Anda di halaman 1dari 12

RETENSI ENERGI

Oleh :
Nama : Rahmat Prakoso
NIM : B0A018038
Rombongan : II
Kelompok :3
Asisten : Nur Oktavianie

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI ORGANISME AKUATIK

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Retensi energi ialah banyaknya energi pakan yang dikomsumsi oleh


makhluk hidup dapat disimpan dalam tubuh. Retensi energi menunjukan
besarnya kontribusi energi pakan yang di konsumsi terhadap pertambahan energi
tubuh ikan. . Energi yang dikonversi dari pakan yang dikonsumsi, sebagian besar
akan hilang dalam bentuk panas dan hanya sekitar 1/5 dari total energi yang
diperoleh dalam bentuk pertumbuhan (Yuwono, 2001).
Pakan yang diberikan untuk ikan, minimal harus mengandung protein,
karbohidrat dan lemak dengan kualitas yang baik serta kandungan gizi yang cukup.
Protein sangat dibutuhkan oleh hewan untuk kepentingan struktur, misalnya
membentuk kolagen dalam tulang dan kartilago atau kepentingan fungsional. Protein
bagi ikan merupakan sumber tenaga yang paling utama. Mutu protein dipengaruhi
oleh sumber asalnya serta oleh kandungan asam aminonya (Halver, 1989).
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan dan jumlah
pakan yang dikonsumsi. Pakan yang dikonsumsi ikan pertama kali akan digunakan
untuk aktivitas, pemeliharaan tubuh dan kelebihannya akan digunakan untuk
pertumbuhan ikan. Kualitas pakan yang diberikan juga berpengaruh terhadap retensi
energi. Aktivitas makan pada ikan berhubungan erat dengan selera makan yang akan
menentukan jumlah pakan yang dimakan. Pakan dalam proses pencernaan tidak
semuanya dapat dicerna dengan baik, karena ada bagian yang tidak dicerna. Bagian
tersebut dikeluarkan dalam bentuk feses. Feses yang dikeluarkan dapat digunakan
untuk melihat berapa nilai pakan yang tercerna dalam proses pencernaan suatu jenis
pakan (Susanto, 1992).

B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk melihat seberapa besar energi pakan
yang dikonsumsi ikan dapat disimpan dalam tubuh (retensi energi) dan juga
mempelajari apakah perbedaan kualitas pakan juga menghasilkan perbedaan retensi
energi.
I. MATERI DAN CARA KERJA

A.Materi

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Ikan lele (Clarias
gariepinus) , pelet dan alumunium
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah akuarium, termometer,
timbangan teknikal, oven, mortar dan pestle, dan bomb calorimeter.

B.Cara Kerja

1. Dua buah akuarium disiapkan lalu diisi air setinggi 25 cm, heater
ditempatkan diantara dua akuarium.
2. Ikan ditimbang dan ditebarkan dengan kepadatan 3-4 ekor tiap akuarium.
3. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2.5% dari bobot total ikan pada hari
ketiga setelah ikan ditebar di masing-masing akuarium. Pemberian pakan
dilakukan selama 60 hari pemeliharaan.
4. Pada hari ke-60 pemeliharaan, ikan dipuasakan selama 24 jam.
5. 3-4 ekor ikan diambil (yang telah dipuasakan 24 jam) dan ditimbang
kemudian dikeringkan dalam oven (± 1 minggu). Setelah kering, ikan
ditimbang lagi untuk mengetahui bobot kering ikan dan ditumbuk hingga
berbentuk tepung.
6. Bobot kering awal dihitung dengan cara mengalikan bobot basah ikan awal
(pada langkah 2) dengan prosentase bobot ikan kering.
7. Pengukuran nilai kalori pakan dilakukan, sampel ikan awal, dan sampel ikan
akhir dengan menggunakan bomb calorimeter.
8. Retensi energi dikalkulasi dengan rumus menurut Shiau & Liang (1994):
ANER (Apparent Net Energy Retention) = [ (energi tubuh akhir (kkal) –
energi tubuh awal (kkal) / jumlah pakan yang dikonsumsi (kkal) ] x 100%.
III.HASIL DAN PEMBAHASAN

I.1 Hasil

Diketahui :
• Bobot ikan awal = 9 gr
• Bobot ikan akhir = 283 gr
• Bobot kering ikan awal = 0,815 gr
• Bobot kering ikan akhir = 33,5 gr
• Lama pemeliharaan = 60 hari
• Pakan yang dikonsumsi = 2,5%
• Energi bom pakan = 4735,9654 kal/gram
• Energi bom ikan awal = 6759,0510 kal/gram
• Energi bom ikan akhir = 7318,4107 kal/gram

Jumlah energi ikan awal = bobot kering awal x energi bom ikan awal
= 0,815 x 6759,0510
= 5508,626565 kal
Jumlah energi ikan akhir = bobot kering akhir x energi bom ikan akhir
= 33,5 x 7318,4107
=245166,75845 kal
Jumlah pakan yang dikonsumsi = Pakan yang dikonsumsi x bobot basah awal
= 13,5 x 4735,9654
= 63935,5329 kal
Jumblah energi pakan = jumlah pakan yang dikonsumsi x energi bom pakan
= 0,7 x 3983,67
= 2788,569 kal
ANER = Jumlah energi ikan akhir – jumlah energi ikan awal x 100%
Jumlah energi pakan
= 245166,75845 – 5508,626565 x 100%
63935,5329
= 374,843410251766 %

B.Pembahasan

Retensi energi merupakan gambaran dari banyaknya energi yang tersimpan


dalam bentuk jaringan di tubuh ikan dibagi dengan banyaknya energi dalam pakan
yang dikonsumsi. Penggunaan energi pada ikan dipengaruhi oleh jumlah pakan yang
dikonsumsi. Energi diperoleh dari perombakan ikan kimia melalui proses reaksi
oksidasi terhadap komponen pakan, yaitu protein, lemak dan karbohidrat menjadi
senyawa yang lebih sederhana (Yudiarto et.al, 2012).

Cara mencari nilai retensi energi, pertama mencari jumlah energi ikan awal
dengan mengalikan bobot kering awal dengan energi bom ikan awal. Kedua, mencari
jumlah energi ikan akhir dengan mengalikan bobot kering ikan akhir dan energi bom
ikan akhir. Ketiga, mencari jumlah pakan yang dikonsumsi dengan mengalikan
persentase pakan dan jumlah hari dan bobot basah awal. Keempat, mencari jumlah
energi pakai dengan mengalikan pakan yang dikonsumsi dan energi bom pakan.
Kelima, mencari nilai ANER dengan mengalikan jumlah energi ikan akhir dikurangi
jumlah energi ikan awal dikali 100% dan semuanya dibagi jumlah energi pakan.
Semuanya dapat dirangkum menjadi rumus berikut:

∑energi ikan awal = bobot kering ikan awal × energi bom ikan awal
∑energi ikan akhir = bobot kering ikan akhir × energi bom ikan akhir
∑pakan yang dikonsumsi = bobot pakan × bobot basah ikan awal × lama
pemeliharaan.
∑energi yang dikonsumsi = ∑pakan yang dikonsumsi × energi bom pakan
∑energi ikan akhir−∑ energi ikan awal
Retensi Energi ( ANER ¿= × 100
∑energi yang dikonsumsi

Bom kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalori
(nilai kalori) yang dibebaskan pada pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) suatu
senyawa, bahan makanan, bahan bakar. Sejumlah sampel ditempatkan pada tabung
beroksigen yang tercelup dalam medium penyerap kalor (calorimeter), dan sampel
akan terbakar oleh api listrik dari kawat logam terpasang dalam tabung. Bom
kalorimeter adalah alat untuk menentukan nilai kalor zat makanan karbohidrat,
protein atau lemak (Effendi, 1979). Bom kalorimeter, dimana bagian dari energi feses
diukur dengan pembakaran, hal tersebut merupakan metode standar untuk mengukur
kerugian energi. Pengukuran bom kalorimeter juga mungkin penting secara klinis
untuk penentuan dini terhadap pasien yang malabsorpsi (Wierdsma et.al, 2013).

Cara Kerja: 1. Susun alat kalorimeter.


2. Isi gelas kimia dengan 50ml NaOH
3. Isi gelas kimia dengan 50ml HCL 0,1M. Ukur dan cata suhu setiap
larutan.
4. Tuangkan 100ml NaOH 1M ke dalam calorimeter, disusul
100ml HCL M.
5. Tutup kalorimeter dengan karet penyumbat lalu aduk campuran
larutan. Catat suhu campuran larutan
Bagian-bagian dari bomb kalorimeter dan fungsinya diantaranya; termometer
untuk mengukur suhu, pengaduk berguna untuk mengaduk air dingin, katup oksigen
untuk memasukkan oksigen dari tabung, cawan untuk meletakkan bahan/ sampel
yang akan dibakar,kawat penyala untuk membakar, bom yaitu tempat terjadinya
pembakaran, jacket air yaitu jacket untuk peletakan bom. Perpindahan kalor pada
volume tetap bom kalorimeter yang bereaksi dalam sebuah bejana kecil yang tertutup
dan bejana ditempatkan dalam sebuah kalorimeter. Pada waktu molekul-molekul
bereaksi secara kimia, kalor akan dilepas atau diambil dengan perubahan suhhu pada
fluida kalorimeter diukur. Karena bejana tertutup rapat, volumenya tetap dan tak ada
kerja pada tekanan volume yang dilakukan. Oleh karena itu, perubahan energi
internal sama dengan besarnya kalor yang diserap oleh reaksi kimia pada volume
tetap. Percobaan pada volume konstan ini sering kurang menguntungkan atau sulit
dilakukan. Percobaan tersebut memerlukan penggunaan bejana reaksi yang dirancang
dengan baik sehingga dapat tahan terhadap perubahan pada tekanan yang besar dan
terjadi pada beberapa atau banyak reaksi kimia (Mulyaningsih, 1999).
Fungsi alat dan bahan yang digunakan antara
lain bombcalorimeter merupakan alat yang berguna untuk mengetahui jumlah energi
dalam tubuh ikan, dan mampu mengukur panas dalam tubuh ikan yang ditimbulkan
oleh pembakaran, oven berfungsi untuk memanaskan bahan uji dengan prinsip kerja
dehidrasi pada hewan uji dan terjadi kekeringan pada sampel, timbangan berfungsi
untuk mengetahui bobot ikan dan akuarium untuk menyimpan hewan uji berupa
hewan air. Selain itu, alat berupa pinset berfungsi untuk mengambil atau menjepit
sampel, pengukur waktu digunakan untuk mengatur waktu yang diperlukan, pencetak
pellet berfungsi untuk membentuk bentuk pellet dengan bahan uji yang telah menjadi
tepung, saringan ikan berfungsi untuk mengambil ikan dari akuarium, aluminium foil
berfungsi untuk menutupi ikan saat diletakkan pada oven dan terakhir blender
berguna untuk mengubah bentuk bahan yang sebelumnya berbentuk padat menjadi
berbentuk tepung. Bahan yang digunakan seperti pellet berfungsi sebagai pakan atau
makanan bagi hewan uji dalam hal ini hewan ikan, sedangkan Ikan Lele (Clarias
batrachus) berfungsi sebagai hewan percobaan dalam praktikum “Retensi Energi”.
Sementara fungsi air berguna sebagai media bagi ikan agar tetap hidup (Anggorodi,
1979)
Berdasarkan praktikum resistensi energi diperoleh hasil yang menunjukan
bahwa bobot basah ikan awal sebesar 9 gram, bobot kering ikan awal 0,815 gram,
bobot basah ikan akhir 283 gram, bobot kering ikan akhir 33,5 gram, serta hasil
pengukuran pada bom kalorimeter didapatkan hasil energi bom ikan awal 6759,0510
kal/gram, energi bom ikan akhir 7318,4107 kal/gram dan energi bom pakan
4735,9654 kal/gram dengan pemeliharaan 60 hari dan pakan yang dikonsumsi adalah
2,5%. Setelah dilakukan perhitungan untuk resistensi energi didapatkan hasil sebesar
374,843410251766 %. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Matty (1979) yang
menyatakan bahwa retensi energi normal adalah 60-68%, sedangkan dari hasil
praktikum, presentasenya lebih besar yaitu374,843410251766 %, hal ini terjadi
dimungkinkan karena energi yang dihasilkan banyak disimpan oleh tubuh
dikarenakan ikan tersebut tidak terlalu banyak melakukan aktifitas, pertumbuhan
yang berlebih sehingga energi yang dihasilkan dari pakan disimpan untuk cadangan
energi dan berat bobot ikan awal dan ikan akhir dari kedua ikan sangat jauh. Energi
yang disimpan dimanfaatkan dalam sintesis komponen sel dan digunakan sebagai
bahan bakar dalam produksi energi sel. Ikan Lele digunakan dalam praktikum ini
karena merupakan salah satu spesies unggulan ikan air tawar yang memiliki
kelebihan bila dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya, antara lain mudah
dipelihara, dapat tumbuh dengan cepat dalam waktu relatif singkat (Amalia, 2013).
Rasio besarnya pertambahan energi tubuh terhadap jumlah energi pakan yang
dikonsumsi akan mencerminkan tingkat efisiensi energi pakan atau retensi energi.
Retensi energi dipengaruhi beberapa faktor, antara lain :
a) Kualitas pakan
Retensi energi dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi. Ikan yang diberi pakan
yang berbeda-beda menunjukkan pertumbuhan yang berbeda pula. Pada umumnya
ikan memerlukan protein sekitar 20–60% dari pakan yang diberikan dan kadar
optimumnya adalah 30–36%. Bila kadar protein dalam makanan kurang dari 6%
berat basah, ikan tidak dapat tumbuh dengan baik.
b) Umur ikan
Ikan muda relatif membutuhkan protein yang lebih banyak daripada ikan dewasa,
sebab ikan muda harus banyak membutuhkan nutrisi untuk bergerak dan
mengadakan pertumbuhan.
c) Ukuran tubuh
Proporsi energi yang didistribusikan pada berbagai komponen retensi energi berubah
dengan meningkatnya ukuran tubuh. Menurunnya laju pertumbuhan ikan yang telah
besar tidak disebabkan oleh perubahan retensi energi tetapi oleh beberapa faktor
diantaranya menurunnya energi intake (Mujiman, 1985).
Selain faktor internal, faktor eksternal seperti suhu juga berpengaruh terhadap
retensi energi. Menurut Halver (1989), pada temperatur 30–4000̊ C akan terjadi
peningkatan metabolisme yang sangat cepat dan juga akan menghasilkan
peningkatan retensi energi juga. Namun pada temperatur yang tinggi akan terjadi
denaturasi protein. Menurut Susanto (1992), denaturasi protein terjadi pada suhu 4500̊
C atau tepatnya pada suhu 6000̊ C dimana semakin tinggi suhu maka fungsi biologis
dari protein bisa hilang, sehingga grafik yang dihasilkan dari hubungan antara retensi
energi dengan temperatur merupakan kurva parabola.
Faktor yang mempengaruhi retensi energi adalah ukuran tubuh.
Proporsienergi yang dialokasikan pada berbagai komponen anggaran energi berubah
dengan meningkatnya ukuran tubuh ikan (Kumar & Tembhre, 1997). Retensi energi
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya menurunnya energi intake,
meningkatnya proporsi energi yang hilang melalui feses, urin, meningkatnya energi
yang dipakai untuk produksi panas, meningkatnya kandungan energi tubuh relatif
pada ikan yang berukuran lebih besar (Cui & Zhu, 1996). Selain itu juga retensi
energi dipengaruhi temperature, apabila temperatur naik, maka proses metabolisme
juga akan naik dan semakin banyak pula energi yang tersimpan. Menurut Elliot
(1997), pada temperatur 30-400C akan terjadi peningkatan metabolisme yang sangat
cepat yang akan meningkatkan retensi energi. Namun pada temperatur yang sangat
tinggi akan terjadi denaturasi protein.
Menurut Glenncross (2010) dalam penelitiannya tentang pengaruh suhu air
tinggi pada efisiensi pemanfaatan energi protein oleh Juvenille barrahmundi,
menyimpulkan bahwa keadaan suhu lingkungan dan kualitas pakan sangat
mempengaruhi retensi ikan. Suhu yang kurang optimal akan menurunkan
pertumbuhan ikan, sedangkan pada suhu diatas optimal akan terjadi stress yang
memiliki pengaruh signifikan pada energi yang didapatkan. Bowyer (2013) juga
mengatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor fisik terpenting yang
mempengaruhi pertumbuhan ikan. Di bawah suhu optimal, energi pangan yang
dipartisi menjadi pertumbuhan ikan dapat dimaksimalkan.
IV.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa nilai


retensi energi yang didapatkan ikan lele (Clarias batrachus) sebesar
374,843410251766 %.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Rosa dan Subandiyono. 2013. Pengaruh Penggunaan Papain Terhadap


Tingkat Pemanfaatan Protein Pakan dan Pertumbuhan Lele Dumbo.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP, Semarang.

Anggorodi, R. 1979. Ilmu makanan ternak umum. PT. Gramedia, Jakarta.


Bowyer, J. N., Qin, J. G. & Stone, D. A. J., 2013. Protein, lipid and energy
requirements of cultured marine. Reviews in Aquaculture, Volume 5, pp. 10-
32.

Cui, Y., Hung, S. & Zhu, X., 1996. Effect of Ration and Body Size on the Energy
Budget of Juvenile White Sturgeon. Biol J. Fish, 9(1), pp. 451-459.

Effendi, M. I., 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor : Yayasan Dewi Sri.

Elliot, W. H. & Elliot, D. C., 1997. Biochemistry and Moleculer Biology. New York :
Oxford University Press. Inc.

Glenncross, B. & M., B., 2010. Effect of High Water Temperatures on the Utilisation
Efficiencies of Energy. Fisheries and Aquaculture Journal, Volume 2010, pp.
FAJ-14.

Halver, J. A. 1989. Fish Nutrition. Academic Press, New York.


Kumar, S and Tembhre. 1997. Anatomy and Physiology of Fishes. Vikas Publishing
House Private Limited. New Delhi.
Michigan Matty, P.J. 1979. Fish Endocrinologi. Croom Helm London and Sydney
Timber.
Mudjiman, A. 1985. Makanan Ikan. PT. Penebar Swadaya, Bogor.
Mulyaningsih, Yeni dan Sukmara, Anne. 1999. Pengaruh Faktor Kadar Air
Terhadap Analisa Energi Total. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Susanto, H. 1992. Budidaya Ikan di Pekarangan. Swadaya, Jakarta.


Wierdsma N.J., Peters J.H.C., van Bokhorst-de van der Schueren M.A.E., Mulder
C.J.J., Metgod I. dan van Bodegraven A.A. 2013. Bomb calorimetry, the gold
standard for assessment of intestinal absorption capacity: normative values in
healthy ambulant adults. Journal of Human Nutrition and Dietetics.
doi:10.1111/jhn.12113.
Yudiarto, S., Arief M. dan Agustono. 2012. Pengaruh Penambahan Atraktan yang
Berbeda dalam Pakan Pasta terhadap Retensi Protein, Lemak dan Energi
Benih Ikan Sidat (Anguilla bicolor) Stadia Elver. Jurnal Ilmiah Perikanan
dan Kelautan. 4 (2) : 135-140.
Yuwono, E. & Purnama, 2001. Fisiologi Hewan I. Purwokerto : Fakultas Biologi
UNSOED.

Anda mungkin juga menyukai