INSULATION OF BACTERIA IN PRE SCHOOL CHILDREN Commented [dREM2]: Ini 2019 buat apa? Nama
sekolahnya kah?
HANDS IN RA MUTA'ALIMIN CIREBON 2019
Oleh
Luthfi Dziya Ulhaq
116170038
PENDAHULUAN
Anak usia dini adalah seorang anak yang usianya belum memasuki suatu
lembaga pendidikan formal seperti sekolah dasar dan biasanya mereka tetap tinggal
di rumah atau mengikuti kegiatan dalam bentuk berbagai lembaga pendidikan
prasekolah, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-kanak, PAUD (Pendidikan
Anak Usia Dini), atau taman penitipan anak. Anak usia dini adalah anak yang
berusia 0-8 tahun. Masa lima sampai enam tahun pertama kehidupan anak
merupakan usia emas (golden age) yang merupakan “masa peka” dan hanya datang
sekali. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan anak
sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak dapat tercapai secara optimal
dengan cara memaksimalkan kondisi kesehatan anak. (1)
Tangan adalah bagian tubuh kita yang paling banyak tercemar kotoran dan
bibit penyakit. Ketika memegang sesuatu, dan berjabat tangan, tentu ada bibit
penyakit yang melekat pada kulit tangan kita. Sehabis memegang pintu kamar kecil
(sumber penyakit yang berasal dari tinja manusia), saat mengeringkan tangan
dengan lap di dapur, memegang uang, lewat pegangan kursi kendaraan umum,
gagang telepon umum, dan bagian-bagian di tempat umum, tangan hampir pasti
tercemar bibit penyakit jenis apa saja. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun,
adalah bagian dari perilaku hidup sehat. Cuci tangan dengan betul tidak hanya
dipengaruhi oleh cara mencucinya, tetapi juga oleh air yang digunakan dan lap
tangan yang digunakan. (5) Terkait kebersihan tangan pada anak dewasa ini rentan
dengan suatu penyakit seperti diare yang sudah sering terjadi pada anak karena
kurangya kebersihan pada tangan (4,5)
Tabel 1. Orisinilitas
Tabel 1.
Sel Prokariotik Sel Eukariotik
- Organisme berbentuk - Organisme kompleks,
sederhana, mempunyai mempunyai kromosom
kromosom tunggal dan lenih dari satu, memiliki
tidak memiliki organel. organel-organelyang
- Tidak mempunyai lengkap.
membran inti, dan batas - Mempunyai membran inti,
tidak tegas antara sehingga batas antara
sitoplasma sel dengan inti sitoplasma sel dengan inti
(18)
sel. sel batasnya tegas. (18)
2.4.2. Patofisiologi
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan
patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi.
Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon
dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai
lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen
seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam,
tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja
rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta
mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare non
inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan
diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.
Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali,
namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus
yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja
secara rutin tidak ditemukan leukosit. (19,20)
2.4.2.1. Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara
struktur polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan
spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari
7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA)
yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti
Enterotoxic E. Coli (ETEC) Mekanisme adhesi yang kedua
terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang
melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan
perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur
sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler
yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare
terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga
adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman
enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC. (19,20)
2.4.2.2. Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral
sel epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam
fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan
multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta
kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat
dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin,
dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin
shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini
akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut,
rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif
misalnya Salmonella. (20)
2.4.2.3. Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang
dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik.
Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah
Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat
menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik,
kuman EPEC serta V. Parahemolyticus. (20)
2.4.2.4. Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera
toxin (CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan
sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit
A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil
siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga
terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta
peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa
usus. ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang
mekanisme kerjanya sama dengan CT serta heat Stabile toxin
(ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan
protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka
kanal dan mengaktifkan sekresi klorida. (19,20)
2.4.3. Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah
dan/atau demam,tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang
perut. Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa
penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian
karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa
haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering,
tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi
serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang,
yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat
dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal.
Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess
sangat negatif Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang
berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang
cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai
gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang
sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan
perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini
tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus
ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal
ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat,
akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang
lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting
karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima
rehidrasi cairan intravena tanpa alkali. (20)
2.4.4. Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari
pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak
mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda
inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil
akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas
lekosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan
Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari
45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.3 Penanda yang lebih
stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah
glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya
dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat
terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses,
dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia
secara komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 %
terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella
spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran. Biakan kotoran harus
dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare inflammasi
berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin
positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata
harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 : H7.1 Pasien
dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan
harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum,
kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap.
Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan
lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.
(20)
2.5. Air
Air merupakan pelarut universal, dan selama ini digunakan untuk
membersihkan tangan dari kotoran maupun kontaminan. Walau begitu, air
tidak dapat secara langsung menghilangkan bahan-bahan hidrofobik seperti
lemak dan minyak yang sering terdapat pada tangan yang kurang bersih.
Maka dari itu penggunaan air harus diikuti dengan sabun. Kualitas air juga
sangat menentukan efektifitas dari mencuci tangan. Air dengan kontaminan
yang tinggi terbukti kurang efektif jika digunakan dalam mencuci
tangan.Faktor lain seperti suhu juga memiliki pengaruh dalam efektifitas
mencuci tangan. (13)
2.6. Cuci tangan
Cuci tangan sering dianggap seperti hal yang mudah di masyarakat,
Padahal mencucui tangan secara rutin dapat banyak berpengaruh dalam
tingkat kebersihan anak itu sendiri. Berdasarkan fakta yang ada di masyarakat
bahwa anak-anak usia sekolah mempunyai kebiasaan kurang baik tentang
kebiasaan cuci tangandalam kehidupan sehari-hari, terutama ketika di
lingkungan sekolah. Mereka biasanya langsung makan makanan yang mereka
beli di sekitar sekolah tanpa cuci tangan terlebih dahulu, padahal sebelumnya
mereka bermain-main. Perilaku Perilaku tersebut tentunya berpengaruh dan
dapat memberikan kontribusi dalam terjadinya penyakit diare. Cuci tangan
merupakan tehnik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan
pengontrolan penularan infeksi. Penelitian yang dilakukan oleh Luby et al
(2009), mengatakan bahwa cuci tangan dengan sabun secara konsisten dapat
mengurangi diare dan penyakit pernafasan. Cuci tangan pakai sabun (CTPS)
dapat mengurangi diare sebanyak 31 % dan menurunkan penyakit infeksi
saluran nafas atas (ISPA) sebanyak 21 %. Riset global juga menunjukkan
bahwa kebiasaaan CTPS tidak hanya mengurangi, tapi mencegah kejadian
diare hingga 50 % dan ISPA hingga 45 %. Penelitian oleh Burton et al (2011)
menunjukkan bahwa cuci tangan dengan menggunakan sabun lebih efektif
dalam memindahkan kuman dibandingkan dengan cuci tangan hanya dengan
mengggunakan air. (16,17)
2.7. Kerangka Teori
Transmisi
penyebab diare
Kesehatan
Hygiene
Lingkungan
Siswa RA
Swab telapak
tangan
Identifikasi
bakteri di
Laboratorium
Keterangan :
= Variabel perancu
Identifikasi di
Siswa RA Swab telapak Laboratorium
tangan
Terdapat luka
Keterangan :
= Variabel perancu
METODE PENELITIAN
𝑍 2 𝑝(1 − 𝑝)𝑁
𝑛=
𝑑 2 (𝑁 − 1) + 𝑍 2 𝑝(1 − 𝑝)
57,6
𝑛=
0,59 = 0,96
𝑛 = 37 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
Z = Derajat kepercayan (biasanya pada tingkat 95 % = 1,96)
P = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak diketahui
proporsinya, ditetapkan 50% (0,50)
d = Derajat penyimpangan terhadap populasi yang dinginkan
3.4.Variabel Penelitian
Jenis variabel pada penelitian ini adalah tunggal yaitu mengetahui jumlah
bakteri yang terdapat pada tangan siswa RA Muta’alimin.
3.5.Defenisi Operasional
No. Nama Definisi Operasional Alat Ukur Skala
1. Jumlah bakteri Jumlah bakteri yang Swab Rasio
terdapat pada tangan
siswa
3.7.Analisis Data
Data yang terkumpul dari uji laboratorium akan diolah dengan bantuan
program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) dan diolah dengan
metode statistik deskriptif penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi
dan frekuensi.
3.8.Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta persetujuan etik
(Ethical Clearance) terlebih dahulu dari Komisi Etika Penelitian Fakultas
Kedokteran Unswagati, kemudian menghubungi Kepala RA Muta’alimin Desa
Pangkalan Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon untukmemperoleh izin
pengambilan data penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah peneliti
melakukan penelitian.
Peneliti melakukan pendekatan dengan menggunakan subyek manusia
yang sesuai kriteria inklusi dengan diberi penjelasan mengenai penelitian yang
akan dilakukan, yaitu tujuan, manfaat, prosedur penelitian dan jaminan
terhadap kerahasiaan semua informasi dan data diri responden. Kemudian
peneliti akan meminta persetujuan pengajar di lingkungan RA Muta’alimin
yang akan dilakukannya penelitian untuk dapat mengambil data primer yang
akan dijadikan data untuk penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar, W dkk. Hubungan sanitasi lingkungan dan personal hygiene ibu
dengan kejadian diare pada balita di lingkungan pintu angin kelurahan
sibolga hilir kecamatan sibolga utarakota sibolga. Online
http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345678 9/58503/7/Cover.pdf. 2016
Diakses pada tanggal 30 Januari 2019 pukul 06.08 p.m.
2. Sulistiyowati T, Lestari RH. Perilaku Ibu Tentang Hygiene Makanan
Dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Bareng Jombang. Jurnal Bidan
"Midwife Journal [Internet]. 2017;3(02):1–12. Available from:
www.jurnal.ibijabar.org
3. Hardi, A R dkk. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Diare Pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Branglompo Kecamatran Ujung Tanah tahun
2012. Online http://repository.unhas.ac.id. 2012. Diakses Pada tanggal 30
Januari 2019 pukul 06:30 p.m.
4. KEMENKES R. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015;4204.
5. Purwandari, Retno. Anisah AW. Hubungan antara Perilaku Mencuci
Tangan dengan Insiden Diare pada Anak Usia Sekolah di Kabupaten
Jember. Jurnal Keperawatan. 2013;4(2):122–30.
6. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First Global Patient
Safety Challenge Clean Care Is Safer Care. Geneva: World Health
Organization; 2009. [ Diakses : 02 Februari 2019 ]
7. Synder, Peter, O., A. Safe Hands Wash Program for Retail Food Operations,
Hospitaly Institute of Technology and Management. St. Paul, MN. 1988 [
Diakses : 22 Januari 2019 ] Available from :www.sproutnet.com
8. Kenneth Todar, The Normal Bacterial Flora of Humans, 2012 [Diaksespada
: 0 1Februari 2019] Available from
:textbookofbacteriology.net/normalflora_4.html
9. Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S., Morse S.A., Mietzner, T,
Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick&Adelberg. Edisi 25, Penerbit
Buku kedokteran EGC, Jakarta. 2014
10. Eliott, T., Worthington, T., Osman, H., Gill, M, Mikrobiologi Kedokteran
Erlien Giovani Soeroso,Yoko Putra Nusantara, Theresiacisilya. 2013.
Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme pada Telapak Tangan Manuusia
2009 [Diakses :03 Februari 2019].
11. Fakta L, Menular P. Shigellosis -Indonesian Lembar Fakta Penyakit
Menular. 2008:1-2.
12. Karimah D, Ginanjar G, Basar K, Anak K, Dasar K. 13266-28842-1-Sm.
2014;(1):118-125.
13. Madappa, T. Escherichia Coli Infections. 2012 [Diakses : 04 Februari 2019]
Available from :http://emedicine.medscape.com/artickle/217485-
overview#a0104 Mohtaram
14. World Health Organization (WHO). Water Recreation and Disease.
Plausibility of Associated Infections: Acute Effects, Sequelae and Mortality
by Kathy Pond. Published by IWA Publishing, London, UK. 2014;
15. Fernandez I. Identifikasi Bakteri pada Tangan Penjual Makanan di Kawasan
SD di Kelurahan Tanjung Rejo. 2017;
16. Burton, M., Cobb, E., Donachie, P., Judah, G., Curtis, V & Schmidit, W.
The effect of handwashing with water or soap on bacterial contamination of
hands. Int. J. Environ. Res. Public Health, 8 , 97-104. doi:10.3390/
ijerph8010097. 2011;
17. Luby, S.P., Agboatwalla, M., Bowen, A., Kenah, E., Sharker, Y & Hoekstra,
R.M. Difficulties in Maintaining Improved Handwashing Behavior,
Karachi, Pakistan. Am. J. Trop. Med. Hyg, 81(1), 140–145.2009;
18. Putri,M., Sukini., Yadoong., Mikrobiologi Bahan Ajar Keperawatan Gigi,
Pusat Sumber daya Pendidikan Manusia Kesehatan, Badan Pengembangan
dan Pemberdayaan Sumber daya Pendidikan Manusia Kesehatan,
Kemenkes RI, 2017;
19. Zein U, Islam U, Utara S. Diare Akut Disebabkan Bakteri Diare Akut
Disebabkan Bakteri. 2017;(December).
20. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell
JH, editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd
edition. New York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.