Anda di halaman 1dari 19

PENGELOLAAN LOGISTIK DALAM RANTAI PASOK

PRODUK PANGAN SEGAR DI INDONESIA1

Trina Fizzanty2 dan Kusnandar

Pusat Penelitian Perkembangan Iptek-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia


Gedung Widya Graha LIPI lt-8. Jl. Jendral Gatot Subroto 10, Jakarta 12710

Abstrak

Kurangnya pemahaman terhadap lembaga bisnis pedesaan dan lingkungan bisnis telah berpotensi
mengurangi kapasitas bisnis pedesaan untuk meningkatkan kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia.
Makalah ini bertujuan untuk mengkaji pengalaman Indonesia dalam membangun rantai pasok pedesaan
dalam mendukung usaha pertanian dan kinerjanya dengan menggunakan enam prinsip manajemen kunci
rantai pasok. Pada beberapa kasus, desain rantai pasok diawali dari bantuan internasional, instansi
pemerintah, atau perusahaan swasta. Pelajaran yang diperoleh dari dua studi kasus rantai pasok hortikultura
ini digunakan untuk meninjau praktek rantai pasok dan kinerja mereka. Penelitian ini menunjukkan, dua
kasus yang mengalami kegagalan dalam memenuhi enam kunci prinsip rantai pasok yang pada akhirnya
tidak dapat melanjutkan kerjasamanya. Singkatnya, ketidakmampuan untuk mengenali sistem bisnis yang
ada di pedesaan dapat mengurangi potensi masyarakat pedesaan untuk memperoleh manfaat dari sistem
modern ini. Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa pengelolaan logistik itu tidak dapat berdiri sendiri tetapi
harus dikelola bersama- sama dengan lima fungsi lainnya dalam rantai pasok.

Kata Kunci : pangan segar, hortikultura, Indonesia logistik , prinsip rantai pasok, disain
rantai pasok

Abstract

Lack of understanding to the characteristics of rural business insitutions and business environment has
reduced capacity of the rural business in ensuring its contribution to Indonesian economy. This paper aims to
examine Indonesian supply chains formation to support agribusiness performance with using six key supply
chain management principles. For certain cases, building supply chains in Indonesia was assisted by
international organisations, government institutions or private companies. Two case studies of horticultural
supply chains were employed in this study to review its supply chain performance. The horticultural supply
chains failed to continue their partnerships because of inability to meet the six supply chain principles.
Inability to recognise the rural business system can reduce capacity of local community to obtain benefits from
this modern system. This paper also argue that logistics management can not be separated from the whole
SCM systems, thus it should be managed comprehensively with other five functions in supply chains.

Keyword : fresh food, horticulture, Indonesian logistics, supply chain management principles,
design of supply chains.

1 Makalah ini berdasarkan pada makalah yang berjudul ‘Performance of Horticultural Supply Chain and Key SCM Principles’ yang dipresentasikan pada
International Logistics Seminar and Workshop 2012 (ILSW 2012) at Widya Graha LIPI 1st fl. Jakarta. 8-9 Mei 2012. Kerjasama LIPI-ITB-Uni Duisburg Essen-
Kedutaan Besar RI di Berlin-Jerman, dan Kementrian Perdagangan RI.
2 Email: trina.fizzanty@lipi.go.id dan trinafizz@gmail.com

PENDAHULUAN
17 17
Kontribusi sektor pertanian dan agribisnis standar yang telah ditetapkan. Peran logistik
terhadap ekonomi Indonesia cukup nyata, menjadi penting dalam memenuhi pasar ritel
khususnya dalam penyerapan tenaga kerja modern tersebut, yang mencakup pengelolaan
pedesaan dan ketahanan pangan. Diperkirakan inventori, pengelolaan sistem informasi,
terdapat 43 juta orang bekerja di sektor ini, dan pengelolaan pergudangan, dan transportasi.
menunjukkan penurunan selama lima tahun
terakhir, yakni dari 43.97% di tahun 2005 Diantara sektor logistik tersebut, tingginya
menjadi biaya transportasi dan kondisi infrastruktur yang
41.18% di tahun 2009, hingga hanya menyerap masih minim merupakan faktor penghambat
36% tenaga kerja Indonesia pada tahun 2011 dalam peningkatan daya saing produk
(BPS, 2012). Namun demikian, kontribusi sektor hortikultura Indonesia (Natawidjaya, et al., 2012).
ini terhadap nilai tambah masih kecil, yakni 15% Tingginya biaya transportasi salah satunya
dari total nilai tambah, dan 5.16% dari total disebabkan oleh sistem rantai pasok yang tidak
produksi Indonesia (PDB), akan tetapi secara efisien akibat banyaknya aktor yang terlibat
nilai (atas Dasar Harga Konstan tahun 2000) dalam rantai pemasaran produk pertanian.
rata- rata terjadi peningkatan sebesar 3.3% per Kondisi infrastruktur juga mempengaruhi biaya
tahun (BPS, 2012). Disamping itu kinerja ekspor distribusi, karena infrastruktur yang rusak
sektor pertanian bisa mencapai surplus sebesar mengakibatkan banyak produk yang rusak saat
$17.97 milliar pada tahun 2009. diangkut. Semakin banyak produk yang rusak
saat diangkut dari produsen ke konsumen akhir,
Selama satu dekade terakhir, terdapat maka akan semakin berat beban biaya logistik
peningkatan permintaan bagi produk pertanian karena semakin banyak produk yang tidak dapat
berkualitas di Indonesia karena semakin dijual. Permasalahan tersebut merupakan bagian
berkembangnya pasar swalayan modern. dari permasalahan logistik, dan akan semakin
Studi Bank Dunia (Natawidjaya, et al., 2012) nyata terutama pada produk-produk yang tidak
menunjukkan bahwa telah terjadi transformasi tahan lama (non durable goods) atau produk
pemasaran pertanian di Indonesia dari pasar segar seperti komoditas hortikultura.
tradisional ke pasar modern, yang umumnya
muncul dari inisiatif pihak swasta, ketimbang Kondisi di atas didukung pula dari hasil
intervensi pemerintah. Bank Dunia juga studi Bank Dunia yang menunjukkan bahwa
memberikan informasi tentang peranan pasar kinerja logistik atau LPI (Logistic Performance
ritel modern dalam mendistribusikan buah dan Index) beberapa negara termasuk Indonesia
sayuran segar. Melalui pasar ritel inilah, semakin menunjukkan penurunan yang cukup nyata.
meningkat jumlah produk segar seperti buah Pada tahun 2007, LPI Indonesia masih berada
dan sayur yang dipasarkan. Disamping itu, pada peringkat 43, namun kemudian merosot
kehadiran pasar ritel modern dan relatif tajam ke peringkat 75 di tahun 2010, dan sedikit
murahnya harga impor produk pangan segar membaik di tahun 2011 yakni diperingkat 59.3
telah berkontribusi terhadap semakin
Jurnal Penelitian Pos dan Informatika

meningkatnya impor pangan segar yang masuk Dibandingkan dengan negara-negara


ke Indonesia. ASEAN, biaya logistik Indonesia adalah yang
paling mahal. Indonesia hanya berada di atas
Pada saat yang sama, pasar ritel modern juga Laos dan Myanmar. Dibandingkan dengan
telah membangun kerjasama dengan pedagang negara-negara ASEAN lainnya, kondisi logistik
besar lokal, termasuk perantara dan petani Indonesia masih tertinggal dari negara
terpilih, untuk memasok mereka dengan pangan tetangganya, Singapura (menempati peringkat
segar tertentu. Ada kecenderungan pasar ritel pertama dunia), kemudian Malaysia di peringkat
modern di Indonesia menggunakan transaksi 29, Thailand 38, disusul Filipina dan Vietnam di
langsung dengan produsen terpilih untuk peringkat 52 dan 53 (Gambar-1).
mengurangi biaya transaksi. Trend ini
menunjukkan adanya kesempatan bagi
kelompok produsen atau koperasi untuk
memasok pangan segar ke pasar swalayan,
sepanjang mereka dapat memenuhi
3 http://lpisur vey.worldbank .org

18 18
dengan produk dari negara lain, baik di pasar
internasional maupun di pasar dalam negeri.
Disamping itu, jika sistem logistik Indonesia
tidak segera dibenahi, maka dikhawatirkan bisnis
logistik Indonesia tidak dapat bertahan di era
pasar global tersebut.
Permasalahannya, pengelolaan logistik
adalah bagian dari pengelolaan rantai pasok
(supply chain management), sehingga
keberhasilan logistik ditentukan pula oleh
pengelolaan rantai pasok. Perusahaan-
Gambar-1. Logistics Performance Index Beberapa
Negara di Asia Tenggara Tahun 2011. perusahaan logistik di Indonesia saat ini telah
Sumber: http://lpisur vey.worldbank .org berkembang, bahkan menjadi kekuatan ekonomi
sendiri melalui asosiasi yang mereka bentuk.
Pertanyaannya, apakah penggunaan jasa logistik
Menurut data dari Kementerian pihak ketiga (outsource) di sektor produk pangan
Perdagangan, biaya logistik Indonesia pada segar, khususnya hotikultura di Indonesia itu
tahun 2010 mencapai Rp 1.402 Triliun atau sesuai (relevance) dan layak (feasible)? Hal- hal
sekitar 26% dari total PDB saat itu yang apakah yang harus dipertimbangkan untuk
mencapai Rp 5.394 Triliun. Dari total biaya mendukung sistem logistik pertanian yang
logistik tersebut, paling tinggi adalah untuk efisien tersebut?
biaya transportasi yang mencapai
60%, kemudian biaya penyimpanan 30% dan
sisanya adalah adalah biaya administrasi.
TUJUAN PENULISAN
Kondisi logistik yang tidak memadai
akan berdampak pada rendahnya daya saing Makalah ini bertujuan untuk memaparkan
produk Indonesia, baik di pasar domestik hasil kajian terhadap dua studi kasus rantai
maupun internasional, terutama untuk produk pasok produk hortikultura di Indonesia.
hortikultura. Produk-produk mudah rusak, Gambaran tentang sistem logistik pertanian di
seperti produk hortikultura, akan sangat Indonesia dan kaitannya dengan aspek-aspek
dipengaruhi oleh kondisi logistik tersebut. Hal ini manajemen rantai pasok secara keseluruhan.
akan berpengaruh terhadap kualitas produk dan Belajar dari dua studi kasus yang tidak berhasil
harga produk di tingkat konsumen serta membangun sistem rantai pasok yang efektif
ketepatan jadwal pengiriman maupun faktor- dan efisien, kemudian diformulasikan kondisi
faktor lain yang menjadi perhatian konsumen. yang perlu dibangun untuk mendukung sistem
logistik pertanian di Indonesia.
Dengan demikian tantangan pembangunan
pertanian kedepan tidak hanya bertumpu pada
peningkatan produktivitas dan inovasi di sektor
usahatani (on-farm) tetapi juga produktivitas TINJAUAN PUSTAKA
dan inovasi di sektor-sektor terkait dengan
usaha tani, seperti pengolahan, pengemasan,
dan jasa logistik. Dengan akan diberlakukannya Peluang dan Tantangan Bisnis
kesepakatan CAFTA (China-ASEAN Free Trade Hortikultura Indonesia
Area) antar negara-negara ASEAN dan Cina, Salah satu produk pertanian yang memiliki
maka diperlukan kesiapan sektor logistik potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai
Indonesia. tambah, daya saing dan ekspornya adalah
produk hortikultura. Komoditas hortikultura
Berdasarkan paparan di atas, membangun
meliputi sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman
sistem logistik yang efisien adalah suatu
hias dan tanaman biofarmaka. Kecuali tanaman
keniscayaan untuk memperkuat daya saing
biofarmaka, sebagian sebagian besar permintaan
produk pangan domestik. Apabila sistem logistik
adalah dalam bentuk segar. Walaupun ekspor
Indonesia tidak efisien, maka sulit bersaing
produk pertanian Indonesia saat ini masih logistics) tetapi juga oleh jasa logistik pihak
didominasi oleh produk perkebunan (93% dari ketiga (out-source logistics). Banyak hal yang
total nilai ekspor pertanian), akan tetapi ekspor menjadi pertimbangan perusahaan untuk
produk hortikultura pada tahun 2011 mengalami menggunakan in-house logistics atau out-source
peningkatan signifikan sebesar 26% dari tahun logistics (Cooke,
2010, yaitu dari US$ 390.74 juta menjadi US$ 1998; Budiman, 2012). Namun demikian, untuk
491.3 juta, dan sampai triwulan pertama tahun jasa logistik pihak ketiga belum menjadi
2012 sudah mencapai US$ 117.7 juta (Kementan, perhatian bagi pelaku bisnis produk pangan
2012). segar seperti hortikultura.
Dalam pengembangan Hortikultura tahun Pengelolaan logistik merupakan salah
2012, pasokan diarahkan tidak hanya untuk satu elemen dalam pengelolaan rantai pasok.
memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri Perusahaan-perusahaan yang mengembangkan
melalui pasar tradisional dan modern, tetapi jasa transportasi dan logistik tidak serta merta
juga luar negeri (Kementan, 2011). Hal tersebut menjadi bagian dari rantai pasok yang terkelola,
menjadi tantangan cukup berat bagi para pelaku jika perusahaan logistik ini tidak membina
agribisnis, dikarenakan tuntutan konsumen baik kerjasama dengan aktor-aktor di rantai pasok
dalam maupun luar negeri sudah semakin tinggi, tersebut, atau hanya bekerja berdasarkan
yaitu menghendaki produk dengan kualitas yang pesanan yang diterima sewaktu-waktu.
tinggi dengan harga yang bersaing. Resikonya adalah perusahaan terkadang tidak
siap dengan jenis logistik yang dibutuhkan
Saat ini produk hortikultura Indonesia tidak
pelanggan, oleh karena itu diperlukan manajer
hanya harus bersaing di pasar internasional,
logistik. Menurut Lambert, Garcia-Dastugue and
tetapi juga di dalam negeri. Hal tersebut
Croxton (2008) manajer logistik itu berkontribusi
dikarenakan produk dari negara lain yang masuk
dan mendapat manfaat ketika mengelola lintas
ke pasar Indonesia semakin meningkat
fungsi diantaranya mengelola hubungan dengan
jumlahnya, yang dapat dilihat dari volume impor
pelanggan, pemasok, mengelola permintaan,
produk hortikultura. Dalam kurun waktu 2009-
mengelola jasa pelanggan, memenuhi order,
2011, volume impor hortikultura meningkat
komersialisasi produk dan fungsi lainnya.
sebesar
35% (Kementan, 2012). Komoditi yang diimpor Proses pembentukan rantai pasok dan
tersebut sebagian besar merupakan komoditi pengelolaannya dapat dipandang sebagai
yang juga ditanam di Indonesia seperti bawang- sebuah transformasi organisasi dari sistem
bawangan, kentang, buah-buahan seperti jeruk, konvensional kepada sistem baru. Banyak hasil
apel, dan komoditi lainnya. penelitian yang memanfaatkan kajian terhadap
rantai pasok yang berhasil daripada yang gagal.
Untuk mempertahankan produk hortikultura
Pengetahuan tentang bagaimana sebuah rantai
tetap dalam kondisi segar dan tidak rusak
pasok dan logistik itu tidak berjalan,
sampai ke tangan konsumen, memerlukan
bagaimanapun, dapat membantu
Jurnal Penelitian Pos dan Informatika

inovasi yang cukup tinggi. Hal tersebut


pengembangan strategi untuk meminimumkan
dikarenakan komoditi hortikultura memiliki sifat
resiko, membantu dalam memperbaiki rantai
yang mudah rusak (perishable) baik secara fisik
pasok yang pernah tidak berjalan, dan
maupun kimia. Tantangan dalam logistik produk
mencegahnya dari kegagalan yang lebih dalam.
segar ini adalah antara menjaga kualitas produk,
biaya dan jasa. Menurut Timmermans (2006) ada Terdapat peningkatan perhatian di sektor
peluang bagi logistik dalam konfigurasi rantai bisnis tentang dampak peningkatan lingkungan
pasok berperan dalam menjaga kondisi agar pasar kompetitif dan jenis-jenis strategi adaptif
kualitas awal produk dapat dipertahankan dan yang dibutuhkan untuk berhasil dalam
masa hidup produk bisa diperpanjang (shelf life). lingkungan dinamis dan berubah tersebut.
Dengan demikian, keberhasilan dalam
Manajemen Logistik dan Rantai Pasok persaingan ditentukan oleh tingkat keberhasilan
dalam membangun dan mempertahankan
Saat ini jasa logistik tidak hanya dilakukan kerjasama dan aliansi (Morgant and Hunt,
oleh perusahaan yang bersangkutan (in-house 1994), yang merupakan konsep dasar dalam
manajemen rantai pasok (supply
chain management). Manajemen rantai pasok kerusakan yang diakibatkan oleh fisik atau
bergantung pada koordinasi antar perusahaan kimia.
dan interaksi bisnis terkait produk, jasa,
4. Dampak terhadap lingkungan: Sistem
sumberdaya keuangan dan informasi.
pertanian beresiko terhadapa lingkungan
Manajemen rantai pasok bertujuan untuk
karena menggunakan banyak lahan, air, dan
mengkoordinasikan hubungan antar aktor rantai
energi.
pasok, yang berarti menciptakan cara-cara yang
terorganisir di rantai pasok untuk berinteraksi Sementara itu Vorst, et al (2005)
satu sama lain. Lingkup rantai pasok bergantung menjelasakan karakteristik logistik produk
pada konsensus dari para aktor yang terlibat pertanian berdasarkan pelaku dalam rantai
dalam membangun hubungan dalam sistem pasok, yaitu :
tersebut.
1. Petani
Dengan semakin kompetitifnya lingkungan - Periode produksi lama
bisnis dan tingginya ketidakpastian, semakin
dibutuhkan disain rantai pasok yang adaptif - Produksi bersifat musiman
dan mampu merespon lingkungan pasar yang - Kualitas hasil dan volume yang dipasok
sangat mudah berubah. Pengelolaan rantai bervariasi
pasok kemungkinan tidak berlanjut, jika hanya
mempertimbangkan efisiensi, nilai tambah 2. Pedagang (bandar/ritel)
dan persaingan. Oleh karena itu, rantai pasok - Bervariasinya kualitas dan volume
juga harus mengembangkan kapasitas untuk pasokan dari petani
beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
- Pasokan bersifat musiman
- Memerlukan pengkondisian untuk
Karakteristik Logistik Produk transportasi dan ruang penyimpanan
Hortikultura 3. Industri
Logistik untuk produk pertanian termasuk - Variabel dalam proses sangat
hortikultura cukup kompleks baik dari sisi berpengaruh terhadap kuantitas dan
produksi, distribusi dan konsumsi. Hal tersebut kualitas hasil karena pengaruh sifat
dikarenakan sistem logistik produk hortikultura biologi yang bervariasi, musim, cuaca,
memiliki karakteristik tertentu yang dipengaruhi hama, dan kerusakan biologi lainnya.
oleh sistem produksi, sifat produk dan
- Dibutuhkan waktu untuk menunggu tes
konsumen. Oleh karena itu sistem logistik untuk
kualitas (karantina)
produk hortikultura memerlukan penanganan
khusus dan berbeda dari produk manufaktur. - Ruang penyimpanan dan buffer harus
khusus sesuai dengan sifat bahan baku
Mena and Steven (2010) menjelaskan atau produk
beberapa karakteristik khusus dari produk
- Membutuhkan ketelusuran dalam
pertanian termasuk hortikultura, yaitu :
proses produksi mengingat pentingnya
faktor kualitas dan lingkungan.
1. Musiman: Produk pertanian memiliki sifat
musiman baik pada sistem produksi
maupun konsumsinya. Produk hortikultura juga memiliki
2. Keamanan, nutrisi dan kesehatan: Produk karakteristik pada sistem rantai pasokannya.
pangan akan berdampak langsung pada Sistem rantai pasok hortikultura di Indonesia
tubuh sesorang yang mengkonsumsi. Oleh cukup kompleks dengan melibatkan banyak
karena itu faktor kemananan, kualitas, aktor, mulai dari pemasokan produk dari petani
ketelusuran menjadi isu penting. sampai ke konsumen. Setiap aktor memiliki
fungsi dan aturan tertentu. Sebagai contoh
3. Umur produk pendek dan rentan rusak: disajikan Gambar-2 menyajikan sistem pasokan
Sifat biologis produk pertanian hortikultura di Jawa Barat (sentra produksi
mengakibatkan umurnya pendek hortikultura nasional) (Natawidjaya, et al., 2007)
dan rentan terhadap
Petani

Pedagang
Pengumpul

Supplier Retal
Supplier Industri
Modern

Industri Pasar Tradisional Retail Modern Pedagang antar


Eksportir pulau

Gambar-2. Sistem Rantai Pasok Produk Hortikultura (Natawidjaya, et al., 2007)

Saat ini bandar (big traders) masih Dalam rangka peningkatan nilai tambah,
memegang peranan penting dalam sistem idealnya petani dapat berperan dalam
pasokan hortikultura, baik untuk pasar pemasaran, baik ke pasar tradisional maupun
tradisional maupun pasar lainnya. Berdasarkan modern. Akan tetapi hal tersebut sulit bagi
proporsinya, 46% produk petani dijual ke petani, karena luas penguasaan lahan yang
bandar, kemudian 40% dijual ke pedagang sempit mengakibatkan tidak mungkin dapat
pengumpul dan sisanya ke pembeli lain. Akan memasok pasar secara kontinyu. Selain itu
tetapi seluruh produk dari pedagang pengumpul aktivitas sortasi, grading dan transportasi
dijual ke Bandar, padahal antara pedagang memerlukan biaya tambahan, sehingga jika
pengumpul, bandar dan petani umumnya masih volume panen kecil, maka tambahan nilai dari
berada dalam satu wilayah. Dari bandar aktivitas tersebut tidak akan sebanding dengan
sebagian besar produk dijual ke pasar tradisional biaya yang dikeluarkan. Untuk memecahkan
(74%), kemudian ke pemasok pasar swalayan masalah tersebut, diharapkan adanya peran dari
(9%), pedagang antar pulau (9%), industri (5%) kelompok tani, akan tetapi sampai saat ini belum
dan sisanya ke pasar lain (Natawidjaya, et al., banyak kelompok tani yang dapat berperan
2007). sampai pemasaran. Menurut hasil survei Bank
Dunia (Natawidjaya, et al., 2007), hanya 1%
Setelah melalui beberapa aktor, secara petani yang memanfaatkan kelompok tani dalam
umum produk hortikultura berakhir di pasar pemasarannya.
tradisional sebanyak 68%, kemudian pasat
ritel modern
11%, industri 6%, dan sisanya ke konsumen Prinsip-prinsip Pengelolaan Rantai Pasok
lain (Natawidjaya, et al., 2007). Setiap pasar (supply chain management principles)
memiliki standar kualitas dan aturan tertentu,
Jurnal Penelitian Pos dan Informatika

Indikator berhasilnya suatu pengelolaan


akan tetapi pada umumnya tidak berpengaruh
rantai pasok khususnya di pertanian
kepada sebagian besar petani, karena sebagian
dikemukakan oleh Roekel, Willems and Boselie
besar penjualan komoditas melalui bandar
(2002) yakni: (1) meningkatnya margin dan
dan pedagang pengumpul (small collectors).
pengetahuan pasar bagi produsen; (2)
Keputusan tentang arah pasar sebagian besar
penurunan hilangnya produk selama
produk berada ditangan bandar. Bandar menjadi
penyimpangan dan transportasi; (3) kualitas
aktor pertama yang melakukan aktivitas sortasi
produk meningkat; (4) meningkatnya produk
dan grading, karena penjualan dari petani dan
pangan yang terjamin aman; (5) penjualan
pedagang pengumpul adalah dengan sistem
meningkat signifikan; (6) peningkatan nilai
‘abresan’ (seluruh grade dan kualitas dicampur
tambah produk yang dapat menghasilkan
dan dijual dengan satu harga). Kualitas sortasi
penerimaan. Mengacu pada pemikiran Roekel,
di bandar didasarkan pada tujuan pasar, karena
Willems and Boselie tersebut, maka SCM itu
setiap tujuan pasar mempunyai tingkat minimal
kualitas yang berbeda.
gagal jika tidak dapat memberikan manfaat Willems and Boselie (2002) belum menjelaskan bagaimana
kepada semua anggotanya. Akan tetapi, Roekel, rantai pasok itu dapat dikelola secara efektif.
Š Prinsip-5: membangun kerjasama yang
Terdapat enam prinsip pengelolaan SCM
efektif.
yang efektif dikemukakan oleh Collins, Dunne
and Murray (2004) berdasarkan kerja kolaborasi Isu kritis yang berdampak pada rantai
dengan rantai pasok agribisnis yang berhasil. pasok dalam studi kasus ini adalah
Jika prinsip-prinsip ini tidak diperhatikan, maka rendahnya kemampuan rantai pasok
akan menghalangi kemampuan sistem (rantai dalam membangun kerjasama yang efektif.
pasok) untuk bekerja dengan baik. Makalah ini Memahami permasalahan budaya petani
menggunakan prinsip-prinsip yang disampaikan dalam menerima umpan balik dari mitra
Collins, Dunne and Murray (2004) tersebut untuk bisnis mereka merupakan hal yang utama.
mengkaji pengelolaan rantai pasok hortikultura. Š Prinsip-6: penciptaan dan berbagi nilai.
Keenam prinsip tersebut adalah:
Untuk berhasil dalam pengelolaan rantai
Š Prinsip-1: Fokuskan pada pelanggan dan
pasok, maka prinsip-prinsip tersebut harus
konsumen
dipenuhi. Ketidakmampuan untuk memenuhi
Standar kualitas produk prinsip-prinsip manajemen rantai pasok tersebut,
perlu disesuaikan dengan berpotensi gagal dalam pencapaian tujuan
kebutuhan konsumen manajemen rantai pasok atau kerjasama rantai
akhir. Oleh karena itu, pasok tidak berlanjut (Gambar-3).
umpan balik dari
konsumen tentang
penerimaan mereka akan
produk menjadi sangat
penting.
Š Prinsip-2: menghasilkan
produk yang berkualitas
Š Prinsip-3: memastikan
logistik dan distribusi yang
efektif
Prinsip 3 ini berkaitan dengan masalah
distribusi dan logistik serta kondisi
infrastruktur, sekaligus sebagai indikator
kinerja rantai pasok dalam menangani
produk. Aktivitas yang penting dalam Gambar. 3. Prinsip-prinsip Pengelolaan Logistik
dalam Rantai Pasok (Collins, Dunne & Murray,
logistik dan distribusi ini mencakup
2004)
transportasi, penyimpanan dan prasarana
komunikasi dalam pengembangan rantai
pasok yang efisien di negara berkembang.
METODOLOGI
Š Prinsip-4: memiliki informasi yang efektif
dan strategi komunikasi. Makalah ini menggunakan pendekatan studi
Prinsip 4 dari manajemen rantai pasok kasus untuk menyajikan hubungan antara desain
berkaitan dengan arus informasi dan manajemen rantai pasok dan kinerjanya. Kedua
komunikasi di sepanjang rantai pasok. studi kasus ini adalah manajemen rantai pasok
Kurangnya akses informasi pasar telah hortikultura di Jawa-Indonesia; dimana dua
ditemukan menjadi hal penting bagi kasus tersebut merupakan contoh dari
produsen gurem di negara berkembang. manajemen rantai pasok yang gagal, karena
tidak berlanjutnya hubungan kerjasama antar
rantai pasok sebelum mencapai tujuan yang
diharapkan.

Kasus pertama yang dilaporkan dalam tulisan


ini oleh penulis merupakan pengalamannya
sendiri dalam melakukan penelitian
intensif dalam
manajemen rantai pasok mangga di Kabupaten besar. Menurut para pelanggan,
Situbondo-Jawa Timur (Fizzanty, 2009). Kasus pedagang besar
kedua adalah laporan kasus tertulis oleh penulis
berdasarkan pengalamannya terlibat dalam
proyek rantai pasok serta dialog intensif dengan
anggota rantai pasok di Kabupaten Bandung-
Jawa Barat. Analisis dalam dan antar studi kasus
(within and cross cases analysis) yang digunakan
dalam penelitian ini ditujukan untuk menyajikan
keterkaitan antara desain rantai pasok
hortikultura serta kinerja mereka.

Kedua kasus tersebut ditelaah sesuai dengan


enam prinsip utama manajemen rantai pasok
(Collins, Dunne and Murray, 2004). Prinsip-
prinsip ini dapat dipandang sebagai strategi
terbaik untuk mengelola rantai pasok karena
diformulasikan dari manajemen rantai pasok
yang sukses. Studi ini menggunakan pendekatan
benchmark yakni membandingkan antara
kondisi pengelolaan logistik pertanian saat ini
dengan prinsip-prinsip pengelolaan rantai pasok
produk pertanian (Collins, Dunne and Murray,
2004). Hasil analisis benchmark (gap) ini
selanjutnya menjadi masukan untuk mendisain
kembali rantai pasok/ logistik pertanian di
Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dua studi kasus rantai pasok hortikultura
di Indonesia digunakan dalam studi ini. Kasus
pertama adalah rantai pasok mangga dan
stroberi. Penelitian Fizzanty (2009) menunjukkan
bahwa produsen hortikultura yang memasok
pasar ritel modern bertanggung jawab dalam
distribusi produk segar ke pergudangan yang
Jurnal Penelitian Pos dan Informatika

dimiliki pasar ritel modern.

A. Kasus-1: Manajemen Rantai Pasok


Mangga di Jawa Timur

1. Rantai Pasok Konvensional

Pada umumnya para petani menjual mangga


ke pedagang desa atau pengumpul/pengepul
tanpa melalui sistem grading/penilaian (Gambar
4). Para pengepul melakukan penyortiran dan
penilaian di tempat pengumpulan barang, dan
sebagian mangga dijual ke agen eksportir, serta
sisanya dijual ke pasar tradisional dan pedagang
melakukan penambahan nilai pasar melalui penyortiran,
penilaian serta pengemasan yang baik. Beberapa mangga Proyek ini menyediakan secara cuma-cuma
di jual ke para agen pasar swalayan atau langsung ke kepada petani faktor-faktor produksi untuk
pasar swalayan, serta sisanya dijual ke pasar tradisional. penanaman mangga di lahan mereka. Pohon
Para agen pasar swalayan tidak hanya menjualnya ke mangga dari area proyek ini mulai panen pada
pasar swalayan, tetapi juga ke eksportir. tahun 2004 dan pada saat itu kelompok petani
mangga mulai melakukan interaksi dengan
beberapa partner potensial. Besarnya investasi
2. Rantai Pasok Modern dalam pengembangan kebun mangga dari pihak
asing memotivasi Kementrian Pertanian
Pada rantai pasok modern, petani mangga didorong Indonesia dan Dinas Pertanian setempat untuk
untuk bekerjasama dalam kelompok dengan jumlah memfasilitasi kerjasama baru antara eksportir
anggota 20-25 orang. Awalnya, proyek ini tidak berjalan dan Gabungan Kelompok Tani di Situbondo.
dengan baik karena rendahnya tingkat kepercayaan di Pada tahun 2005. mereka berhasil membentuk
antara masyarakat dan Pemerintahan Orde Baru kerjasama baru dengan eksportir dan
pada saat ini. Hal ini disebabkan pendekatan proyek yang menandatangani kontrak satu tahun untuk
didesain secara formal dari “atas” dengan terbatasnya pengadaan mangga.
partisipasi masyarakat. Konsekuensinya, masyarakat
curiga terhadap program pemerintah ini.
Menurut eksportir, hal ini yang menyebabkan
Mango
Farmers gagalnya jenis mangga ini bersaing dengan
M nment mangga berkulit kemerahan dari negara lain,
a
n seperti mangga Taiwan. Hal ini dianggap sebagai
a
g
perilaku “trial and error” eksportir dengan
e membawa keluhan konsumen setelah mangga-
r
G
mangga tersebut diekspor. Perilaku ini
o membawa
v
Traditional
Market
Wholesalers / e proyek kerjasama mangga. Kegagalan dalam
Growers r
melakukan riset pasar yang efektif juga
berkontribusi terhadap keputusan ini.
Suppliers for supermaket and expo

Dengan kondisi ini, pemimpin kelompok tani


dan manajer berusaha keras untuk mencapai
Supermaket target eksportir, namun kapasitas mereka
The United of farmer groups
untuk melakukan hal tersebut sangat terbatas.
The New Exporter
The Traditional Supply Chain
Untuk menanggapi hal tersebut, eksportir bekerjasama
The Modern Supply Chain dengan asosiasi mangga melakukan percobaan di
lapangan dengan menanam varietas mangga baru yang
Gambar 4. Rantai Pasok Mangga Tradional dan
Modern di Jawa Timur (Fizzanty, 2009: p.144)
berasal dari negara lain. Eksportir berpendapat bahwa
mangga dengan kulit kemerahan lebih dapat diterima di
pasaran internasional daripada mangga berkulit hijau.
Prinsip-1: Fokus Kepada Pelanggan dan Jika hasil percobaan lapang tersebut dapat berhasil
Konsumen menanam varietas mangga berkulit merah dengan baik di
Jawa Timur, maka eksportir berencana mendorong petani
Standar kualitas produk mangga belum untuk menanamnya.
sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Berdasarkan laporan eksportir, pelanggan Apa yang sebenarnya terjadi adalah eksportir tetap
internasional menunjukkan ketidaktertarikan mengirimkan mangga ke pasar ekspor dan kemudian
terhadap buah mangga produksi Indonesia yang menyatakan bahwa mangga berkulit hijau tidak
berkulit hijau, yang dipersepsikan sebagai memenuhi selera konsumen.
mangga belum matang. Konsekuensinya,
konsumen tidak sepenuhnya mau menerima
varietas mangga Harumanis yang kulitnya
berwarna hijau walaupun sudah matang.
Sementara itu, para pejabat dinas tinggi serta untuk menyiapkan alternatif lain
daerah yang diharapkan terlibat dalam sumber pendapatan bagi petani.
melakukan supervisi terhadap petani
tidak begitu menaruh perhatian atas Dalam keterkaitannya menangani masalah
tugas ini. Akibatnya, hanya sedikit ini, kelompok tani mangga di Jawa Timur
sekali jumlah mangga yang dapat mengikuti jadwal pemanenan yang telah diatur
terkirim ke mangga ke tempat oleh manajer operasional dengan membagikan
pengumpulan. Oleh karena itu, peralatan panen seperti pemotong khusus,
masukan dari pelanggan mangga keranjang plastik diantara para anggotanya.
sebagai konsumen akhir sangatlah Pemimpin kelompok tani ini juga berkoordinasi
penting. dalam penggunaaan alat panen tersebut di
antara anggotanya.

Prinsip-2: Menghasilkan Produk Eksportir juga berpendapat bahwa varietas


Berkualitas mangga yang dihasilkan oleh petani di Jawa
Timur kurang menarik bagi pelanggan di rantai
Dari tahun 1997 ke 2002, pasoknya. Hal ini dapat menyebabkan risiko
pemerintah membantu tinggi bagi eksportir untuk melanjutkan
mengembangkan kebun mangga kerjasama ini dengan petani, karena akan
melalui proyek pemerintah. Proyek ini memakan waktu lebih lama dan sangat mahal
bertujuan untuk mengembangkan untuk mengganti tanaman mangga petani agar
varietas mangga standar “Harumanis dapat memenuhi
143” untuk merehabilitasi area dataran
selera konsumennya. Kondisi inilah yang
membuat eksportir memutuskan kerjasama Para petani telah menggunakan
untuk tidak dilanjutkan lagi. pengemasan mangga yang sesuai,
namun eksportir tidak menggunakan
ruang pendingin. Padahal, para
Prinsip-3: Memastikan Logistik dan Distribusi petani, pemimpin kelompok tani,
yang Efektif penyedia transportasi dan perusahaan
pelayaran semuanya terlibat dalam
Pendistribusian mangga dari kelompok tani
proses distribusi ini. Baik para petani
ke tempat pengumpulan sudah berjalan secara
dan eksportir berkontribusi terhadap
efisien. Namun demikian, ada risiko tinggi dalam
inovasi pengemasan/pengepakan kea
hal pengiriman mangga dari tempat
rah yang lebih baik untuk memenuhi
pengumpulan ke gudang penyimpanan di
keburuhan konsumen. Para petani
Jakarta. Meskipun para petani telah mengemas
dapat juga langsung membawa
mangga sesuai rekomendasi ke tempat
mangganya ke tempat pengepul
pengumpulan, buruknya kondisi jalan antara
Jurnal Penelitian Pos dan Informatika

dengan memakai keranjang yang


Situbondo dan Jakarta serta kurangnya fasilitas
kemudian dikemas kembali agar sesuai
pendingin penyimpanan diduga akan membuat
dengan standar ekspor. Pemerintah
kerusakan akan kualitas mangga sebesar 30
juga mempunyai peranan penting
persen dari suplainya.
dalam distribusi ini khususnya dalam
Sarana transportasi mangga ke mpasar hal penyiapan kondisi prasarana jalan
ekspor juga berpengaruh terhadap kualitas yang lebih baik. Namun, kurangnya
mangga yang diekspor. Eksportir tidak koordinasi di antara organisasi
menggunakan kargo udara untuk mengekspor pemerintah yang ada menjadi salah
mangga karena dianggap terlalu mahal. Hal ini satu faktor permasalahan yang
juga mungkin terkait fakta bahwa eksportir berhubungan dengan buruknya
telah melakukan uji coba pasar, dan dengan transportasi mangga.
mengirim memakai kargo udara tidaklah efisien.
Pengiriman mangga melalui jalur laut memang
tidak begitu mahal, tetapi memakan waktu lebih
lama, seperti dikatakan oleh salah seorang
eksportir.
Prinsip-4: Memiliki Informasi dan Selain itu, (1) kurangnya dukungan
Komunikasi yang Efektif pemerintah dalam promosi buah dan edukasi
pelanggan; dan (2) kurangnya komunikasi yang
Informasi pasar mengalir dari eksportir ke manajer, terjalin antara eksportir dan dinas setempat
pemimpin kelompok dan para petani. Ada pertemuan dalam pengembangan kebun mangga yang
rutin antara pemimpin kelompok dimana manajer berbagi didasarkan kepada kenyataannya bahwa varietas
informasi.Para petani menerima umpan balik langsung ini tidak mampu memenuhi selera konsumen
dari penilai/ grader di tempat pengepul yang juga internasional.
melakukan kontrol kualitas secara mandiri. Namun
hanya
25-30 persen dari petani saja yang membawa kembali Prinsip-5: Membangun Kerjasama yang
mangganya ke tempat pengepul, yang berarti terbatasnya Efektif
informasi yang tersebar terhadap petani di lokasi
tersebut. Pada studi kasus ini, terdapat tingkat
kepercayaan awal yang rendah. Meskipun
Pendekatan “coba-coba” oleh eksportir dan demikian, dengan semakin meningkatnya
kelompok tani ini dalam identifikasi dan memenuhi intensitas dialog antara eksportir dan kelompok
kebutuhan konsumen mangga nampak jelas pada kasus tani mangga, maka tingkat kepercayaan diantara
di Jawa Timur ini. Para pelaku yang berbeda mempunyai anggota rantai pasok makin meningkat dan
alasan yang berbeda pula dalam melakukan uji coba ini, pada akhirnya mendorong kinerja rantai pasok
tapi semuanya mempunyai konsekuensi yang sama ini. Hal ini terungkap dari hasil wawancara
terhadap keberlangsungan proyek kerjasama ini. Dinas dengan partisipan studi ini:
setempat telah mengetahui akan kualitas mangga yang
‘... kemaren ada yang datang (perusahaan), ia
diproduksi petani ini, namun tidak menginformasikannnya
berjanji akan membeli mangga kita... ternyata ia
kepada eksportir.
nggak balik-balik....kemudian datang perusahaan
ini (eksportir), kita jadi ragu, masyarakat ragu,
apa bener mau beli (kerjasama). Hasil sosialisasi,
pertama-tama tidak ada yang mau kirim... dstnya. dan perilaku mengorganir diri menjadi jelas. Perilaku ini
Paling cuma 25% yang kirim. Tetapi setelah lihat memberikan kesempatan kepada anggota rantai pasok
kita benar-benar beli dengan harga yang lebih untuk berinteraksi dan menyesuaikan perilaku mereka
bagus, baru mereka (petani) mau kirim barang ke dalam menanggapi perubahan yang terjadi di lingkungan
kita’ (manager lapang Situbondo) (Peterson, 2002). Pendorongan hubungan ini juga
Kerjasama rantai pasok ini berakhir setelah memberikan peluang untuk berbagi pengetahuan antara
munculnya konflik antara anggotanya. Padahal, sesama anggota rantai pasok. Sebagai contoh,
peningkatan kepercayaan dalam kerjasama akan pengetahuan akan penanganan buah dan kebutuhan
memberikan kesempatan belajar dan perilaku konsumen telah dibagi melalui proses ini. Meskipun,
pengorganisasi diri sendiri suatu organisasi. proses pembelajaran rantai pasok mengalamai kegagalan
Namun, perilaku pendorong semangat ini juga yang diduga sebagai hasil dari terlalu dominannya peran
diikuti oleh perilaku pengecilan semangat eksportir dalam hal pasar dan teknologi. Hasil ini
seperti perilaku “coba-coba”, berbuat mencerminkan temuan dari studi yang dilakukan oleh
kecurangan dan penggunaaan strategi penarik Peterson (2002) yang menemukan dua hambatan dalam
dari perantara untuk memikat petani agar pengembangan rantai pasok pertanian pangan sebagai
mengirimkan buah mangganya ke pengepul dan organisasi pembelajar yakni dominasi para pelaku dan
masuk ke dalam rantai ekspor, yakni dengan pencapaian struktur yang terintegrasi.
menyetujui untuk berkompromi dalam
memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dalam
jangka pendek, strategi ini memang tidak
menghambat kerjasama rantai pasok, tapi
terbukti membawa risiko terhadap keseluruhan
kinerja rantai pasok dan kepuasan pelanggan.
Sebagai akibatnya, kerjasama rantai pasok ini
tidak dapat bersifat langgeng.

Sebagaimana tingkat kepercayaan tumbuh


dalam suatu kerjasama, proses pembelajaran
Prinsip-6: Penciptaan dan Berbagi Nilai semua kelompok petani mangga memperoleh
penghasilan yang lebih tinggi karena mereka
Terdapat beberapa perbaikan yang sudah menyewakan pohon mangganya kepada
dapat diamati dalam fase pasca panen pedagang sebelum eksportir memulai
dan kerjasama kelompok tani dengan operasinya di daerah ini.
eksportir dalam memperbaiki sistem
mereka untuk memenuhi kebutuhan Sebagai kesimpulan, terdapat sejumlah
ekspor. Proses penciptaan nilai ini tantangan yang dialami dalam pengelolaan
dilakukan melalui kerjasama tanpa rantai pasok mangga di jawa Timur. Faktor-
imbalan tambahan untuk pemasok faktor inilah yang menjadi penyebab rusaknya
kecuali untuk harga standar yang kerjasama rantai pasok tersebut, sebagai berikut:
dibayar untuk mangga mereka. rendahnya kualitas produk dari pemasok yang
Namun, harga standar yang ditawarkan tidak dapat dihandalkan; sistem “coba-coba”
kepada pemasok rata-rata lebih tinggi yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
terhadap harga pasar lokal dan tidak pelanggan; risiko-risiko yang berkaitan dengan
terpengaruh akan kondisi pasokan distribusi dan logistik; umpan balik yang diterima
musiman. dengan keterbatasan informasi dan komunikasi;
rendahnya tingkat kepercayaan atas sistem
Harga yang ditawarkan oleh kerjasama; penerapan harga minimum dimana
pedagang lolal lebih rendah dari pada harga jual rata-rata lebih tinggi dari harga pasar
harga eksportir. Harga pedagang lokal lokal membuat para pemimpin kelompok tani
tersebut juga berfluktuasi mengikuti menjadi berjiwa oportunis. Nilai ekonomi yang
pasokan musiman. Harga lokal tercipta pada rantai ini lebih mungkin terbagi
untuk mangga dapat mencapai 500 hanya kepada pemimpin kelompok tani saja
sampai 800 rupiah per kilogram pada daripada ke semua anggota dari rantai pasok
tingkat petani, yang merupakan harga ini, yang berakibat pada berkurangnya motivasi
dasar bagi eksportir untuk menentukan petani lain untuk bergabung ke dalam sistem ini.
harga acuan. Namun demikian, tidak
B. Kasus-2: Rantai Pasok Stroberi dengan tidak didukung oleh ruang penyimpanan
berpendingin. Kebanyakan petani juga tidak
1. Rantai Pasok Konvensional
diharuskan untuk melakukan penanganan
Sebelum proyek ini dimulai, seluruh pasca panen dan grading/penilaian dalam
anggota asosiasi menjual stroberinya kepada menjual stroberinya ke pedagang lokal maupun
pedagang kecil lokal atau pedagang perantara pedagang pengumpul. Harga di tingkat petani
yang mengumpulkannya langsung dari petani tidak memperhatikan kualitas buah, karena para
(Gambar-3). Buah dijual dengan tingkat pedagang akan mencampurnya semua secara
kematangan 75 persen, dan dijual ke pasar lolal bersamaan seperti terlihat dalam gambar-5.

Buying Local Buying Wholesaler


Farmer and selling and selling
Collector

Transport from
cultivation farmer to local Sorting and
collectr Grading

Harvesting
(maturity of 75%) no good
quality?
Sorting
yes
no good
quality? Packaging
yes
Transport from Transport from
local collectr to wholesaler to
market
wholesaler
Home
Industry
Actor
Activity
Product flow
Rules of cooperation

Gambar 5. Rantai Pasok Tradisional Stroberi di Kabupaten


Bandung Jawa Barat
2. Rantai Pasok Modern (Gambar-6)
Demand Schedule
, Volume, Quality
Productioan
planning

Sharing Farmer Contract Supermarket


Farmer profit (price ,
Association Supplier
supply)

cultivation Sorting and Trasnport from


Grading Asgita to
Supermarket
no good
Harvesting quality?
(maturity of 90%)
yes
Transport from
land to Asgita Packaging

Precooling and
Cooling
Home Store
Industry (≤ 2 days)

Actor
Activity
Product flow
Information flow
Rules of cooperation

Gambar 6. Manajemen Rantai Pasok Modern Stroberi di Jawa Barat


Prinsip-1: Fokus Kepada Pelanggan dan stroberi. Karena sebagian besar petani menjual komoditas
Konsumen mereka ke pedagang kecil atau tengkulak yang hanya
mempertimbangkan harga daripada persyaratan mutu.
Pemasok setuju untuk memasarkan stroberi Oleh karena itu, petani perlu insentif untuk memotivasi
dari asosiasi ke pasar swalayan, asalkan petani mereka dalam menerapkan teknologi baru ini.
bisa memenuhi standar pasar swalayan dalam Kesempatan akses pasar yang lebih luas dapat dicapai
hal grading dan kemasan (styrofoam). Pasar dimana dapat memberikan harga yang lebih tinggi untuk
swalayan membutuhkan petani dan asosiasi kualitas buah yang lebih bagus. Dalam hal ini, pasar ritel
untuk melakukan pemanenan minimal 90% dari modern atau pasar swalayan dapat menjadi salah satu
buah matang, masih segar dan pada suhu solusi pasar. Para petani harus melakukan kegiatan pasca
dingin. Kesinambungan pasokan dan waktu panen termasuk sortasi, grading, pengepakan dan
pengiriman juga merupakan persyaratan pendinginan. Sebagaimana permintaan pasar stroberi
penting. Dalam rangka memenuhi standar, yang cukup meningkat, asosiasi telah mengembangkan
untuk itu sistem rantai pasok harus
Jurnal Penelitian Pos dan Informatika

sebuah bisnis baru skala rumahan yang memproduksi


menerapkan teknologi panen dan sistem olahan stroberi.
penyimpan berpendingin. Mengingat kondisi
tersebut di atas, universitas telah memfasilitasi
petani khususnya anggota asosiasi, untuk Prinsip-3: Memastikan Logistik dan Distribusi yang
memasarkan produk mereka ke peritel modern Efektif
melalui pasar swalayan yang ada di Kabupaten
Bandung. Sebuah universitas lokal, LSM internasional dan
bantuan internasional saling bekerja sama untuk
mendukung kapasitas petani stroberi dari panen
Prinsip-2: Menghasilkan Produk Dengan Baik
dan Benar

Tujuan utama dari Asosiasi Logistik adalah


untuk meningkatkan kualitas stroberi dan
perluasan pasar. Namun, petani menemukan
kesulitan dalam mengadopsi teknologi yang
diperkenalkan untuk meningkatkan kualitas
hingga distribusi. Proyek ini Prinsip-4: Memiliki Informasi dan
menerapkan sistem rantai pasok Komunikasi yang Efektif
berpendingin dengan berinvestasi
pada ruang penyimpanan Untuk mendukung kapasitas petani dalam
berpendingin buah untuk petani. menangani stroberi, universitas dan LSM
Proses pasca panen dan manajemen internasional bekerja bahu membahu dengan
pemasaran juga dilakukan oleh asosiasi petani. Universitas merancang modul pelatihan
ini. Para petani mengirimkan buahnya dan rencana aksi termasuk bisnis pemasaran
kepada asosiasi yang bertanggung stroberi dari asosiasi ke pasar swalayan. Pada
jawab atas grading dan pengepakan tahap implementasi, semua petani didorong
buah, dan dikirim ke pasar swalayan untuk terlibat dalam tahapan pasca panen dan
melalui sistem jaringan berpendingin. penanganannya, sehingga mereka tahu buah
Teknologi yang digunakan untuk mana saja yang diterima dan tidak.
pengangkutan buah ini memakai
bahan es cair sehingga dapat lebih Prinsip-5: Membangun Kerjasama yang
efisien daripada truk berpendingin. Efektif

Sayangnya, hanya satu tahun Pembentukan lembaga logistik stroberi di


setelah proyek selesai atau akhir tahun salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung,
2009, produktivitas pertanian menurun Jawa Barat. Rantai ini diawali oleh pemerintah
secara signifikan karena dirusak oleh daerah. Beberapa organisasi bekerja sama antara
musim hujan yang berkepanjangan. lain, Dinas Pertanian setempat, Universitas, dan
Para petani belum mempunyai LSM Internasional, serta organisasi bantuan
teknologi yang memadai untuk International, dan juga asosiasi petani. Asosiasi
melindungi tanaman mereka dari ini dipilih karena program yang berhasil yang
musim hujan yang hebat. Akibatnya, mereka kembangkan sebelumnya. Namun,
asosiasi tidak mampu mengamankan hubungan kerjasama ini menjadi lebih buruk
pengiriman stroberi ke pasar swalayan. ketika terdapat masalah pada produktivitas
buah, dan anggota asosiasi merasa ketidakadilan
dalam alokasi kerja
dan pembagian keuntungan, seperti Proses pasca panen dilakukan pada
disampaikan oleh salah seorang narasumber tempat pengumpulan buah dari
berikut: asosiasi petani. Proses ini diharapkan
dapat meningkatkan nilai tambah bagi
Konflik ini diawali dalam asosiasi, tetapi petani. Semua petani yang terlibat
kemudian merambat menjadi konflik di antara harus
kelompok tani. Sebagian masalah ini terjadi
karena asosiasi petani kurang memiliki
pengalaman dalam hal bisnis. Hubungan ini
menjadi kurang harmonis sampai mereka
menarik kembali dari program kemitraan ini.
Sejak konflik ini terjadi, asosiasi tidak memiliki
kemampuan lagi untuk melanjutkan program
memasok ke pasar swalayan. Bisnis mengalami
kebangkrutan dan petani kembali ke semula,
dengan menjual hasil panennya ke tengkulak
atau pedagang besar dengan tingkat
kematangan 75% tanpa kegiatan pasca panen.
Penyimpanan berpendingin tidak lagi digunakan
dalam rantai pasok mereka.

Prinsip-6: Penciptaan dan Berbagi Nilai


mengetahui penerimaan asosiasi atas komoditas mereka. Diskusi
Para petani dan asosiasi bekerja berdasarkan atas bagi
hasil, sedangkan asosiasi dan pasar swalayan melakukan Dengan menggunakan enam prinsip kunci
kerjasama berdasarkan kontrak kerja. Namun, kerjasama manajemen rantai pasok, dua kasus telah
ini menjadi buruk ketika mereka memiliki masalah dengan menunjukkan mengapa kerjasama rantai pasok
produktivitas buah yang menurun, dan anggota asosiasi dapat bubar hanya dalam waktu singkat. Analisis
merasa ketidakadilan dalam alokasi kerja dan pembagian studi kasus silang bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan. gambaran atas dua kasus dalam mengelola
rantai pasok. Tabel-1 menyajikan kasus silang
antara rantai pasok mangga dan rantai pasok
stroberi.

Tabel 1
Kasus Silang: Rantai Pasok Mangga dan Stroberi

Key SCM Mango SC Strawberry SC Why SCM Failed?

Prinsip-1: Fokus Eksportir melatih petani Universitas dan LSM Kurang memperhatikan
pada Pelanggan untuk memenuhi standar internasional membantu selera konsumen
dan Konsumen dalam penanganan dan petani untuk memenuhi
grading, tetapi kurang kebutuhan pelanggan
informasi tentang preferensi (90% buah matang, segar
konsumen. Konsekuensinya, dan dingin)
pasar kurang menerima jenis
mangga yang dihasilkan

Prinsip-2: Terbatas dan kurang Membangun kapasitas Pasokan yang terbatas


Memperoleh kontinyu pasokan mangga untuk menghasilkan dan tidak kontinyu
Produk yang benar kepada eksportir mangga yang berkualitas.
Memperkenalkan
teknologi pasca-
panen yang baru dan
transportasi, tetapi
produktivitasnya rendah.
Pasokan kepada pasar
swalayan terbatas.
Jurnal Penelitian Pos dan Informatika
Key SCM Mango SC Strawberry SC Why SCM Failed?

Prinsip-3: Logistik Tenaga kerja yang terbatas LSM internasional dan Logistik dan distribusi
dan Distribusi di pedesaan untuk merawat Badan Internasional yang belum efektif
yang Efektif mangga membantu sistem rantai karena terbatasnya
Cara membawa mangga pasok berpendingin, tetapi tenaga kerja dan tidak
dari petani ke tempat kurang memperhatikan kontinyunya pasokan
pengumpul sudah baik, proses di lahan petani. produk
tetapi tidak ada sistem Tetapi, penyimpan
pasok berpendingin dari berpendingin belum
tempat pengumpul ke digunakan secara efektif
pengolahan eksportir karena terbatasnya
pasokan stroberi

Prinsip-4: Strategi Petani mempunyai Universitas dan LSM Strategi komunikasi


Informasi dan pertemuan rutin dan internasional bekerja langsung tetapi sudah
Komunikasi yang memperoleh masukan setiap hari dengan cukup baik
efektif langsung tentang kualitas petani, dan semua petani
buahnya di tempat mendapatkan masukan
pengumpulan langsung tentang kualitas
buahnya di tempat
pengumpulan.

Karena kurangnya Kurangnya rasa


Prinsip-5: Esportir menginvestasikan
informasi yang dibagikan percaya muncul
Membangun dalam peralatan pasca
pada petani, kurangnya karena kurangnya
hubungan yang panen dan tempat
rasa percaya terhadap berbagi informasi
efektif pengumpulan buah serta
rantai pasok modern, dan pengalaman
transportasi. Pemerintah
konflik internal muncul sebelumnya. Memilih
investasi kebun buah.
karena pengalaman koordinator dalam
Petani investasi di lahan
asosiasi dalam bisnis dan rantai pasok menjadi
mereka dan kemampuan
masalah kepemimpinan. kritis.
pengelolaan kebun. Rasa
percaya belum ada diawal,
akan tetapi kemudian
tumbuh setelah eksportir
membeli mangga mereka
pada harga yang disepakati.
Akan tetapi, pedagang
perantara di pedesaan
memprovokasi petani
untuk tidak mengirimkan
pasokannya ke eksportir.

Prinsip-6: Semua anggota rantai Petani menciptakan nilai Berbagi nilai antara
Menciptakan dan pasok menginvestasikan yang rendah di rantai anggota rantai pasok
berbagi nilai sumberdayanya untuk pasok, penanganan menjadi masalah ketika
menghasilkan nilai (pasca lebih dilakukan oleh terbatasnya informasi
panen oleh petani), tetapi asosiasi. Berbagi profit yang diberikan pada
harga ekspor ditentukan yang diterapkan antara yang lain.
oleh pedangan lokal, bukan petani dan asosiasi, tetapi
harga ekspor informasi terbatas. Ini
menjadi akar masalah
(rendahnya rasa percaya
terhadap asosiasi).
Mengapa Rantai Pasok itu Rantai pasok mangga (Kasus-1)
Gagal hanya memiliki sedikit perhatian pada
Mempertahankan lima prinsip, kecuali untuk prinsip-4
Kerjasamanya? saja (komunikasi yang efektif dan
strategi informasi). Logistik adalah
salah satu faktor yang telah hilang dalam dua
kasus. Padahal logistik pertanian itu harus
KESIMPULAN
mempertimbangkan karakteristik produk Kegagalan kerjasama rantai pasok
pertanian (Mena dan Steven, disebabkan karena kurangnya pertimbangan
2010; Vorst, et al (2005). Sedangkan, pada pada penerapan prinsip-prinsip manajemen
rantai pasok stroberi (Kasus-2) hanya rantai pasok. Keberhasilan dalam pengelolaan
memperhatikan dua prinsip saja: fokus pada logistik hanyalah salah satu dari enam prinsip
pelanggan dan konsumen (prinsip-1) dan pengelolaan rantai pasok. Hal yang paling
komunikasi yang efektif dan strategi informasi mendasar dalam Rantai Pasok Pertanian di
(prinsip-4), tetapi kurang mempertimbangkan Indonesia khususnya pangan segar adalah
pada empat prinsip lainnya. Berdasarkan kedua membangun kerjasama (relationship) berbasis
kasus tersebut, tidak ada keraguan bahwa kepercayaan, disamping empat area penting
prinsip manajemen rantai pasok sangat penting lainnya seperti menghasilkan produk
dalam mengamankan hubungan kemitraan berkualitas, sistem pendistribusian dan logistik
rantai pasok. Ketidakhadiran dalam yang efektif, penciptaan dan berbagi nilai di
menerapkan prinsip-prinsip manajemen rantai antara anggota rantai pasok.
pasok dalam rantai pasokan akan
meningkatkan risiko manajemen rantai pasok
dan kemungkinan besar akan menghancurkan
hubungan kemitraan rantai pasok itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA
Rendahnya kepercayaan antara anggota
rantai pasok merupakan hal kritis untuk Badan Pusat Statistik. 2012. Data Strategis BPS.
mengamankan hubungan kerjasama.
Badan Pusat Statistik. 2012.
Pentingnya kepercayaan dan komitmen
dalam hubungan aliansi telah dibahas secara Perkembangan
mendalam dalam beberapa penelitian (Morgan Beberapa Indikator Utama Sosial-
dan Hunt, 1994; Das dan Teng, 1998; Ekonomi
Inkpen dan Curral, 2004). Kepercayaan adalah Indonesia. Mei
penting dalam mengelola rantai pasok yang 2012.
berkaitan dengan berbagi pengetahuan, yang Budiaman, T. (2012), ‘In house logistics or
diperlukan untuk integrasi kegiatan dan outsourced to 3 PL the paradim shift in
pengembangan praktik kunci rantai pasok. thinking is needed’, Logictistics, vol. IX,
Tingkat kepercayaan yang tinggi akan muncul no.
ketika informasi dapat terbagikan sepanjang 50, www. ali.web.id/detail_article.php?
rantai pasok. id=47 makalah diakses pada: 9 November
2012.
Collins, R, Dunne, TA & Murray, P 2004,
Forming and Managing Supply Chains in
Jurnal Penelitian Pos dan Informatika

Agribusiness
: Learns from Others, Australian
Government Department of Agriculture,
Fisheries and ForestryDevelopment,
Learning CD.
Cooke, J.A. 1998. Third parties: Full spead ahead.
Logistics Management & Distribution.
Report
July 31:
34
Das, TK & Teng, B-S 1998, ‘Between Trust and
Control: Developing Confidence in Partner
Cooperation in Alliances’, The Academy of
Management Review, vol. 23, no. 3, pp.
491-
512. Mango Supply Chains in West and East
Fizzanty, T 2009, ‘Complex Adaptive Process of Supply Java, Indonesia’, PhD Thesis. The University
Chain Formation and Collapse: two case studies of of Queensland, Brisbane, Australia.
Gunasekaran, A, Lai, K-h & Edwin Cheng, TC Morgan, RM & Hunt, SD 1994, ‘The Commitment- Trust
2008, Theory of Relationship Marketing’, Journal of
‘Responsive supply chain: A competitive Marketing, vol. 58, pp. 20-38.
strategy in a networked economy’, Omega, Natawidjaya, R, Reardon, T & Shetty, S 2007,
vol. 36, no. 4, pp. 549-64. Horticultural Producers and Pasar swalayan
Inkpen, AC & Currall, SC 2004, ‘The Coevolution Development in Indonesia, 38543-ID, The
of Trust, Control, and Learning in Joint World Bank’s Rural Development,
Ventures’, Organization Science, vol. 15, Washington, D.C.
no. Roekel, JV, Willems, S & Boselie, DM 2002, Agri- Supply
5, p. Chain Management : To Stimulate Cross Border
586.
Trade in Developing Countries and emerging
Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Economies, World Bank,
Strategis
Kementerian Pertanian 2010-
2014.
Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman
Umum
Pelaksanaan Pengembangan
Hortikultura
2012. Direktorat Jenderal Hortikultura,
Kementerian Pertanian.
Kementerian Pertanian. 2012. Statistik Makro
Sektor Pertanian, Volume 4 No 2 Tahun
2012. Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian
Kementerian Perdagangan. 2012. Kebijakan dan
Strategi dalam Kebijakan Sistem Logistik
Nasional. Disampaikan pada International
Logistics Seminar and Workshop 2012,
Jakarta 8-9 Mei 2012.
Lambert, DM & Cooper, MC 2000, ‘Issues in
Supply Chain Management’, Industrial
Marketing Management, vol. 29, no. 1, pp.
65-83.
Mentzer, JT, DeWitt, W, Keebler, JS, Min, S, Nix,
NW, Smith, CD & Zacharia, ZG 2001,
‘Defining Supply Chain Management’,
Journal of Business Logistics, vol. 22, no. 2,
pp. 1-25.
Mena, C and G. Stevens. 2010. Delivering
Performance in Food Supply Chain: an
Introduction, in: Delivering Performance in
Food Supply Chain, editor: Mena, C and G.
Stevens. Woodhead Publishing Limited,
Cambridge.
viewed 11 July 2005 2005, Proceedings of a workshop held in Bali,
<http://lnweb18. world ban k Indonesia 19-22
.o rg/ESSD/a rdext.nsf/11ByDoc August 2003. ACIAR Proceedings No.
Name/Agri-Supply- 119:
ChainManagement To 113-
Stimula t eC r ossBo r der TradeinD 123.
e v eloping Countries/ World Bank. http://lpisur vey.worldbank .org
$FILE/AgriSupplyCha inMang_ diakses tanggal 12 Nopember 2012.
finalversion.pdf>.
Peterson, HC 2002, ‘The Learning
Supply Chain: Pipeline or
Pipedream?’ American Journal
of Agricultural Economics, vol. 84,
no. 5, pp.
1
3
2
9
-
3
6
.
Schmutz, K. D., O. Holdenrieder., M.
J. Jegger., M. Pautasso,
2010. Structural Change in
The International Horticultural
Study: Some Implication for Plant
Health. Scientia Horticulturae, 125
(201), 1-15
Timmermans, T. 2006, Fresh Logistics:
New Opportunities with Integral
Approach. Agrotechnology and
Food Sciences Group,
Wageningen.
Vorst, Van der J.G.A.J., A. J. M.
Beulens., and P. van Beek (2005).
Innovation in Logistics and ICT in
Food Supply Chain Network, in:
Innovation in Agri-Food System,
(Eds) W. M. F Jongen. & M. T. G
Meulenberg, Wageningen
Academic Publisher,
Wageningen, Chapter 10, p. 245-
2
9
2
.
Wheatley, C & Peters, D 2004, ‘Who
benefits from enhanced
management of agri-food supply
chains?’ in Johnson, GI &
Hofman, PJ (ed), Agriproduct
Supply Chain Management in
Developing Countries.

Anda mungkin juga menyukai