Anda di halaman 1dari 6

BERLINDUNG (TRISARANA)

Umat Buddha diseluruh dunia menyatakan ketaatan dan kesetiaan mereka kepada
Buddha, Dhamma dan Sangha dengan kata-kata yang sederhana, namun menyentuh
hati, yang dikenal dengan Tisarana ( tiga perlindungan ) yang diucapkan tiga kali.

kata-kata itu berbunyi sebagai berikut :


- Buddham saranam gacchami ( Aku berlindung kepada Buddha )
- Dhammam saranam gacchami ( Aku berlindung kepada Dhamma )
- Sangham saranam gacchami ( Aku berlindung kepada Sangha )

Kata-kata itu disabdakan oleh Sang Buddha Gotama sendiri, bukan oleh para
siswanya atau makhluk lain, pada suatu ketika di Taman Rusa Isipatana dekat
Benares.Sabda ini disampaikan oleh Sang Buddha kepada 60 orang Arahat siswa
Beliau, ketika mereka akan berangkat menyebarkan Dhamma demi kesejahteraan dan
kebahagiaan umat manusia.

Pada waktu itu Sang Buddha Gotama bersabda sebagai berikut :


" Para bhikkhu, ia ( yang akan ditahbiskan menjadi samanera atau bhikkhu) hendaklah
: setelah mencukur rambut mengenakan jubah kuning bernamaskara didepan para
bhikkhu, lalu duduk bertumpu lutut dan merangkapkan kedua belah tangan di depan
dada (anjali) dan berkata :" Aku berlindung kepada Buddha; aku berlindung kepada
Dhamma; aku berlindung kepada Sangha ." (Vinaya Pitaka 1; 22 )

Sang Buddha Gotama menetapkan rumusan bukan hanya berlaku bagi mereka yang
akan ditahbiskan menjadi samanera atau bhikkhu, tetapi juga berlaku bagi umat
awam. Setiap orang yang memeluk agama Buddha baik ia seorang awam ataupun
bhikkhu akan menyatakan keyakinannya dengan Tisarana yang merupakan ungkapan
Keyakinan ( saddha/Sradha ) bagi umat Buddha.

Ketika kita mengambil perlindungan kepada Buddha, Dharma,dan Sangha, maka


ketiga objek perlindungan ini disebut juga sebagai Tri Ratna.

Tiratana/ (Skt. Triratna) : Tiga Permata ( Buddha, Dhamma dan Sangha )


Tiratana hanya merupakan sarana perlindungan yang pada intinya adalah Dhamma itu
sendiri.Kita akan mengetahui Sang Buddha bila kita melaksanakan Dhamma, dalam
hal ini Sang Buddha pernah megatakan bahwa :" Barang siapa yang melihat Dhamma,
berarti melihat Sang Bhagava .", demikian pula kita belajar Dhamma dari Sangha. jadi
dengan melaksanakan Dhamma itu sendiri, kita melihat Buddha, Dhamma dan
Sangha. Sedangkan sehubungan dengan Dhamma itu sendiri, ketika kita
melaksanakan Dhamma, secara langsung kita melakukan Karma baru. Karma inilah
yang akan membentuk dan menjadikan kita seperti apa dan bagaimana, karma pula
yang akan melahirkan kita, yang menjadi kerabat kita, juga karma inilah yang
melindungi kita.

Sekalipun langkah ini tampak begitu gampang dan umum, terutama dibandingkan
dengan pencapaian luhur yang terbentang di baliknya, pentingnya langkah ini
seyogjanya tidak dipandang remeh, karena inilah tindakan yang membawa arahan dan
meneruskan momentum ke segenap praktik dalam jalan Buddhis. Karena pergi
berlindung memainkan peranan sepenting itu, amatlah penting bahwa tindakan
tersebut dipahami dengan tepat, baik sifatnya sendiri maupun pengaruhnya bagi
perkembangan lebih lanjut di sepanjang jalan ajaran.

Ketika dikatakan bahwa praktik ajaran Buddha dimulai dengan mengambil


perlindungan, hal ini segera menimbulkan sebuah pertanyaan :"Apa perlunya kami
mengambil perlindungan?"

Beberapa hal yang menjadi sebab dasar kita untuk berlindung adalah :
1. Adanya marabahaya yang berkenaan dengan kehidupan saat ini, yaitu
kerapuhan badan jasmani kita berikut penopang-penopang materinya.

Semenjak kita dilahirkan, kita adalah paparan bagi penyakit, kecelakaan, dan
luka. Alam menyulitkan kita dengan bencana seperti gempa bumi dan banjir,
keberadaan masyarakat dengan kejahatan, eksploitasi, penindasan, dan
ancaman perang. Bahkan dalam masa-masa yang relatif tenang pun
keberaturan hidup kita tidak pernah benar-benar sempurna. Satu dan lain hal
tampaknya selalu keluar dari fokus. Masalah dan kesulitan silih berganti tanpa
akhir.

Meskipun kita cukup beruntung dapat menghindar dari kesulitan-kesulitan


serius, ada satu yang tidak dapat kita hindari, yaitu kematian. Kita terikat
untuk mati, dan dengan segala kekayaan, kepiawaian, dan kekuatan kita, kita
tetap tak berdaya di hadapan kematian yang tak terhindarkan. Kematian
membebani kita sedari kita lahir. Setiap saat membawa kita lebih dekat ke
yang tak terhindarkann ini. Selama kita menjalani hidup, merasa aman di
tengah kenyamanan kita, kita ibarat seseorang yang berjalan menyeberangi
telaga beku, meyakini dirinya aman sementara es di bawah kakinya meretak.
.
2. Adanya marabahaya yang berkenaan dengan kehidupan mendatang.

Kita semua mendambakan kebahagiaan dan ketenangan dalam kehidupan saat


ini dan kehidupan yang akan datang. Namun, Buddha mengajarkan bahwa
semua makhluk hidup yang terjerat oleh kekelirutahuan dan nafsu akan terus
terlahir berulang. Selama dorongan dasar untuk terus eksis masih ada, arus
keberadaan pribadi terus berlanjut setelah kematian, mewarisi kesan
kecenderungan yang terhimpun dalam kehidupan sebelumnya. Tidak ada jiwa
yang berpindah dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya, tetapi terdapat
arus kesadaran yang berlanjut, yang bersemi menyusuli kematian dalam
sebuah bentuk baru yang sesuai dengan kecenderungan dominannya sendiri.

Kelahiran berulang, menurut ajaran Buddha, dapat berlangsung di salah satu


dari enam alam kehidupan. Alam yang terendah adalah neraka, alam kesakitan
dan siksaan dahsyat tempat perbuatan jahat menerima pematangannya sendiri.
Berikutnya adalah kerajaan binatang di mana penderitaan bercokol dan hukum
rimba berkuasa. Selanjutnya adalah alam "hantu kelaparan"(petavisaya),
tempat makhluk halus yang dikuasai oleh nafsu kuat yang tidak pernah dapat
mereka puaskan. Di atas mereka adalah alam manusia, dengan keseimbangan
umum antara kebahagiaan dan penderitaan, kebajikan dan kejahatan.
Kemudian alam semidewa(asura), makhluk-makhluk raksasa yang dikuasai
oleh kecemburuan dan ambisi. Dan di puncak bertenggerlah alam-alam surga
yang dihuni oleh para dewa atau makhluk surgawi.

Tiga pertama dari alam kelahiran berulang--neraka, kerajaan binatang, dan


alam hantu-- bersama dengan alam semidewa, disebut "tujuan buruk"(duggati)
atau "alam derita"(apayabhumi). Nama-nama tersebut muncul dari banyaknya
penderitaan yang ditemukan di sana. Alam manusia dan alam-alam surga
disebut, sebaliknya, "tujuan bahagia"(sugati) karena alam-alam ini
mengandung banyak kebahagiaan.

Kelahiran ulang dalan "tujuan buruk" dianggap tidak beruntung bukan hanya
karena penderitaan bawaan yang mereka alami, tetapi ada beberapa alasan
lainnya. Kelahiran ulang di sana merupakan petaka karena sangatlah sulit
untuk terbebas dari alam derita ini. Suatu kelahiran ulang yang
menguntungkan tergantung pada kinerja perbuatan baik, tetapi para makhluk
di alam derita ini hanya sedikit berkesempatan meraih jasa kebajikan;
sehingga penderitaan di alam-alam ini cenderung berlangsung sendiri dalam
suatu siklus yang sulit diputuskan. Buddha mengatakan bahwa jika sebuah
gelang dengan lubang tunggal terombang-ambing di lautan, dan seekor kura-
kura buta yang hidup di dalam laut muncul ke permukaan sekali setiap seratus
tahun, peluang kura-kura tersebut memasukkan lehernya melalui lubang di
gelang tersebut lebih besar daripada sesosok makhluk di alam derita untuk
memperoleh kembali status sebagai manusia. Atas dua alasan ini, karena
penderitaan bawaan mereka dan karena sulitnya lepas dari alam-alam tersebut,
maka kelahiran ulang di alam derita merupakan bahaya maut berkenaan
dengan kehidupan mendatang, untuk itulah kita memerlukan perlindungan.

3. Adanya marabahaya yang berkenaan dengan aliran kehidupan pada


umumnya, yaitu ketidakpuasan bawaan(samsara).

Marabahaya ini lebih mendasar dan lebih menyeluruh di dalam seluruh aliran
kehidupan duniawi. Samsara adalah siklus perwujudan, lingkaran kelahiran,
penuaan, dan kematian, yang telah dan tengah berputar melalui waktu nan
tanpa awal. Kelahiran berulang tidak hanya terjadi sekali, lantas menuju
keabadian dalam kehidupan yang akan datang. Proses kehidupan terus-
menerus berulang sendiri, seluruh pola bermunculan lagi dan sepenuhnya
dengan giliran baru masing-masing: setiap satu kelahiran memunculkan
pelapukan dan kematian, setiap satu kematian memberi jalan bagi satu
kelahiran baru. Kelahiran ulang bisa menguntungkan atau menyedihkan, tetapi
di mana pun hal itu terjadi tidak ada penghentian terhadap perputaran roda
tersebut. Hukum ketidakkekalan menerapkan kaidahnya terhadap segenap
bidang kehidupan makhluk; apa pun yang timbul pada akhirnya harus lenyap.
Bahkan surga pun tidak menyediakan jalan keluarnya; kehidupan di sana juga
berakhir ketika karma yang membawa pada kelahiran surgawi telah habis,
yang diikuti oleh perwujudan kembali di alam yang lain, mungkin saja di
kediaman yang menyedihkan.
Ada 3 Objek perlindungan yang bisa diartikan sebagai makna berlindung pada Tri
Ratna, yaitu:
1. Buddha
Buddha adalah seorang mahluk yang telah sepenuhnya memurnikan dirinya
sendiri dari segala ketidak-sempurnaan dan telah menyempurnakan semua
kualitas baik seperti welas asih, cinta kasih kebijaksanaan unggul dan lainnya
hingga yang tertinggi. Buddha telah terbebas dari rasa takut, terampil
menunjukkan cara pembebasan bagi orang lain serta melihat semua mahluk itu
setara.
Ketika kita berlindung pada Buddha, kita bersandar pada Beliau sebagai
perwujudan tertinggi akan kesucian, kebijaksanaan dan welas asih, Guru yang
tiada tara yang mampu memandu kita dengan aman keluar dari samudra
samsara yang berbahaya.

2. Dharma
Dharma adalah kebenaran tentang penghentian Dukkha dan jalan untuk
menghentikan Dukkha yang hadir dalam kesadaran seorang Buddha.
Buddha mengajarkan serangkaian praktik yang membawa pada pencapaian
Nirwana yaitu jalan mulia berfaktor delapan, pandangan benar, pikiran benar,
perbuatan benar, penghidupan benar, pengupayaan benar, penyadaran benar
dan pemusatan benar.
Perlindungan yang sesusungguhnya adalah Dharma yang bersifat langsung
dan mutlak.

3. Sangha
Sangha terdiri dari para Bhikkhu sahabat pembantu kita dalam penngambilan
perlindungan yang menjadi teladan dan sumber inspirasi bagi praktik kita.

Ketiga objek perlindungan ini tidak terlepas antara satu dan lainnya. Seperti
dokter, obat dan perawat. Buddha sebagai dokter yang mendiagnosa penyakit
ketidak bahagian kita, Dharma sebagai obat untuk menyembuhkan ketidak
bahagiaan kita, serta Sangha sebagai perawat yang merawat kita agar segera
terbebas dari rasa ketidak bahagiaan itu.

Apakah ada tolak ukur berlindung pada Tri Ratna? Tentu saja ada. Tolak ukur bagi
seseorang yang telah berlindung pada Triratna adalah:
1. Benar-benar mengenali objek perlindungan seperti kualitas, ciri-ciri, peran
khusus dari setiap objek perlindungan :
 Kualitas Buddha:
 Tubuh Buddha memiliki 32 tanda utama dan 80 tanda sekunder
 Ucapan Buddha dapat menjawab semua pertanyaan sekaligus dalam
waktu bersamaan
 Pikiran Buddha dapat mengetahui segala sesuatu dengan terperinci
 Aktivitas Buddha dapat membuat semua mahluk merasakan
kebahagiaan sampai mencapai tingkat kesucian tertentu.
 Dharma : membawa pikiran seseorang agar dapt dikendalikan dan focus
sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancer serta memberikan
kebahagiaan.
 Sangha : sahabat yang membantu kita mengambil perlindungan, merawat
dan menjaga perkembangan batin dan diri kita dalam hal pembabaran
Dharma.

2. Mengambil perlindungan setelah mempelajari perbedaan:


 Berlindung pada Buddha, memuja dan menghormatiNya
 Berlindung pada Dharma berniat untuk membangkitkan pikiran positif kita
 Berlindung pada Sangha menghormatinya sebagai pelindung Dharma pada
masa ini.
3. Menyatakan perlindungan dengan penuh keyakinan pada Triratna
4. Mengambil perlindungan dengan meninggalkan keyakinan lain.

Manfaat dari berlindung kepada Triratna


1. Menghilangkan penghalang karma yang dikumpulkan dari masa lalu.
2. Dapat dengan mudah mengumplkan kebajikan
3. Terhindar dari bahaya
4. Mudah mencapai tujuan yang diinginkan
5. Cepat mencapai keBuddhaan

Sila-Sila yang berhubungan dengan perlindungan:


1. Pancasila (Lima Sila) Buddhist:
 Aku bertekat melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup
 Aku bertekat melatih diri untuk tidak mengambil barang yang tidak
diberikan
 Aku bertekat melatih diri untuk tidak berbuat asusila
 Aku bertekat melatih diri untuk menghindari perkataan yang tidak benar
 Aku bertekat melatih diri untuk tidak makan dan minum hasil peragian
yang menyebabkan lemahnya kesadaran.

Bila kita melaksanakan Pancasila Buddhis dengan sungguh-sungguh akan


mendapat kebahagiaan berupa ;
 Usia panjang (Ayu)
 Keindahan seperti cantik dan tampan (Vanno)
 Kebahagiaan (Sukha)
 Kekuatan (Bala)

2. Attasila (Delapan Sila) Buddist:


Pancasila diatas ditambah dengan tiga sila berikut ini:
 Aku bertekad melatih diri menhindari makan makanan setelah tengah hari.
 Aku bertekad melatih diri menghindari menari, menyanyi, bermain musik, dan
pergi melihat pertunjukkan, memakai berhias dengan bebungaan, wewangian,
dan barang kosmetik dengan tujuan untuk mempercantik tubuh.
 Aku bertekad melatih diri menghindari penggunaan tempat tidur dan tempat
duduk yang tinggi dan besar/mewah.

Bila kita melaksanakan Atthasila Buddhis dengan sungguh-sungguh selain


manfaat dari melaksanakan Pancasila diatas juga akan mendapat kebahagiaan berupa ;
 Dapat mengontrol keinginan dan menekan pengeluaran yang tidak semestinya.
 Batin akan bebas dari penyesalan.
 Sewaktu meninggal hatinya tenang.
 Dikehidupan selanjutnya akan terlahir di surga.

Dibuat oleh: tinylotus


Diedit oleh: LT

Anda mungkin juga menyukai