Anda di halaman 1dari 10

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS AKUNTANASI MANAJEMEN DAN BIAYA


WESTERN CHEMICAL CORPORATION

Ceicilia Astri -1506810231


Masitoh Titania - 1606852140
Triyanda A. G - 1606852235
Yasmin Julianti - 1606939886

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
SALEMBA
2016
STATEMENT OF AUTHORSHIP

Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah
murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa
meyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada
mata ajaran lain, kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya.

Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Nama Mahasiswa : 1. Ceicilia Astri Hartanti

2. Masithoh Titania

3. Triyanda Agustin Ginting

4. Yasmin Julianti

Nomor Mahasiswa : 1. 1506810231

2. 1606852140

3. 1606852235

4. 1606939886

Kelas : A/2016-1 Pagi

Mata Ajar : Akuntansi Manajemen dan Biaya

Judul Makalah/Tugas : Western Chemical Corporation Case

Hari, Tanggal : Rabu, 26 Oktober 2016

Nama Pengajar : Rafika Yuniasih, MSM.

Tandatangan :

Ceicilia Astri Masithoh Titania Triyanda A. G. Yasmin Julianti


WESTERN CHEMICAL CORPORATION

Background Perusahaan

Western Chemical Corporation (WCC) merupakan salah satu dari 300 perusahaan
terbesar yang bergerak di bidang industry kimia, dengan produk unggulannya adalah
chemical program untuk penanganan air dan limbah. WCC memiliki 4.900 karyawan
dan mengoperasikan 35 pabrik di 19 negara.
WCC beroperasi di banyak negara dengan model kepemilikan yang berbeda-
beda. Saat ini, perusahaan menghadapi masalah dalam pengukuran kinerja divisinya,
yang akan berpengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan, yang
diakibatkan dari struktur kepemilikan yang berbeda-beda dan penggunaan
pembiayaan dari local. Untuk itu, ada 3 pabrik yang akan dijadikan ilustrasi dalam
pembahasan masalah ini.
1. Pabrik yang berlokasi di Praga, Republik Ceko merupakan salah satu bentuk joint
venture dengan investor local. Total investasi di pabrik ini antara $35 - $40 juta,
termasuk working capital. Investasi WCC di pabrik ini mencapai $5 juta
sedangkan sisanya berasal dari partner dan pinjaman.
2. Pabrik lainnya ada di Polandia. Dimiliki 100% oleh WCC dengan total
investasinya $40 - $45 juta termasuk working capital. Venture ini tidak memiliki
hutang ke pihak ketiga.
3. Pabrik ketiga berlokasi di Malaysia yang juta dimiliki 100% oleh WCC. Pabrik
ini dibangun untuk menambah kapasitas produksi di daerah Pasifik, namun
pabrik ini juga termasuk dalam bagian dari kapasitas produksi untuk melayani
pasar global. Investasi WCC di pabrik ini sekitar $35 juta.

Di bawah ini adalah gambaran lebih detail terkait permasalahan yang terjadi di ketiga
pabrik tersebut.
1. Pabrik di Praha. WCC, selain investasi di teknologi dan pengetahuan teknikal,
juga berinvestasi sebesar $5 juta secara cash. Laporan Laba Rugi periode Januari
– September 1995 menampilkan EBIT sebesar $869,000 yang akan
dikonsolidasi. Namun, pabrik ini harus membayar beban bunga dari hutangnya
sebesar $1,120,000 dan management fee sebesar $867,000 yang berdasarkan
technical agreement pada joint venture ini sebagai fee untuk WCC. Actual
income yang digunakan untuk pelaporan ke pihak eksternal WCC adalah setelah
dikurangkan dengan minority interest adalah sebesar $646,000. Investasi pada
pabrik ini, karena ada management fee tersebut di atas, mengakibatkan cash
return yang positif bagi WCC.
2. Pabrik di Polandia. Tidak ada biaya bunga maupun fee di pabrik ini. Total
investasi sebesar $40 - $45 juta termasuk working capital berasal sepenuhnya dari
WCC tanpa ada pinjaman dari luar. Biaya lainnya termasuk amortisasi dari bunga
pinjaman yang dikapitalisasi selama proses pembangunan pabrik. Selain itu,
termasuk di dalam HPP adalah keuntungan pembelian material dari pabrik lain.
Jika dibandingkan dengan harga pesaing, HPP perusahaan masih tergolong
reasonable. Permasalah di pabrik ini adalah, walaupun mereka mencatat adanya
keuntungan, namun mereka kesulitan dari sisi cash flow. Dibandingkan dengan
budget dan business plan awal, pada kenyataannya pabrik ini masih belum dapat
menghasilkan pendapatan sesuai prediksi dan biaya yang ternyata lebih mahal
dari budgetnya.
3. Pabrik di Malaysia. Awalnya dibangun untuk mendukung bisnis perusahaan di
produk dengan margin yang tinggi. Namun, karena volume penjualan untuk
produk ini tidak terlalu banyak dan memerlukan investasi yang besar di bidang
teknologi, maka perusahaan harus memproduksi juga unit lain yang volume
penjualannya lebih banyak untuk menanggung bersama biaya pembangunan
pabrik di Malaysia ini. Berdasarkan laporan “Region of Manufacture” penjualan
pabrik ini adalah $12 juta, dan tetap mengalami kerugian. Di pabrik ini
Perusahaan juga melakukan pendekatan Economic Value Added berupa charge
atas modal sebesar 12% dari total asset yang digunakan. Berdasarkan laporan ini,
pabrik di Malaysia mengalami kerugian sebesar $8,4 juta. Selain itu, perusahaan
juga membandingkan dengan total penjualan di regional Asia Tenggara.
Berdasarkan ini, EBIT mencapai $ 4juta, dan EVA yang dihasilkan adalah ($4
juta).
Deskripsi Masalah

1. Apa yang menyebabkan timbulnya masalah dalam pengukuran kinerja divisi di


Western Chemical Corporation?
2. Apakah ada metode alternative lainnya untuk mengukur kinerja divisi di
perusahaan agar untuk menghindari masalah seperti yang saat ini terjadi lagi?
3. Evaluasi pendekatan Economic Value Added (EVA) yang sudah didiskusikan
dan diujikan oleh management. Apa kekurangan dan kelebihan dari pendekatan
tersebut?
4. Bagaimana seharusnya kinerja divisi di WCC di ukur?
5. Apa yang seharusnya Samantha Chu jelaskan ke analis terkait investasi di
Republik Ceko, Polandia dan Malaysia?

Analisis Masalah

1. Beberapa hal yang memicu timbulnya masalah dalam pengukuran kinerja di


WCC:
a. Terdapat perbedaan struktur modal dan struktur kepemilikan di ketiga pabrik
tersebut yang menyebabkan kesulitan dalam membandingkan kinerja antar
pabrik. Terlebih dengan adanya beban bunga dan management fee yang
terdapat di Pabrik Praha yang semakin membuat kinerjanya tampak lebih
buruk dibanding dua pabrik lainnya.
b. Adanya laporan “Region of Manufacture” dan “Region of Sales” yang
membutuhkan analisis menyeluruh terkait kinerja operasional di Pabrik
Malaysia.
c. Sistem management pelaporan yang kurang baik sehingga management
kesulitan untuk membuat laporan yang menyeluruh guna membandingkan
kinerja ketiga pabrik tersebut. Saat ini WCC belum memiliki prosedur formal
dalam penyusunan analisis kinerja divisi sehingga perusahaan tidak dapat
membandingkan kinerja divisi dengan metode yang seragam dan dalam
periode waktu yang seragam.
d. Kekurangan sumber daya manusia untuk melakukan analisis kinerja divisi.
e. Perusahaan tidak memiliki standar pelaporan manajerial yang baik, salah satu
contohnya yaitu setiap divisi tidak membuat laporan arus kas.

2. Pengukuran kinerja divisi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa rasio


keuangan seperti:
a. Return on Investment  bertujuan untuk menghitung tingkat pengembalian
dari sebuah investasi.
b. Return on Sales  berguna untuk mengevaluasi tingkat efisiensi di sisi
operasional Perusahaan dengan cara menghitung berapa profit yang
dihasilkan Perusahaan dari setiap nilai penjualan yang terjadi.
c. Economic Value Added  mengukur kinerja perusahaan dengan menghitung
sisa keuntungan setelah dikurangi dengan biaya kepemilikan dari laba
operasi.
d. Activity Ratio seperti A/R Turnover  berguna untuk mengevaluasi kualitas
piutang usaha dan efisiensi perusahaan dalam pengumpulan piutang dan
kebijakan kreditnya. Hal ini berujung pada evaluasi pada seberapa cepat
piutang perusahaan berputar menjadi cash.
e. Asset Turnover  mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas dari perputaran
maupun pemanfaatan total aktiva dalam menghasilkan penjualan. Rasio ini
menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk
tiap rupiah yang telah ditanamkan pada aktiva perusahaan. Semakin tinggi
rasio ini semakin baik bagi perusahaan.

3. Kelebihan dari EVA:


a. EVA tidak memperhitungkan struktur modal perusahaan
b. Lebih menekankan pada value yang dihasilkan diluar semua kewajiban
keuangan. Dalam hal ini EVA memberikan solusi pada masalah pengukuran
kinerja di lokasi yang memiliki perbedaan dalam struktur modal.
c. EVA memperhitungkan biaya atas modal yang digunakan untuk
meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Hal ini akan membantu
management untuk memperhitungkan seberapa besar value perusahaan yang
akan dihasilkan.
Kelemahan dari EVA:
a. Karena EVA merupakan angka absolut, maka akan sulit membandingkan
dengan pabrik lain yang memiliki ukuran berbeda.
b. Karena perhitungan EVA sangat bergantung pada metode pengakuan
pendapatan dan beban yang digunakan perusahaan, maka akan sangat rentan
untuk dimanipulasi oleh pihak management. Contoh pengakuan pendapatan
yang lebih cepat, atau penundaan pengakuan beban guna mencapai target
Net Operating Profit After Tax (NOPAT) yang diharapkan.
c. Perhitungan EVA sangat berorientasi pada hasil. Dengan pengukuran
menggunakan EVA, akan menyebabkan hal-hal kualitatif yang dilakukan
management tidak tergambarkan secara jelas, seperti usaha management
untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
d. Perhitungan EVA berorientasi pada return jangka pendek, yaitu saat
perhitungan dilakukan. Hal ini dapat menyebabkan pihak management
enggan untuk melakukan inovasi tambahan guna meningkatkan efisiensi
karena kekhawatiran akan menghasilkan EVA yang negative.
e. Karena perhitungan EVA berorintasi pada jangka pendek, sulit untuk
memprediksi kinerja perusahaan di masa depan.

4. Menurut kami, untuk dapat mengukur kinerja divisi-divisi tersebut harus


menggunakan kombinasi dari banyak rasio keuangan, seperti ROI, ROE, ROA,
Asset Turnover, dan lain-lain guna mendapatkan gambaran yang lebih lengkap.
Di bawah ini adalah perhitungan untuk ketiga pabrik tersebut:
No Performance Rumus Praha Poland Malaysia
1 ROI Operating Income 3.31% 4.76% -18.41%
Average Operating Assets
2 ROE Net Income -10.77% 4.76% -18.41%
Total Equity
3 ROA Net Income -2.15% 4.33% -18.41%
Total Assets
4 ROS Operating Income 7.55% 4.39% -40.20%
Sales
Operating Income -
(WACC x Total Capital
5 EVA Employed) (2,425.33) (2,896.00) (10,642.67)
6 RI Operating Income -
(Minimum rate of return x (3,641.33) (2,896.00) (10,642.67)
operating assets)

5. Beberapa hal yang perlu dijelaskan oleh Samantha Chu kepada analis adalah
sebagai berikut:
a. Perusahaan menghadapi masalah pengukuran kinerja pada setiap divisi yang
berdampak pada kinerja perusahaan secara keseluruhan. Perbedaan tersebut
terjadi karena perbedaan struktur kepemilikan dan struktur utang dan modal
pada setiap divisi.
b. Beberapa ownership arrangement menyebabkan terjadinya misleading
terkait profit WCC secara keseluruhan.
c. Alternatif metode penilaian kinerja yang dapat digunakan untuk menghindari
masalah ini yaitu pemakaian ratio secara simultan disertai dengan analisis
yang mendalam terkait Return on Investment (ROI), Return on Sales (ROS),
Economic Value Added (EVA), A/R Turnover, dan Asset Turnover dari
masing-masing pabrik. Rasio-rasio ini berguna untuk menilai kinerja masing-
masing divisi karena tidak memperhitungkan bunga pinjaman, fees dan pajak,
serta perbedaan struktur kepemilikan. Tolok ukur yang digunakan adalah
EBIT atau Operating Income.
d. Untuk Pabrik di Praha  pabrik sudah beroperasi dengan cukup baik
sehingga dapat menghasilkan ROI dan ROA positif. Walaupun pada akhirnya
EVA untuk pabrik ini adalah negative, namun hal ini wajar untuk sebuah
pabrik di awal-awal tahun beroperasi dimana masih harus menanggung beban
bunga. Selain itu, pabrik di Praha juga memberikan cash return positif untuk
investasi WCC.
e. Pabrik di Poland  walaupun pabrik ini sudah mampu memberikan return
yang positif bagi investasi dan operating assetnya, namun EVA pabrik ini
masih negatif. Hal ini berarti pendapatan dari pabrik masih perlu ditingkatkan
dengan beragam cara, seperti perubahan di strategi marketing atau strategi
pricing, sehingga diharapkan pendapatan dari pabrik ini dapat sesuai dengan
rencana bisnis awal. Selain itu, di Poland terdapat kendala di cash flow, yang
kami asumsikan, sebagai rendahnya AR Turnover pabrik ini. Masalah cash
flow ini akan juga menjadi perhatian khusus dalam menilai kinerja
operasional pabrik.
f. Pabrik di Malaysia  saat ini pabrik di Malaysia masih belum dapat perform
sesuai dengan harapan. Besarnya beban bunga dari pinjaman yang digunakan
saat pembangunan pabrik ini, menyebabkan pendapatannya tidak mampu
menutupi HPP-nya. Namun, jika dilihat dari pangsa pasar di Asia Tenggara,
sebenarnya masih cukup menarik, sehingga WCC perlu untuk menggenjot
penjualan di Malaysia sehingga dapat menghasilkan income dan return yang
lebih baik pula.
Referensi

Don Hansen and Maryanne Mowen, 2015. Cornerstones of Cost Management, 3rd
edition, Southwestern-Cengage Learning, 351

Anda mungkin juga menyukai