ganglia basalis atau nukleus basalis, merupakan sekelompok masa

substansia grissea yang terletak di hemisfer serebri. Ganglia basalis

berfungsi mengatur postur dan gerakan volunter. Terdiri dari korpus

striatum, nukleus amigdala, dan claustrum.

d) Ruangan yang terdapat pada masing-masing hemisphere yaitu ventrikel

lateralis.

Diencephalon terdiri dari thalamus di bagian dorsal dan hypothalamus

di bagian ventral. Talamus merupakan substansia grisea yang berbentuk

seperti telur besar dan berada di kedua sisi ventriculus tertius. Ujung

anterior thalamus membentuk batas posterior foramen interventriculare

yang menghubungkan ventriculus tertius dan ventriculus lateralis.

Hipothalamus membentuk bagian bawah dinding lateral dan lantai

ventriculus tertius.6

Mesencephalon merupakan bagian yang menghubungkan antara

prosencephalon dan rhombencephalonterdapat rongga sempit di

mesencephalon yang disebut aquaeductus cerebri yang menghubungkan

ventriculus tertius dengan ventriculus quartus. Mesencephalon terdiri dari

banyak nuclei dan berkas serabut saraf asenden dan desenden.11

Cerebellum terletak di dalam fossa cranii posterior dan berada pada

posterior pons dan medulla oblongata. Cerebellum terdiri dari dua


9

hemisfer yang dihubungkan oleh vermis. Cerebellum berhubungan dengan

mesencephalon melalui pedunculus cerebellaris superior, dengan pons

melalui pedunculus cerebellaris media, dan dengan medulla oblongata

melalui pedunculus cerebellaris inferior. Pedunculus membentuk berkas

serabut saraf yang besar yang menghubungkan antara cerebellum dengan

susunan saraf lainnya. Hemisfer cerebellum terdiri dari substansia grissea

dan substansia alba.Cortex cerebella tersusun dalam lipatan atau folia yang

dipisahkan oleh fissure transversal.11

Pons terletak di anterior cerebellum, inferior dar mesencephalon, dan

superior dari medulla oblongata. Pons memiliki banyak serabut yang

berjalan transversal pada permukaan anteriornya yang menghubungkan

kedua hemisfer cerebelli, banyak nuclei, dan serabut saraf asenden dan

desenden.6

Medulla oblongata berbentuk konus dan berhubungan dengan pons di

sebelah superior serta medulla spinalis di sebelah inferior. Pada medulla

oblongata terdapat banyak nuclei yang berfungsi menyalurkan serabut

saraf asenden dan desenden.6

IV. ETIOLOGI

Etiologi Toxoplasma serebri disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii,

yang dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada

tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau

kurang matang. Begitu parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di

sana, tetapi system kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit
10

tersebut hingga tuntas, mencegah penyakit. Transmisi pada manusia terutama

terjadi bila memakan daging babi atau domba yang mentah yang mengandung

oocyst (bentuk infektif dari Toxoplasma gondii). Bisa juga dari sayur yang

terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat terjadi

transmisi lewat transplasental, transfuse darah, dan transplantasi organ. Infeksi

akut pada individu yang immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia

dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten, yang

akan mengakibatkan timbulnya infeksi opportunistik dengan predileksi di otak.

V. PATOMEKANISME

Daur hidup Toxoplasma gondii melalui dua siklus yaitu siklus enteroepitel

dan siklus ekstraintestinal. Siklus enteroepitelial di dalam tubuh hospes definitif

seperti kucing. Siklus ekstraintestinal pula di dalam tubuh hospes perantara seperti

manusia, kambing dan domba. Pada siklus ekstraintestinal, ookista yang keluar

bersama tinja kucing belum bersifat infektif. Setelah mengalami sporulasi, ookista

akan berisi sporozoit dan menjadi bentuk yang infektif. Manusia dan hospes

perantara lainnya akan terinfeksi jika tertelan bentuk ookista tersebut. Di dalam

ileum, dinding ookista akan hancur sehingga sporozoit bebas. Sporozoit-sporozoit

ini menembus mukosa ileum dan mengikuti aliran darah dan limfa menuju

berbagai organ tubuh seperti otak, mata, hati dan jantung. Sporozoit bebas akan

membentuk pseudokista setelah berada dalam sel organ-organ tersebut.

Pseudokista tersebut berisi endozoit atau yang lebih dikenal sebagai takizoit.

Takizoit akan membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang secara


11

berangsur kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam

kista biasanya ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten).7

Gambar 3. Siklus hidup Toxoplasma gondii.7

Bila kucing sebagai hospes definitif makan hospes perantara yang terinfeksi

maka berbagai stadium seksual di dalam sel epitel usus muda akan terbentuk lagi.

Jika hospes perantara yang dimakan kucing mengandung kista T. gondii, maka

masa prepatennya 2 -3 hari. Tetapi bila ookista tertelan langsung oleh kucing,

maka masa prepatennya 20 -24 hari. Dengan demikian kucing lebih mudah

terinfeksi oleh kista dari pada oleh ookista.7

Infeksi toxoplsmosis dapat dikategorikan dalam empat kelompok yaitu (1)

pasien dengan infeksi yang immunocompetent, (2) pasien dengan infeksi

immunosuppressed, (3) penyakit kongenital, (4) infeksi pada okuler. Namun,

toxoplasma ensefalitis merupakan infeksi opportunistik dari pasien HIV/AIDS.4

HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas

kekebalan tubuh. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang
12

mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4

adalah: sel monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher

rahim, dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh

perlekatan virus kepermukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematian sel

dengan meningkatkan tingkat apoptosispada sel yang terinfeksi selain menyerang

sistem kekebalan tubuh, infeksi HIV jugaberdampak pada sistem saraf dan dapat

mengakibatkan kelainan pada saraf. Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat

penurunan kekebalantubuh pada penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat

menyerang sistem saraf yang membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf.7

Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti

toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4; kegagalan

produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma; kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin.

Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIV menunjukkan penurunan produksi IL-12

dan IFN-gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai

respon terhadap T gondii. Hal ini memainkan peranan yang penting dari

perkembangan toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV. Ensefalitis

toxolasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus HIV dengan CD4

T sel < 100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang subakut.

Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%), nyeri

kepala (55%), bingung / kacau (52%), dan kejang (29%). Pada suatu studi

didapatkan adanya tanda ensefalitis global dengan perubahan status mental pada

75 % kasus, adanya defisit neurologis pada 70% kasus, Nyeri kepala pada 50 %

kasus, demam pada 45 % kasus dan kejang pada 30 % kasus. Defisit neurologis
13

yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan gangguan bicara. Bisa juga

terdapat abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan, gangguan sensorik,

disfungsi serebelum, meningismus, movement disorders dan menifestasi

neuropsikiatri. Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat

menjadi prediktor untuk validasi kemungkinanan adanya infeksi oportunistik.

Pada pasien dengan CD4 < 200 sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi

oportunistik sangat tinggi.8

VI. GEJALA KLINIK

Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak respon

terhadap pengobatan,lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan

yang meningkat, masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan,

muntah dan perubahan kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan tanda

infeksi. Nyeri kepala dan rasa bingung dapat menunjukkan adanya perkembangan

ensefalitis fokal dan terbentuknya abses sebagai akibat dari terjadinya infeksi

toksoplasma. Keadaan ini hampir selalu merupakan suatu kekambuhan akibat

hilangnya kekebalan pada penderita-penderita yang semasa mudanya telah

berhubungan dengan parasit ini. Gejala-gejala fokalnya cepat sekali berkembang

dan penderita mungkin akan mengalami kejang dan penurunan kesadaran.4,8,10

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Serologi :didapatkan seropositif dari anti- Toxoplasma gondii

IgG dan IgM. Deteksi juga dapat dilakukan dengan indirect fluorescent antibody

(IFA), aglutinasi, atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Titer IgG
14

mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah terinfeksi kemudian bertahan seumur

hidup.
1.
Pemeriksaan cairan serebrospinal: menunjukkan adanya pleositosis ringan

dari mononuklear predominan dan elevasi protein.11


2.
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) : mendeteksi DNA T.gondii.

PCR untuk Toxoplasma gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar

dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang

terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti

terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak

setelah infeksi akut. 11


3.
CT scan : menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens

multiple disertai dan biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau

penyengatan homogen dan disertai edema vasogenik padajaringan sekitarnya.

Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan lesi tunggal atau tanpa lesi.12

Gambar 3. CT-Scan otak yang memperlihatkan lesi pada basal ganglia dan
hippocampus.12
15

4.
Biopsi otak : untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak.

Pemeriksaan patologi dari spesimen biopsi otak merupakan diagnosa definitif

pada pederita toxoplasma serebri. Namun hal ini tidak rutin dilakukan karena

pemeriksaan lain seperti serologi dan imaging dirasa cukup untuk membuat

diagnosa presumptive. Biopsi otak sangat sensitif tetapi berisiko perdarahan,

merusak jaringan sekitar, dan menyebarkan infeksi. Sehingga biopsi hanya

direkomendasikan bila diagnosis meragukan atau pasien tidak berespon atau

memburuk terhadap pengobatan empirik.12

Gambar 4. Potongan pada otak yang memperlihatkan lesi dengan jaringan


nekrosis basal ganglia kanan.12

VIII. DIAGNOSIS BANDING

1. Histoplasmosis

Histoplasmosis adalah infeksi oportunistik (IO) yang umum

pada orang HIV-positif. Infeksi ini disebabkan oleh jamur

Histoplasma capsulatum. Jamur ini berkembang dalam tanah yang

tercemar dengan kotoran burung, kelelawar dan unggas, sehingga

ditemukan dalam di kandang burung/unggas dan gua. Infeksi

menyebar melalui spora (debu kering) jamur yang dihirup saat

bernapas, dan tidak dapat menular dari orang yang terinfeksi. Jamur
16

ini dapat tumbuh dalam aliran darah orang dengan sistem kekebalan

tubuh yang rusak, biasanya dengan jumlah CD4 di bawah 150, walau

gejala ringan dapat timbul dengan jumlah CD4 lebih tinggi. Setelah

berkembang, infeksi dapat menyebar pada paru, kulit, dan kadang kala

pada bagian tubuh yang lain. Histoplasmosis adalah penyakit yang

didefinisi AIDS. Gejala awal muncul serupa dengan penyakit flu yang

ringan, dan berkembang dengan berbagai gejala, termasuk demam,

kelelahan, kehilangan berat badan, hepatosplenomegali

(pembengkakan pada hati dan/atau limpa) dan limfadenopati

(pembengkakan pada kelenjar getah bening). Kurang lebih 50%

pasien mengalami batuk kering, sakit dada dan sesak napas, sementara

sejumlah yang lebih kecil mengalami masalah perut-usus dan kulit.

Kurang lebih 10% mengalami renjatan dan kegagalan beberapa organ

tubuh Histoplasmosis juga dapat berpengaruh pada sumsum tulang,

dengan akibat anemia, leukopenia dan trombositopenia. Kurang lebih

separuh penderita mengalami masalah paru-paru. Pada foto rontgen

dada dapat menunjukkan tanda yang khas pada paru.13

Penyakit paru akibat histoplasmosis serupa dengan TB dan

dapat semakin berat selama bertahun-tahun. Histoplasmosis juga dapat

berpengaruh pada susunan saraf pusat (SSP), dengan sampai 20%

pasien mengalami gejala kejiwaan. Untuk Odha dengan jumlah CD4

di atas 300, gejala histoplasmosis umumnya dibatasi pada saluran

napas, yaitu batuk, sesak napas dan demam.


17

2. Invasif Pulmonary Aspergillosis

Invasif pulmonary aspergillosis merupakan manifestasi yang tersering

dijumpai dari seluruh bentuk invasive aspergillosis.

 Akut invasif pulmonary aspergillosis

Faktor predisposisi yaitu dijumpainya neutropenia terutama pada

pasien leukemia atau penerima tranplantasi sumsum tulang belakang,

mendapat pengobatan kortikosteroid, sitotoksik kemoterapi, pasien dengan

AIDS atau penyakit kronik granulomatous. Gambaran klinis yang

umumnya dijumpai yaitu batuk yang non produktif, demam (gagal

memberikan respon terhadap pengobatan dengan antibiotik berspektrum

luas) tetapi pada pasien yang mendapat terapi dengan kortikosteroid

biasanya tidak disertai demam, dyspnea, nyeri dada yang pleuritik,

haemoptisis dapat dijumpai.

 Kronik invasif pulmonary aspergillosis

Perkembangannya biasanya lambat (tidak progresif), semi invasive.

Lebih jarang dijumpai dibandingkan akut invasif pulmonary aspergillosis.

Sering dijumpai pada pasien AIDS, chronik granulomatous disease,

sarkoidosis, diabetes mellitus tetapi dapat juga dijumpai pada individu

yang immunokompeten. Pasien sering mengeluhkan batuk kronis yang

non-produktif disertai dengan haemoptisis. Dapat juga dijumpai demam

yang tidak begitu tinggi, berkurangnya berat badan dan malaise.


18

IX. PENATALAKSANAAN

Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan

sulfadiazin. Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak.

 Toxoplasma gondii, membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin

menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat

penggunaannya.

 Kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari yang dikombinasikan dengan

sulfadiazin 1-2 g tiap 6 jam.

 Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin

50-100 mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.13

 Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum

tulang.

 Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan

Azitromycin 1200 mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau

atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau

3 minggu setelah perbaikan gejala klinis.13

 Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi

HIV dengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau

limfosit total kurang dari 1200.4

Terapi lini pertama pada toxoplasmosis akut pada pasien HIV ialah

pyrimethamine dan sulfadiazine, tetapi kombinasi keduanya menyebabkan

terhambatnya sintesis asam folat, karenanya ditambahkan leucovorin untuk

mencegah komplikasi hematologi. Sulfadiazine memiliki efek samping


19

seperti ruam kulit hingga nefropati. Pada kondisi kritis, pasien yang tidak

dapat menerima obat secara oral dapat diberikan trimethoprim (TMP) 10

mg/kg/hr dan sulfamethoxazole (SMX) 50 mg/kg/hr.13

Infeksi akut diterapi minimal selama 3 minggu dan ditoleransi dalam

6 minggu. Pada pasien yang tidak respon terhadap pengobatan dalam 10 – 14

hari, atau menunjukkan penurunan klinis dalam 3 hari pengobatan, dianjurkan

untuk melakukan biopsi untuk menyingkirkan kemungknan limfoma.

Pengobatan dengan antiretroviral, kortikosteroid, dexamethasone,

antikovulsan merupakan terapi yang tidak rutin tetapi tergantung pada

kebijakan dari dokter dan diskusi dengan pasien untuk mencegah gejala yang

mungkin muncul.13

X. PROGNOSIS

Prognosis pada toxoplasma serebri, dengan memberikan kombinasi

pyrimethamine atau trisulfapyrimidine yang merupakan pilihan utama, sangat

efektif bekerja pada tropozoid tetapi tidak pada kista.14

Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi, berkisar antara 35-50

%, dari pada penderita yang hidup 20-40 % mempunyai komplikasi atau

gejala sisa berupa paralitis. Dalam keadaan berat, infeksi dapat mengancam

kehidupan seperti yang terlihat pada orang dengan immunocompromised.

Dalam satu studi, Toxoplasma encephalitis terjadi di 25% pada pasien AIDS

dan fatal pada 84% kasus.14

Anda mungkin juga menyukai