Anda di halaman 1dari 37

ISOLASI BAKTERI PADA TANGAN ANAK PRA SEKOLAH

DI RA MUTA’ALIMIN 2019 Commented [dREM1]: ISOLASI DAN IDENTIFIKASI ngga?


Kenapa di RA Muta’alin?
Kenapa pada 1 sekolah? Kenp tidak dihomogenkan datanya
misalnya spesifik kelas berapa?

INSULATION OF BACTERIA IN PRE SCHOOL CHILDREN Commented [dREM2]: Ini 2019 buat apa? Nama
sekolahnya kah?
HANDS IN RA MUTA'ALIMIN CIREBON 2019

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh
Luthfi Dziya Ulhaq
116170038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anak usia dini adalah seorang anak yang usianya belum memasuki suatu
lembaga pendidikan formal seperti sekolah dasar dan biasanya mereka tetap tinggal
di rumah atau mengikuti kegiatan dalam bentuk berbagai lembaga pendidikan
prasekolah, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-kanak, PAUD (Pendidikan
Anak Usia Dini), atau taman penitipan anak. Anak usia dini adalah anak yang
berusia 0-8 tahun. Masa lima sampai enam tahun pertama kehidupan anak
merupakan usia emas (golden age) yang merupakan “masa peka” dan hanya datang
sekali. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan anak
sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak dapat tercapai secara optimal
dengan cara memaksimalkan kondisi kesehatan anak. (1)

Tangan adalah bagian tubuh kita yang paling banyak tercemar kotoran dan
bibit penyakit. Ketika memegang sesuatu, dan berjabat tangan, tentu ada bibit
penyakit yang melekat pada kulit tangan kita. Sehabis memegang pintu kamar kecil
(sumber penyakit yang berasal dari tinja manusia), saat mengeringkan tangan
dengan lap di dapur, memegang uang, lewat pegangan kursi kendaraan umum,
gagang telepon umum, dan bagian-bagian di tempat umum, tangan hampir pasti
tercemar bibit penyakit jenis apa saja. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun,
adalah bagian dari perilaku hidup sehat. Cuci tangan dengan betul tidak hanya
dipengaruhi oleh cara mencucinya, tetapi juga oleh air yang digunakan dan lap
tangan yang digunakan. (5) Terkait kebersihan tangan pada anak dewasa ini rentan
dengan suatu penyakit seperti diare yang sudah sering terjadi pada anak karena
kurangya kebersihan pada tangan (4,5)

Penyakit diare menurut, masih menjadi masalah global terutama dinegara


berkembang yang dilihat dari derajat kesakitan dan kematian yang tinggi diberbagai
negara akibat dari penyakit diare. Hal tersebut juga sebagai salah satu penyebab
utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia. Secara umum,
diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap
tahunnya didunia dimana sekitar 20% meninggal karena infeksi diare. Diare di
Indonesia masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama. Hal
ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian
pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa.

Penyakit diare juga masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di


negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang
masih tinggi. (5) Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada
tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374
/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010
menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering
terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69
Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%).
Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang,
dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare
di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR
1,74 %.) Salah satu langkah dalam pencapaian target MDGs (Goal ke-4) adalah
menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015.
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, setiap tahunnya
ada sekitar 1,7 miliar kasus diare dengan angka kematian sekitar 760.000 anak
dibawah 5 tahun. Sementara berdasarkan data UNICEF dan WHO pada tahun 2013,
secara global terdapat dua juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset
Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi
penyebab utama kematian balita dan anak usia pra sekolah di Indonesia. Penyebab
utama kematian akibat diare adalah kondisi kesehatan/ hygiene yang kurang dan
tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk
menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.(5)

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui bakteri apa


saja yang terdapat pada tangan anak-anak usia pra sekolah di RA Muta’alimin Desa
pangkalan Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon.
1.2. Rumusan Masalah
Bakteri apa saja yang terdapat pada telapak tangan anak-anak usia pra
sekolah di RA Muta’alimin Desa pangkalan Kecamatan Plered Kabupaten
Cirebon?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi jenis bakteri yang ada pada telapak tangan
anak-anak usia pra sekolah di RA Muta’alimin Desa pangkalan Kecamatan
Plered Kabupaten Cirebon.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mengetahui apakah anak-anak usia pra sekolah di RA Muta’alimin Desa
pangkalan Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon memiliki hygiene yang
baik atau tidak.
2. Mengetahui jenis bakteri yang ada pada tangan anak-anak usia pra
sekolah di RA Muta’alimin Desa pangkalan Kecamatan Plered
Kabupaten Cirebon.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat bagi peneliti
1. Menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama menjalani pendidikan
2. Mengetahui bakteri apa saja yang terdapat pada telapak tangan anak-anak
usia pra sekolah di RA Muta’alimin Desa pangkalan Kecamatan Plered
Kabupaten Cirebon.
1.4.2 Manfaat bagi institusi
1. Menambah referensi bagi FK Unswagati tentang perhitungan bakteri yang
terdapat pada telapak anak-anak usia pra sekolah
2. Menambah informasi pada bidang mikrobiologi
1.4.3 Manfaat bagi masyarakat
Menambah wawasan tentang mengenai bakteri pa saja yang terdapat
pada usia pra sekolah sehingga para orang tua dapat menjaga anak-anaknya
tentang kebersihan dan higienitas yang baik.

1.5. Orisinalitas Commented [dREM3]: Orisinalitas Penelitian

Tabel 1. Orisinilitas

Nama Judul penelitian Metode Hasil penelitian


peneliti penelitian
Ikhwanda Identifikasi jenis Metode yang Hasil penelitian di RS
Angga L bakteri kontaminan digunakan BichatClaude Bernard di
(2015) pada tangan perawat dalam Perancis oleh Lucet J.C et al
di bangsal penyakit penelitian ini menyebutkan bahwa bakteri
dalam rsud ulin adalah yang berpotensi patogen dari
banjarmasin periode metode flora transien di tangan
juni-agustus 2014 deskriptif perawat adalah
dengan Staphylococcus,
pendekatan enterobacteriaceae, bakteri
cross aerob Gram negatif, dan
sectional, enterococci 11. Selanjutnya
hasil penelitian Price L.S et
al di salah satu RS di Miami
tahun 2012 mendapatkan
jenis bakteri Staphylococcus
aureus dan Acinobacter sp,
yang terdapat pada tangan
perawat.
Ian Dentifikasi bakteri Metode yang Hasildari 25 sampel
pada tangan penjual digunakan Penelitian, didapati terdapat
fernandez
Makanan di kawasan 5 jenis bakteri, yaitu :
hutagaol sd di kelurahan dalam Escherichia coli sebanyak 5
tanjung rejo penelitian ini sampel (20%),
(2017)
Klebsiella spp. Sebanyak 7
adalah metode
sampel (28%), Proteus spp.
deskriptif Sebanyak 2 sampel (8%),
dengan Staphylococcus
Aureus sebanyak 5 sampel
pendekatan (20%), dan Staphylococcus
cross sectional epidermidis sebanyak 6
sampel (24%). Dari
Semua jenis bakteri yang
ditemukan terdapat 14
sampel (56%) patogen dan
11 sampel (44%) non
Patogen..Kesimpulan.Dari
hasil penelitian, dapat
disimpulkan bakteri
terbanyak yang ditemukan
Pada tangan penjual
makanan adalah Klebsiella
spp. Dan pada tangan
penjual makanan didapati
Bakteri patogen sebanyak 14
sampel (56%) dari 25 sampel
yang diperiksa pada
penelitian

Berikut perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya:

1. Pada penelitian Ikhwanda Angga L (2015), melakukan identifikasi jenis bakteri


kontaminan pada tangan perawat di bangsal penyakit dalam RSUD Ulin
banjarmasin periode Juni-Agustus 2014. Sedangkan untuk penelitian sekarang,
dilakukan identifikasi jenis bakteri tangan pada anak-anak prasekolah di RA
Muta'alimin Desa Pangkalan Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon.
2. Pada penelitian Ian fernandez hutagaol (2017), melakukan Dentifikasi bakteri
pada tangan penjual Makanan di kawasan sd di kelurahan tanjung rejo.
Sedangkan untuk penelitian sekarang, dilakukan identifikasi jenis bakteri tangan
pada anak-anak prasekolah di RA Muta'alimin Desa Pangkalan Kecamatan
Plered Kabupaten Cirebon.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Flora Normal Tangan


Flora normal merupakan mikroorganisme yang bertempat pada
suatu wilayah dimana flora normal ini tidak dapat membuat atau
menyebabkan penyakit pada wilayah sekitarnya. Flora normal paling
umum dijumpai pada tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu
kulit, mata, mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan
saluran urogenital. Menurut WHO, bahwa flora normal pada tangan
dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu flora tetap dan flora
sementara.(6,8)
Flora resident/flora tetap terdiri dari mikroorganisme yang
terdapat di bawah sel superfisial stratum corneum dan juga dapat
ditemukan pada permukaan kulit. Staphylococcus epidermidis adalah
spesies yang dominan ditemukan, dan resistensi oksasilin sangat tinggi,
khususnya di kalangan petugas kesehatan. Bakteri penghuni lainnya
selain Staphylococcus epidermidis adalah Staphylococcus hominis dan
Staphylococcus gram negatif koagulase lainnya, lalu diikuti juga oleh
bakteri bentuk korin (propionibacteria, corynebacteria,
dermobacteria, dan mikrokokus). Di antaranya juga terdapat jamur,
genus jamur paling umum dari flora tetap pada kulit saat ini adalah
Pityrosporum (Malassezia) spp. Flora residen memiliki dua fungsi
pelindung utama: antagonisme mikroba dan persaingan untuk nutrisi
dalam ekosistem. Secara umum, flora residen cenderung dikaitkan
dengan infeksi, tetapi dapat menyebabkan infeksi pada bagian tubuh
yang steril, sekitar mata, atau pada kulit yang mengalami kerusakan.
(6,7)

Flora transien (transient microbiota), yang berkoloni pada


lapisan kulit superfisial, lebih mudah untuk dihilangkan dengan
membersihkan tangan secara rutin. Mikroorganisme transien biasanya
tidak berkembang biak pada kulit, tetapi mereka dapat bertahan hidup
dan secara sporadis berkembang biak di permukaan kulit. Mereka
sering diperoleh dari petugas kesehatan selama kontak langsung dengan
pasien atau kondisi lingkungan yang terkontaminasi dan berdekatan
dengan pasien dan merupakan organisme yang paling sering dikaitkan
dengan HCAI. Beberapa jenis kontak selama perawatan neonatal rutin
lebih sering dikaitkan dengan tingkat kontaminasi bakteri yang lebih
tinggi dari tangan petugas kesehatan. Diantaranya adalah melaui
pernapasan, penggantian popok, dan kontak kulit secara langsung.
Penularan flora sementara tergantung pada spesies yang ada, jumlah
mikroorganisme di permukaan, dan kelembaban kulit. Tangan
beberapa petugas kesehatan dapat terus terpapar oleh flora patogen
seperti S. aureus, basil Gram-negatif, atau ragi. Mikroorganisme
patogen yang biasanya dapat ditemukan pada kulit sebagai
mikroorganisme transien adalah Escherichia coli, Salmonella sp.,
Shigella sp, Clostridium perfringens, Giardia lamblia, virus Norwalk
dan virus hepatitis A. Sementara flora tetap adalah flora yang menetap
di kulit yang terdapat pada sebagian besar orang sehat yang ditemukan
di lapisan epidermis dan di celah kulit.(7,8)
Pada kulit manusia normal yang terpapar oleh bakteri, dengan
jumlah total bakteri aerob mulai dari lebih dari 1 × 106 koloni
pembentuk unit (CFU) / cm2 di kulit kepala, 5 × 105 CFUs / cm2 di
ketiak, dan 4 × 104 CFU / cm2 pada perut ke 1 × 104 CFU / cm2 di
lengan bawah. jumlah bakteri total di tangan petugas kesehatan telah
berkisar dari 3,9 × 104 hingga 4,6 × 106 CFU / cm2. Kontaminasi ujung
jari berkisar antara 0 hingga 300 CFU ketika disampel dengan metode
kontak agar. Price dan peneliti selanjutnya mendokumentasikan bahwa
meskipun jumlah flora sementara dan penduduk bervariasi di antara
individu-individu, seringkali relatif konstan untuk setiap individu
tertentu. (7)
2.2 Bakteri
2.2.1. Definisi Bakteri
Bakteri adalah sekelompok besar mikroorganisme sel tunggal.
Beberapa darinya dapat menyebabkan infeksi dan penyakit pada hewan
dan manusia. Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi
genetik berupa DNA, tetapi tidak terlokalisir dalam tempat khusus
(nukleus) dan tidak ada membran intinya. Bentuk dari bakteri adalah
sirkuler, panjang dan biasa juga disebut nukleoid. Bakteri pada umunya
mempunyai ukuran sel 0,5-1,0 µm kali 2,0-5,0 µm2. (14)
2.2.2. Struktur Bakteri
Struktur bakteri terbagi menjadi dua yaiut struktur dasar dan
struktur tambahan. Struktur dasar dimiliki oleh hampir semua jenis
bakteri, meliputi dinding sel, membran plasma, sitoplasma, ribosom,
DNA, dan granula penyimpanan. Sedangkan struktur tambhana hanya
dimiliki oleh jenis bakteri tertentu saja. Strukturnya meliputi kapsul,
flagellum, pili, fimbria, kromosom, vakuola, gas, dan endospora.
Inti/nukleus memiliki benang DNA yang panjangnya kira-kira 1 mm.
Dinding sel berfungsi sebagai penjaga dari tekanan osmotik, pembelahan
sel, biosintesis, diterminan dari antigen permukaan bakteri. Sel
organisme terdiri dari dua golongan utama, yaitu sel prokariotik dan sel
eukariotik. Perbedaan sel prokariotik dan eukariotik trdapat pada tabel
dibawah ini. (14)

Tabel 1.
Sel Prokariotik Sel Eukariotik
- Organisme berbentuk - Organisme kompleks,
sederhana, mempunyai mempunyai kromosom
kromosom tunggal dan lenih dari satu, memiliki
tidak memiliki organel. organel-organelyang
- Tidak mempunyai lengkap.
membran inti, dan batas - Mempunyai membran inti,
tidak tegas antara sehingga batas antara
sitoplasma sel dengan inti sitoplasma sel dengan inti
(18)
sel. sel batasnya tegas. (18)

2.2.3. Klasifikasi Bakteri


Bakteri umumnya berbentuk 1-sel atau sel tunggal atau
uniseluler, tidak mempunyai klorofil berkembangbiak dengan
pembelahan sel atau biner. Karena tidak mempunyai klorofil, bakteri
hidup sebagai jasad yang saprofitik ataupun sebagai jasad yang parasitik.
Tempat hidupnya tersebar di mana-mana, yaitu di udara, di dalam tanah,
didalam air, pada bahan-bahan, pada tanaman ataupun pada tubuh
manusia atau hewan. Klasifikasi bakteri dapat didasarkan pada beberapa
jenis penggolongan, (18) misalnya :

2.2.3.1. Klasifikasi Bakteri Patogen


Bergey’s Manual ed. 8 terakhir membagi Prokariota dalam 4
divisi utama, berdasarkan ciri khas dinding selnya yaitu :
1) Gracilicutes: Bakteri Gram Negatif
2) Firmicutes : Bakteri Gram Positif
3) Tenericutes : Bakteri tanpa dinding sel
4) Archaebacteria (18)

2.2.3.2. Klasifikasi Berdasarkan Genetika


Perkembangan-perkembangan dalam biologi molekuler
memungkinkan diperolehnya informasi mengenai kekerabatan
organisme-organisme pada tingkat genetic berdasarkan :
1) Komposisi basa DNA
2) Homologi sekuens DNA dan RNA Ribosoma
3) Pola-pola metabolism stabil yang dikontrol oleh gen
4) Polimer-polimer pada sel
5) Struktur organel dan pola regulasinya (18)
2.2.3.3. Klasifikasi Berdasarkan Ekspresi Fenotipe :
1) Morfologi Sel
2) Morfologi Koloni
3) Sifat terhadap pewarnaan
4) Reaksi pertumbuhan
5) Sifat pertumbuhan (18)
2.2.3.4. Klasifikasi Berdasarkan Bentuk Sel :
1) Bentuk bulat (coccus)
2) Bentuk batang
3) Bentuk spiral
4) Bentuk vibrio (18)
2.2.3.5. Klasifikasi Terhadap Sfat Pewarnaan :
1) Pewarnaan sederhana
2) Pewarnaan diferensial
3) Pewarnaan khusus (18)
2.2.3.6. Klasifikasi berdasarkan Sifat Pertumbuhan :
1) Aerob
2) Anaerob
3) Mikroaerofilik (18)
2.2.3.7. Klasifikasi berdasarkan metabolisme :
1) Bakteri Autotrophic
2) Bakteri Heterotrophic (18)
2.2.4. Morfologi Bakteri
Arti kata morfologi adalah pengetahuan tentang bentuk
(morphos). Morfologi dalam cabang ilmu biologi adalah ilmu tentang
bentuk organisme, terutama hewan dan tumbuhan dan mencakup bagian-
bagiannya. Morfologi bakteri dapat dibedakan menjadi dua yaitu
morfologi makroskopik (morfologi koloni) dan morfologi mikroskopik
(morfologi seluler).(18)
2.2.4.1. Morfologi makroskopis
Morfologi makroskopis yaitu bentuk bakteri dengan mengamati
karakteristik koloninya pada lempeng agar. Karakteristik koloni
dibedakan atas dasar bentuk koloni, ukuran koloni, pinggiran (margin
koloni), peninggian (elevasi), warna koloni, permukaan
koloni,konsistensi dan pigmen yang dihasilkan koloni. Populasi bakteri
tumbuh sangat cepat ketika mereka ditambahkan dan disesuaikan dengan
gizi dan kondisi lingkungan yang memungkinkan mereka untuk
berkembang. Melalui pertumbuhan ini, berbagai jenis bakteri kadang
memberi penampilan yang khas. Beberapa koloni mungkin akan
berwarna, ada yang berbentuk lingkaran, sementara ada yang bentuknya
tidak teratur. Menurut Pradhika (2008), koloni bakteri mempunyai ciri
yang berbeda-beda tergantung jenisnya dan mediumnya. (18)
2.2.4.2. Morfologi Mikroskopis
Morfologi mikroskopik adalah karakteristik bakteri yang dilihat
melalui pengamatan dibawah mikroskop. Bentuk bakteri sangat
bervariasi, tetapi secara umum ada 3 tipe, yaitu : bentuk bulat/kokus,
bentuk batang/basil dan bentuk spiral/spirilium.(18)
2.2.5. Bakteri Non Patogen
1. Pembusukan (penguraian) sisa-sisa makhluk hidup. Contohnya
adalah E. Coli.
2. Pembuatan makanan dan minuman hasil fermentasi. Contohnya
adalah Acetobacter pada pembuatan asam cuka, Lactobacillus
bulgaricus pada pembuatan yoghurt, Acetobacter xylinum pada
pembuatan nata de coco, dan Lactobacillus casei pada pembuatan
keju dan yoghurt.
3. Berperan dalam siklus nitrogen sebagai bakteri pengikat nitrogen,
yaitu Rhizobium leguminosarum yang hidup bersimbiosis dengan
akar tanaman kacang-kacangan dan Azotobacter chlorococcum.
4. Penyubur tanah. Contohnya adalah Nitrosococcus dan Nitrosomonas
yang berperan dalam proses nitrifikasi menghasilkan ion nitrat yang
dibutuhkan tanaman.
5. Penghasil antibiotik. Contohnya adalah Bacillus polymyxa
penghasil antibiotik polimiksin B untuk pengobatan infeksi bakteri
gram negatif, Bacillus subtillis penghasil antibiotik untuk
pengobatan infeksi bakteri gram positif, Streptomyces griseus
penghasil antibiotik streptomisin untuk pengobatan bakteri Gram
negatif termasuk bakteri penyebab TBC, dan Streptomyces rimosus
penghasil antibiotik tetrasiklin untuk berbagai infeksi bakteri.
6. Penelitian rekayasa genetika dalam berbagai bidang. Sebagai
contoh, dalam bidang kedokteran dihasilkan obat-obatan dan produk
kimia bermanfaat yang disintesis oleh bakteri, misalnya enzim,
vitamin, dan hormon.
7. Pembuatan zat kimia, misalnya aseton dan butanol oleh Clostridium
acerobutylicum.
8. Berperan dalam proses pembusukan sampah dan kotoran hewan
sehingga menghasilkan energi alternatif metana berupa biogas.
Contohnya Methanobacterium. (15)
2.2.6. Bakteri Patogen
2. Pembusukan makanan. Contohnya Clostridium botulinum.
3. Penyebab penyakit pada manusia. Contohnya Mycobacterium
tuberculosis (penyebab penyakit TBC), Vibrio cholera (penyebab
kolera atau muntaber), Clostridium tetani (penyebab tetanus), dan
Mycobacterium leprae (penyebab lepra).
4. Penyebab penyakit pada hewan. Contohnya Bacillus anthracis
(penyebab penyakit antraks pada sapi).
5. Penyebab penyakit pada tanaman budidaya. Contohnya
Pseudomonas solanacearum (penyebab penyakit pada tanaman
tomat, Lombok, terung, dan tembakau), serta Agrobacterium
tumafaciens (penyebab tumor pada tumbuhan).(15)
2.3. Macam-macam Bakteri yang dapat menyebabkan Diare
2.3.1. Bakteri Escherichia coli
2.3.1.1. Definisi
Escherichia coli merupakan anggota keluarga bakteri
Enterobacteriaceae, adalah penghuni komensal yang paling lazim
dari saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas, serta
salah satu patogen terpenting.(1) Sebagai komensal, ia hidup dalam
hubungan yang saling menguntungkan dengan inang, dan jarang
menyebabkan penyakit. Namun, ini juga salah satu patogen manusia
dan hewan yang paling umum karena bertanggung jawab atas
spektrum penyakit yang luas. Karakteristik khas E. coli, seperti
kemudahan penanganan, ketersediaan urutan genom lengkap, dan
kemampuannya untuk tumbuh di bawah kondisi aerobik dan
anaerob, menjadikannya organisme inang penting dalam
bioteknologi. E. coli digunakan dalam berbagai aplikasi baik di
bidang industri dan medis dan merupakan mikroorganisme yang
paling banyak digunakan di bidang teknologi DNA rekombinan. (7)
2.3.1.2.Epidemiologi
Meskipun E.coli adalah flora komesal di usus manusia, bakteri
ini dapat menyebabkan beragam infeksi penting, seperti infeksi
traktus gostrointestinal, traktus urinarius, saluran empedu, traktus
respiratorius bawah, septikemia,sindrom hemolitik-uremik, kolitis
(5)
hemoragik, dan meningitis neonatal. Escherichia coli adalah
patogen yang menjadi perhatian di seluruh dunia. E. coli pertama
kali diidentifikasi sebagai patogen manusia setelah dua wabah
terjadi di Amerika Serikat. Sejak itu, wabah telah dilaporkan dari
berbagai belahan dunia termasuk Amerika Utara, Eropa Barat,
Australia dan Asia. Tampaknya ada variasi kondisi pada saat
terjadi wabah penyakit dimana puncaknya adalh pada musim
panas dan musim gugur. Dalam sebuah penelitian pada sepuluh
rumah sakit dari semua wilayah Amerika Serikat, Escherichia coli
merupakan patogen bakteri enterik bakteri kedua yang paling
sering diisolasi di empat rumah sakit, dan tingkat isolasi
keseluruhannya melebihi sepertiga dari Shigella spp. Di Amerika
Serikat, distribusi geografis juga telah dicatat dengan lebih banyak
(14)
kasus di wilayah utara dari pada wilayah selatan.
2.3.1.3. Patogenesis
Fimbriae mempermudah bakteri melekat ke permukaan mukosa
usus dan traktur urinarius, seperti bakteri gram – negatif lainnya.
E.coli memiliki lipopolisakarida (endotoksin) di dinding sel mereka.
Endotoksin dilepas ketika basil gram negatif ini mengalami lisis
sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen, koagulopati
(10)
intravaskular, dan syok endotoksik
E. Coli memiliki antigen kapsul, antigen K1 menyebabkan
meningitis neonatal, VTEC (verocytotoxin-producing E.coli, E.coli
penghasil verositotoksin). Sebagian besar kasus sporadis merupakan
infeksi zoonosis yang terutama ditularkan melalui ternak, terjadi
setelah mengonsumsi makanan yang kurang matang dan tercemar,
merusak endotel usus sehingga mengakibatkan kolitis hemoragik.
(10)

2.3.1.4. Diagnosis Laboratorium


Diagnosis melalui isolasi langsung organisme dari sampel klinis
( misalnya: tinja, urin dan darah. Identifikasi beberapa galur patogen,
seperti VTEC, EPEC, dapat dilakukan dengan serotyping untuk
membantu diagnosis. (10)

2.3.2. Bakteri Shigella


2.3.2.1. Definisi
Shigella merupakan bakteri yang dapat menyebabkan diare
atau juga bisa disebut shigellosis. Infeksi oleh bakteri Shigella
biasanya dapat menyebabkan diare, demam, mual, muntah, dan
kekejangan perut. Tinja mungkin berdarah atau berlendir. Gejalanya
biasanya ini dimulaidari hari 1-(biasanya 1-3 hari) sesudah eksposur.
(6)
Gejala dapat berlanjut dari hari ke 4-7 atau lebih dari 7 hari.
Shigella adalah bakteri gram negatif. Patogenesis bakteri ini
didasarkan pada kemampuannya untuk menyerang dan
mereplikasi dalam epitel kolon, yang menghasilkan peradangan
parah dan kerusakan epitel. Perbedaan Shigella dengan bakteri lain
terdapat pada fenotipik dan genetik. Mereka basil bersifat anaerob,
non-spora, non-motil yang serologis terkait dengan Escherichia
coli. Shigella di-serotipe sesuai dengan antigen O somatiknya.
Baik antigen kelompok dan tipe dibedakan, penentu antigenik
kelompok menjadi umum untuk sejumlah jenis terkait. (14)
2.3.2.2. Epidemiologi dan distribusi
Bakteri didistribusikan ke seluruh dunia. (14)
2.3.2.3. Patogenesis
Shigella ditransfer dari orang ke orang melalui air dan
makanan yang terkontaminasi. Dengan beberapa pengecualian,
shigella dapat masuk ke tubuh manusia dan ditransfer dengan
mudah melalui rute feses-oral. Epidemi shigellosis terjadi di
komunitas ramai di mana pembawa manusia ada. Shigella spp.
menempel, dan menyerang epitel mukosa ileum distal dan usus
besar, menyebabkan peradangan dan ulserasi. Namun mereka
jarang menyerang melalui dinding usus ke aliran darah.
Enterotoksin diproduksi tetapi perannya dalam patogenesis tidak
pasti karena mutan negatif toksin masih menghasilkan penyakit.
Kontak langsung di negara tropis mungkin adalah rute penularan
dominan meskipun penyebaran makanan dan air umum adalah
terjadi. Di negara-negara berkembang, shigellosis adalah infeksi
umum karena pembuangan limbah yang tidak memadai dan
kurangnya pasokan air yang diolah secara efektif. Ini adalah
penyebab infeksi yang parah dan berpotensi fatal pada anak-anak.
Infeksi dengan bakteri shigella sangat penting di kamp-kamp
pengungsi atau setelah bencana alam, ketika sekali lagi
pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih mungkin
sangat sulit.(10,14)
2.3.2.4. Masa inkubasi dan infektivitas
Masa inkubasi Masa inkubasi untuk shigellosis bervariasi
dari satu hingga tiga hari, dengan rata-rata 24 jam. Inokulum kecil
Shigella. sonneri atau Shigella. flexneri (hingga 100 organisme)
cukup untuk menyebabkan infeksi. Sedikitnya 10 basil Shigella
dysenteriae dapat menyebabkan penyakit klinis. (14)

2.3.3. Bakteri Salmonella


2.3.3.1. Definisi
Genus Salmonella memiliki banyak species (lebih
tepatnya, serotype). Salmonella Typhi dan Salmonella serotype
Paratyphi yang menyebabkan demam enterik (tifoid dan
(5)
paratifoid), Salmonella lainnya menyebabkan enteritis. Genus
Salmonella adalah anggota keluarga Enterobacteriaceae. Anggota
genus Salmonella dikelompokkan sesuai dengan antigen somatik
(O) dan flagela (H). Genus telah dibagi menjadi lebih dari 2000
spesies berdasarkan perbedaan di dinding sel mereka. Sehubungan
dengan penyakit enterik, Salmonella spp. dapat dibagi menjadi dua
kelompok: spesies tifoid (Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi) dan spesies non-tifoid. Bakteri Salmonella hidup di
saluran usus manusia dan hewan lain, termasuk burung dan reptil.
Semua salmonella kecuali Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi ditemukan pada hewan dan juga manusia. Ekskresi oleh
manusia dan hewan dari mikroorganisme patogen potensial dalam
tinja mereka dapat mengakibatkan kontaminasi air dalam
penyebarannya.(14)
2.3.3.2. Epidemiologi
Distribusi ada di seluruh dunia. Di banyak negara
berkembang di dunia, di mana sebagian besar kasus demam tifoid
terjadi, pengawasan dan penyelidikan wabah dibatasi oleh
kurangnya fasilitas laboratorium. akibatnya tidak ada data akurat
tentang frekuensi atau luasnya demam tifoid di seluruh dunia.
Selama tiga dekade terakhir, praktis semua negara di Eropa telah
melaporkan peningkatan tajam dalam insiden salmonellosis
(termasuk wabah bawaan makanan). Pola yang sama dapat diamati
di sejumlah negara di Kawasan Mediterania Timur dan Wilayah
Asia Tenggara.(14)
2.3.3.3. Patogenesis
Infeksi terutama melalui rute faecal-oral, baik dari hewan ke
hewan atau dari hewan ke manusia. Penularan dari manusia ke
manusia dapat terjadi di tempat yang sering terjadi kontak dekat,
misalnya di unit perawatan khusus atau rumah tempat tinggal.
Diare diproduksi sebagai akibat invasi oleh bakteri salmonella sel-
sel epitel di bagian terminal usus kecil. Bakteri kemudian
bermigrasi ke lapisan lamina propria di daerah ileocaecal, di mana
multiplikasi mereka merangsang respon inflamasi yang keduanya
membatasi infeksi pada saluran pencernaan dan memediasi
pelepasan prostaglandin. Ini pada gilirannya mengaktifkan siklik
adenosin monofosfat dan sekresi cairan, dihasilkan dalam diare.
Bakteri Salmonella tampaknya tidak menghasilkan enterotoksin.
Tingkat keparahan penyakit tergantung pada serotipe organisme,
jumlah bakteri yang dicerna, dan kerentanan inang. (14)
2.3.3.4. Masa inkubasi dan infektivitas
Masa inkubasi Bervariasi dari 1 hingga 14 hari, rata-rata 3
hingga 5 hari untuk demam tifoid. (14)

2.3.4. Bakteri Campylobacter spp.


2.3.4.1.Taksonomi
Gram-negatif, non-spora membentuk, melengkung,
berbentuk S atau batang spiral milik keluarga
Campylobacteraceae. Ada 15 spesies yang terkait dengan genus
Campylobacter. Organismenya adalah batang Gram-ngatif
(6)
ramping, melengkung secara spiral.
2.3.4.2. Reservoir
Sebagian besar spesies Campylobacter beradaptasi ke
saluran usus hewan berdarah panas. Diperkirakan bahwa sejumlah
besar burung camar membawa Campylobacter spp,. Terutama
unggas mungkin merupakan sumber utama untuk sebagian besar
infeksi pada manusia. (6)

2.3.4.3.Gejala Penyakit Primer


Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli adalah
penyebab utama enterocolitis akut pada manusia. Campylobacter
enteritis adalah bentuk diare infektif yang paling umum di sebagian
besar negara maju di dunia. Campylobacter jejuni telah dilaporkan
menghasilkan enterotoksin seperti kolera. Sebagian besar infeksi
simptomatik terjadi pada masa bayi dan anak usia dini. Gejala
klinis infeksi Campylobacter jejuni ditandai oleh kram, nyeri perut,
diare (dengan atau tanpa darah atau leukosit tinja), kedinginan dan
demam, yang sembuh sendiri dan sembuh dalam tiga sampai tujuh
hari. Kekambuhan dapat terjadi pada 5% hingga 10% dari pasien
yang tidak diobati. (6)
2.3.4.4. Mekanisme Infeksi
Infeksi terjadi melalui konsumsi daging yang terinfeksi atau
melalui air yang terkontaminasi dengan kotoran hewan yang
terinfeksi. Penularan C. jejuni dari feses-oral atau orang-ke-orang
telah dilaporkan. Situs awal kolonisasi adalah usus kecil bagian
atas. C. jejuni berkembang biak dalam empedu manusia. Bakteri
menjajah jejunum, ileum, dan usus besar. (6)

2.4. Penyakit Diare


2.4.1. Epidemiologi
Penyakit diare menjadi penyebab kematian kedua yang
paling umum untuk anak-anak balita. Sebuah ulasan yang
membahas sekitar 30 penelitian terkait menemukan bahwa cuci
tangan dengan sabun dapat mengurangi angka penderita diare
hingga separuh. Penyakit diare seringkali diasosiasikan dengan
keadaan air, namun secara akurat sebenarnya harus diperhatikan
juga penanganan kotoran manusia seperti tinja dan air kencing,
karena kuman- kuman penyakit penyebab diare berasal dari
kotoran-kotoran ini. Kuman- kuman penyakit ini membuat
manusia sakit ketika mereka masuk mulut melalui tangan yang
telah menyentuh tinja, air minum yang terkontaminasi, makanan
mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci terlebih dahulu
atau terkontaminasi akan tempat makannya yang kotor. Tingkat
keefektifan mencuci tangan dengan sabun dalam penurunan angka
penderita diare dalam persen menurut tipe inovasi pencegahan
adalah : Mencuci tangan dengan sabun (44%), penggunaan air
olahan (39%), sanitasi (32%), pendidikan kesehatan (28%),
penyediaan air (25%), sumber air yang diolah (11%). Penyakit
diare menurut, masih menjadi masalah global terutama dinegara
berkembang yang dilihat dari derajat kesakitan dan kematian yang
tinggi diberbagai negara akibat dari penyakit diare. Hal tersebut juga
sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan
kematian anak di dunia. Secara umum, diperkirakan lebih dari 10
juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya
didunia dimana sekitar 20% meninggal karena infeksi diare. Diare
di Indonesia masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka
kesakitan dan menimbulkan banyak kematian pada bayi dan balita,
serta sering menimbulkan kejadian luar biasa. (15)

Penyakit diare juga masih merupakan masalah kesehatan


masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena
(5)
morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Survei
morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens
naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun
2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi
423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk.(5)
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan
CFR yang masih tinggi.(5) Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69
Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang
(CFR 2,94%).(5) Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan
jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR
1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan
dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74
%.) Salah satu langkah dalam pencapaian target MDGs (Goal ke-4)
adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun
1990 sampai pada 2015.(5) Menurut data World Health Organization
(WHO) pada tahun 2013, setiap tahunnya ada sekitar 1,7 miliar
kasus diare dengan angka kematian sekitar 760.000 anak dibawah 5
tahun. Sementara berdasarkan data UNICEF dan WHO pada tahun
2013, secara global terdapat dua juta anak meninggal dunia setiap
tahunnya karena diare.(5) Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari
tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab
utama kematian balita dan anak usia pra sekolah di Indonesia.(5)
Penyebab utama kematian akibat diare adalah kondisi kesehatan/
hygiene yang kurang dan tata laksana yang tidak tepat baik di rumah
maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena
diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.(5)

2.4.2. Patofisiologi
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan
patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi.
Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon
dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai
lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen
seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam,
tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja
rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta
mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare non
inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan
diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.
Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali,
namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus
yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja
secara rutin tidak ditemukan leukosit. (19,20)

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik


dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan
gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak
dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik
air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi
karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.
(20)

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik


absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini
dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin
kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau
laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin
vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan
diare sekretorik. (20)

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan


mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi
dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti
gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau
akibat radiasi. (20)

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang


mengakibatkan waktu tRansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini
terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau
diabetes melitus. (20)

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada


infeksi bakteri paling tidaK ada dua mekanisme yang bekerja
peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi
bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang
menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif
mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. (20)

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman


enteropatogen meliputI penempelan bakteri pada sel epitel dengan
atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi
enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu
atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan
mukosa usus. (20)

2.4.2.1. Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara
struktur polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan
spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari
7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA)
yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti
Enterotoxic E. Coli (ETEC) Mekanisme adhesi yang kedua
terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang
melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan
perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur
sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler
yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare
terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga
adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman
enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC. (19,20)
2.4.2.2. Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral
sel epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam
fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan
multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta
kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat
dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin,
dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin
shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini
akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut,
rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif
misalnya Salmonella. (20)
2.4.2.3. Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang
dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik.
Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah
Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat
menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik,
kuman EPEC serta V. Parahemolyticus. (20)
2.4.2.4. Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera
toxin (CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan
sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit
A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil
siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga
terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta
peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa
usus. ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang
mekanisme kerjanya sama dengan CT serta heat Stabile toxin
(ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan
protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka
kanal dan mengaktifkan sekresi klorida. (19,20)
2.4.3. Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah
dan/atau demam,tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang
perut. Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa
penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian
karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa
haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering,
tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi
serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang,
yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat
dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal.
Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess
sangat negatif Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang
berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang
cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai
gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang
sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan
perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini
tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus
ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal
ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat,
akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang
lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting
karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima
rehidrasi cairan intravena tanpa alkali. (20)
2.4.4. Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari
pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak
mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda
inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil
akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas
lekosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan
Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari
45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.3 Penanda yang lebih
stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah
glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya
dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat
terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses,
dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia
secara komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 %
terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella
spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran. Biakan kotoran harus
dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare inflammasi
berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin
positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata
harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 : H7.1 Pasien
dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan
harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum,
kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap.
Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan
lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.
(20)

2.5. Air
Air merupakan pelarut universal, dan selama ini digunakan untuk
membersihkan tangan dari kotoran maupun kontaminan. Walau begitu, air
tidak dapat secara langsung menghilangkan bahan-bahan hidrofobik seperti
lemak dan minyak yang sering terdapat pada tangan yang kurang bersih.
Maka dari itu penggunaan air harus diikuti dengan sabun. Kualitas air juga
sangat menentukan efektifitas dari mencuci tangan. Air dengan kontaminan
yang tinggi terbukti kurang efektif jika digunakan dalam mencuci
tangan.Faktor lain seperti suhu juga memiliki pengaruh dalam efektifitas
mencuci tangan. (13)
2.6. Cuci tangan
Cuci tangan sering dianggap seperti hal yang mudah di masyarakat,
Padahal mencucui tangan secara rutin dapat banyak berpengaruh dalam
tingkat kebersihan anak itu sendiri. Berdasarkan fakta yang ada di masyarakat
bahwa anak-anak usia sekolah mempunyai kebiasaan kurang baik tentang
kebiasaan cuci tangandalam kehidupan sehari-hari, terutama ketika di
lingkungan sekolah. Mereka biasanya langsung makan makanan yang mereka
beli di sekitar sekolah tanpa cuci tangan terlebih dahulu, padahal sebelumnya
mereka bermain-main. Perilaku Perilaku tersebut tentunya berpengaruh dan
dapat memberikan kontribusi dalam terjadinya penyakit diare. Cuci tangan
merupakan tehnik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan
pengontrolan penularan infeksi. Penelitian yang dilakukan oleh Luby et al
(2009), mengatakan bahwa cuci tangan dengan sabun secara konsisten dapat
mengurangi diare dan penyakit pernafasan. Cuci tangan pakai sabun (CTPS)
dapat mengurangi diare sebanyak 31 % dan menurunkan penyakit infeksi
saluran nafas atas (ISPA) sebanyak 21 %. Riset global juga menunjukkan
bahwa kebiasaaan CTPS tidak hanya mengurangi, tapi mencegah kejadian
diare hingga 50 % dan ISPA hingga 45 %. Penelitian oleh Burton et al (2011)
menunjukkan bahwa cuci tangan dengan menggunakan sabun lebih efektif
dalam memindahkan kuman dibandingkan dengan cuci tangan hanya dengan
mengggunakan air. (16,17)
2.7. Kerangka Teori

Transmisi
penyebab diare

Kesehatan
Hygiene
Lingkungan
Siswa RA

Swab telapak
tangan

Identifikasi
bakteri di
Laboratorium

Keterangan :

3. = Variabel yang diteliti

= Variabel perancu

= Faktor yang diteliti

= Faktor yang tidak diteliti


2.8. Kerangka Konsep

Identifikasi di
Siswa RA Swab telapak Laboratorium
tangan

Terdapat luka

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= Variabel perancu

= Faktor yang diteliti

= Faktor yang tidak diteliti


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini adalah mengenai ilmu mikrobologi.

3.2. Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mengetahui keadaan atau fenomena yang ditemukan dan penelitian
laboratorium tanpa adanya intervensi, dengan waktu pengambilan diambil
secara cross sectional dan dilakukan teknik samling yaitu simple random
sampling.

3.3. Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi Target
Seluruh siswa RA Muta’alimin Desa Pangkalan Kecamatan Plered
Kabupaten Cirebon.
3.3.2. Populasi Terjangkau
Siswa RA Muta’alimin Desa Pangkalan Kecamatan Plered
Kabupaten Cirebon dari kelas A sampai kelas B.

3.3.3. Sampel Penelitian


Sampel pengambila pada penelitian ini adalah menggunakan teknik
simple random sampling. Dimana setiap anak mempunyai kesempatan
yang sama untuk ikut serta sebagai penelitian yang didasarkan pada
kriteria berikut:
3.3.3.1. Kriteria inklusi
1. Seluruh siswa RA Muta’alimin
2. Tangan siswa yang terkontamiasi dan tidak terkontaminasi
3.3.3.2. Kriteria eksklusi
1. Siswa yang tidak hadir
2. Siswa yang tidak bersedia ikut dalam penelitian
3.3.4. Cara Sampling dan Besar Sampel
Cara menentukan ukuran sampling/sampelnya, peneliti
menggunakan rumus penelitian cross sectional dengan nilai N diketahui.

𝑍 2 𝑝(1 − 𝑝)𝑁
𝑛=
𝑑 2 (𝑁 − 1) + 𝑍 2 𝑝(1 − 𝑝)

(1,96)2 (0.5)(1 − 0,5)60


𝑛=
10 2
(60 − 1) + (1,96)2(0,5)(1 − 0,5)
100

57,6
𝑛=
0,59 = 0,96

𝑛 = 37 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔

Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
Z = Derajat kepercayan (biasanya pada tingkat 95 % = 1,96)
P = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak diketahui
proporsinya, ditetapkan 50% (0,50)
d = Derajat penyimpangan terhadap populasi yang dinginkan

3.4.Variabel Penelitian
Jenis variabel pada penelitian ini adalah tunggal yaitu mengetahui jumlah
bakteri yang terdapat pada tangan siswa RA Muta’alimin.
3.5.Defenisi Operasional
No. Nama Definisi Operasional Alat Ukur Skala
1. Jumlah bakteri Jumlah bakteri yang Swab Rasio
terdapat pada tangan
siswa

3.6.Cara Pengumpulan Data


Cara pengumpulan data ini menggunaka data primer yang diambil dengan
cara swab pada tangan siswa.
3.6.1. Alatdan Bahan
Instrumen yang digunakan pada pada penelitia ini adalah swab
pada tangan siswa.
1. Media transport cairan NaCl 0, 85 % dalam botol
2. Kapas lidi steril ( lidi waten), yaitu lidi yang pada ujungnya dililit
kapas
3. Sarung tangan steril/bersih
4. Gunting kecilDesmas
5. Lampu spritus
6. Aquades
7. Media Nutien (agar)
8. Petridish
9. Termos es, pembawa sampel.

3.6.2. Prosedur Penelitian


Penelitian dilakukan di RA Muta’alimin dan laboratorium
Fakultas Kedokteran Unsawagati Cirebon. Respoden yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Siswa RA Muta’alimin Desa
Pangkalan Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon yang akan di swab
tangannya dan dilihat jumlah bakteri pada laboratorium.
Prosedur dalam penelitian ini dilaksanakan 3 tahap :
1. Tahap Persiapan
a. Penetapan sasaran
b. Konsultasi dengan pembimbing
c. Persiapan alat dan bahan penelitian
d. Koordinasai dengan pihak-pihak yang menjabat di Fakultas
Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati
e. Menentukan waktu pelaksanaan penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
a. Isolasi Bakteri
1) Swab tangan pedagang direndam dalam tabung reaksi
yang berisi larutan BHI 10 ml.
2) Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.
3) Setelah itu ambil 1 cc cairan tadi dan tanam secara zigzag
pada media Mac Conkey‟sdan blood agar.
4) Kemudian diinkubasi kembali selama 18-24 jam pada
suhu 37°C.
5) Amati koloni yang tumbuh
6) Lalu ambil koloni dengan menggunakan ose steril dan
kemudian disapukan pada object glass, kemudian difiksasi
dengan lampu bunsen
7) Lakukan pewarnaan Gram.
8) Lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x
menggunakan minyak imersi untuk identifikasi bakteri.
b. Uji Biokimia
1) Koloni yang tumbuh, ditanam pada gula gula TSIA,
manitol, pepton, dan semisolid, dieramkan selama satu
malam pada suhu 37°C, kemudian semi solid pada suhu
kamar dan reaksi biokimia.
3. Tahap Penyelesaian
a. Mengolah dan menganalisis data
b. Menyusun laporan penelitian dan penyajian

3.7.Analisis Data
Data yang terkumpul dari uji laboratorium akan diolah dengan bantuan
program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) dan diolah dengan
metode statistik deskriptif penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi
dan frekuensi.

3.8.Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta persetujuan etik
(Ethical Clearance) terlebih dahulu dari Komisi Etika Penelitian Fakultas
Kedokteran Unswagati, kemudian menghubungi Kepala RA Muta’alimin Desa
Pangkalan Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon untukmemperoleh izin
pengambilan data penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah peneliti
melakukan penelitian.
Peneliti melakukan pendekatan dengan menggunakan subyek manusia
yang sesuai kriteria inklusi dengan diberi penjelasan mengenai penelitian yang
akan dilakukan, yaitu tujuan, manfaat, prosedur penelitian dan jaminan
terhadap kerahasiaan semua informasi dan data diri responden. Kemudian
peneliti akan meminta persetujuan pengajar di lingkungan RA Muta’alimin
yang akan dilakukannya penelitian untuk dapat mengambil data primer yang
akan dijadikan data untuk penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar, W dkk. Hubungan sanitasi lingkungan dan personal hygiene ibu
dengan kejadian diare pada balita di lingkungan pintu angin kelurahan
sibolga hilir kecamatan sibolga utarakota sibolga. Online
http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345678 9/58503/7/Cover.pdf. 2016
Diakses pada tanggal 30 Januari 2019 pukul 06.08 p.m.
2. Sulistiyowati T, Lestari RH. Perilaku Ibu Tentang Hygiene Makanan
Dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Bareng Jombang. Jurnal Bidan
"Midwife Journal [Internet]. 2017;3(02):1–12. Available from:
www.jurnal.ibijabar.org
3. Hardi, A R dkk. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Diare Pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Branglompo Kecamatran Ujung Tanah tahun
2012. Online http://repository.unhas.ac.id. 2012. Diakses Pada tanggal 30
Januari 2019 pukul 06:30 p.m.
4. KEMENKES R. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015;4204.
5. Purwandari, Retno. Anisah AW. Hubungan antara Perilaku Mencuci
Tangan dengan Insiden Diare pada Anak Usia Sekolah di Kabupaten
Jember. Jurnal Keperawatan. 2013;4(2):122–30.
6. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First Global Patient
Safety Challenge Clean Care Is Safer Care. Geneva: World Health
Organization; 2009. [ Diakses : 02 Februari 2019 ]
7. Synder, Peter, O., A. Safe Hands Wash Program for Retail Food Operations,
Hospitaly Institute of Technology and Management. St. Paul, MN. 1988 [
Diakses : 22 Januari 2019 ] Available from :www.sproutnet.com
8. Kenneth Todar, The Normal Bacterial Flora of Humans, 2012 [Diaksespada
: 0 1Februari 2019] Available from
:textbookofbacteriology.net/normalflora_4.html
9. Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S., Morse S.A., Mietzner, T,
Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick&Adelberg. Edisi 25, Penerbit
Buku kedokteran EGC, Jakarta. 2014
10. Eliott, T., Worthington, T., Osman, H., Gill, M, Mikrobiologi Kedokteran
Erlien Giovani Soeroso,Yoko Putra Nusantara, Theresiacisilya. 2013.
Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme pada Telapak Tangan Manuusia
2009 [Diakses :03 Februari 2019].
11. Fakta L, Menular P. Shigellosis -Indonesian Lembar Fakta Penyakit
Menular. 2008:1-2.
12. Karimah D, Ginanjar G, Basar K, Anak K, Dasar K. 13266-28842-1-Sm.
2014;(1):118-125.
13. Madappa, T. Escherichia Coli Infections. 2012 [Diakses : 04 Februari 2019]
Available from :http://emedicine.medscape.com/artickle/217485-
overview#a0104 Mohtaram
14. World Health Organization (WHO). Water Recreation and Disease.
Plausibility of Associated Infections: Acute Effects, Sequelae and Mortality
by Kathy Pond. Published by IWA Publishing, London, UK. 2014;
15. Fernandez I. Identifikasi Bakteri pada Tangan Penjual Makanan di Kawasan
SD di Kelurahan Tanjung Rejo. 2017;
16. Burton, M., Cobb, E., Donachie, P., Judah, G., Curtis, V & Schmidit, W.
The effect of handwashing with water or soap on bacterial contamination of
hands. Int. J. Environ. Res. Public Health, 8 , 97-104. doi:10.3390/
ijerph8010097. 2011;
17. Luby, S.P., Agboatwalla, M., Bowen, A., Kenah, E., Sharker, Y & Hoekstra,
R.M. Difficulties in Maintaining Improved Handwashing Behavior,
Karachi, Pakistan. Am. J. Trop. Med. Hyg, 81(1), 140–145.2009;
18. Putri,M., Sukini., Yadoong., Mikrobiologi Bahan Ajar Keperawatan Gigi,
Pusat Sumber daya Pendidikan Manusia Kesehatan, Badan Pengembangan
dan Pemberdayaan Sumber daya Pendidikan Manusia Kesehatan,
Kemenkes RI, 2017;
19. Zein U, Islam U, Utara S. Diare Akut Disebabkan Bakteri Diare Akut
Disebabkan Bakteri. 2017;(December).
20. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell
JH, editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd
edition. New York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.

Anda mungkin juga menyukai