Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Perusahaan-perusahaan yang berdiri dan mengembangkan usahanya di

Indonesia memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Bagi pemerintah, pajak

tersebut merupakan salah satu sumber pendanaan dalam membiayai pembangunan

negara. Bagi perusahaan, pajak merupakan hal yang ingin dihindari karena

merugikan perusahaan. Pajak bagi perusahaan merupakan beban yang dapat

mengurangi laba bersih dari suatu perusahaan. Untuk mendorong perusahaan agar

tidak merasa pajak merupakan beban yang harus dihindari dan mendorong mereka

untuk lebih giat lagi berusaha, pemerintah memberikan insentif penurunan pajak

badan terhadap perusahaan pada Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 pasal 17

ayat 2(b) dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang

penyerdehanaan pajak.

Di Indonesia, sistem perpajakan yang digunakan adalah self assessment

system yaitu pemerintah memberikan wewenang kepada pengusaha kena pajak

untuk menghitung dan melaporkan pajak sendiri. Penggunaan self assessment

system dapat memberikan kesempatan perusahaan untuk menghitung penghasilan

kena pajak serendah mungkin, sehingga beban pajak yang ditanggung perusahaan

menjadi turun (Ardyansyah dan Zulaikha, 2014).

1
Sabli dan Noor (2012) dalam Putri dan Lautania (2016:101) menjelaskan

bahwa perusahaan akan terlibat dalam strategi perencanaan pajak yang agresif

untuk meminimalkan, menghilangkan atau menunda kewajiban pajak. Fenomena

ini menyiratkan bahwa sesungguhnya ada rasa tidak senang perusahaan untuk

membayar pajak karena dirasa tidak mendapatkan imbalan langsung yang dapat

memberikan keuntungan bagi pembayar pajak. Perencanaan pajak yang

diperbolehkan dalam peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan mengurangi

beban pajak terutang. Sebagai contoh, penghasilan kena pajak pada perusahaan

yang menggunakan pembiayaan mayoritas dari pinjaman lebih rendah

dibandingkan dengan perusahaan yang menggunakan model pembiayaan

mayoritas lewat penerbitan saham. Hal ini disebabkan karena biaya bunga dari

pinjaman merupakan salah satu komponen pengurang penghasilan kena pajak,

sehingga laba sebelum pajak juga menjadi lebih rendah dibandingkan dengan

perusahaan yang menggunakan pembiayaan mayoritas lewat penerbitan saham.

Pada saat ini penerapan tarif PPh badan di Indonesia mengalami

perubahan Undang-Undang no. 36 tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas

Undang-Undang no. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan menerapkan tarif

tunggal untuk PPh badan sebesar 28% pada tahun 2009 dan 25% pada tahun 2010

dimana tarif yang digunakan sebelumnya adalah tarif progresif. Beberapa

perusahaan seharusnya membayar pajak dengan tarif pajak efektif yang lebih

tinggi/rendah dari tarif tersebut. Hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan

2
perlakuan antara pencatatan akuntansi dan perpajakan serta adanya perbedaan

karakteristik bisnis perusahaan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi terhadap upaya pemerintah dalam menutup potensi kerugian negara,

dengan melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tarif

pajak efektif perusahaan-perusahaan di Indonesia yang masih memiliki potensi

pembayaran pajak lebih, khususnya perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI).

Tarif pajak efektif atau ETR (Effective Tax Rate) digunakan untuk

mengukur pajak yang dibayarkan sebagai proporsi dari pendapatan ekonomi

(Ardyansah dan Zulaikha, 2014). Tarif pajak yang ada di dalam undang-undang

perpajakan merupakan tarif pajak statuori (tetap). Sedangkan tarif pajak efektif

merupakan jumlah pajak yang dibayar perusahaan relatif terhadap laba kotor

(Noor et al., 2010 dalam Putri dan Lautania 2016:102). Dengan teridentifikasinya

faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pajak efektif, maka Ditjen Pajak dapat

melihat karakteristik tertentu dari perusahaan-perusahaan model apa yang masih

memiliki tarif pajak efektif tinggi (rendah), sehingga pemerintah bisa

mempertimbangkan pemberian insentif (disinsentif) pajak yang tepat.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perusahaan di dalam

mempengaruhi tarif pajak efektif, dalam penghindaran pajak atau fiskal adanya

hubungan perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dianggap sebagai salah satu

3
cara memperkecil penghasilan kena pajak dan mentransfer pendapatan ke tempat

lain yang pengenaan pajaknya lebih rendah atau bebas pajak.

Perusahaan dapat mengambil tindakan sendiri dalam mengurangi pajak

yang dibayar sesuai peraturan perpajakan berdasarkan kesempatan yang diberikan

oleh pihak pemilik. Pengurangan beban pajak perusahaan dapat dilakukan melalui

berbagai cara, diantaranya dalam proporsi aset tetap di dalam perusahaan.

Proporsi aset tetap diukur dengan menggunakan capital intensity ratio.

Perusahaan dengan jumlah aset yang besar akan memiliki beban pajak yang lebih

rendah dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki jumlah aset yang lebih

kecil karena mendapatkan keuntungan dari beban depresiasi yang ditanggung

perusahaan (Noor dan Sabli, 2012 dalam Putri dan Lautania 2016:102).

Tingkat persediaan yang tinggi juga dapat mengurangi jumlah pajak yang

dibayar perusahaan. Hal ini karena timbulnya beban-beban bagi perusahaan akibat

dari adanya persediaan (Herjanto, 2007:248 dalam Putri dan Lautania 2016:102).

Beban-beban tersebut akan mengurangi laba bersih perusahaan dan mengurangi

jumlah pajak yang dibayarkan oleh perusahaan. Manajer akan berusaha

meminimalisir beban tambahan karena banyaknya persediaan agar tidak

mengurangi laba perusahaan. Tetapi di sisi lain, manajer akan memaksimalkan

biaya tambahan yang terpaksa ditanggung untuk menekan beban pajak yang

dibayar perusahaan. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk

mengetahui dan melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Transaksi Afiliasi,

4
Intensitas Modal dan Intensitas Persediaan terhadap Tarif Pajak Efektif

(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2013-2017)”.

1.2 Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah diatas, maka rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Apakah transaksi perusahaan afiliasi mempengaruhi tarif pajak efektif?


2. Apakah intensitas modal mempengaruhi tarif pajak efektif?
3. Apakah intensitas persediaan mempengaruhi tarif pajak efektif?
4. Apakah transaksi perusahaan afiliasi, intensitas modal dan intensitas

persediaan mempengaruhi tarif pajak efektif?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menganalisis pengaruh transaksi perusahaan afiliasi mempengaruhi

tarif pajak efektif


2. Untuk menganalisis pengaruh intensitas modal mempengaruhi tarif pajak

efektif
3. Untuk menganalisis pengaruh intensitas persediaan mempengaruhi tarif

pajak efektif
4. Untuk menganalisis pengaruh afiliasi, intensitas modal dan intensitas

persediaan mempengaruhi tarif pajak efektif

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat:

5
1.4.1 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini dapat ditunjukan bagi:

1. Peneliti

Hasil penelitian ini merupakan tambahan pengetahuan mengenai aktivitas

yang dilakukan perusahaan-perusahaan manufaktur terhadap hasil laporan

keuangan dengan mengimplementasikan teori-teori mata kuliah perpajakan

dan akuntansi yang diperoleh di bangku kuliah dalam praktik perpajakan dan

akuntani yang sesungguhnya serta merupakan syarat untuk menempuh ujian

Sarjana pada Universitas Muhammadiyah Tangerang

2. Universitas Muhammadiyah Tangerang

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa untuk menambah

referensi kepustakaan angkatan selanjutnya dalam penyusunan tugas akhir

melalui media ruang baca Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah

Tangerang dan dapat digunakan sebagai masukan dalam pengembangan

materi pembelajaran akuntansi

3. Investor

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi investor sebagai tambahan

informasi mengenai kondisi suatu perusahaan sehingga mereka dapat berhati-

hati sebelum melakukan investasi

1.4.2 Manfaat Teoritis

6
1. Menambah wawasan dan pemahaman mengenai pengaruh transaksi

perusahaan afiliasi, intensitas modal dan intensitas persediaan terhadap

tarif pajak efektif


2. Mengetahui pentingnya transaksi perusahaan afiliasi, intensitas modal dan

intensitas persediaan terhadap tarif pajak efektif

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan skripsi ini dijelaskan sebagai berikut:


BAB I: PENDAHULUAN
Berisi penjelasan mengenai latar belakang pemilihan judul, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan


BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Berisi penjelasan mengenai landasan teori yang mendasari penelitian, hasil

penelitian terdahulu yang menunjang penelitian, kerangka pemikiran dan

pengembangan hipotesis penelitian.

BAB III: METODE PENELITIAN


Berisi penjelasan mengenai apa saja variabel yang digunakan dalam

penelitian serta definisi operasionalnya, apakah jenis dan sumber data

yang digunakan, kemudian metode pengumpulan data dan metode analisis

data seperti apa yang dilakukan.


BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi penjelasan setelah diadakan penelitian. Hal tersebut mencakup

gambaran umum objek penelitian, hasil analisis data dan hasil analisis

perhitungan statistik serta pembahasan.


BAB V: PENUTUP

7
Berisi penjelasan mengenai kesimpulan dari hasil analisis yang diperoleh

setelah dilakukan penelitian. Selain itu, disajikan keterbatasan serta saran

yang dapat menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) dalam Amelia (2015:16) menjelaskan teori

agensi adalah kontrak antara satu atau beberapa principal yang menyewa orang

lain untuk melakukan beberapa jasa atas nama mereka yang meliputi

pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agent. Dalam

pendelegasian wewenang pemilik (principal) kepada manager (agent),

manajemen diberikan hak untuk mengambil keputusan bisnis bagi kepentingan

pemilik.

8
Teori keagenan juga mengimplikasi adanya asimetri informasi antara

manajer sebagai pihak agen dan pemilik sebagai principal. Manajemen sebagai

agen, secara moral bertanggungjawab untuk mengoptimalkan keuntungan para

pemilik dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan

nilai kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam

perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau

mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendai sehingga munculah

informasi asimetri antara managemen (agent) dengan pemilik (principal) yang

dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan earnings

management dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai

kinerja ekonomi perusahaan (Melinda dan Nur, 2013).


Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen dapat mempengaruhi

berbagai hal yang menyangkut kinerja perusahaan, salah satunya adalah kebijakan

perusahaan mengenai pajak. Sistem perpajakan di Indonesia yang menggunakan

self assessment system yaitu wewenang yang diberikan oleh pemerintah untuk

menghitung dan melaporkan pajak sendiri. Penggunaan self assessment system

dapat memberikan kesempatan pihak agen untuk menghitung penghasilan kena

pajak serendah mungkin, sehingga beban pajak yang ditanggung perusahaan

menjadi turun (Amelia, 2015:17).

2.2 Pajak
Salah satu cara Negara melakukan pembiayaan pembangunan adalah

dengan cara menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri yang berupa

9
pajak. Serta menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi

wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib pajak pribadi atau badan yang

sifatnya memaksa berdasarkan undang-undang kepada kas Negara (peralihan

kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang

(dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum.
Pengertian pajak yang dikemukakan para ahli diantaranya (Amelia,

2015:18-19):
1. Prof. Prof. Edwin R.A, Seligmen, Pajak imerupakan suatu kontribusi

seseorang yang bersifat paksaan kepada pemerintah/negara untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran yang bertalian dengan masyarakat umum tanpa

adanya manfaat/keuntungan-keuntungan yang ditunjukan secara khusus

kepada seseorang sebagai imbalannya


2. Mr. Dr. N. J. Fieldmann, pajak adalah prestasi yang dipaksakan secara sepihak

oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang

ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata

digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum


3. Prof. Dr. M. J. H. Smeets, pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang

terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa

adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual;

maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah


4. Dr. Soeparman Soemahamidjaya, pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau

barang, yang dipungut oleh pengusaha berdasarkan norma-norma hokum,


10
guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam

mencapai kesejahteraan umum.

2.3 Tarif Pajak Efektif (Effective Tax Rate)


Menurut Richardson dan Lanis (2017) dalam Amelia (2015:20), tarif pajak

efektif adalah perbandingan antara pajak rill yang kita bayar dengan laba

komersial sebelum pajak. Tarif pajak efektif digunakan untuk mengukur dampak

perubahan kebijakan perpajakan atas beban pajak perusahaa. Dengan

menggunakan tarif pajak efektif kita bisa mengetahui seberapa besar persentase

perusahaan sebenarnya membayar pajak sebenarnya terhadap laba komersial yang

diperoleh oleh perusahaan. Serta dari tarif pajak efektif ini perusahaan bisa

melihat berapa riilnya perusahaan membayar pajak apakah lebih besar atau lebih

kecil dari tarif yang ditetapkan berdasarkan laba komersial sebelum pajak

perusahaan tersebut. Tarif pajak efektif perusahaan merupakan ukuran penting

dari beban pajak bagi para pembuat kebijakan untuk jenis usaha tertentu dan

dalam pemberian insentif kepada wajib pajak (Haryadi, 2012).


Dan tarif pajak efektif ini juga bermanfaat bagi perusahaan untuk

mengetahui sejauh mana perusahaan tersebut dalam memanajemen system

perpajakan yang berlaku. Karena apabila perusahaan memiliki persentase tarif

pajak efektif yang lebih tinggi dari tarif yang ditetapkan maka perusahaan kurang

maksimal dalam memaksimalkan insentif-insentif perpajakan yang ada maka

dapat memperkecil persentase pembayaran pajak dari laba komersial. Serta tarif

pajak efektif ini juga sering digunakan oleh para pembuat keputusan dan pihak
11
yang berkepentingan sebagai alat dalam membuat kesimpulan mengenai sistem

perpajakan (Jurnal Stickney dan McGee dalam Haryadi, 2012).


Price Waterhouse Coopers (PWC) (2011), merumuskan tarif pajak efektif

sebagai total pajak penghasilan terutang dibagi dengan penghasilan sebelum

pajak. Total pajak penghasilan terutang merupakan beban pajak yang

dibayarkan pada tahun berjalan (Handayani dan Arfan, 2014). Dari definisi

tersebut effective tax rate (ETR) mempunyai tujuan untuk mengetahui seberapa

besar persentase perusahaan membayar pajak sebenarnya terhadap laba komersial

yang diperoleh perusahaan. Dan dari tarif pajak efektif ini perusahaan bisa melihat

berapa pajak yang sebenarnya dibayar apakah lebih besar atau lebih kecil dari tarif

yang ditetapkan berdasarkan laba komersial sebelum pajak perusahaan tersebut.

Tarif pajak efektif perusahaan merupakan ukuran penting dari beban pajak bagi

para pembuat kebijakan untuk jenis usaha tertentu dan dalam pemberian insentif

kepada wajib pajak. Sedangkan di pihak pemerintah tarif pajak efektif ini dapat

digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pembuatan kebijakan dalam

membuat peraturan perpajakan tentang insentif yang akan diberikan kepada wajib

pajak tertentu serta dalam penetapan tarif pajak yang berlaku. Sehingga tarif pajak

efektif ini sangat penting digunakan untuk mengukur dampak perbedaan

kebijakan perpajakan dengan kebijakan akuntansi atas beban pajak perusahaan.

(Haryadi, 2012).
Beberapa alasan mendasar terkait dengan penetapan effective tax rate

(ETR) perusahaan. Alasan pertama adalah adanya pengaruh politik yang terjadi

12
dalam proses perpajakan. Pengaruh perubahan politik terkadang dapat

menyebabkan adanya intervensi tergantung dengan bagaimana pihak-pihak yang

berkuasa dan yang berkepentingan. Tidak transparasinya proses penetapan tarif

pajak yang dilakukan pemerintah menyebabkan adanya kemungkinan intervensi

yang dilakukan oleh pihak- pihak yang mempunyai kepentingan. Alasan kedua

adalah kandungan informasi laporan pajak perusahaan yang ditimbulkan oleh para

investor Dengan laporan pajak maka para investor dapat melihat sejauh mana

perusahaan mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal

ini dikaitkan dengan investor yang cenderung memilih berada pada jalur aman

dalam setiap investasinya (Kevin dan Thomas 1985 dalam Amelia, 2015: 23).

2.4 Intensitas Modal


Intensitas modal atau capital intensity ratio adalah aktivitas investasi yang

dilakukan perusahaan yang dikaitkan dengan investasi dalam bentuk aset tetap

(intensitas modal). Rasio intensitas modal dapat menunjukkan tingkat efisiensi

perusahaan dalam menggunakan aktivanya untuk menghasilkan penjualan.

Hampir semua aset tetap mengalami penyusutan dan biaya penyusutan dapat

mengurangi jumlah pajak yang dibayar perusahaan (Hanum, 2013 dalam Roifah,

2015:4).
Capital intensity ratio dapat didefinisikan sebagai perusahaan

menginvestasikan asetnya pada aset tetap dan persediaan. Dalam penelitian ini

capital intensity diproksikan menggunakan rasio intensitas aset tetap. Intensitas

13
aset tetap adalah seberapa besar proporsi aset tetap perusahaan dalam total aset

yang dimiliki perusahaan (Ardyansyah, 2014 dalam Gemilang, 2017:27).


Rodriguez dan Arias (2012) dalam Gemilang (2017:28) mengatakan

bahwa aset tetap perusahaan memungkinkan perusahaan untuk mengurangi

pajaknya akibat dari penyusutan yang muncul dari aset tetap setiap tahunnya. Hal

ini karena beban penyusutan aset tetap ini secara langsung akan mengurangi laba

perusahaan yang menjadi dasar perhitungan pajak perusahaan.


Mosebach dan Ellen (2007) dalam Gemilang (2017:28) menyatakan

bahwa ada tiga intensitas untuk mengukur komposisi aktiva, yaitu intensitas

persediaan, intensitas modal, dan intensitas penelitian dan pengembangan.

Menurut Hanum (2013) dalam Gemilang (2017:28) biaya depresiasi dapat

dikurangkan dari penghasilan dalam menghitung pajak, maka semakin besar aset

tetap yang dimiliki perusahaan mengakibatkan depresiasi yang besar juga

sehingga mengakibatkan jumlah penghasilan kena pajak dan ETR nya berkurang.

2.5 Intensitas Persediaan


Usaha manufaktur biasanya mempunyai 5 jenis persediaan, yaitu sebagai

berikut: (Agoes dan Trisnawati , 2013:54)


1. Bahan baku dan bahan pelengkap
Biaya perolehan bahan baku (raw material) terdiri atas harga pembelian,

ongkos angkut, biaya gudang, dan biaya lain-lain yang berhubungan dengan

penyimpanan sampai bahan tersebut dipakai dalam produksi. Bahan baku

masih dapat digolongkan ke dalam bahan baku langsung dan bahan pembantu.

Bahan baku langsung adalah bahan-bahan yang dapat diidentifikasi langsung

dalam produk, misalnya bahan kayu untuk pembuatan lemari. Bahan baku
14
pelengkap adalah bahan yang tidak dapat diidentifikasi dalam produk, seperti

minyak pelumas dan kertas amplas. Bahan tersebut secara fisik tidak terlihat

dalam produk
2. Barang dalam pengolahan
Barang dalam pengolahan (work in process) adalah barang yang masih dalam

tahap penyelesaian. Untuk menyelesaikan produk tersebut, perusahaan masih

memerlukan tambahan pekerjaan sehingga membutuhkan biaya tenaga dan

biaya tidak langsung lainnya.


3. Barang jadi
Barang jadi (finished goods) adalah produk yang telah selesai diolah dan siap

untuk dijual. Semua biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya tidak

langsung telah selesai dibebankan. Persediaan meliputi barang-barang yang

ada dalam perusahaan, dalam perjalanan atau yang dititipkan kepada pihak

lain. Barang-barang yang tidak dapat lagi dijual atau digunakan untuk

produksi tidak digolongkan ke dalam persediaan. Persediaan semacam ini

dimasukkan sebagai bagian aset lain-lain


4. Barang dalam perjalanan
Barang dalam perjalanan (goods in transit) adalah barang yang dikirimkan

atas dasar FOB Shipping Point yang masih berada dalam perjalanan pada

akhir periode akan menjadi milik pembeli dan harus diperhitungkan pada

catatan pembeli. Apabila tidak diperhitungkan maka persediaan dan utang

usaha akan terlalu rendah dicatat dalam neraca serta pembelian dan persediaan

akhir akan terlalu rendah dicatat dalam laporan laba rugi


5. Barang konsinyasi

15
Barang konsinyasi (consigned goods) adalah barang yang telah diserahkan

kepada consignee tetapi merupakan kepemilikan dari consignor dan

dimasukkan dalam persediaan consignor sebesar harga beli atau biaya

produksi. Consigned goods akan diungkapkan dalam catatan tersendiri.

Consignee harus hati-hati agar tidak memasukkan setiap barang konsinyasi

sebagai bagian dari persediaan


Investasi persediaan yang dilakukan oleh perusahaan dapat diukur dengan

rasio perbandingan antara jumlah persediaan dengan total aset. Rasio ini dapat

digunakan untuk analisis apakah investasi perusahaan terhadap persediaan telah

sesuai dengan kebutuhan atau malah terjadi pemborosan. Beberapa fungsi dari

persediaan menurut Herjanto (2007:238) dalam Amelia (2015:31) antara lain:


1. Menghilangkan risiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang

diperlukan perusahaan
2. Menghilangkan risiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus

dikembalikan
3. Menghilangkan risiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi
4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga

persediaan tidak akan kesulitan jika bahan baku tidak tersedia di pasaran
5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan diskon kuantitas.

Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang

diperlukan
Perusahaan yang memiliki jumlah persediaan yang besar membutuhkan

biaya yang besar untuk mengatur persediaan yang ada. Herjanto (2007:237) dalam

Amelia (2015:31) menjelaskan bahwa jumlah persediaan yang besar akan

16
mengakibatkan timbulnya dana menganggur yang besar, meningkatnya biaya

penyimpanan, dan resiko kerusakan barang yang lebih besar.


PSAK No. 14 (revisi 2008) mendefinisikan persediaan sebagai asset yang;

(i) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa; (ii) dalam proses produksi

untuk penjualan tersebut; (iii) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk

digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Investasi persediaan yang

dilakukan oleh perusahaan dapat diukur dengan rasio perbandingan antara jumlah

persediaan dengan total aset (Richardson dan Lanis, 2007 dalam Amelia 2015:32).

Rasio ini digunakkan untuk analisis apakah investasi perusahaan terhadap

persediaan telah sesuai dengan kebutuhan atau malah terjadi pemborosan.


PSAK No. 14 (revisi 2008) menjelaskan bahwa biaya tambahan yang

timbul akibat investasi perusahaan pada persediaan harus dikeluarkan dari biaya

persediaan dan diakui sebagai biaya dalam periode terjadinya biaya. Dengan

dikeluarkannya biaya tambahan dari persediaan dan diakui sebagai beban pada

periode terjadinya biaya, maka dapat menyebabkan penurunan laba perusahaan

(Darmadi dan Zulaikha, 2013). Ketika perusahaan mengalami penurunan laba,

maka perusahaan akan membayar pajak lebih rendah sesuai dengan laba yang

diterima oleh perusahaan.

2.6 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu

No Peneliti Variabel Hasil

17
1 Vicky Amelia Pengaruh Ukuran Perusahaan, Hasil
(2015) Leverage, Intensitas Aset Tetap, menunjukkan
Intensitas Persediaan dan ukuran
Komisaris Independen Terhadap perusahaan dan
Effektive Tax Rate profitabilitas yang
berpengaruh
terhadap effective
tax rate
sedangkan
leverage intensitas
asset tetap,
intensitas
persediaan dan
komisaris
independen tidak
berpengaruh
terhadap effective
tax rate
2 Citra Lestari Putri Pengaruh Capital Intensity Hasil
dan Maya Febrianty Ratio, Inventory Intensity Ratio, menunjukkan
Lautania (2016) Ownership Strucutre dan capital intensity
Profitability Terhadap Effective ratio, inventory
Tax Rate intensity ratio,
profitability
berpengaruh
terhadap effective
tax rate
sedangkan
managerial
ownership,
institutional
ownership tidak
berpengaruh
terhadap effective
tax rate

18
3 Kartika Pertiwi, Pengaruh Intensitas Modal, Hasil
Tumpal Manik dan Leverage, Intensitas Persediaan, menunjukkan
Asmaul Husna Transaksi Perusahaan Afiliasi intensitas modal,
(2017) dan Transfer Pricing Terhadap leverage,
Tarif Pajak Efektif intensitas
persediaan,
transaksi
perusahaan afiliasi
bepengaruh
signifikan
terhadap tarif
pajak efektif
sedangkan
transfer pricing
tidak berpengaruh
signifikan
terhadap tarif
pajak efektif
Sumber: Data diolah (2018)

2.7 Kerangka Konseptual

Transaksi Afiliasi H1

Faktor Non Pajak H4


Tarif Pajak Efektif
Intensitas Modal H2

H3

Intensitas Persediaan

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

19
2.8 Pengembangan Hipotesis

2.8.1 Pengaruh Transaksi Afiliasi terhadap Tarif Pajak Efektif

Untuk menguji apakah transaksi perusahaan istimewa berpengaruh

terhadap tarif pajak efektif perusahaan menggunakan kriteria hubungan istimewa

menurut PSAK No. 7 Revisi 2010. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani

(2014), membuktikan bahwa transaksi afiliasi berpengaruh signifikan terhadap

tarif pajak efektif. Semakin tinggi transaksi afiliasi maka tariff pajak efektif akan

semakin kecil.

H1 = Diduga transaksi afiliasi berpengaruh terhadap tarif pajak efektif

2.8.2 Pengaruh Intensitas Modal terhadap Tarif Pajak Efektif

Perusahaan yang memiliki modal yang besar akan mengharapkan

keuntungan yang besar. Salah satu modal yang terbesar dalam perusahaan adalah

asset tetap. Undang-undang Pajak telah memperbolehkan perusahaan untuk

menghapuskan biaya depresiasi asset selam periode yang lebih pendek dari pada

umur ekonomis, sehingga mengakibatkan biaya penyusutan menurut komersial

lebih besar daripada menurut fiskal.

Namun dari pihak manajemen yang mengambil keputusan atas kebijakan

penyusutan asset tetap lebih lama daripada waktu menurut Undang-undang

Perpajakan akan dilakukan koreksi fiskal positif yang mengakibatkan laba

menurut pajak lebih besar dari laba komersial, serta dapat meningkatkan tarif

pajak efektif. Dalam penelitian yang dilakukan Darmadi dan Zulaikha (2013) dan
20
Putri (2016) menyatakan bahwa adanya pengaruh antara intensitas modal dan tarif

pajak efektif.

H2 = Diduga intensitas modal berpengaruh terhadap tarif pajak efektif

2.8.3 Pengaruh Intensitas Persediaan terhadap Tarif Pajak Efektif

Intensitas persediaan menggambarkan bagaimana perusahaan

menginvestasikan kekayaannya pada persediaan. Besarnya intensitas persediaan

dapat menimbulkan biaya tambahan antara lain adanya biaya penyimpanan dan

biaya yang timbul akibat adanya kerusakan barang. PSAK No. 14 mengatur biaya

yang timbul atas kepemilikan persediaan yang besar harus dikeluarkan dari dari

biaya persediaan dan diakui sebagai beban dalam periode terjadinya biaya. Biaya

tambahan atas adanya persediaan yang besar akan menyebabkan penurunan laba

perusahaan.

Dalam agensi teori, manajer akan berusaha meminimalisir beban

tambahan karena banyaknya persediaan agar tidak mengurangi laba perusahaan.

Disisi lain, manajer akan memaksimalkan biaya tambahan yang terpaksa

ditanggung untuk menekan beban pajak. Cara yang akan digunakan manajer

adalah dengan membebankan biaya tambahan persediaan untuk menurunkan laba

perusahaan sehingga dapat menurunkan beban pajak perusahaan (Darmadi dan

Zulaikha, 2013). Jika laba perusahaaan mengecil, maka akan menyebabkan

menurunnya pajak yang dibayarkan oleh perusahaan. Hasil penelitian yang

dilakukan Putri dan Lautania (2016) menunjukan bahwa intensitas persediaan

21
memiliki pengaruh yang positif terhadap tarif pajak efektif.

H3 = Diduga intensitas persediaan berpengaruh terhadap tarif pajak efektif

2.8.4 Pengaruh Transaksi Afiliasi, Intensitas Modal dan Intensitas

Persediaan terhadap Tarif Pajak Efektif

Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa transaksi afiliasi,

intensitas modal dan intensitas persediaan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap tarif pajak efektif

H4 = Diduga transaksi afiliasi, intensitas modal dan intensitas persediaan secara

bersama-sama berpengaruh terhadap tarif pajak efektif.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang berasal dari laporan keuangan. Data sekunder merupakan data penelitian

yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber asli. Metode dalam penelitian

ini adalah deskriptif, maksudnya adalah untuk memperoleh gambaran tentang

transaksi afiliasi, intensitas modal dan intensitas persediaan terhadap tarif pajak

efektif untuk kemudian diolah menjadi data sehingga menghasilkan suatu

kesimpulan.

1.2 Lokasi Penelitian

22
Dipilihnya lokasi penelitian pada Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai

lokasi penelitian karena merupakan bursa pertama Indonesia, yang dianggap

memiliki data yang lengkap dan telah terorganisasi dengan baik.

1.3 Variabel dan Pengukuran

1.3.1 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tarif pajak efektif. Tarif

pajak efektif adalah besarnya beban pajak penghasilan yang terutang dibagi

dengan penghasilan sebelum pajak (Price WaterHouse Cooper). Beban pajak

penghasilan terutang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah pajak

penghasilan terutang perusahaan pada satu periode. Jumlah pajak penghasilan

terutang atas penghasilan kena pajak pada satu periode disebut juga beban pajak

kini (PSAK 46, 2012). Wibowo (2012) menggunakan beban pajak kini dibagi

dengan laba sebelum bunga dan pajak untuk menghitung tarif pajak efektif.

Rumus untuk menghitung tarif pajak efektif yaitu:

Beban Pajak Kini


Tarif Pajak Efektif =
Penghasilan Kena Pajak

1.3.2 Variabel Independen

1.3.2.1 Transaksi Afiliasi

Variabel transaksi afiliasi diukur dengan menggunakan rasio piutang

hubungan istimewa. Pengungkapan pihak-pihak berelasi dapat mempengaruhi

23
terhadap laba-rugi dan posisi keuangan perusahaan. Pihak berelasi dapat

menyepakati transaksi dimana pihak-pihak yang tidak berelasi dapat

melakukannya (PSAK No. 7 Revisi 2016). Transaksi afiliasi menggunakan rasio

piutang hubungan istimewa (Pertiwi, Manik dan Husna, 2017):

Piutang Hubungan Istimewa


Rasio Hubungan Istimewa =
Total Aset Akhir Tahun

1.3.2.2 Intensitas Modal

Intensitas modal menggambarkan seberapa besar asset perusahaan yang

diinvestasikan dalam bentuk asset tetap yang dirumuskan dengan (Pertiwi, Manik

dan Husna, 2017):

Total Aset Tetap Bersih


Intensitas Modal =
Total Aset

1.3.2.3 Intensitas Persediaan

Intensitas persediaan merupakan cerminan dari seberapa besar perusahaan

berinvestasi terhadap persediaan yang ada dalam perusahaan (Halim, 2016 dalam

Pertiwi, Manik dan Husna, 2017). Intensitas persediaan menggunakan proksi rasio

intensitas persesiaan. Rasio intensitas persediaan dapat dihitung dengan membagi

nilai persediaan yang ada dalam perusahaan dengan total asset perusahaan, seperti

yang dirumuskan Pertiwi, Manik dan Husna (2017):

Persediaan
Intensitas Persediaan =
Total Aset

24
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Variabel Indikator Skala
Piutang Hubungan Istimewa
RHI =
Transaksi Afiliasi Total Aset Akhir Tahun Rasio

Total Aset Tetap Bersih


IM =
Intensitas Modal Total Aset Rasio

Persediaan
IP =
Total Aset
Intensitas Persediaan Rasio

Beban Pajak Kini


TPE =
Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak Efektif Rasio

Sumber: Data diolah (2018)

1.4 Populasi dan Sampel

1.4.1 Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2011:80), populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu.

Kualitas dan karakteristik ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya. Berdasarkan penelitian tersebut, maka yang menjadi

populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2016.

1.4.2 Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2011:81), sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel
25
itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel

yang diambil dari populasi harus betul-betul representative (mewakili). Pemilihan

sampel berdasarkan tehnik purposive sampling method yang merupakan tipe

pemilihan sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Dengan menggunakan

sampel dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik, maka sampel yang dipilih

adalah sampel yang disesuaikan dengan kriteria yang telah ditetapkan.

1.5 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metode

dokumentasi, yaitu penggunaan data yang berasal dari dokumen-dokumen yang

sudah ada. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan penelusuran dan pencatatan

informasi yang diperlukan pada data sekunder berupa laporan keuangan auditan

perusahaan sampel.

Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti

secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak

lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang

telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

Data sekunder dari penelitian ini mengambil dari:

1. Sumber-sumber yang berhubungan dengan tarif pajak efektif

26
2. Jurnal-jurnal, tesis dan bahan dari internet yang berhubungan dengan tarif

pajak efektif
3. Data yang dipublikasikan di BEI (www.idx.co.id) dari tahun 2012-2016

dan annual report yang dikeluarkan oleh perusahaan.

1.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan bantuan

program SPSS versi 24, dengan menggunakan analisis linier berganda. Analisis

linier berganda merupakan analisis regresi yang menggunakan dua atau lebih

variabel independen.

1.6.1 Statistik Deskriptif

Analisa statistik deskriptif memberikan gambaran ringkas dari sekumpulan

data. Sekumpulan data yang didalamnya mencakup nilai tengah (median), nilai

rata-rata (mean), nilai standar deviasi, nilai minimum dan maksimum dari setiap

variabel yang digunakan dalam model penelitian. Sehingga, akhirnya data-data

tersebut dapat disimpulkan secara mudah dan cepat. Hasil analisis tersebut dapat

digunakan untuk mengetahui karakteristik dan kewajaran data observasi yang

digunakan untuk masing-masing variabel tersebut. Oleh karena itu, dengan

melakukan analisa statistik deskriptif ini akan dapat diketahui apabila terdapat

outlier dalam data observasi yang digunakan (Ghozali, 2013:41).

1.6.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah analisis yang dilakukan untuk menilai apakah

didalam sebuah model regresi terdapat masalah-masalah asumsi klasik. Asumsi


27
klasik adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi pada model regresi agar model

tersebut menjadi valid sebagai alat penduga. Tujuannya, memberikan kepastian

bahwa persamaan regresi yang didapatkan memiliki ketepatan dalam estimasi,

tidak bias dan konsisten. Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data sekunder

ini, maka peneliti melakukan uji normalitas, uji multikolinieritas, uji

heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.

1.6.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah data yang digunakan

sebagai sampel terdistribusi normal atau tidak. Prinsipnya, normalitas dapat

dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumber dari grafik (normal

probability) plot. Jika titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal maka data

tersebut berdistribusi normal (Ghozali, 2013:160).

Untuk melakukan uji normalitas dapat dilakukan melalui pengujian

Kolmogorov Smirnov. Pengujian ini lebih sederhana untuk dilakukan

dibandingkan dengan pengujian normalitas dengan menggunakan grafik yang

seringkali menimbulkan perbedaan presepsi. Uji normalitas ini menggunakan

pengujian data dengan analisis statistik menggunakan analisis Kolmogorov-

Smirnov. Jika nilai signifikan uji Kolmogorov-Smirnov < 0,5 maka data

dinyatakan tidak terdistribusi secara normal.

1.6.2.2 Uji Multikolinieritas

28
Menurut Ghozali (2013:105), Uji multikolinieritas bertujuan untuk

menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas

(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara

variabel independen. Jika variabel independen saling berkolerasi, maka variabel-

variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen

yang nilai kolerasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk

mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi adalah

sebagai berikut:

a. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat

tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel indpenden banyak yang tidak

signifikan mempengaruhi variabel dependen.


b. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel

independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka

adanya indikasi multikolinieritas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar

variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinieritas. Multikolinieritas

dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel

independen.
c. Multikolinieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai toleransi dan lawannya (2)

Variance Inflation Factor (VIF). Sebuah model dinyatakan bebas dari masalah

multikolinieritas apabila nilai VIF kurang dari 10.


1.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2013:139) uji heteroskedastisitas yaitu untuk menguji

apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
29
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan

ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda

disebut heteroskedastisitas. Jika p value > 0,05 tidak signifikan berarti tidak

terjadi heteroskedastisitas artinya model regresi lolos uji heteroskedastisitas.

Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi

heterokedastisitas. Kebanyakan data crossection mengandung situasi

heterokedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai

ukuran (kecil, sedang dan besar).

1.6.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan karena data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data time series. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah

dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika

terjadi korelasi, maka ada dinamakan problem autokorelasi. Autokorelasi muncul

karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.

Hal ini sering ditemukan pada data runtut time (time series). Masalah ini timbul

karena residual (kesalahan penggangu) tidak bebas dari satu observasi ke

observasi lainnya. Uji autokorelasi pada penelitian ini menggunakan Run Test.

Autokorelasi tidak terjadi apabila probabilitas signifikan lebih besar dari α = 0,05

(Ghozali, 2013).

1.6.3 Uji Hipotesis

30
Uji hipotesis dalam penelitian ini teknik analisis data yang dipakai adalah

regresi linier berganda (multiple regression). Analisis regresi pada dasarnya

adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu

atau lebih varibel independen (variabel penjelas/bebas) digunakan untuk menguji

hipotesis yang telah dipilih. Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen berhubungan positif atau negatif

dan untuk memprediksi nilai variabel dependen apabila nilai variabel independen

mengalami kenaikan atau penurunan. Adapun persamaannya adalah sebagai

berikut:

y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + e

Dimana:

y = Tarif pajak efektif


a = Konstanta
b = Koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun
penurunan variabel terikat (Y) yang didasarkan pada variabel
bebas (X)
x1 = Transaksi Afiliasi
x2 = Intensitas Modal
x3 = Intensitas Persediaan
e = Error

1.6.3.1 Koefisien Determinasi (R2)

Menurut Ghozali (2013:97), koefisien determinasi (R²) pada intinya

mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R² yang

31
kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi

variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu variabel-variabel

independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variasi variabel dependen. Setiap tambahan satu variabel

independen, maka R² pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel independen. Oleh karena itu,

banyak peneliti yang menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R² pada

saat mengevaluasi mana model regresi yang terbaik.

1.6.3.2 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Menurut Ghozali (2013:98), uji statistik t pada dasarnya menunjukkan

seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual

dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hipotesis yang hendak diuji

adalah apakah suatu parameter sama dengan dengan nol (0). Salah satu cara

melakukan uji t adalah dengan membandingkan nilai statistik t dengan baik kritis

menurut tabel. Sedangkan menurut Sugiyono (2011:194) uji t digunakan untuk

mengetahui masing-masing sumbangan variabel bebas secara parsial terhadap

variabel terikat menggunakan uji masing-masing koefisien regresi variabel bebas

apakah mempunyai pengaruh yang bermakna atau tidak terhadap variabel terikat.

Untuk menguji apakah masing-masing variabel bebas berpengaruh secara

signifikan terhadap variabel terikat secara parsial dengan α = 0,05. Maka cara

yang dilakukan adalah:

32
a) Bila (P-Value) < 0,05 artinya variabel independen secara parsial mempengaruhi

variabel dependen.
b) Bila (P-Value) > 0,05 artinya variabel independen secara parsial tidak

mempengaruhi variabel dependen.


1.6.3.3 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Menurut Sugiyono (2011:192), uji F digunakan untuk mengetahui apakah

secara simultan koefisien variabel bebas mempunyai pengaruh nyata atau tidak

terhadap variabel terikat. Atau untuk menguji apakah model regresi yang dibuat

baik/signifikan atau tidak baik/non signifikan. Jika model signifikan maka model

bisa digunakan untuk prediksi/peramalan, sebaliknya jika non/tidak signifikan

maka model regresi tidak bisa dignakan untuk peramalan. Uji F secara serentak

untuk menguji apakah keseluruhan variabel bebas berpengaruh secara signifikan

terhadap variabel terikat secara bersama-sama dengan α = 0,05.

Maka cara yang dilakukan adalah:

a) Bila (P-Value) < 0,05 artinya variabel independen secara simultan

mempengaruhi variabel dependen.

Bila (P-Value) > 0,05 artinya variabel independen secara simultan tidak

mempengaruhi variabel dependen.

33

Anda mungkin juga menyukai