Anda di halaman 1dari 15

1|M.SGD CRD2.

LBM 1

Definisi
Varises adalah pelebaran dari vena superfisial yang menonjol dan
berliku-liku pada ekstremitas bawah, sering pada distribusi anatomis dari vena
safena magna dan parva.

Anatomi dan Fisiologi Vena Tungkai Bawah

Sistem vena pada tungkai terdiri dari komponen vena superfisialis vena
profunda, dan venaperforantes (penghubung). Walaupun vena menyerupai
arteri tetapi dindingnya lebih tipis, lapisan otot bagian tengah lebih lemah,
jaringan elastis lebih sedikit serta terdapat katup semilunar. Katup vena
merupakan struktur penting dari sistem aliran vena, karena berfungsi mencegah
refluks aliran darah vena tungkai. Katup vena bersama dengan kontraksi otot
betis akan mengalirkan darah dari vena superfisialis ke profunda menuju
jantung dengan melawan gaya gravitasi. Pompa otot betis secara normal
membawa 85-90% darah dari aliran vena tungkai, sedangkan komponen
superfisialis membawa 10-15% darah.1,9,19

Vena-vena superfisialis dapat dilihat di bawah permukaan kulit, terletak


di dalam lemak subkutan, tepatnya pada fasia otot dan merupakan tempat
berkumpulnya darah dari kulit setelah melalui cabang kecil. Vena superfisialis
yang utama adalah vena safena magna (VSM) dan vena safena parva (VSP).
Kedua vena ini berhubungan di beberapa tempat melalui vena-vena kecil.
Istilahsafena berasal dari bahasa Yunani safes, artinya mudah terlihat atau jelas,
sesuai dengan keadaannya di tubuh. Vena safena magna merupakan vena
terpanjang di tubuh, mulai dari kaki sampai ke fossa ovalis dan mengalirkan
darah dari bagian medial kaki serta kulit sisi medial tungkai. Vena ini
merupakan vena yang paling sering menderita VVTB. Menurut Lofgren dan
Rivlin VSM 5-6 kali lebih sering terkena VVTB dibanding VSP. Di tungkai
bawah VSM berdampingan dengan n. Safena, suatu saraf kulit cabang n.
Femoralis yang mensarafi permukaan medial tungkai bawah.

Vena safena parva terletak di antara tendo Achilles dan maleolus


lateralis. Pada pertengahan betis menembus fasia, kemudian bermuara ke v.
poplitea beberapa sentimeter di bawah lutut.Vena ini mengalirkan darah dari
bagian lateral kaki. Mulai dari maleolus lateralis sampai proksimal betis VSP
terletak sangat berdekatan dengan n. Suralis, yaitu saraf sensorik yang
mensarafi kulit sisi lateral kaki. Vena perforantes (penghubung) adalah vena
yang menghubungkan vena superfisial ke vena profunda, yaitu dengan cara
langsung menembus fasia (direct communicating vein). Vena ini mempunyai
katup yang mengarahkan aliran darah dari vena superfisial ke vena profunda.
Bila katup ini tidak berfungsi (mengalami kegagalan) maka aliran darah akan
terbalik sehingga tekanan vena superfisial makin tinggi dan varises dengan
2|M.SGD CRD2.LBM 1

mudah akan terbentuk Vena-vena profunda pada betis adalah v.komitans dari a.
tibialis anterior dan a. tibialis posterior yang melanjutkan
sebagaiv.popliteadan v.femoralis. Vena profunda ini membentuk jaringan luas
dalam kompartemen posterior betis pleksus soleal dimana darah dibantu
mengalir ke atas melawan gaya gravitasi oleh otot misalnya saat olahraga.

Selama kontraksi otot betis, katup-katup v. perforantes dan vena


superfisialis menutup, sehingga darah akan mengalir kearah proksimal melalui
sistem vena profunda. Pada waktu relaksasi, vena profunda mengalami dilatasi
yang menimbulkan tekanan negatif. Tekanan negatif ini akan menarik darah
dari sistem vena superfisialis ke dalam sistem profunda melalui v. perforantes.
Penderita dengan insufisiensi vena, darah mengalir dari sistem vena profunda ke
dalam vena superfisialis. Sedangkan pada orang sehat katup-katup dalam v.
perforantes mencegah hal ini.

Faktor-faktor yang meningkatkan risiko terjadinya varises vena adalah sebagai


berikut.

1. Faktor keturunan (herediter)


Herediter merupakan faktor penting yang mendasari terjadinya kegagalan katup
primer, namun faktor genetik spesifik yang bertanggung jawab terhadap terjadi
varises masih belum diketahui. Pada penderita yang memiliki riwayat refluks
pada safenofemoral junction (tempat dimana v. Safena Magna bergabung
dengan v. femoralis kommunis) akan memiliki risiko dua kali lipat. Pada
penderita kembar monozigot, sekitar 75% kasus terjadi pada pasangan
kembarnya.angka prevalensi varises vena pada wanita sebesar 43% sedangakan
pada laki-laki sebesar 19%. Varises biasanya terjadi saat dewasa akibat
perubahan hormon dan bertambahnya berat badan. Ditunjukkan dengan
terjadinya penyakit yang sama padabeberapa anggota keluarga dan gambaran
varises pada usia remaja, kemungkinan besar disebabkan oleh faktor keturunan.
Sekitar 15% pasien menderita varises karena adanya riwayat keluarga yang juga
menderita varises.

2. Kehamilan
Meningkatnya hormon progesteron dan bertambahnya berat badan saat hamil
dapat menyebabkan kaki semakin terbebani. Akibatnya, aliran darah dari kaki,
tungkai, pangkal paha dan perut bagian bawah pun dapat terhambat sehingga
juga dapat menimbulkan varises pada ekstremitas.
3|M.SGD CRD2.LBM 1

Kehamilan meningkatkan kerentangan menderita varises karena pengaruh


faktor hormonal dalam sirkulasi yang dihubungkan dengan kehamilan. Hormon
progesterone yang meningkat saat kehamilan iniakan meningkatkan
kemampuan distensi dinding vena dan melunakkan daun katup vena. Pada saat
yang bersamaan, vena harus mengakomodasikan peningkatan volume darah
sirkulasi. Pada akhir kehamilan, terjadi penekanan vena cava inferior akibat dari
uterus yang membesar. Penekanan pada v. cava inferior selanjutnya akan
menyebabkan hipertensi vena dan distensi vena tungkai sekunder. Berdasarkan
mekanisme tersebut, varises vena pada kehamilan mungkin akan menghilang
setelah proses kelahiran. Pengobatan pada varises yang sudah ada sebelum
kehamilan akan menekan pembentukan varises pada vena yang lain selama
kehamilan.

3. Kurang gerak/olahraga
Gaya hidup perkotaan yang kurang gerak, menyebabkan otot sekitar pembuluh
darah vena tidak mampu memompa darah secara maksimal. Hal ini juga dapat
menyebabkan terjadinya varises vena pada ekstremitas kaki.

4. Jenis kelamin wanita


Setiap orang khususnya wanita rentan menderita varises vena, hal ini
dikarenakan pada wanita secara periodik terjadi distensi dinding dan katup vena
akibat pengaruh peningkatan hormon progrestron. Kelainan ini lebih sering
ditemukan pada wanita dengan rasio perbandingan wanita terhadap pria adalah
5:1.

5. Usia
Usia juga turut mempengaruhi kejadian penyakit varises vena. Usia yang
berisiko terjadi penyakit ini adalah usia lebih dari 37 tahun, terutama pada
wanita (akibat kehamilan), dan usia antara 60–70 tahun, baik pada laki-laki
maupun pada perempuan. Umur merupakan faktor risiko independen dari
varises. Pada umur tua atau lanjut, terjadi atropi pada lamina elastis dari
pembuluh darah vena dan terjadi degenerasi lapisan otot polos meninggalkan
kelemahan pada vena sehingga meningkatkan kerentanan mengalami dilatasi.
Hal ini dapat memicu terjadinya varises vena pada ekstremitas.

6. Obesitas
Obesitas juga dapat meningkatkan risiko terjadinya varises vena. Seseorang
dengan berat badan lebih dari 115% dari BBR (Berat Badan Relatif) lebih
berisiko menderita penyakit ini.
4|M.SGD CRD2.LBM 1

7. Obstruksi pembuluh darah (misalnya trombosis, DVT, tromboemboli)


Varises vena juga dapat terjadi apabila penekanan akibat adanya obstruksi.
Obstruksi akan menciptakan jalur bypass yang penting dalam aliran darah vena
ke sirkulasi sentral, maka dalam keadaan vena yang mengalami varises tidah
dianjurkan untuk diablasi.

8. Faktor berdiri lama (Orthostatik)


Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan
memperparah beban kerja pembuluh vena dalam mengalirkan darah. Pada
posisitersebut tekanan vena 10 kali lebih besar, sehingga vena akan teregang
diluar batas kemampuan elastisitasnya sehingga terjadi inkompetensi pada
katup. Keadaan tertentu seperti berdiri terlalu lama dapat memicu terjadinya
peningkatan tekanan hidrostatik dalam vena, sehingga akan menyebabkan
distensi vena kronis dan inkompetensi katup vena sekunder dalam sistem vena
superfisialis. Jika katup penghubung vena dalam dengan vena superfisialis di
bagian proksimal menjadi inkompeten, maka akan terjadi perpindahan tekanan
tinggi dalam vena dalam ke sistem vena superfisialis dan kondisi ini secara
progresif menjadi irreversibel dalam waktu singkat. Bila pekerjaan
mengharuskan banyak berdiri, usahakan untuk tidak berdiri dengan posisi statis
(diam), tapi tetap bergerak. Misalnya dengan berjalan di tempat, agar otot
tungkai dapat terus bekerja memompa darah ke jantung.
5|M.SGD CRD2.LBM 1

 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dapat muncul pada penderita penyakit varises (vena
varikosa) adalah sebagai berikut:

1. Tegang, kram otot, sampai kelelahan otot tungkai bawah.


2. Edema tumit dan rasa berat tungkai dapat pula terjadi, sering terjadi kram di
malam hari.
3. Terjadi peningkatankepekaan terhadap cedera dan infeksi.
4. Apabila terjadi obstruksi vena dalam (DVT) pada varises, pasien akan
menunjukkan tanda dan gejala insufisiensi vena kronis, seperti edema, nyeri,
pigmentasi, dan ulserasi.
5. Gejala subjektif biasanya lebih berat pada awal perjalanan penyakit, lebih
ringan pada pertengahan dan menjadi berat lagi seiring berjalannya waktu.
Gejala yang muncul umumnya berupa kaki terasa berat, nyeri
atau kedengan sepanjang vena, gatal, rasa terbakar, kram pada malam hari,
edema, perubahan kulit dan kesemutan. Nyeri biasanya tidak terlalu berat,
namun dirasakan terus-menerus dan memberat setelah berdiri terlalu lama.
6. Nyeri yang disebabkan oleh insufisiensi vena; membaik bila beraktifitas seperti
berjalan atau dengan mengangkat tungkai, sebaliknya nyeri pada insufisiensi
arteri akan bertambah berat bila berjalan dan tungkai diangkat (Cheatle & Scott,
1998; Bergan, et al., 2006).

 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat penyakit varises vena adalah sebagai
berikut:

1. Trauma pada nervus safenus dan suralis dengan diserta hiperestesia kulit.
2. Pembentukan hematoma subkutis dan kadang-kadang stripiing arteri tak
sengaja.
3. Dermatitis, menyebabkan ruam kemerahan, bersisik dan terasa gatal atau daerah
kecoklatan biasanya pada bagian dalam tungkai, di atas pergelangan kaki.
Penggarukan atau luka kecil bisa menyebabkan terbentuknya ulkus (borok)
yang terasa nyeri dan tidak sembuh-sembuh.
4. Flebitis, bisa terjadi secara spontan atau setelah suatu cedera, biasanya
menimbulkan nyeri tetapi tidak berbahaya.
5. Perdarahan, jika kulit diatas varises sangat tipis cedera ringan (terutama karena
penggarukan atau pencukuran) bisa menyebabkan perdarahan.
6|M.SGD CRD2.LBM 1

 Prognosis
Pasien harus diberi informasi bahwa terkadang penbedahan yang dilakukan
secara berhati-hati mungkin tidak dapat mencegah perkembangan varises
tambahan sehingga penbedahan atau skleroterapi menjadi penting. Hasil baik
berupa perbaikan gejala biasa ditunjukan oleh banyak pasien. Jika varises berat
kembali muncul sesudah pembedahan, kelengkapan ligasi harus dipertayakan,
dan eksplorasi ulang pada daerah sefena femoral mungkin diperlukan. Sesudah
pengobatan yang adekuat, perubahan jaringan sekunder selalu tidak mengalami
kemunduran.

 Penegakan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnostik penyakit varises (vena varikosa), perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan berikut.

1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sistem vena penuh dengan kesulitan karena sebagian besar
sistem vena profunda tidak dapat dilakukan pemeriksaan langsung seperti
inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Pada sebagian besar area tubuh,
pemeriksaan pada sistem vena superfisial harus mencerminkan keadaan sistem
vena profunda secara tidak langsung.

Pemeriksaan vena dapat dilakukan secara bertahap melalui inspeksi, palpasi,


perkusi, dan pemeriksaan menggunakan Doppler. Hasil pemeriksaan tersebut
nantinya dibuatkan peta mengenai gambaran keadaan vena yang di terjemahkan
ke dalam bentuk gambar. Gambar ini akan memberikan informasi mengenai
penatalaksanaan selanjutnya.

1. Inspeksi
Inspeksi tungkai dilakukan dari distal ke proksimal dari depan ke belakang.
Region perineum, pubis, dan dinding abdomen juga dilakukan inspeksi. Pada
inspeksi juga dapat dilihat adanya ulserasi, telangiektasi, sianosis akral, eksema,
brow spot, dermatitis, angiomata, varises vena prominent, jaringan parut karena
luka operasi, atau riwayat injeksi sklerotan sebelumnya.Setiap lesi yang terlihat
seharusnya dilakukan pengukuran dan didokumentasikan berupa pencitraan.
Vena normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan pergelangan kaki.
Pelebaran vena superfisial yang terlihat pada region lainnya pada tungkai
biasanya merupakan suatu kelainan. Pada seseorang yang mempunyai kulit
yang tipis vena akan terlihat lebih jelas.

Stasis aliran darah vena yang bersifat kronis terutama jika berlokasi pada sisi
medial pergelangan kaki dan tungkai menunjukkan gejala seperti perubahan
7|M.SGD CRD2.LBM 1

struktur kulit. Ulkus dapat terjadi dan sulit untuk sembuh, bila ulkus berlokasi
pada sisi media tungkai maka hal ini disebabkan oleh adanya insufusiensi vena.
Insufisiensi arteri dan trauma akan menunjukkan gejala berupa ulkus yang
berloksi pada sisi lateral.

1. Palpasi
Palpasi merupakan bagian penting pada pemeriksaan vena. Seluruh permukaan
kulit dilakukan palpasi dengan jari tangan untuk mengetahui adanya dilatasi
vena walaupun tidak terlihat ke permukaan kulit. Palpasi membantu untuk
menemukan keadaan vena yang normal dan abnormal.Setelah dilakukan
perabaan pada kulit, dapat diidentifikasi adanya kelainan vena superfisial.
Penekanan yang lebih dalam dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan vena
profunda.

Palpasi diawali dari sisi permukaan anteromedial untuk menilai keadaan SVM
kemudian dilanjutkan pada sisi lateral diraba apakah ada varises dari vena
nonsafena yang merupakan cabang kolateral dari VSM, selanjutnya dilakukan
palpasi pada permukaan posterior untuk meinail keadaan VSP. Selain
pemeriksaan vena, dilakukan juga palpasi denyut arteri distal dan proksimal
untuk mengetahui adanya insufisiensi arteri dengan menghitung indeks ankle-
brachial. Nyeri pada saat palpasi kemungkinan adanya suatu penebalan,
pengerasan, thrombosis vena.Empat puluh persen DVT didapatkan pada palpasi
vena superfisialis yang mengalami trombosis.

1. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui keadaan katup vena superfisial. Caranya
adalah dengan mengetok vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang
yang menjalar sepanjang vena di bagian proksimal. Katup yang terbuka atau
inkopeten pada pemeriksaan perkusi akan dirasakan adanya gelombang
tersebut.

2. Pemeriksaan Klinis
Setelah melakukan pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
klinis berikut untuk menegakkan diagnose penyakit varises (vena varikosa).
Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini meliputi tes Perthes (manuver Perthes), tes
trendelenburg, dan tes Doppler (auskultasi menggunakan Doppler).
8|M.SGD CRD2.LBM 1

1. Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran darah
retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam sistem vena
yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya
obstruksi vena profunda. Hal ini penting karena apabila aliran darah pada vena
profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk menjaga volume aliran
darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan terapi pembedahan
maupun skeroterapi.

Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose


tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises.
Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superfisial saja.
Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan
pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan normal
aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang mengalami
varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi pada vena profunda akan
mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan distesi. Perthes positif
apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian pasien diposisikan dengan
tungkai diangkat (tes Linton) dengantourniquet terpasang. Obstruksi pada vena
profunda ditemukan apabila setelah tungkai diangkat, vena yang melebar tidak
dapat kembali ke ukuran semula.
1. Tes Trendelenburg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks vena
superfisial dengan pasien dengan inkompetensi katup vena profunda. Tes ini
dilakukan dengan cara mengangkat tungkai dimana sebelumnya dilakukan
pengikatan pada paha sampai vena yang mengalami varises kolaps. Kemudian
pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak
dilepaskan.Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps tetap
kolaps atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu inkopenten pada
vena superfisal, namun apabila vena tersebut terisi atau melebar dengan cepat
adannya inkopensi pada katup vena yang lebih tinggi atau adanya kelainan
katup lainnya.

1. Auskultasi menggunakan Doppler


Pemeriksaan menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui arah aliran
darah vena yang mengalami varises, baik itu aliran retrograde, antegrade, atau
9|M.SGD CRD2.LBM 1

aliran dari mana atau ke mana. Probedari doppler ini diletakkan pada vena
kemudian dilakukan penekanan pada vena disisi lainnya. Penekanan akan
menyebabkan adanya aliran sesuai dengan arah dari katup vena yang kemudian
menyebabkan adanya perubahan suara yang ditangkap oleh probe Doppler.
Pelepasan dari penekanan vena tadi akan menyebabkan aliran berlawanan arah
akut. Normalnya bila katup berfungsi normal tidak akan ada aliran berlawanan
arah katup saat penekanan dilepaskan, akhirnya tidak aka nada suara yang
terdengar dari Doppler.

 Penatalaksanaan
Pengobatan varises vena atau insufisiensi vena kronis pada tungkai/kaki pada
prinsipnya adalah usaha memperlancar aliran darah vena tungkai, yaitu dengan
cara melakukan elevasi tungkai sesering mungkin, terutama setelah kegiatan
berjalan-jalan, dimana elevasi dilakukan dalam posisi duduk atau berbaring
dengan membuatposisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan posisi tersebut
aliran darah vena akan menjadi lancar dan dilatasi vena tungkai yang berkelok-
kelok menjadi tampak mengempis dan melengkuk, pada posisi tersebut secara
subjektif penderita akan merasa keluhannya berkurang dengan cepat (Yuwono,
2010).

1. Terapi Non Operatif


1. Kaus Kaki Kompresi (Stocking)
Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan hemodinamik
pasien dengan varises vena dan menghilangkan edema. Kaus kaki dengan
tekanan 20–30 mmHg (grade II) memberikan hasil yang maksimal. Pada
penelitian didapatkan sekitar 37–47% pasien yang menggunakan kaus kaki ini
selama 1 tahun setelah menderita DVT mencegah terjadi ulkus pada kaki.
Kekurangan menggunakan kaos kaki ini adalah dari segi harga yang relatif
mahal, kurangnya pendidikan pasien, dan kosmetik yang kurang baik. Pada
penelitian randomize controlled trial compression menggunakan stoking
(grade I dan II) dibandingkan dengan kontrol penggunaan kaus kaki ini
mengurangi terjadinya refluks Vena Safena Magna (VSM) dan mengurangi
keluhan dan gejala varises pada wanita hamil, namun tidak ada perbedaan
terhadap pembentukan varises vena.
Berikut adalah tabel indikasi penggunaan terapi kompresi denganstocking.
Tabel 11.1 Indikasi Penggunaan Terapi Kompresi dengan Stocking.

Tingkat Kompresi (mmHg) Indikasi


15-20 mmHg Varises ringan (selama kehamilan, pasca bedah)

21-30 mmHg Varises telah menimbulkan gejala,


10 | M . S G D C R D 2 . L B M 1

pascaskleroterapi

31-45 mmHg Post-thrombotic syndrome, ulkus telah sembuh

>45 mmHg Phlebolymphedema

Teknik pembalutan atau pemakain ukuran stoking harus tepat, tidak longgar
atau terlalu ketat, dan tidak perlu dipakai bila berbaring di tempat tidur. Indikasi
yang terpenting dari dari terapi kompresi adalah untuk mencegah terjadinya
pembengkakan atau edema pada tungkai kaki yang menderita varises. Banyak
penelitian yang melaporkan bahwa tekanan stocking sebesar 40 mmHg
mencegah terjadinya pembengkakan pada penderita varises pada tungkai
(ekstremitas) dibandingkan dengan tungkai yang menderita varises tetapi
tidakmenggunakan stocking (Yuwono, 2010). Sebuah laporan ilmiah dari
Mayberry (1991), menyatakan bahwa penelitian selama 15 tahun pada 113
penderita insufisiensi vena kronis tungkai yang diterapi dengan stocking, terjadi
perbaikan pada 90% kasus (102 kasus) dengan rata-rata waktu yang diperlukan
untuk sembuh adalah 5,3 bulan (Cheatle, 1998; Partsch, 1994).
Untuk menghindarkan diri dari berulangnya keluhan insufisiensi vena harus
dilakukan pencegahan dengan menggunakan stoking atau pembalut elastis
dengan atau tanpa obat-obatan flebotropik,menu makanan sehari-hari yang lebih
banyak mengandung sayuran dan buah-buahan segar (mengurangi jenis
makanan dari hewani karena selain tidak berserat juga akan meningkatkan
peninggian konsentrasi lemak dalam darah dan meningkatkan hipertensi vena).
Sayuran dan buah-buahan adalah makanan yang tinggi serat dan mengandung
zat-zat aktif (flavonoid) yang terbukti bersifat flebotropik (memperbaiki tonus
dinding vena atau venotonik) sangat dianjurkan dikonsumsi untuk mencegah
terjadinya kelemahan tonus dinding vena (Yuwono, 2010).
Kebanyakan terapi varises dilakukan atas indikasi kosmetik. Indikasi
medis,misalnya berupa keluhan kaki berat atau sakit jika berdiri lama.
Perdarahan, perubahan kulit hipotropik, dan tromboflebitis merupakan indikasi
medis lain. Perdarahan biasanya terjadi pada malam hari tanpa disadari oleh
penderita, terutama pada orang tua yang sudah lama varises. Terapi terdiri atas
pemasangan pembalut (stocking) setelah kaki diangkat beberapa waktu untuk
mengosongkan vena dan meniadakan edema (Jong, 2005).

1. Skleroterapi
Skleroterapi dilakukan dengan menyuntikkan substansi sklerotan ke dalam
pembuluh darah yang abnormal sehingga terjadi destruksi endotel yang diikuti
dengan pembentukan jaringan fibrotik. Sklerotan yang digunakan saat
yaitu ferric chloride, saline hipertonic,polidocanol, iodine gliserin, dan sodium
tetradecyl sulphate, namun untuk terapi varises vena safena paling umum
11 | M . S G D C R D 2 . L B M 1

digunakan saat ini adalah sodium tetradecyl sulphate dan polidacanol. Kedua
bahan ini dipilih karena sedikit menimbulkan reaksi alergi, efek pada perubahan
warna kulit (penumpukan hemosiderin) yang rendah, dan jarang menimbulkan
kerusakan jaringan apabila terjadi ekstravasasi ke jaringan.
Terapi menggunakan kombinasi skleroterapi dengan ligasi safeno femoral
junction sangat pupuler dilakukan pada tahun 1960 dan 1970, terapi kombinasi
ini diberikan setelah dilakukan pembedahan konvensional untuk menghilangkan
vaarises residual setelah operasi. Sebuah penelitian yang membandingkan
antara kombinasi skleroterapi dengan ligasi SFJ dibandingkan kombinas ligasi
SFJ dengan stripping didapatkan angka rekurensi klinis dan rekuresnsi
terjadinya refluks SFJ yang lebih tinggi pada kelompok yang menggunakan
skleroterapi.
Sklerotan dibagi berdasarkan jenis substansinya yaitu yang berbentuk foam dan
benbentuk liquid. Pada sklerotan jenis foam memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan jenis liquid yaitu dosis yang lebih sedikit, lebih efektif
dan menimbulkan komplikasi yang lebih rendah. Pada sebuah penelitian non-
randomised membandingkan antara sklerotan jenis foam dengan liquid
didapatkan angka oklusi pembuluh darah yang lebih tinggi (67% dengan 17%
dalam 1 tahun) dan angka gejala klinis yang lebih rendah (8.1% dan 25%) pada
pasien yang menggunakan sklerotan foam. Tidak ada komplikasi ditemukan
pada penelitian ini. Penelitian randomized trial lebih lanjut yang
membandingkan antara polidocalol foam dengan polidocanol liquid didapatkan
dalam terapi Vena Safena Magna (VSM) inkompen (diameter < 8 mm)
didapatkan keberhasilan dalam mengablasi refluks VSM lebih tinggi pada
polidocanol jenis foam (84% lawan 14%).
2. Terapi Minimal Invasif
1. Radiofrekuensi ablasi (RF)
Radiofrekuensi adalah teknik ablasi vena menggunakan kateter radio frekuensi
yang diletakkan di dalam vena untuk menghangatkan dinding pembuluh darah
dan jaringan sekitar pembuluh darah. Pemanasan ini menyebakan denaturasi
protein, kontraksi kolagen dan penutupan vena. Kateter dimasukkan sampai
ujung aktif kateter berada sedikit sebelah distal SFJ yang dikonfirmasikan
dengan pemeriksaan USG. Ujung kateter menempel pada endotel vena,
kemudian energy radio frekuensi dihantarkan melalui kateter logam untuk
memanaskan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Jumlah energi yang
diberikan dimonitor melalui sensor termal yang diletakkan di dalam pembuluh
darah. Sensor ini berfungsi mengatur suhu yang sesui agar ablasi endotel terjadi.

1. Endovenous Laser Therapy (EVLT)


Salah satu pilihan terapi varises vena yang minimal invasif adalah
dengan Endo-Venous Laset Therapy (EVLT). Keuntungan yang didapat
menggunakan pilihan terapi ini adalah dapat dilakukan pada pasien poliklinis di
bawah anestesi lokal. EVLT yang secara luas digunakan menggunakan daya
12 | M . S G D C R D 2 . L B M 1

sebesar 10 14 watt. Prosedurnya EVLT menggunakan fibre laser yang


dimasukkan ke distal VSM sampai SFJ dibawah control USG.
Prosedur yang dilakukan pertama-tama dilakukan anestesi lokal perivena
dengan jalan memberikan infiltrasi di sekitar pembuluh darah pepanjang VSM.
Tujuannya selain memberikan efek analgesia juga memberikan efek penekanan
pada vena agar dinding vena beraposisi dengan fibred dan berperan sebagai
“heat sink” mencegah kerusakan jaringan lokal.
EVLT tidak menyebabkan vena segera menjadi mengecil bila dibandingkan
dengan apabila dilakukan RF ablation, tetapi vena akan mengecil secara gradual
beberapa minggu sampai tidak tampak setelah 6 bulan dengan pemerikasaan
USG, kemudia diikuti dengan kerusakan endotel, nekrosis koagulatif,
penyempitan dan thrombosis vena.

3. Terapi Pembedahan
1. Ambualtory phlebectomy (Stab Avulsion)
Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan menghilangkan
segmen varises yang pendek dan vena retikular dengan jalan melakukan insisi
ukuran kecil dan menggunakan kaitan khusus yang dibuat untuk tujuan ini,
prosedur ini dapat digunakan untuk menghilangkan kelompok varises residual
setelah dilakukan sphenectomy.
Mikroinsisi dibuat diatas pembuluh darah menggunakan pisau kecil atau jarum
yang berukuran besar. Selanjutnya kaitan phlebectomu dimasukkan ke dalam
dan vena dicapai melalui mikroinsisi ini. Menggunakan kaitan kemudian
dilakukan traksi pada vena, bagian vena yang panjang dipisahkan dari
perlekatan sekitarnya. Bila vena tidak dapat ditarik rapat, dilakukan insisi di
tempat lain dan proses diulangi dari awal sampai keseluruhan vena.

1. Saphectomy
Teknik saphenektomi yang paling popular saat ini adalah teknik menggunakan
peralatan stripping internal dan teknik invaginasi dengan jalan membalik
pembuluh darah dan menariknya menggunakan traksi endovenous, teknik
tersebut dapat menurunkan terjadinya cedera pada struktur di sekitarnya.Untuk
menghilangkan VSM, sebuah insisi dibuat 2–3 cm sebelah medial lipatan paha
untuk melihat SFJ.

Sebelum melakukan stripping pada VSM, semua percabangan dari SFJ harus
diidentifikasi dan dilakukan ligasi untuk memilinimalkan terjadinya rekurensi.
Setelah ligasi dan pemisahan Junction, peralatan stripping dimasukkan ke
dalam VSM di lipatan paha didorong sampai level cruris selanjutnya
alat strippeer dikeluarkan melalui insisi yang dibuat (5 mm ataiu lebih kecil)
13 | M . S G D C R D 2 . L B M 1

sekitar 1 cm darituberosity tibia pada lutut. Kemudia head stripper dipasangkan


pada lipatan paha dan dikunci pada ujung proksimal vena. Pembuluh darah
kemudian ditarik dan dilipat ke dalam lumen vena sepanjang pembuluh darah
sampai pintu keluar yang dibuat sebelumnya di bagian distal. Jika diperlukan
dapat diberikan gaas yang berisi epineprin atau dilakukan ligasi untuk tujuan
hemostasis setelah dilakukan stripping.
Teknik lama dalam stripping vena sudah ditinggalkan karena tingginya insiden
komplikasi yang terjasi setelah dilakukan stripping, komplikasi ini meliputi
kerusakan pada nervus safena, yang berlokasi sangat dekat dengan vena pada
regio lutut. Komplikasi banyak terjadi pada bila VSP dikeluarkan, karena
anatomi dan risiko terjadinya cedera pada vena poplitea dan nerevus peroneal
lebih besar. Safenopopliteal junction harus diidentifikasi dengan pemeriksaan
dupleks USG sebelum dilakukan deseksi, dan visualisasi dari Safeno popleteal
junction secara langsung yang adekuat sangat penting dilakukan. Setelah
dilakukan ligasi dan pemisahan junction, sebiauh peralatan stripping
dimasukkan ke dalam vena sampai distal cruris dan dikeluarkan melalui pintu
yang dibuat dengan insisi (2–4 mm). Selanjutnya stripper dikunci di proksimal
vena dan dilakukan invaginasi dan ditarik dari daerah lutut sampai daerah
pergelangan kaki.
4. Modifikasi Teknik Pembedahan
1. Ambulatory Conservative Haemodynamic Management (ACHM or
CHIVA) Conservative haemodynamic surgery for varicose veins(CHIVA)
adalah sebuah teknik pembedahan fisiologis meliputi identifikasi
mengugunakan ultrasound dupleks dan ligasi refluk. Vena perforata dan vena
safena dipersiapkan dan tidak dilakukan tindakan phlebektomi. Walaupun
terdapat peningkatan hemodinamik dan morbilitas yang rendah namun agka
rekurensi masih cukup tinggi sebesar 35 % pada 3 tahun. Namun pada
sebuah studi yang membandingkan antara ligasi SFJ, stripping, dan
phlebektomi dilaporkan hasil yang sama pada 3 tahun tapi dengan kerusakan
pada nervus cutaneus yang lebih sedikit pada kelompok CHIVA. Prosedur ini
belum secara luas digunakan karena teknik yang relatif lebih rumit.

2. Transilluminated Powered Phlebectomy Ablation of Varicosities(TriVexe)


Phelebektomi dengan transiluuminasi merupakan metode untuk ablasi varises
yang lebih cepat dan reliabel. Teknik memungkinkan dilakukan insisi dan
menimbulkan komplikasi yang lebih sedikit. Beberapa studi melaporkan
peningkatan biaya operasi, peningkatan insiden terjadinya hematome, dan
parestesia pada pasien dengan TriVex. Walupun demikian teknik ini mungkin
bermanfaat pada pembedahan dengan varises yang rekuren dimana didapatkan
jaringan parut perivaskular dan kekkakuan pembuluh vena yang menurunkan
efikasi bila dilakukan stab avulsion konvensional.

1. Subfascial Endoscopic Perforator Ligation (SEPS) danThe Linton Procedure


14 | M . S G D C R D 2 . L B M 1

Peran dari vena perforata dalam etiologi varises vena masih kontroversi.
Bagaimanapun ukuran dan persentase vena perforata yang mengalami
inkompenten di sisi medial cruris menunjukkan hubungan dengan severitas
penyakit insufisiensi vena kronis. Beberapa ahli bedah vaskurel berpendapat
ligasi pada vena perforata merupakan tindakan yang tidak rutin dilakukan.

Bila ligasi vena perforata diperlukan untuk mengisolasi vena perforata yang
inkompeten, tindakan ligasi endoskopi lebih disarankan dibandingkan dengan
operasi terbuka untuk menghindari masalah dengan penyembuhan luka operasi.
Atau bila dilakukan operasi terbuka, penentuan vena perforata melalui
pemeriksaan ultrasound mungkin dapat mengatasi masalah penyembuhan luka
operasi bila dibandingkan dengan prosedur Lintos tradisional.

1. External Valvular Stents


Penggunaan valvular stent eksternal diperkenalkan oleh Lane merupakan
sebuah solusi yang fisiologis dalam mengatasi refluks vena dengan
mempertahankan VSM. Dia mendeskripsikan pada 1500 pasien walaupun out
come data hanya tersedia pada 107 pasien saja menunjukkan setelah folow-
up selama 57 bulan, 90% didapatkan dengan SFJ yang kompeten dengan rara-
rata penuruanan diameter VSM dari 7.6 menjasi 4.8 mm. Rekurensi secara
klinis menurun. Sayangnya pasien dengan VSM yang berdiameter 10–11 mm
atau dengan varises yang berkelok-kelok sepanjang VSF diekslusi dan teknik ini
hanya dapat diaplikasikan pada 34% pasien saja.Pasien
dengan valvuloplasty didapatkan tingkat morbiditas yang lebih rendah
dibandingkan bila dialakukan stripping. Komplikasi yang terjasi lebih jarang
dan infeksi yang terjasi karena pelepasan cuffhanya 0.3% kasus. Teknik
mungkin dapat dipilih pada pasien dengan varises vena minor, namun belum
ada penelitian yang membandingkan dengan teknik lain dan teknik ini belum
secara luas digunakan.
1. Endovenous Diathermy
Teknik ini telah dialakukan oleh beberapa ahli bedah pada than 1960–
1970.Tidak ada bukti keuntungan yang didapat dan ini meningkatkan ririko
terjadinya cedera termal. Studi terbaru dikatakan teknik ini mungkin dapat
digunakan untuk mengablasi percangan VSM yang inkompeten dengan tetap
mempertahankan VSM setelah dilakuakan ligasi Safeno-femoral walupun tidak
adafolow up yang dilakuakan selanjutnya dan sebagian besar pasien
memerlukan terapi tambahan seperti skloroterapi.

 Pencegahan
Berikut adalah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit varises vena.
15 | M . S G D C R D 2 . L B M 1

1. Makan makanan bergizi dan olahraga teratur, seperti jogging atau berjalan
cepat. Juga dianjurkan untuk mengatur berat badan, untuk mencegah obesitas.
2. Hindari berdiri terlalu lama. Sedapat mungkin melakukan relaksasi jika dalam
aktifitas sehari-hari dituntut berdiri lama.
3. Hindari terlalu lama duduk dengan kaki menyilang. Posisi ini dapat
menghambat aliran darah dari tungkai ke arah jantung.
4. Hindari pemakaian pakaian bawah yang terlalu ketat.
5. Jika sedang bepergian jauh, usahakan meluruskan kaki secara berkala dan
memijit-mijit tungkai sehabis bepergian. Hindari posisi menyilangkan kaki.
6. Gunakan kaos kaki elastis atau stocking yang mendukung untuk mencegah
penekanan pada tungkai.
7. Bagi yang menyukai sepatu hak tinggi, dapat menggunakannya agar otot sekitar
varises berkontraksi dan untuk memperlancar aliran darah. Tetapi,
penggunaannya perlu dibatasi.

Anda mungkin juga menyukai