Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lempung merupakan salah satu sumber daya alam yang ketersediaannya

sangat melimpah di permukaan bumi. Oleh karena itu, perlu dilakukan karakterisasi

dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) untuk melihat tingkat kekristalan dan

komposisi fasa dan Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy

(SEM-EDS) untuk menentukan variasi komposisi, struktur mikro dan senyawa kimia

yang terkandung dalam Lempung. Dengan adanya informasi tersebut, maka Lempung

yang ada di daerah ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk berbagai

aplikasi yang sesuai dengan karakteristik masing-masing Lempung sehingga

mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan.

Clay atau Lempung adalah bahan baku yang melimpah yang memiliki berbagai

kegunaan yang menakjubkan dan sifatnya sangat tergantung pada struktur mineral

dan komposisinya. Sifat fisik dan kimia dari mineral Lempung menentukan

pemanfaatannya dalam proses industri. Tanah liat digunakan dalam proses industri,

seperti dalam aplikasi pertanian, di bidang teknik dan aplikasi konstruksi, geologi.

Istilah tanah liat mengacu pada bahan alami yang terdiri dari mineral dengan

butiran halus biasanya mengandung phyllosilicates. Berdasarkan struktur dan

komposisi kimia, mineral Lempung dapat dibagi atas tiga kelompok kandites dengan

struktrur yang mirip dengan struktur kaolin, smectites dengan struktur yang mirip

dengan struktur pyrophyllite, dan illites dengan struktur yang mirip dengan struktur

muscovite. Kandites terdiri atas kaolinite, halloysite, dickites, dan nacrite. Kaolinite

ditemukan sebagai unsur pokok umum tanah dan sedimen. Mineral yang lain disebut

smectites, klasifikasi ini dibagi ke dalam jenis dioctahedral dan trioctahedral. Kelompok

mineral yang terakhir yaitu Illites memiliki struktur yang mirip dengan muscovite.

1
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan mineral Lempung?

2. Bagaimana karakterisasi mineral Lempung?

3. Bagaimana cara analisis senyawa menggunakan metode SEM-EDX?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui mineral Lempung.
2. Mengetahui karakterisasi mineral Lempung
3. Mengetahui dan memahami cara analisis senyawa menggunakan metode SEM-

EDX

1.4 Manfaaf

Manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Dapat memperoleh pengetahuan tentang karakterisasi bahan tambang dengan

baik.
2. Dapat mengetahui mineral Lempung
3. Dapat mengetahui karakterisasi mineral Lempung
4. Dapat mengertahui cara analisis senyawa menggunkan tambang dengan baik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mineral Lempungan

Tanah Lempung atau soil merupakan ibu dari bumi (mother earth) atau sebagai

pendukung dari bumi dimana manusia dan hewan serta tumbuhan berpijak. Tanah dari

desintegrasi batuan atau dari hasil pelapukan batuan keras baik dari Batupasir

(sandstone) maupun dari batuan lainnya, yang mempunyai sifat absorbs dan kembang

susut, hal ini merupakan sifat dapat merusak. Namun demikian tidak semua jenis

2
tanah yang mempunyai sifat negatif, tergantung batuannya dan jenis pelapukannya,

juga oleh pengaruh iklim, waktu dan topografi (I.Ince* dan A. Özdemir, 2010).

Mineral Lempung (clay mineral) merupakan kelompok mineral penyusun pada

batuan sedimen, dengan jumlah hampir 40%, juga sebagai unsur utama tanah ( soil).

Istilah clay digunakan di Amerika Serikat dan International Society of Soil

Science,untuk menyatakan suatu batuan atau partikel mineral yang terdapat pada

tanah berukuran butir kurang dari 0.002 mm, sedangkan menurut Pettijohn (1987),

Lempung merupakan besar butir dalam skala Wentworth berukuran 1/256 atau 0.0039

mm.

Menurut Heine,dkk.(2010) bahwa mineral Lempung merupakan komponen

yang paling umum dari semua sedimen, dan mineral Lempung dapat ditemukan

sebagai penyusun tanah dari kutub hingga ke daerah khatulistiwa. Mineral Lempung

yang dihasilkan oleh transformasi batuan induk dengan pemilahan fisik dan kimia

tanpa modifikasi unsur dari mineralnya, dan oleh pelapukan kimia menyebabkan

transformasi mineral primer dengan pembentukan mineral Lempung sekunder. Mineral

Lempung sekunder membentuk suatu kompleks pelapukan yang mengakibatkan

pembentukan tanah. Pengembangan tanah dan mineral Lempung dipengaruhi oleh

iklim, vegetasi, fauna dan aktivitas manusia, litografi, bentang alam, air interflow,

waktu.

Oleh karena itu, mineral Lempung dapat digunakan sebagai petunjuk

menentukanbatuan induknya dan kondisi iklim selama pembentukannya. Pembentukan

mineral Lempung (Sugeng 1990), dapat terjadi melalui dua proses yaitu (1) alterasi

fisik dan kimia dari mineral primer (2) pelapukan dari mineral yang segera diikuti

penghabluran kembali bahan yang telah lapuk menjadi mineral Lempung. Mineral Illite

mewakili hidrous mika terbentuk dari muskovit bila keadaannya memungkinkan lewat

proses alterasi. Alterasi muskovit menjadi illit disebabkan sejumlah K + hilang dari

3
struktur kristal dan molekul air menggantikannya, hingga menyebabkan kisi-kisinya

kurang mantap pada saat proses hancuran berlangsung. Hilangnya K + yang terus

menerus dan penggantian Al3+ oleh Mg2+ yang berlangsung dalam lapisan Al3+ akan

berakhir dengan terbentuknya montmorilonit. Dalam beberapa hal illit dapat terbentuk

dari mineral primer seperti K-feldspar,yang melalui proses penghabluran kembali

dimana K+ dijumpai dalam bentuk banyak. Klorit terbentuk melalui proses alterasi biotit

atau mika yang kaya Fe dan Mg. Perubahan itu dibarengi dengan hilangnya sejumlah

Mg2+, K+, dan Fe2+.

Menurut Bambang, dkk. (2006), bahwa ditinjau dari mineralogi Lempung terdiri

dari berbagai macam penyusun mineral yang mempunyai ukuran sesuai dengan

batasan yang ada. Mineral Lempung merupakan koloid dengan ukuran sangat kecil

(kurang dari 1 mikron). Masing-masing koloid terlihat seperti lempengan-lempengan

kecil yang terdiri dari lembaran-lembaran kristal yang memiliki struktur atom yang

berulang (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 (a) Struktur Silika tetrahedron (b) Struktur Alumina oktahedron (Encyclopdia
Britannica dalam Grim, 2013).

2.1.1 Jenis-Jenis Lempung

Terdapat 3 (tiga) tipe utama mineral Lempung diantaranya ( kaolinite group,

smectite group (montmorilonit), Illite group) yaitu:

a. Kaolinite, merupakan mineral silikat berlapis, struktur mineral satu banding satu

(1:1) merupakan lembaran alumina oktahedran (gibbsite) membentuk satu unit

4
dengan tebal 7 .15Å (1Å=10-10 nm), berwujud seperti lempengan tipis. Mineral

kaolinit berwujud seperti lempengan-lempengan tipis, masing-masing dengan

diameter 1000Å sampai 20000Å dan ketebalan dari 100Å sampai 1000Å dengan

luasan spesifik perunit massa ±15 m2/gr. Kaolinit memiliki kapasitas shrink-

mengembang rendah, sehingga tidak dapat mengabsorpsi air dan kapasitas

tukar kation rendah (1-15 meq/100g). Biasanya disebut oleh masyarakat tanah

Lempung putih atau tanah liat putih merupakan endapan residual.

Gambar 2.2 Struktur 1:1 Kaolinit (Encyclope dalam Britannica dalam


Grim, 2013).
b. Montmorilonite, termasuk kelompok mineral smektit,struktur mineral 2:1. Tebal

satu satuan unit adalah 10Å-18Å, mempunyai beberapa sifat yang spesifik

sehingga keberadaannya dapat mempengaruhi sifat fisik dan sifat kimia tanah.

Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2.

Karena struktur inilah montmorillonit dapat mengembang menyusut menurut

sumbu c, dan mempunyai sifat penting lainnya yakni mempunyai muatan

negatif (negative charge), yang menyebabkan mineral ini sangat reaktif

terhadap lingkungan. Mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi, dan

kemampuannya yang dapat mengembang bila basah ataupun menyusut bila

kering. Pembentukan mineral smektit memerlukan kondisi sebagai berikut


1. Curah hujan harus cukup untuk menyebabkan terjadinya pelapukan, tapi

tidak menyebabkan pencucian basa-basa dan silica.


2. Adanya masa-masa kering yang diperlukan untuk kristalisasi smektit.

5
3. Drainage yang terhambat sehingga terhindar dari proses pencucian dan

hilangnya bahan-bahan hasil pelapukan; serta


4. Suhu tinggi untuk menunjang proses pelapukan (Driessen and Dudal, 1989

dalam Bambang dkk, 2006)


c. Illite, terdiri atas satu lapisan alumina antara dua lapisan silika, tebal satu

satuan unit adalah 10Å, tidak berubah jika diberi larutan glycol, struktur satuan

kristalnya 2:1,hampir sama dengan montmorillonit.


d. Halloysite, termasuk dalam kelompok kaolinit, struktur mineral satu banding

satu (1:1), terdiri dari 1 lembar oktahedral dan 1 lapisan tetrahedral serta

satuan unitnya 10Å

Gambar 2.3 Struktur Kristal Haloisit

Disamping tiga jenis mineral Lempung tersebut mineral-mineral Lempung

lainnya (Hermawan dkk, 2003) yang sering dijumpai adalah Vermiculite dan Chlorite.

2.1.2 Struktur Lempung

Mineral Lempung terdiri dari silicon, aluminium, magnesium, oksigen dan hydrogen.

Beberapa tanah Lempung memiliki sodium potassium atau kalsium. Struktur atom

mineral Lempung terdiri dari dua unit structural yaitu (Das, 1998):

1. Tetrahedron/Silica sheet

Tetrahedron/Silica sheet merupakan gabungan dari Silica Tetrahedroni yang

terdiri dari empat atom oksigen dan mengelilingi satu atom silikon. Kombinasi

ini membentuk lempeng siliika Silica sheet

6
Gambar 2.4 a. Tetrahedron dan b. Silica Sheet

2. Octahedron/Alumina sheet

Octahedron/Alumina sheet merupakan gabungan dari Alumina Octahedron

yang terdiri dari enam gugus hidroksil yang mengelilingi sebuah atom

aluminium. Kombinasi ini membentuk lempeng gibbsite (gibbsite sheet) atau

bisa juga dikatakan brucite (brucite sheet) bila atom Al diganti dengan atom

Mg.

Gambar 2. 5 c. Oktohedran dan d. Alumina Sheet

Lembaran tetrahedran dan oktohedran bersama-sama membentuk lapisan,

masing-masing lapisan terbentuk melalui gaya Van Der Walls, gaya elektostatis

serta ikata hydrogen, antara lapisan satu dengan lapisan yang lainnya memiliki

7
ruang yang dapat dihuni oleh sejumlah kation, molekul air maupun molekul

lainnya.

Gambar 2.6 Struktur Satuan Kristal Mineral Lempung (Oliver, 2013).

Sebagian besar Lempung terdiri dari partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis

(tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskop biasa), berbentuk

lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika group, serpentinite group,

mineral-mineral Lempung (clay mineral) dan mineral yang sangat halus lainnya

2.2. Scanning Electron Minroscope- Energy Dispersive X-Ray

2.2.1 (Scanning Electron Minroscope)

SEM (Scanning Electron Minroscope) adalah sebuah mikroskop yang dapat

melakukan perbesaran objek sampai 2 juta kali. Mikroskop ini menggunakan

elektrostatik dan elektromagnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan

gambar serta memiliki kemampuan perbesaran objek serta resolusi yang jauh lebih

bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron menggunakan jauh lebih banyak

energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya

(Anonymous, 2012).

8
Gambar 2.7 Instrumen SEM-EDX (Martinez, 2010)

Elektron memiliki resolusi lebih bagus dibandingkan cahaya. Cahaya hanya

mampu mencapai 200 nm sedangkan elektron mencapai resolusi sampai 0.1-0.2 nm.

Berikut perbandingan hasil gambar mikroskop cahaya dan mikroskop elektron.

Gambar 2.8 Perbandingan Hasil Gambar Mikroskop Cahay dan Mikroskop Elektron
(Martinez, 2010)

Disamping itu dengan menggunakan mikroskop elektron kita bisa mendapatkan

beberapa jenis pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi. Jika elektron

mengenai suatu benda maka akan timbul dua jenis pantulan yaitu pantulan elastis dan

pantulan non-elastis.

9
Gambar 2.9 Pantulan Elastis dan Pantulan Non-Elastis (Martinez, 2010)

Berikut beberapa peralatan (instrument) utama dalam mikroskop SEM

(Scanning Electron Microscope) yaitu:

1. Pistol elektron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari unsur yang mudah

melepas elektron missal tungsten.


2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang bermuatan

negatif dapat dibelokkan oleh medan magnet.


3. Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada molekul

udara yang lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencer oleh

tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan molekul udara

menjadi sangat penting.

Adapaun prinsip kerja dari mikroskop SEM ( Scanning Electron Microscope) yaitu

(Prasetyo, 2004):

1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan

anoda.
2. Lensa magnetic memfokuskan elektron menuju ke sampel.
3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan

diarahkan oleh koil pemindai.

4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron

baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).

10
Gambar 2.10 Mekanisme Kerja SEM (Prasetyo, 2004)

Skema diagram standar SEM JSM-6510LA dari fabrikan JEOL yang digunakan

dalam penelitian ini dengan fasilitas analisis komposisi kimia berupa detektor sinar X.

Komponen utama alat SEM ini pertama adalah tiga pasang lensalensa elektromagnetik

yang berfungsi memfokuskan berkas elektron menjadi sebuah titik kecil, lalu oleh dua

pasang scan coil discan-kan dengan frekuensi variabel pada permukaan sampel.

Semakin kecil berkas difokuskan semakin besar resolusi lateral yang dicapai. Kesalahan

fisika pada lensa-lensa elektromagnetik berupa astigmatismus dikoreksi oleh perangkat

stigmator. SEM tidak memiliki sistem koreksi untuk kesalahan aberasi lainnya.

11
Gambar 2.11 Blok Diagram SEM

Untuk menghindari gangguan dari molekul udara terhadap berkas elektron,

seluruh jalur elektron (column) divakum hingga 10-6torr. Tetapi kevakuman yang

tinggi menyebabkan naiknya sensitifitas pendeteksian alat terhadap non-konduktifitas,

yang menyulitkan analisis pada bahan bahan non-konduktif, seperti keramik dan

oksida. Untuk mengatasi hal tersebut SEM ini memiliki opsi untuk dapat dioperasikan

dengan vakum rendah, yang disebut Low-Vaccum Mode. Dengan teknik low vaccum

kita dapat menganalisis bahan yang non konduktif sekalipun. Tekanan pada mode ini

berkisar antara 30 hingga 70Pa.

12
Gambar 2.12 Skema Interaksi antara Bahan dan Elektron di dalam SEM

2.2.2 Energy Dispersive X-Ray (EDX)


Energy Dispersive X-Ray (EDX) analisis adalah alat untuk analisis kuantatif san

kualitatif elemen. Metode ini memungkinkan cepat dan analisis kimia non-destruktif

dengan analisis spasial dalam rezim micrometer. Hal ini didasarkan pada analisis

spektral radiasi sinar-X karakteristik yang dipancarkan dari atom sampel pada radiasi

dengan berkas elektron difokuskan dari SEM. Dalam sistem ini spektroskopi dari foton

sinar-X dipancarkan dilakukan oleh detector-Li Si dengan radiasi energi sekitar 150 eV

pada 5 mm jarak kerja (Martinez, 2010).

SEM-EDX adalah alat yang dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dan

kualitatif elemen yang didasarkan pada analisis spektral radiasi sinar-X karakteristik

yang dipancarkan dari atom sampel pada iradiasi dengan berkas elektron yang

difokuskan dari SEM. Alat ini umumnya digunakan untuk berbagai aplikasi termasuk

interpretasi keberadaan mineral dan distribusinya pada sistem porositas batuan

sehingga kita dapat menggunakannya untuk membedakan kandungan mineral dalam

berbagai jenis batuan dari berbagai daerah di Indonesia.

13
Sumber elektron biasanya berupa filamen dari bahan kawat tungsten atau

berupa jarum dari paduan Lantanum Hexaboride LaB6 atau Cerium Hexaboride CeB6,

yang dapat menyediakan berkas elektron yang teoretis memiliki energi tunggal

(monokromatik), Ketiga adalah imaging detector, yang berfungsi mengubah sinyal

elektron menjadi gambar/image. Sesuai dengan jenis elektronnya, terdapat dua jenis

detektor dalam SEM ini, yaitu detektor SE dan detektor BSE.

Ketika berkas elektron discan pada permukaan sampel, terjadi interaksi elektron

dengan atom-atom di permukaan maupun di bawah permukaan sampel. Seperti

terlihat pada Gambar 2, akibat interaksi tersebut sebagian besar berkas elektron

berhasil keluar kembali, elektron-elektron tersebut disebut sebagai Backscattered

Electrons (BSE), sebagian kecil elektron masuk ke dalam bahan kemudian

memindahkan sebagian besar energi pada elektron atom sehingga terpental ke luar

permukaan bahan, yaitu Secondary Electrons (SE). Pembentukan elektron-elektron

sekunder selalu diikuti proses munculnya X-ray yang karakteristik untuk setiap elemen,

sehingga dapat digunakan untuk mengukur kandungan elemen yang ada di dalam

bahan yang diteliti.

Proses pembentukan BSE terjadi pada atom-atom di bagian permukaan sampel

yang lebih dalam. Ini disebabkan tumbukan antara elektron dari sumber dengan inti

atom, seperti ditunjukan pada Gambar 2.3, karena massa proton yang membentuk inti

hingga 2000 kali lebih besar dari elektron, maka setiap tumbukan akan menyebabkan

terpentalnya sebagian besar elektron ke arah 180o. Artinya, sebagian akan dipantulkan

kembali ke arah di mana mereka datang yaitu ke luar permukan bahan. Elektron-

elektron BSE ini membawa informasi tentang atom-atom yang ditumbuknya beserta

ikatannya dalam fasa. Sehingga kontras pada image yang terbentuk dari elektron-

elektron BSE dalam batas-batas tertentu dapat dipandang sebagai kontras fasa.

14
Gambar 2.13 Proses Terbentuknya BSE

Jika elektron sumber dalam perjalanannya di dalam bahan hanya melewati

awan elektron atau orbital sebuah atom maka elektron tersebut dapat saja

memindahkan sebagian energi kinetiknya kepada satu atau lebih elektron pada orbit

tersebut. Elektron itu akan menjadi tidak stabil dan dalam kondisi tereksitasi sehingga

meninggalkan posisinya dan keluar dari permukaan bahan, maka elektron tersebut

dikenal sebagai secondaryelectron (SE) atau elektron sekunder, Gambar2.4, karena

elektron-elektron SE memiliki energi yang rendah, maka hanya elektronelektron yang

berada atau sangat dekat permukaan bahan saja yang dapat lolos ke luar. Dengan

bantuan detektor khusus elektron SE dapat dimanfaatkan untuk membentuk image

morfologi permukaan bahan dengan baik. Struktur permukaan berikut ciri-cirinya,

seperti batas butir, edge, porositas, puncak atau lembah akan terlihat lebih detil

dengan resolusi yang lebih tinggi dibanding BSE.

15
Gambar 2.14 Proses Terbentuknya SE dan X-Ray

Analisis SEM digunakan untuk mengetahui mikrostruktur dalam tiga dimensi,

guna menunjukkan secara fisik partikel butiran dan jenis elemen penyusun mineral

Lempung berdasarkan elektron sebagai pengganti cahaya dengan resolusi tinggi.

Analisis ini dilakukan guna menentukan macam/jenis elemen penyusun mineral

Lempung, berdasarkan struktur kristal yang terkandung pada setiap lapisan dengan

kedalaman tertentu. Jumlah rasio terbesar dari macam dan jenis mineral yang

terkandung tersebut, kemudian dihubungkan dengan sifat geokimia dan sifat fisik

tanah residual berdasarkan kandungan mineral Lempung yang dijumpai pada setiap

lapisan sampel tanah tersebut.

Identifikasi fasa kristalin mineral Lempung dengan cara pengamatan parameter

struktur kisi kristal dan ukuran partikel. Analisis komposisi fasa atau senyawa

mineralnya serta karakteristik kemiripan morfologi mineral dapat dikuatkan dengan

data EDX dan XRF yang mengidentifikasi kandungan unsur-unsur utama pada obyek

untuk lebih memastikan jenis mineral tersebut. Rekaman pada diffractometer chart

sebagai difraktogram, tergantung harga jarak kisi yang berbeda dari masing- masing

16
mineral Lempung dan jenisnya yang terkandung pada sampel tanah residual yang

dideterminasi. Secara deskriptif hasil analisis XRD yang diolah secara semi kuantitatif,

untuk mengetahui rasio mineral Lempung, maka diperoleh jenis yang hampir selalu

dijumpai pada setiap sampel yakni :

a. Ilit (Illite) : (KAl2 (Al,Si3)O10(OH)2)


b. Vermikulit (Vermiculite) :(Mg3(Si3Al)O10(OH)2Mg0,5(H2O4)4
c. Monmorilonit (Montmorillonite) :(Si8Al4O20(OH)4-nH2O)
d. Kaolinit (Kaolinite) :(Al2Si2O5(OH)4)
e. Haloisit (Halloysite) :(Si4Al4O10(OH)8.4H2O)
f. Klorit (Chlorite) :(Mg,Al,Fe)12[(Si,Al)8O20](OH)16)
2.2.3 Karakterisasi dengan SEM-EDX

SEM-EDX dilakukan untuk memperoleh suatu tampilan dari permukaan sampel

atua fitur material dengan resolusi yang sangat tinggi dengan memperoleh suatu

tampilan dari permukaan sampel yang kemudian di komputasikan dengan software

untuk menganalitis komponen materialnya baik dari kuantatif maupun kualitatifnya.

Pertama sampel dilapisi Pt dan ditempatkan pada instrumen SEM kemudian

diletakkan pengamatan SEM pada rentang perbesaran 1000 sampai dengan 30.000

ribu kali hingga terlihat ukuran dan bentuk partikel Lempung dengan jelas dan dapat

diketahui komposisi senyawa dari Lempung tersebut.\

SEM-EDX kemudian dilakukan untuk mengetahui gambar yang jelas dengan

hasil SEM. Hal ini dimaksudkan karena SEM-EDX bisa menghasilkan gambar yang lebih

detail dan jelas dibandingkan dengan penelitian dengan hanya menggunakan SEM,

sehingga dengan menggunakan EDX kita dapat membuat element mapping (pemetaan

elemen) dengan memberikan warna-warna yang berbeda dari masing-masing elemen

dipermukaan bahan. EDX juga bisa digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif

dari masing-masing elemen.

2.3 Kelebihan dan Kekurangan SEM-EDX

Adapun kelebihan dari SEM-EDX adalah sebagai berikut (Prasetyo, 2011):

17
1. Preparasi sampel cepat dan sederhana.
2. Ukuran sampel yang relatif besa.
3. Rentang perbesaran yang luas 3 kali sampai 150.000 kali.
4. Menghilangkan efek pergerakan elektron yang tidak beraturan karena adanya

molekul gas pada lingkungan tersebut, yang dapat mengakibatkan penurunan

intensitas dan stabilitas.


5. Meminimalisasi gas yang dapat bereaksi dengan sampel atau mengendap pada

sampel, baik gas yang berasal dari sampel atau pun mikroskop. Karena apabila

hal tersebut terjadi, maka akan menurunkan kontras dan membuat gelap detail

pada gambar.
Sedangkan kelemahan SEM-ESX yaitu sebagai berikut (Prasetyo, 2011):

1. Memerlukan kondisi vakum

2. Hanya menganalisa permukaan

3. Resolusi lebih rendah dari TEM

4. Sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu dilapis

logam seperti emas.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mineral Lempung (clay mineral) merupakan kelompok mineral penyusun pada

batuan sedimen, dengan jumlah hampir 40%, juga sebagai unsur utama tanah

(soil).
2. Karakterisasi mineral Lempung dapat diketahui dengan menggunakan metode

SEM-EDX.

18
3. Analisis SEM digunakan untuk mengetahui mikrostruktur dalam tiga dimensi,

guna menunjukkan secara fisik partikel butiran dan jenis elemen penyusun

mineral Lempung berdasarkan elektron sebagai pengganti cahaya dengan

resolusi tinggi.
3.2. Saran
Dengan demikian pembahasan dari makalah kami. Kami berharap semoga

pembahasan dalam makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca. Dan

kami pun berharap pula kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dalam

tugas kami selanjutnya. Sekian dan Terima kasih.

19

Anda mungkin juga menyukai