Anda di halaman 1dari 3

A.

Akad Salam
1. Pengertian Salam
Menurut Muthaher (2012: 78) menyatakan bahwa Salam adalah jual beli
barang dimana pembeli memesan barang dengan spesifikasi yang telah
ditentukan sebelumnya, dengan pembayaran yang dilakukan sebelum barang
tersebut selesai dibuat, baik secara tunai maupun angsuran, dan penyerahan
barangnya dilakukan pada suatu saaat yang disepakati dikemudian hari sesuai
dengan syarat-syarat tertentu. Dengan demikian, dalam transaksinya pembeli
akan memiliki piutang, sedangkan penjual akan memiliki utang.
2. Dasar Hukum Salam
Dasar hukum Salam adalah firman Allah SWT:”Wahai orang-orang yang
beriman apabila kamu bermuamalam tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al-Baqarah (2): 282).
Berkenaan dengan ayat ini, Ibn Abbas berkata,”Saya bersaksi bahwa Salaf
(Salam) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah
pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya”. Lalu ia membaca ayat tersebut diatas.
Dasar hukum lainnya adalah hadis yang berkaitan dengan tradisi penduduk
Madinah yang didapati oleh Rasulullah pada awal hijrah beliau kesana, yaitu
tradisi Salaf (Salam) dalam buah-buahan untuk jangka waktu satu atau dua
tahun.
Setelah kriteria barang yang diperlukan dalam transaksi salam telah
disepakati maka kelak ketika jatuh tempo, ada beberapa kemungkinan yang
terjadi:
a. Kemungkinan pertama
Penjual berhasil mendatangkan barang sesuai kriteria yang diinginkan
maka pembeli harus menerimanya dan tidak berhakuntuk membatalkan
akad penjualan.
b. Kemungkinan kedua
Penjual hanya berhasil mendatangkan barang yang kriterianya lebih
rendah maka pembeli berhak untuk membatalkan pesanannya dan
mengambil kembali uang pembayaran yang telah diserahkan kepada
penjual.
c. Kemungkinan ketiga
Penjual mendatangkan barang yang lebih bagus dari yang dipesan,dengan
tanpa meminta tambahan bayaran maka para ulama berselisih pendapat:
apakah pemesan berkewajiban untuk menerima atau tidak?
d. Kemungkinan keempat
Penentuan tempo penyerahan barang. Tidak aneh bila pada akad Salam,
kedua pihak diwajibkan untuk mengadakan kesepakatan tentang tempo
pengadaan barang pemesan.
3. Klasifikasi Salam
Akad Salam diaplikasikan setidaknya dengan tiga model sebagai berikut:
a. Pertama, model akad Salam Tunggal Hakiki, dimana bank benar-benar
melakukan pembelian barang kemudian terjun langsung dalam bisnis
penjualan barang itu.
b. Kedua, model akad Salam Tunggal Hukmi (formal), dimana bank tidak
bermaksud benar-benar ingin membeli barang karena setelah itu bank
menjualnya kembali kepada penjual pertama dengan akad Bay’
Murabahah Bisaman Ajil atau menyuruh menjualnya ke pihak lain
dengan akad Wakalah.
c. Ketiga, model akad Salam Pararel, dimana bank melakukan dua akad
Salam secara simultan, yakni akad Salam dengan nasabah yang butuh
barang dan akad Salam dengan nasabah yang butuh dana untuk
memproduksi barang.
4. Rukun Salam
Rukun Salam ada empat, yaitu:
a. Pihak-pihak yang berakat, yaitu muslam (pembeli/pemesan) dan muslam
ilayhi (penjual/pemasok).
b. Barang yang dipesan (muslam fihi).
c. Modal atau uang.
d. Sighat akad (ijab dan kabul).
5. Syarat Salam
Syarat sahnya akad dalam salam adalah sebagai berikut:
a. Pihak-pihak yang berakad diisyaratkan dewasa, berakal, dan baligh.
b. Barang yang dijadikan obyek akad diisyaratkan jelas jenis, ciri-ciri, dan
ukurannya.
c. Modal atau uang diisyaratkan harus jelas dan terukur serta dibayarkan
seluruhnya ketika berlangsungnya akad.
d. Ijab dan kabul harus diungkapkan secara jelas, sejalan, dan tidak terpisah
oleh hal-hal yang dapat memalingkan keduanya dari maksud akad.

Anda mungkin juga menyukai