Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit batu saluran kemih (BSK) adalah terbentuknya batu yang


disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang
jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut
substansi. Batu saluran kemih sudah diderita manusia sejak zaman dahulu, hal ini
dibuktikan dengan adanya batu saluran kemih pada mummi Mesir yang berasal
dari 4800 tahun sebelum Masehi (Purnomo, 2003: 75).
Batu saluran kemih adalah penyebab ketiga tersering timbulnya
gangguan dalam saluran kemih setalah infeksi saluran kemih dan gangguan
prostat (McAninch dan Lue, 2013: 249). Penyakit ini dapat menyerang penduduk
di seluruh dunia (Purnomo, 2003: 75). Di Indonesia BSK merupakan penyakit
yang paling sering terjadi di klinik urologi. Angka kejadian BSK di Indonesia
tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari seluruh rumah sakit di
Indonesia adalah 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan 58.959 penderita.
Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah 19.018 penderita, dengan
jumlah kematian 378 penderita (Depkes RI, 2002). Penderita batu laki-laki 3-4
kali lebih banyak daripada perempuan. Berdasarkan letaknya paling banyak
terjadi pada saluran kemih atas yaitu ginjal dan ureter (Purnomo, 2003: 75)
Sejarah nomenklatur yang terkait dengan penyakit batu kemih sama
menariknya dengan perkembangan teknik intervensional yang digunakan dalam
pengobatan mereka. Kemajuan dalam teknologi pembedahan telah meningkatkan
pemahaman dalam mengetahui penyebab dari batu saluran kemih. Adanya
kemajuan ini juga mempermudah untuk memilih tata laksana yang tepat
(McAninch dan Lue, 2013: 249). Untuk tujuan ini, pemahaman menyeluruh
tentang etiologi, epidemiologi, dan patogenesis penyakit batu saluran kemih
diperlukan (Wein dkk., 2016: 1170).

1
BAB II
LAPORAN KASUS

II.1 IDENTITAS
Nama pasien : Ny. I
Usia : 58 tahun
No. RM : 0239xxxx
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jakarta Timur
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Agama : Islam

II.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada
tanggal 28 Desember 2018 pukul 17.00 WIB di Bangsal Mawar Bawah,
RSUP Persahabatan Jakarta.

Keluhan Utama : Nyeri pinggang kiri sejak 2 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke poli RSUP Persahabatan Jakarta pada tanggal 28
Desember 2018 pukul 09.45 WIB dengan keluhan nyeri pada pinggang kiri.
Nyeri pada pinggang kiri dirasakan sudah 2 minggu SMRS dan semakin
hari nyerinya semakin terasa hebat hingga menggangu aktivitas. Nyeri tidak
berubah saat perubahan posisi. Selain itu pasien mengeluhkan nyeri saat
akhir BAK sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
terus menerus dan tidak berubah dengan perubahan posisi. Pasien belum
berobat atas keluhan nyeri pinggangnya dan nyeri saat akhir BAKnya.
Pasien juga pernah mengalami buang air kecil berwarna merah
sebanyak 1 kali. Pasien mengaku satu hari sebelum masuk rumah sakit
BAKnya bercampur darah sedikit. Pasien mengatakan buang air kecilnya

2
lancar, tidak pernah tersendat-sendat, tetapi sering. Pasien menyangkal
pernah merasakan BAK tidak tuntas. BAB pasien lancar. Pasien juga
menyangkal adanya mual dan muntah. Pasien juga menyangkal adanya
demam.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat hipertensi : diakui dan terkontrol
 Riwayat DM : diakui dan terkontrol
 Riwayat stroke : disangkal
 Riwayat trauma tulang belakang : disangkal
 Riwayat trauma genital : disangkal
 Riwayat operasi sebelumnya : diakui
 Riwayat infeksi saluran kemih : disangkal
 Riwayat batu saluran kemih : disangkal
 Riwayat penyakit ginjal : disangkal
 Riwayat penyakit prostat : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
Pasien mengaku pernah dilakukan operasi dengan diagnosis abses,
kemudian saat dilakukan foto rontgen didapati terdapat batu di ginjalnya
tetapi pasien tidak merasakan keluhan apapun. Pasien lupa jenis foto apa
yang dilakukan.
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat keluhan serupa : disangkal
 Riwayat hipertensi atau DM : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Pengobatan :
Pasien rutin minum obat anti diabetes dan obat anti hipertensi.
Riwayat Pribadi, Sosial, dan Ekonomi :
Pasien mengaku dirinya jarang minum air putih dan sering
mengkonsumsi jamu-jamuan dengan konsistensi sangat kental sudah selama
bertahun-tahun. Pasien menyebutkan bahwa dirinya jarang makan sayuran
dan jarang minum minuman kemasan.

3
II.2 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 28 Desember 2018 pukul
17.30 WIB di bangsal Cempaka Atas, RSUP Persahabatan Jakarta.
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 158 cm
IMT : 24.03
Tanda-tanda vital :
 TD : 130/80mmHg
 Nadi : 88x/menit
 Suhu : 36,4oC
 Pernapasan : 21x/menit
 SpO2 : 99%
Status Generalis:
Kepala : Normosefal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,
refleks pupil direk (+/+), refleks pupil indirek (+/+)
Telinga : Bentuk normal, simetris, otorrhea (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-), deformitas/septum deviasi (-),
mukosa hiperemis (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Mulut simetris, bibir sianosis (-), bibir kering (-),
sariawan (-), faring hiperemis (-), Tonsil T1/T1
Leher : Trakea berada di tengah, tidak berdeviasi, intak, tidak
terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah
bening, JVP tidak meningkat
Thoraks
Cor :
Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis
Palpasi : Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi
Perkusi :

4
 Batas atas jantung : ICS II linea parasternal dextra
 Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
 Batas bawah kanan jantung : ICS II-IV linea parasternal
dextra
 Batas bawah kiri jantung : ICS VI lebih dari 4 cm ke
lateral dari linea mid clavicula sinistra
Auskultasi : BJ S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi : Normochest, pergerakan simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-
)

Abdomen :
Inspeksi : Dinding abdomen datar, jaringan parut/luka bekas
operasi (+), warna kulit sama dengan warna kulit
sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan (-), turgor kulit normal
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen

Ekstremitas :
Atas : Edema (-/-), CRT (<2 detik), akral dingin (-/-),
sianosis (-), turgor kulit normal
Bawah : Edema (-/-), CRT (<2 detik), akral dingin (-/-),
sianosis (-), turgor kulit normal
Status Urologi :
 Regio Costovertebralis:
Inspeksi :Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-
), hematom (-), edema (-), massa/tumor (-).

5
Palpasi : Tidak teraba massa/tumor, tidak ada nyeri
tekan pada sudut costovertebral, ballotement(-/-)
Perkusi : Tidak terdapat nyeri ketok pada
Costovertebral Angle (CVA)

 Regio Suprapubis:
Inspeksi : Tidak tampak pembesaran, warna kulit
sama dengan sekitarnya, tak tampak massa atau benjolan,
tidak ada tanda peradangan maupun luka bekas operasi.
Palpasi : Nyeri tekan (-), VU tidak teraba membesar,
tidak teraba massa keras pada kandung kemih.

II.3 DIAGNOSIS KERJA


1. Kolik renal e.c suspek batu renal
2. DM tipe 2

II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium
26 Sepember 2018, pukul 19.00 WIB

JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

ELEKTROLIT
Elektrolit (Na, K, Cl)
Natrium (Na) Darah 140 135 - 145 mEq/L
Kalium (K) Darah 4.00 3.5 - 5 mEq/L
Klorida (Cl) Darah 109 H 98 - 107 mEq/L
HEMATOLOGI
Darah Perifer Lengkap
Hemoglobin 11.3 L 13.0 - 16.0 g/dL
Hematokrit 32.8 L 40 - 48 %
Eritrosit 4.02 4.5-5.5 juta/uL
MCV 81.6(L) 82- 92 fL

6
MCH 28.1 27 - 31 pg
MCHC 34.5 32 - 36 g/dL
Trombosit 229.000 150.000 - 400.000 /uL
Leukosit 6930 5.000 - 10.000 /uL
Hitung Jenis
Basofil 0.3 0-1%
Eosinofil 5.1 H 1-3%
Neutrofil 66.6 52 - 76 %
Limfosit 28.8 20 - 40 %
Monosit 9.3 H 2-8%
RDW-CV 13.3 11.5 - 14.5 %
KIMIA KLINIK
GDS 245 H 70 - 200 mg/dL
Kreatinin Darah 51 (H) 0.6- 1.2 mg/dL
Ureum Darah 13 (H) 18- 55 mg/dL
URINALISIS
Urin Lengkap
Warna Kuning Kuning
muda
Kejernihan Keruh Jernih
Sedimen
Leukosit Penuh 0-5/LPB
Eritrosit Penuh 0-2/LPB
Silinder Negatif
Sel epitel 1+, sel
epitel gepeng
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Berat jenis 1.025 1.005-1.030
pH 6.0 4.5 - 8
Albumin 2+ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif

7
Darah / Hb 3+ Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Normal 3.4 – 17 umol/
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit esterase 3+ Negatif

B. Rontgen Thoraks
7 November 2018

Gambar. Foto Rontgen Thoraks


Kesan : kardiomegali

C. CT Scan Urografi dengan Kontras


13 Juli 2018

8
Gambar. CT Scan Urografi dengan Kontras

Hasil:
- Tampak batu staghorn di ginjal kiri
- Sistem pelvio calices kiri melebar
- Drainage ureter kiri tidak jelas
Ginjal kanan:
- Tampak batu di pool bawah ginjal kanan
- Sistem pelvio calices kanan baik
- Drainage ureter tidak jelas
Tampak masa soft tissue di sub kutan abdomen kiri setinggi ginjal kiri ukuran
6,5 x 3,4 cm dengan ada jaringan nekrotik
Tak tampak destruksi tulang
Kesan :
Nephrolitiasis kiri kanan dengan hydroneprosis kiri
Massa soft tissue abdomen kiri setinggi ginjal kiri -> suggestive abses

9
D. BNO

Kesan :
- Batu cetak ginjal kiri
- Batu opaq ginjal kanan
- Terpasang dj stent dengan posisi baik
- Suspek abses perirenal kiri

II.5 DIAGNOSIS
Batu ginjal kiri
Hipertensi

II.6 TATA LAKSANA


IVFD Ringer Laktat 500cc/8 jam
Inj ketorolac 3 x 30 mg
Inj ranitidin 2x 50mg
Pro PCNL kiri

10
II.7 FOLLOW UP

Tanggal 30 Desember 2018, pukul 13.20 WIB


S Pasien masih merasakan meriang pasca operasi
O Keadaan umum : Tampak sakit sedang, Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : TD 130/70 mmHg, N 93x/menit, S 36,7oC, RR 20x/menit, SpO2
98%
Status generalis : Dalam batas normal
Status lokalis : Tampak luka bekas operasi tertutup kasa, tidak rembes.
Urin : merah
A  Batu ginjal kiri
 Dm tipe 2
P Post PCNL
Mobilisasi miring kanan dan miring kiri
Diet biasa
Inf. Tutofusin/ 8 jam
Antibiotik
Analgetik
Vit k
Antidiabetik

Tanggal 1 Desember 2018, pukul 15.15 WIB


S Pasien masih merasakan nyeri di kemaluan karena terpasangnya kateter
O Keadaan umum : Tampak sakit sedang, Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : TD 130/80 mmHg, N 87x/menit, S 36,4oC, RR 22x/menit, SpO2
99%
Status generalis : Dalam batas normal
Status lokalis : Tampak luka bekas operasi tertutup kasa, tidak rembes.
Urin : merah muda. Produksi 1300ml
A  Batu ginjal kiri
 Dm tipe 2

11
P Post PCNL
Mobilisasi miring kanan dan miring kiri
Diet biasa
Inf. Tutofusin/ 8 jam
Antibiotik
Analgetik
Vit k
Antidiabetik

Tanggal 2 Desember 2018, pukul 8.23 WIB


S Tidak ada keluhan
O Keadaan umum : Tampak sakit sedang, Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : TD 130/70 mmHg, N 85x/menit, S 36,2oC, RR 20x/menit, SpO2
99%
Status generalis : Dalam batas normal
Status lokalis : Tampak luka bekas operasi tertutup kasa, tidak rembes.
Urin : kuning pekat. Produksi: 2000ml
A  Batu ginjal kiri
 Dm tipe 2
P Post PCNL
Mobilisasi miring kanan dan miring kiri
Diet biasa
Inf. Tutofusin/ 8 jam
Antibiotik
Analgetik
Vit k
Antidiabetik

Tanggal 3 Desember 2018, pukul 6.30 WIB


S Tidak ada keluhan

12
O Keadaan umum : Tampak sakit sedang, Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : TD 130/80 mmHg, N 78x/menit, S 36,4oC, RR 22x/menit, SpO2
99%
Status generalis : Dalam batas normal
Status lokalis : Tampak luka bekas operasi tertutup kasa, tidak rembes.
A  Batu ginjal kiri
 Dm tipe 2
P Post PCNL
Mobilisasi miring kanan dan miring kiri
Diet biasa
Inf. Tutofusin/ 8 jam
Antibiotik
Analgetik
Vit k
Antidiabetik
Aff DC

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Landasan Teori


III.1.1 Sistem Urinaria

Sumber: Sherwood, hal 493


1. Ginjal
Ginjal adalah organ yang terletak di retroperitoneum bilateral dengan
ukuran sebesar kepalan telapak tangan orang dewasa (Wein dkk., 2016: 9). Ginjal
pada orang dewasa beratnya sekitar 150 g. Ginjal didukung oleh lemak perirenal
(yang tertutup pada fasia perirenal), pedikel vaskular ginjal, tonus otot perut, dan
sebagian besar viseral abdominal. Pada potongan longitudinal, ginjal terlihat
terdiri dari korteks di bagian luar, medula di sentral, dan bagian dalam terdapat
kaliks dan pelvis. Korteks terihat homogen. Medula terdiri dari banyak piramida

14
yang dibentuk oleh kumpulan tubulus ginjal konvergen, yang mengalir ke kaliks
minor di ujung papillae (McAninch dan Lue, 2013: 1)
Nefron adalah unit fungsional dari ginjal, terdiri dari terdiri dari tubulus
yang memiliki fungsi sekretorik dan ekskresi. Bagian sekresi sebagian besar
terkandung dalam korteks dan terdiri dari korpus renalis dan bagian sekresi
tubulus ginjal yang terletak di medula. Korpus renalis terdiri dari glomerulus,
yang ada di kapsula Bowman. Bagian sekresi tubulus ginjal terdiri dari tubulus
kontortus proksimal yang berbelit-belit, lengkung Henle, dan tubulus kontortus
distal. Bagian ekskretoris nefron adalah tubulus koligentes yang nantinya akan
berlanjut ke kaliks minor (McAninch dan Lue, 2013: 3).

Sumber : Sherwood hal. 494

2. Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi
menalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Panjang ureter dewasa
sekitar 30 cm, bervariasi dalam hubungan langsung dengan tinggi individu.
Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapis oleh sel-sel transisional, otot-otot

15
polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik
(berkontraksi) guna mengeluarkan urine ke vesika urinari (Purnomo, 2003: 5).
Daerah penyempitan relatif ditemukan (1) di persimpangan ureteropelvic, (2) di
mana ureter menyilang di atas pembuluh iliaka, dan (3) di mana ia melewati
dinding kandung kemih. Ureter ditutupi oleh peritoneum posterior; bagian paling
bawah mereka melekat erat padanya, sementara bagian juxtavesical tertanam
dalam lemak retroperitoneal vaskular (McAninch dan Lue, 2013: 7).

3. Vesica Urinari
Kandung kemih adalah organ berongga yang berfungsi sebagai
penampung urin. Kandung kemih dewasa biasanya memiliki kapasitas 400-500
mL. Ketika kosong, kandung kemih dewasa terletak di belakang simfisis pubis
dan sebagian besar merupakan organ panggul. Pada bayi dan anak-anak, letaknya
lebih tinggi. Ketika sudah penuh, ia naik jauh di atas simfisis dan dapat dengan
mudah dipalpasi atau ketika distensi, seperti retensi urin akut atau kronis, dapat
menyebabkan perut bagian bawah terlihat menonjol. Ureter memasuki kandung
kemih secara posteroinferior dan oblique (McAninch dan Lue, 2013: 7-8).
Fungsi dari vesika urinari adalah menampung urine dari ureter dan
kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih)
(Purnomo, 2003: 5). Vesika urinari yang teriri penuh memberikan rangsangan
pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di medulla spinalis
segmen sacral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor,
terbukanya leher vesika urinary, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah
proses miksi (Purnomo, 2003: 7).

4.Uretra
Mukosa uretra yang melintasi kelenjar penis terbentuk dari epitel
skuamosa. Uretra dikelilingi oleh corpus spongiosum dan glans penis. Uretra
wanita dewasa memiliki panjang sekitar 4 cm dan diameter 8 mm. Ini sedikit
melengkung dan terletak di bawah simfisis pubis, anterior ke vagina (McAninch
dan Lue, 2013: 14-15).

16
Sumber: Sherwood, hlm 494.

III.1.2 Batu Saluran Kemih


Epidemiologi
Data dari lima negara Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat menunjukkan
bahwa insiden dan prevalensi penyakit batu telah meningkat dari waktu ke waktu
di seluruh dunia. Kejadian peristiwa batu pertama kali dari 54,2 per 100.000 pada
tahun 1965 menjadi 114,3 per 100.000 pada tahun 2005. Usia insidensi puncak
bergeser pada pria dari 20 sampai 49 tahun pada 1965 menjadi 30 hingga 69 tahun
pada tahun 2005 dan pada wanita dari 20 hingga 29 tahun pada tahun 1965
menjadi 50 hingga 79 tahun pada tahun 2005 (Wein dkk., 2016: 1170).

Faktor Resiko
Secara historis, penyakit batu lebih mempengaruhi pria daripada wanita
dengan perbandingan 3:1 (Wein dkk., 2016: 1170). Hal tersebut dipengaruhi oleh
estrogen. Estrogen telah diketahui memiliki efek perlindungan terhadap
pembentukan batu pada wanita premenopause, karena estrogen dapat

17
meningkatkan penyerapan kalsium ginjal dan mengurangi resorpsi tulang.
Prevalensi tertinggi penyakit batu pada kulit putih, diikuti oleh Hispanik, Asia,
dan Afrika-Amerika, yang memiliki prevalensi masing-masing 70%, 63%, dan
44% (Wein dkk., 2016: 1171). Insiden puncak batu saluran kemih dari usia 60
hingga 69 tahun pada pria, dan pada wanita 30 hingga 39 tahun dan 60 hingga 69
tahun (Wein dkk., 2016: 1171).
Prevalensi penyakit batu yang lebih tinggi ditemukan di iklim panas atau
kering seperti pegunungan, gurun, atau daerah tropis. Paparan panas dan dehidrasi
juga merupakan faktor risiko kerja untuk penyakit batu (Wein dkk., 2016: 1172).
Hubungan ukuran tubuh dan insiden penyakit batu telah banyak diteliti. Menurut
studi kohort prospektif yang dilakukan subyek dengan IMT yang lebih tinggi
mengeluarkan lebih banyak oksalat urin, asam urat, natrium, dan fosfor
dibandingkan dengan IMT yang lebih rendah (Wein dkk., 2016: 1172).
Sejumlah peneliti telah mengeksplorasi hubungan antara hipertensi dan
batu ginjal. Meningkatnya asupan makanan dari zat-zat yang terkait dengan
hipertensi dan penyakit batu, termasuk kalsium, natrium, dan kalium, telah
diusulkan sebagai penjelasan yang memungkinkan (Wein dkk., 2016: 1173).

Etiologi dan Patogenesis


Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh salurah kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine),
yaitu pada kalises ginjal dan vesika urinary (Purnomo, 2003: 77). Pembentukan
batu berhubungan dengan adanya supersaturasi urin. Supersaturasi bergantung
pada pH urin, kekuatan ikatan ionik, konsentrasi zat terlarut, dan faktor kompleks
yang mempengaruhi beberapa jenis ion yang spesifik (McAninch dan Lue, 2013:
249).
Hubungan antara konsentrasi zat terlarut dengan terbentuknya batu sangat
jelas. Semakin besar konsentrasi ion, maka kemungkinan ion akan mengendap
akan semakin tinggi. Apabila konsentrasi ion meningkat, ion akan mencapai suatu
titik yang disebut solubility product (Ksp). Bila konsentrasi ion meningkat diatas
titik ini, maka akan dimulai proses perkembangan kristal dan nukleasi (McAninch
dan Lue, 2013: 249).

18
Teori nukleasi menegaskan bahwa batu saluran kemih terbentuk dari
kristal-kristal atau benda asing dari urin yang kadarnya jenuh. Kristal-kristal yang
saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian
akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan- bahan lain sehingga menjadi
Kristal yang lebih besar (Purnomo, 2003: 77). Akan tetapi, batu tidak selalu
terbentuk dari pasien yang tinggi tingkat eksresinya atau beresiko dehidrasi.
Teori inhibitor kristal merupakan teori lain pada pembentukan batu.
Menurut teori ini, batu terbentuk karena rendahnya konsentrasi ion-ion yang
menjadi inhibitor alami dari batu tersebut seperti magnesium, sitrat dan pirofosfat
(McAninch dan Lue, 2013: 250). Ion magnesium dikenal dapat menghambat
pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam
magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium
untuk membentuk kalsium oksalat menurun. Demikian juga untuk sitrat dan
pirofosfat (Purnomo, 2003: 78).
Bahan utama pembentuk batu adalah komponen kristalin. Terdapat
beberapa tahap dalam pembentukan kristal yaitu nukleasi, growth, dan agregasi.
Nukleasi merupakan awal dari proses pembentukan batu dan dipengaruhi oleh
berbagai substansi seperti matriks proteinaceous, benda asing, dan partikel lain.
Nukleasi heterogen (epitaxy) merupakan jenis nukleasi yang umum terjadi pada
pembentukan batu. Hal ini disebabkan nukleasi heterogen membutuhkan energi
yang lebih sedikit daripada nukleasi homogen. Sebuah tipe kristal akan menjadi
nidus untuk nukleasi tipe kristal lain, contohnya kristal asam urat akan menjadi
nidus untuk nukleasi kalsium oksalat (McAninch dan Lue, 2013: 250).
Komponen matriks pada batu bervariasi tergantung jenis batu. Komponen
matriks biasanya hanya 2-10% dari berat batu tersebut. Komposisi matriks yang
dominan adalah protein dengan sedikit hexose atau hexosamine. Peran matriks
pada inisiasi pembentukan batu masih belum diketahui secara sempurna. Matriks
dapat berperan sebagai nidus untuk agregasi kristal atau sebagai perekat
komponen-komponen kristal kecil (McAninch dan Lue, 2013: 250).
Beberapa jenis ion yang berperan dalam pembentukan batu saluran kemih,
diantaranya (McAninch dan Lue, 2013: 251-252):

19
1. Kalsium. Merupakan yang paling sering ditemukan pada kristal batu
saluran kemih. Lebih dari 95% kalsium akan terfiltrasi di glomerulus dan
direabsorbsi kembali di tubulus proksimal, tubulus distal, dan dalam
jumlah kecil di tubulus kolektivus. Kurang dari 2% akan diekskresikan
keluar melalui urin. Obat diuretik akan menyebabkan kondisi hipokalsiuria
sehingga terjadi penurunan ekskresi kalsium.
2. Oksalat. Merupakan produk normal hasil metabolisme. Pada kondisi
normal, sekitar 10-15% oksalat akan ditemukan di dalam urin yang
terbentuk oleh karena faktor diet makanan. Ekskresi normal oksalat dalam
urin berkisar antara 20-45 mg/hari dan tidak berpengaruh terhadap usia.
Hiperoksaluria bisa terjadi pada pasien yang menderita gangguan saluran
pencernaan bawah, terutama pada inflammatory bowel disease, small
bowel resection, dan bowel bypass. Sekitar 5-10% pada penderita ini akan
terbentuk batu ginjal. Makanan yang mengandung kadar oksalat yang
tinggi diantaranya adalah teh, coklat, bayam, berry, kacang, merica, dll.
3. Fosfat. Merupakan buffer yang penting dan merupakan ion yang sering
berikatan dengan kalsium dalam pembentukan batu. Ekskresi dari fosfat
pada usia dewasa berkaitan dengan diet makanan yang mengandung fosfat,
seperti daging, produk susu, dan sayur-sayuran. Fosfat dalam jumlah kecil
akan terfiltrasi di glomerulus dan direabsorbsi utama pada tubulus
proksimal, namun adanya hormon paratiroid dapat juga menghambat
proses reabsorpsi ini.
4. Asam urat. Merupakan produk hasil metabolisme purin, nilai pKa (kadar
keasaman yang ditandai dengan atom hidrogen dalam molekul) asam urat
adalah 5,75. Sekitar 10% asam urat ini akan lolos dari proses filtrasi dan
akhirnya dikeluarkan pada saat miksi.
5. Natrium. Walaupun bukan penyusun utama dalam proses pembentukan
batu saluran kemih, natrium berperan penting dalam mengatur proses
kristalisasi garam kalsium dalam urin. Konsumsi diet yang tinggi natrium
akan meningkatkan jumlah ekskresi kalsium dalam urin. Sebaliknya,
konsumsi diet natrium yang rendah akan membantu menurunkan angka
pembentukan batu kalsium kembali.

20
6. Sitrat. Sitrat memegang kunci peranan utama dalam pencegahan
pembentukan batu kalsium. Keadaan metabolik asidosis oleh karena
puasa, hipokalemia atau hipomagnesemia, akan menurunkan pengeluaran
sitrat dalam urin. Hormon estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan
menjadi faktor yang menurunkan insidensi terbentuknya batu pada wanita,
terutama pada saat kehamilan. Kondisi alkalosis akan meningkatkan
ekskresi sitrat.
7. Magnesium. Konsumsi diet magnesium yang rendah berhubungan dengan
peningkatan insidensi terbentuknya batu saluran kemih. Magnesium
merupakan komponen dari batu struvit. Namun mekanisme pasti
hubungan magnesium dengan proses pembentukan batu masih belum
diketahui. Konsumsi suplemen magnesium juga tidak dapat mencegah
proses pembentukan batu.
8. Sulfat. Sulfat dapat membantu mencegah pembentukan batu dengan
berikatan dengan kalsium sehingga menghalangi proses pembentukan
kalsium dengan ion lainnya.

Batu saluran kemih dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (Wein dkk., 2016:
1182):
1. Batu kalsium (kalsium oksalat, hydroxyapatite, brushite)
2. Batu non-kalsium (asam urat, struvit, cystine, triamterene, silica,
2,8-Dihydroxyadenine).

Berdasarkan etiologinya, klasifikasi batu adalah (Wein dkk., 2016: 1182-1196;


Purnomo, 2003: 80-81):

21
a) Batu kalsium
- Hiperkalsiuria; didefinisikan sebagai ekskresi kalsium dalam urin
yang melebihi 4 mg/kg/hari atau lebih dari 7 mmol/hari pada
lakilaki dan 6 mmol/hari pada perempuan.
- Hiperoksaluria; penyebabnya adalah gangguan tahapan biosintesis
(hiperoksaluria primer), malabsorpsi saluran cerna yang
disebabkan oleh inflammatory bowel disease, dan konsumsi
oksalat yang tinggi.
- Hiperurikosuria; didefinisikan sebagai kadar asam urat dalam urin
yang melebihi 600 mg/hari. Penyebabnya adalah konsumsi purin
yang tinggi dan penyakit yang didapat atau herediter.
- Hipositraturia; keseimbangan asam basa sangat berpengaruh besar
terhadap ekskresi sitrat dalam urin, seperti asidosis metabolik akan
mengurangi kadar sitrat dalam urin. Sebaliknya, pada keadaan
alkalosis kadar sitrat dalam urin akan meningkat, diikuti
peningkatan kadar hormon paratiroid, estrogen, growth hormone,
dan vitamin D.
- pH urin yang rendah; segala gangguan yang mengakibatkan
penurunan pH urin akan memicu terbentuknya batu.
- Asidosis tubular ginjal (Renal Tubular Acidosis); ditandai dengan
kerusakan tubular ginjal dalam sekresi ion hidrogen atau reabsorpsi
bikarbonat.
b) Batu asam urat
Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan
metabolisme endogen di dalam tubuh. Asam urat relatif tifak larut di
dalam urine sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk
kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor yang
memperngaruhi terbentuknya batu asam urat antara lain 1) urine yang
terlalu asam (pH urine <6 ), 2) volume urin yang jumlahnya sedikit atau
dehidrasi, 3) kadar asam urat yang tinggi.
c) Batu sistin

22
Beberapa faktor dapat memengaruhi kelarutan sistin termasuk konsentrasi
sistin, pH, ikatan ionik, dan makromolekul urin.
d) Batu infeksi
Komposisi utama batu infeksi adalah magnesium amonium, fosfat
heksahidrat (MgNH4PO4 • 6H2O) dan dapat terkandung kalsium fosfat
dalam pembentukan karbonat apatit (Ca10[PO4]6 • CO3).
e) Batu lainnya
- Xanthine dan Dihydroxyadenine Stones
- Ammonium Acid Urate Stones
- Matrix Stones
f) Batu oleh karena obat-obatan
- Secara langsung: Indinavir stones, Triamterene stones,
Guaifenesin, Ephedrine, dan Silicate stones.
- Secara tidak langsung: kortikostreoid, vitamin D, dan jenis antasida
yang mengikat fosfat.

Manifestasi Klinis
Kolik ginjal dan nyeri ginjal non-kolik adalah dua jenis nyeri yang
berasal dari ginjal. Kolik ginjal biasanya disebabkan oleh peregangan sistem
pelviokalises atau ureter, sementara nyeri ginjal non-kolik disebabkan oleh
distensi kapsul ginjal. Kolik ginjal relatif konstan. Pasien dengan batu ginjal
mengalami nyeri terutama karena obstruksi yang mendesak. Namun, ada
kontribusi lain pada persepsi nyeri pada pasien dengan batu ginjal yaitu
mekanisme lokal seperti peradangan, edema, hiper-peristaltik, dan iritasi mukosa
(McAninch dan Lue, 2013: 257).
Dalam ureter, nyeri lokal mengacu pada distribusi saraf ilio- inguinalis
dan cabang genital nervus genitofemoral. Sebagian besar batu saluran kemih
dengan onset akut disebabkan karena obstruksi dan distensi saluran kemih atas.
Keparahan dan lokasi nyeri dapat bervariasi karena ukuran batu, lokasi batu,
tingkat obstruksi, ketajaman obstruksi, dan variasi dalam anatomi individu.
Besarnya batu tidak berhubungan dengan tingkat keparahan gejala. Batu ureter
kecil sering muncul dengan rasa sakit yang parah, sementara batu staghorn yang

23
besar dapat muncul dengan nyeri tumpul atau ketidaknyamanan panggul
(McAninch dan Lue, 2013: 257).
Batu pada kaliks ginjal menyebabkan rasa sakit yang dalam dan tumpul
di bagian panggul atau punggung yang dapat bervariasi dalam intensitas dari
yang parah hingga ringan. Rasa sakit dapat bertambah parah setelah mengonsumsi
sejumlah besar cairan. Pada obstruksi pelvis ginjal dengan diameter batu diatas 1
cm, nyeri akan muncul pada sudut costovertebra. Nyeri yang timbul dapat berupa
nyeri yang tumpul sampai nyeri yang tajam yang konstan dan tidak tertahankan,
dan dapat merambat ke flank dan daerah kuadran abdomen ipsilateral (McAninch
dan Lue, 2013: 258).
Obstruksi di proximal ureter menimbulkan nyeri pada sudut
kostovertebra yang kuat dan dapat merambat sepanjang dermatom dari saraf
spinal yang terpengaruh. Pada obstruksi ureter bagian atas, nyeri merambat ke
daerah lumbal, sementara pada obstruksi midureter nyeri merambat ke daerah
lower abdomen. Obstruksi di ureter bagian distal cenderung menyebabkan nyeri
yang merambat ke daerah lipat paha dan testis pada pria atau labia mayora pada
wanita. Rambatan nyeri tersebut dihantarkan melalui nervus ilioinguinal atau
cabang genital dari nervus genitofemoral (McAninch dan Lue, 2013: 258).

24
Pasien sering mengakui adanya hematuria berselang atau sesekali urine
berwarna teh (old blood). Demam yang berhubungan dengan batu saluran kemih
menunjukkan suatu kondisi yang gawat darurat. Demam merupakan salah satu
dari gejala sepsis selain takikardi, hipotensi dan vasodilatasi. Sementara itu, mual
dan muntah dapat terjadi (McAninch dan Lue, 2013: 259-260).

Diagnosis
1. Anamnesis
Dibutuhkan evaluasi yang tepat dan riwayat medis yang menyeluruh. Sifat
nyeri harus dievaluasi, termasuk onsetnya, karakteristik, dan aktivitas yang
memperberat atau meredakan nyeri, mual dan muntah terkait atau
hematuria, dan riwayat nyeri yang serupa (McAninch dan Lue, 2013: 264).

25
2. Pemeriksaan Fisik
Nyeri renal kolik menyebabkan pasien takikardi, berkeringat, dan mual
sering terjadi. Nyeri ketok costovertebral angle dapat ditemukan. Massa
abdominal dapat teraba pada pasien dengan obstruksi saluran kemih
jangka panjang dan hidronefrosis berat. Demam, hipotensi, dan
vasodilatasi cutaneus dapat ditemukan pada pasien urosepsis (McAninch
dan Lue, 2013: 264-265).
3. Pemeriksaan Penunjang (McAninch dan Lue, 2013: 265-266).
- Laboratorium
- CT Scan
Non Contrast Computed Tomography (NCCT) telah menjadi standar
dalam mendiagnosa nyeri akut menggantikan Intravenous Urography
(IVU) yang telah menjadi standar baku selama bertahun-tahun. NCCT
juga dpat digunakan untuk diagnosa kelainan peritoneal dan
retroperitoneal dan membantu bila diagnosa belum pasti. NCCT dapat
mendeteksi batu asam urat dan batu xanthine yang bersifat radiolucent
pada foto polos.
- Intravenous pyelography
IVP dapat memperlihatkan batu di saluran kemih dan anatomi saluran
bagian atas.
- Tomography
Renal tomography berguna untuk mengidentifikasi calculi di ginjal
apabila posisi oblique tidak membantu.
- KUB films dan directed ultrasonography
KUB film dan renal ultrasound sama efektifnya dengan IVP.
- Retrograde pyelography
- MRI
MRI kurang efektif untuk mendiagnosis batu saluran kemih.
- Nuclear scintigraphy

Diagnosis Banding (McAninch dan Lue, 2013: 263).


1. Appendisitis akut

26
2. Kehamilan ektopik
3. Kista ovarium terpuntir
4. Diverticular disease
5. Obstruksi usus
6. Batu empedu
7. Acute renal artery embolism
8. Aneurisma aorta abdominal
Pencegahan
Secara umum, 50% pasien mengalami kekambuhan batu saluran kemih
dalam 5 tahun tanpa pencegahan. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain
asupan cairan sebanyak 1,5-2 L dalam 24 jam. Cairan juga harus adekuat saat
makan. Untuk tambahan, asupan cairan harus ditingkatkan sekitar 2 jam setelah
makan. (McAninch dan Lue, 2013: 273).

Penatalaksanaan
Ada beberapa teknik dan intervensi yang dapat dilakukan pada pengeluaran
batu, diantaranya (McAninch dan Lue, 2013: 266-273):
1. Observasi konservatif
Kebanyakan batu yang berada di ureter bisa lolos dan dikeluarkan tanpa perlu
dilakukan intervensi. Keluarnya batu secara spontan sangat bergantung kepada
ukuran batu, bentuk batu, lokasi terbentuknya batu, dan ada tidaknya hubungan
dengan edema pada saluran ureter. Ukuran batu 4-5 mm memiliki peluang 40-
50% untuk secara spontan dikeluarkan. Sebaliknya batu yang ukurannya >6 mm
memiliki peluang <5% untuk keluar secara spontan. Rata-rata batu akan keluar
dalam kurun waktu 6 minggu sejak timbulnya gejala. Batu ureter yang berada di
bagian distal ureter menunjukkan peluang keluar secara spontan sebesar 50%.
Namun pada bagian tengah dan proksimal ureter sebesar 25% dan 10%.
2. Penggunaan bahan disolusi (Dissolution Agents)
Metode ini dapat dilakukan, seperti mengasamkan dan membasakan urin,
namun sangat bergantung kepada luas permukaan batu, tipe batu, volume cairan
irigasi, dan cara intervensinya.
3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

27
Secara teori, teknik ini didasarkan pada pemecahan batu menjadi fragmen-
fragmen yang lebih kecil (sehingga dapat dikeluarkan secara spontan melalui
urin) dengan gelombang kejut yang diberikan dari luar tubuh dan difokuskan
secara lokal pada batu.
4. Ekstraksi batu dengan uteroskopi
Dengan menggunakan kaliber uteroskopi ukuran kecil dan mengembangkan
balon sehingga mendilatasi saluran ureter agar batu dapat keluar, namun teknik
ini hanya memiliki tingkat keberhasilan tinggi pada batu yang terbentuk di distal
ureter saja.
5. Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)
Suatu teknik operasi secara perkutan yang dilakukan untuk mengevakuasi
batu ginjal dan batu ureter yang terbentuk di proksimal ureter dengan ukuran
yang lebih besar (>2,5 cm), dan merupakan terapi alternatif jika tidak berhasil
dengan terapi ESWL.
6. Operasi terbuka
Metode ini merupakan metode klasik yang banyak digunakan untuk
mengevakuasi batu, namun angka morbiditas sangat tinggi akibat perlakuan ini.
7. Medikamentosa
a. Alkalinizing pH agents
Potassium sitrat 60 mEq terbagi dalam 3 atau 4 kali sehari. Sodium dan
potassium bikarbonat, jus jeruk, dan lemon merupakan alternatif alkali agent.
b. Gastrointestinal absorption inhibitor
c. Suplemen Fosfat
d. Diuretik
e. Suplemen kalsium
f. Obat asam urat

28
BAB IV
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Pembahasan
Ny. I, 58 tahun, datang ke RSUP Persahabatan dengan keluhan nyeri
pinggang kiri sejak 2 minggu SMRS. Semakin hari nyerinya semakin terasa hebat.
Nyeri yang dirasakan tidak menjalar dan tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Terdapat beberapa faktor resiko yang mempermudah terjadinya batu saluran
kemih pada seseorang. Pada pasien ini ditemukan adanya faktor resiko, umur:
penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-69 tahun (pasien berumur 58
tahun. Selain itu terdapat faktor lain, yaitu zat yang dikonsumsi oleh pasien.
Pasien mengaku dahulu saat masih muda sering mengonsumsi jamu-jamuan yang
sangat kental dan jarang minum air putih. Hal ini dapat meningkatkan insiden batu
saluran kemih.
Secara umum, nyeri pada area pinggang maupun perut sebelah kanan
dapat bersumber dari gangguan pada sistem digestif, sistem urinaria, dan sistem
muskuloskeletal. Hal ini karena nyeri pada pinggang kanan bukanlah gejala khas,
banyak sekali penyakit-penyakit yang ditandai dengan nyeri pinggang. Lokasi
spesifik nyeri, jenis, sifat, onset serta keluhan penyerta nyeri akan sangat
membantu mengkerucutkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis. Sensasi nyeri
pada flank area (antara abdomen atas dan pinggang) menandakan bahwa sumber
nyeri berasal dari area retroperitoneal, paling sering akibat regangan kapsul ginjal.
Hal ini diperkuat dengan disangkalnya keluhan yang biasanya menyertai penyakit
saluran cerna seperti mual, muntah, dan gangguan BAB. Gejala pasien yang lain
seperti adanya nyeri saat buang air kecil dapat menunjukkan adanya infeksi di
saluran kemih.
Berdasarkan pemeriksaan fisik status generalis didapatkan penderita
tampak sakit sedang, tanda vital dalam batas normal, pupil isokor dengan refleks
cahaya positif. Leher, KGB, paru-paru, jantung, thoraks dan ekstremitas tidak
ditemukan kelainan. Pada regio costovertebrae angle dextra dan sinistra nyeri
ketok negatif. Temuan ini bukan berarti tidak adanya masalah pada ginjal
penderita. Hasil pemeriksaan ini didapatkan ketika pasien sudah mendapatkan

29
obat anti nyeri. Hal ini juga tidak begitu saja menyingkirkan kemungkinan
penyakit saluran cerna dan masalah muskuloskeletal. Sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang yang sesuai. Hal ini akan membantu memutuskan terapi
apa yang akan diberikan. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah
leukosit darah yang normal, serta sedimen leukosit yang penuh di urin pasien,
namun tidak ditemukan adanya bakteri. Hasil ini menunjukkan tidak adanya
infeksi saluran kemih pada pasien.
Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada pasien yang dicurigai
mempunyai batu. Hampir semua batu saluran kemih merupakan batu radioopaque.
Pada kasus ini sudah tepat dilakukan pemeriksaan CT Scan Urografi sehingga
diagnosis bisa ditegakkan. Hasil CT Scan Urografi tampak batu staghon di ginjal
kiri. Pada kasus ini penatalaksanaan yang diberikan di rumah sakit ialah terapi
konservatif dengan rencana terapi operatif. Terapi konservatif yang diberikan
berupa rehidrasi cairan maintenance dengan infus tutofusin 500cc/8 jam,
pengendalian nyeri pinggang dengan analgesik kuat (ketorolac injeksi 3 x 30 mg),
mengatasi kemungkinan infeksi dengan antibiotik (ceftriaxone injeksi 1 x 2 gram).
Adapun rencana terapi operatif yang dilakukan dengan teknik PCNL untuk
mengangkat batu pada kasus ini. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat yakni
terapi konservatif terlebih dahulu kemudian direncanakan operasi pengangkatan
batu ginjal dan batu ureter. Terapi PCNL dipilih karena batu di ginjal staghon
>2cm.

B. Kesimpulan
Telah ditegakkan diagnosis batu ginjal kiri pada pasien Ny. I, 58 tahun, atas
dasar pertimbangan aspek klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik), laboratorium,
dan radiologi. Klinis dan radiologi menunjukan keadaan batu ginjal. Pasien
mendapatkan terapi konservatif dan direncanakan terapi operatif pengangkatan
batu dengan PCNL

30
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2002. Statistik Rumah Sakit di Indonesia. Seri 3, Morbiditas dan
Mortalitas Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
www.yanmedikdepkes.net
McAninch, J.W, dan Lue, T.F. 2013. Smith & Tanagho’s General Urology. 18th
Ed. The McGraw Hill, New York.
Purnomo, B.S. 2003. Dasar-Dasar Urologi, Cetakan kedua, Jakarta.
Sherwood L. 2016. Human Physiology: From Cells to Systems, Ninth Edition,
USA.
Wein, J.A., Kavousi, R.L., Partin, A.W., dan Peters, C.A. 2016. Campbell-Walsh
Urology. 11th Ed. Elsevier, Philadelphia

31

Anda mungkin juga menyukai