Anda di halaman 1dari 24

Tugas Keperawatan Kesehatan Jiwa I

Tentang Psikosa Afektif

Kelas 4A
Di Buat Oleh Kelompok II:
ARISNO GAWU LANI 2017610010
SISKA TERIANA 2017610135
IMELDA KALEKA 2017610044
DESILVA KAHI KANGGU 2017610024
FINSENSIA SERLIANA LERO 2017610038
NONA BASSE 2017610132
ARMIYATI RADDI KAKA 2017610012
JUSTINA G. DE J.FERNANDES 2017610146
HENIADRIANUS NGONGO 2017610041

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas nikmatnya yang telah diberikan
kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Psikosa
Afektif” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Tugas ini merupakan tugas dari mata kuliah “Keperawatan Kesehatan Jiwa I”
penyusunan makalah ini kami mengalami kendala atau hambatan namun semua dapat di
atasi dengan baik karena bantuan dari semua pihak yang membantu kami dalam
penyusunan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami.

Kami sadar makalah yang kami susun ini, masih jauh dari kesempurnaan. Karena
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi penyempurnaan
makalah kami berikutnya.

Malang, April 2019

Hormat Kami,

Kelompok II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... ii

1.1 LATAR BELAKANG ........................................................................................... 1


1.2 TUJUAN ................................................................................................................ 2
1.3 MANFAAT ............................................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN TEORI .......................................................................................... 4

2.1 PSIKOSA AFEKTIF .............................................................................................. 4

2.2 PENGERTIAN EMOSI .......................................................................................... 5

2.3 KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN EMOSIONAL ..................................... 6

2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERKEMBANGAN EMOSI ................................................................................. 7

2.4 HUBUNGAN ANTARA EMOSI DAN TINGKAH LAKU

SERTA PENGARUH EMOSI TERHADAPAT TINGKAH LAKU .................... 8

2.5 PERBEDAAN INDIVIDUAL DALAM PERKEMBANGAN EMOSI ................ 9

2.6 UPAYA PENGEMBANGAN EMOSI REMAJA DAN

IMPLIKASINYA DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ................ 10

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 11

3.1 KESIMPULAN ...................................................................................................... 12

3.2 SARAN .................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 13


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan psikosis adalah gangguan kejiwaan berupa hilang kontak dengan


kenyataan yaitu penderita kesulitan membedakan hal nyata dengan yang tidak, umumnya
akan dimulai dengan kesulitan konsentrasi, berbicara tidak jelas dan kesulitan mengingat.
Penderita psikosis akan terlihat jika penderita sudah mengalami delusi, halusinasi dan
diikuti dengan perubahan emosi dan tingkah laku.

Penderita gangguan psikosis akan terlihat menyendiri dengan emosi yang datar tetapi
terkadang secara mendadak emosi menjadi sangat tinggi atau depresi. Pada penderita
psikosis juga akan tampak ekspresi emosi yang tinggi dan akan berhubungan dengan
coping mechanism yang terfokus emosi seperti penarikan diri (Raune, 2004).

Dalam keseharian penderita psikosis juga dapat mengalami hal-hal yang tidak nyata yang
memengaruhi tingkah laku mereka seperti ketakutan akan hal-hal yang tidak nyata dan
paranoia.Teori psikodinamis menambahkan bahwa gejala psikotik adalah mekanisme
pertahanan terhadap pikiran terlarang, pemenuhan dan keinginan yang tidak tercapai, atau
jalan keluar dari situasi psikososial yang menekan ( Sadock & Sadock, 2007).

Kehidupan seseorang pada umunya penuh dengan dorongan dan minat untuk mencapai
atau memiliki sesuatu.Sebarapa banyak dorongan-dorongan dan minat-minat yang
dimilikinya merupakan dasar pengalaman emosionalnya. Perjalanan kehidupan sesorang
tidak sama. Keinginan dan minat yang berbeda -beda dimiliki oleh setiap individu
menurut pola hidupnya masing-masing. Selain itu jalan atau cara yang dilakukan untuk
memwujudkan minat dan keinginan yang didorong oleh emosional itu berbeda satu sama
lain.

Seseorang yang pola kehidupannya berlangsung mulus, di mana dorongan-dorongan dan


keinginan-keinginan atau minatnya dapat terpenuhi atau dapat berhasil dicapai, karena
cenderung memiliki perkembangan emosi yang stabil dan dengan demikian dapat
menikmati hidupnya.
Hal itu juga didukung dengan nilai, sikap dan moral yang ke arah positif. Sedangkan bagi
pola kehidupan yang tidak berlangsung dengan mulus atau terdapat hambatan yang
membuatnya tidak terlalu menikmati hidupnya, karena emosionalnya tidak stabil.
Sehingga nilai, moral dan sikapnya terkadang cenderung ke arah negatif.

Hubungan antara emosional dengan nilai, moral dan sikap adalah dorongan emosional
dapat mempengaruhi pemikiran-pemikiran dan tingkah lakunya. Karena itu,
seseorang individu dalam merespon sesuatu lebih banyak dia arahkan oleh penalaran dan
pertimbangan-pertimbangan yang objektif. Penjelasan di atas menjelaskan tentang
bagaimana keterkaitan emosioanal pada tingkah laku yang akan dilakukan. Untuk lebih
jelas mengenai perkembangan emosional, makalah ini akan membahas bagaimana
perkembangan emosional dan keterkaitan antara nilai, sikap dan moral yang mencangkup
pada makalah yang berjudul “Psikosa Perkembangan Afektif”.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Menjelaskan pengertian emosi


b. Menjelaskan karakteristik perkembangan emosi
c. Menjelasakan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi
d. Menjelaskan hubungan antara emosi dan tingkah laku.
e. Menjelaskan perbedaan individu dalam perkembangan emosi.
f. Memberi contoh upaya pengembangan emosi remaja dalam penyelenggaraan
pendidikan.
g. Menjelaskan pengertian nilai, moral, dan sikap
h. Menjelaskan saling keterkaitan antara nilai, moral, dan sikap, serta pengaruhnya
terhadap tingkah lakunya.
i. Menjelaskan karakteristik nilai, moral, dan sikap remaja.
j. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai, moral, dan
sikap.
k. Menjelaskan perbedaan individu dalam perkembangan nilai, moral dan sikap.
l. Memberi contoh upaya-upaya pengembangan nilai, moral, dan sikap remaja
dalam penyelanggaraan pendidikan.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari emosi, nilai, moral dan sikap.

Dapat menjelaskankan karakteristiknya masing-masing

Serta dapat memahami apa itu perkembangan afektif.


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 GANGGUAN AFEKTIF

Merupakan gangguan pada afeksi (emosi) atau mood (suasana hati) seseorang.
Dan penderita dapat mengalami depresi atau manik (kegirangan yang tidak wajar)
atau dapat bergantian antara manik dan depresif (Atkinson dkk, 1992).

Depresi

Penyebab depresi adalah kegagalan di sekolah, di tempat kerja, atau

kegagalan dalam hal cinta. Dan depresi dianggap abnormal ketika depresi tersebut

di luar kewajaran dan berlanjut sampai saat di mana kebanyakan orang sudah

dapat pulih kembali (Atkinson dkk,1992).

Depresi pada orang normal seperti keadaan murung (kesedihan, patah hati,

dan patah semangat) ditandai dengan tidak puas, menurunnya aktivitas, dan

pesimisme.

Sedangkan depresi abnormal seperti ketidakmauan yang ekstrim untuk merespon

stimulus dan disertai menurunnya nilai diri, ketidakmampuan, delusi, dan putus

asa (Chaplin,1995).

Dan penderita depresi tidak mampu mengambil keputusan untuk memulai

suatu kegiatan atau memusatkan perhatiannya dan ekstrimnya penderita dapat

disertai adanya kecemasan dan bisa mencoba bunuh diri (Atkison dkk,1992).

Episode Manik

Manik dapat diartikan sebagai tingkah laku berang, keras, bengis, kasar,

tidak terkontrol, yang disertai tindakan motorik yang berlebihan dan perilaku

impulsif. Dan dikategorikan menjadi episode manik ringan (Hipomania) dan

episode parah (Mania).


Pada episode ringan, penderita penuh dengan energi, antusias, dan percaya

diri dan perilaku manik dibandingkan dengan orang normal seringkali lebih

mengekspresikan kebencian daripada kegembiraan.

Dan pada episode parah (mania), penderita amat bersemangat dan harus

selalu aktif. Jika orang lain menggangunya aktivitasnya, maka ia akan marah dan

akan menjadi ganas. Penderita ini selain mengalami disorientasi, juga sering

mengalami delusi.

Gangguan Manik-Depresif

Gangguan Manik-Depresif seringkali disebut dengan istilah gangguan

bipolar, karena penderita beralih dari satu kutub perasaan ke kutub perasaan

lainnya.

Ada beberapa jenis yaitu gangguan yaitu:

 Gangguan Afektif Ringan

o Jenis gangguan penting yang termaksud dalam kategori ini adalah Depresi

normal, yakni dukacita (grief) atau kepedihan. Gangguan ini merupakan

proses psikologis mengikuti pengalaman “kehilangan” (loss) sesuatu yang

berharga, seperti kematian seseorang kekasih, putus cinta, perceraian,

kehilangan pekerjaan. Ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang mengalami

depresi normal adalah sebagai berikut :

Tidak beraksi terhadap peristiwa-peristiwa lain yang secara normal akan

membangkitkan respon yang kuat, tenggelam dalam fantasi tentang

situasi yang menimbulkan kepuasan namun yang kini sudah berlalu, dan
akhirnya kembali mampu memberikan respon terhadap dunia luar,

kesedihan berkurang, gairah bangkit kembali, dan kembali melibatkann

diri dalam kehidupan sehari-hari. Depresi melibatkan 3 variabel

psikologis pokok yakni:

o ketergantungan, di mana penderita merasa butuh bantuan atau dukungan


dari orang lain;

o kritik-diri, di mana penderita membesar-besarkan kesalahan atau


kekurangan yang ada pada dirinya; dan

o inefficacy perasaan tidak berdaya.

1. Gangguan Afektif Neurotik

Gangguan afektif neurotic adalah gangguan emosi atau mood yang

mengakibatkan fungsi dan aktivitas penderita sangat terhambat, namun

tidak sampai mengalami putus kontak dengan realitas. Jenis yang penting

adalah depresi neurotic penderita beraksi terhadap situasi yang menekan

dengan dengan kepedihan dan kepatahan hati yang luar biasa dan (sering)

tidak dapat di pulihkan sesudah sekian lama. Ciri-cirinya adalah putus asa,

sedih tak bersemangat, tingkat kecemasan tinggi, aktivitas diri berkurang,

selera dan gairah menghilang, prakarsa menghilang, mengeluh sulit

berkonsentrasi, susah tidur dan suka terjaga di tengah malam dan tidak

dapat tertidur kembali, merasakan keluhan-keluhan somatic tertentu,

merasa tegang, gelisah, dan menunjukkan sikap bermusuhan terhadap

lingkungan social, tidak mampu mengerjakan tugas dan senang

memandang dengan tatapan kosong.

3. Psikosis Afektif
Gangguan ini berbeda dengan depresi neurotic dalam 2 hal. Pertama

gangguan ini mempengaruhi keselurahan kepribadian penderita. Kedua penderita

kehilangan kontak dengan realitas.

Ada beberapa gangguan yang termaksud dalam kategori ini.

Gangguan Depresi Mayor Ini adalah gangguan afektif berat yang hanya meliputi

depresi. Gangguan ini dapat berlangsung sekali atau berulang-ulang. Ada

beberapa sub-jenisnya.

Gangguan depresi mayor sub akut dengan cirri-ciri: semangat hidup

menghilang, aktivitas mental maupun fisik menjadi lamban, dibutuhkan usaha

keras untuk melaksanakan pekerjaan, diliputi perasaan tidak berharga, gagal,

berdosa, dan bersalah, kehilangan selera makan, sehingga berat badan menurun

dan terserang gangguan pencernaan, berbicara dengan suara monoton dan hemat

dalam berkata-kata, senang duduk sendiri dan mengenang masa lalu, lelah,

sembelit dan susah tidur.

Gangguan depresi mayor akut dengan ciri-ciri: berangsur-angsur menjadi

tidak aktif, cenderung mengisolasi diri, tidak mau berbicara, dan sangat lambat

memberikan respon, merasa bersalah dan tidak berharga, gelisah, mondar-mandir

dan meremas-remas tangan, merasa bertanggungjawab terhadap masalah atau

musibah yang terjadi dalam masyarakat, putus asa, kadang-kadang di sertai

halusinasi.

Stupor depresi atau Multisme yakni keadaan diam mematung dengan ciri-

ciri lain: sama sekali tidak responsive dan tidak aktif, tidak bisa turun dari tempat

tidur dan sama sekali acuh tak acuh terhadap sesuatu yang berlangsung di

sekitarnya, harus di tolong jika ingin buang besar, mengalami halusinasi dan

delusi.
Gangguan Aktif Bipolar Ada yang menyebutnya (kraepelin 1899)

psikologis depresif-manik. Gejalanya berupa rangkaian sekarang rasa gembira dan

sedih yang ekstrem, diselingi jeda keadaan normal. Corak gangguannya

ditentukan oleh perasaan apa yang mendominasi: depresif manic atau campuran.

Ada beberapa subjenisnya yaitu :

Mania subakut dengan ciri-ciri: diliputi perasaan gembira bertaraf sedang

dan sifat overaktif, sangat percaya pada kemampuan dan pengetahuannya, serta

senang menyampaikan pendapat apa saja kepada siapa saja, proses berpikirnya

cepat dan selalu menyibukkan dengan berbagai kegiatan.

Mania akut dengan ciri-ciri: omongan besar, bersikap diktator, dan senang

memerintah siapa saja. Mudah marah prilakunya menjadi serba kasar-keras dan

bengis, senang berjalan mondar mandir, bernyanyi keras-keras, membentur-

benturkan kepalanya ke tembok, kendali moralnya sama sekali hilang, sehingga

bicaranya sangat jorok, senang memamerkan aurat dan berbuat tidak senonoh.

Mania disertai delirium atau kekacauan mental dengan ciri-ciri: Prilakunya

kacau, liar, dan bengis, pikirannya kacau dan mengalami delusi, berjalan mondar

mandir, bernyanyi-nyanyi, berteriak-teriak, mengacung-acungkan tangan selama

berhari hari. Kadang tidak mau makan dan lain waktu dapat menghabiskan semua

makanan, prilakunya kotor dan tidak memiliki rasa malu, kehilangan berat badan

serta rentan terhadap serangan jantung, stroke dan aneka penyakit lain.

Penyebab dari semua gangguan di atas dapat berasal dari kondisi bawaan,

terpicu oleh stress, ciri kepribadian terhenti, kecenderungan untuk memandang

segala sesuatu serba negative, perasaan bersalah, sebagai kiat mempertahankan

ego dari stress.


2.2 Pengertian Emosi
Perasaan senang atau tidak senang yang selalu mnyertai perbuatan-perbuatan
kita sehari-hari disebut afektif. Afektif ini kadang-kadang lemah tau kadang-
kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal afektif tersebut kuat, maka perasaan-
perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas dan lebih terarah. Perasaan-perasaan
tersebut disebut emosi (Sarlito, 1982:59). Di samping perasaan seneng atau tidak
seneng, beberapa contoh macam emosi yang lain adalah gembira, cinta, marah,
takut, cemas dan benci.

Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Emosi dan perasaan merupakan
suatu gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas
batasnya. Pada suatu saat afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi juga
dapat dikatakan sebagai emosi, contohnya marah yang ditunjukan dalam bentuk
diam. Jadi sukar sekali kita mendefinisikan emosi.

Menurut Crow & Crow (1958) pengertian emosi adalah sebagai berikut : “ An
emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment
and mental and physiological stirredup states in the individual, and that shows it
self in his overt behavior”. Jadi, emosi adalah pengalaman afektif yang disertai
penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan
berwujud suatu tingkah laku yang tampak.

Emosi adalah afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Pada
saat terjadi emosi sering kali terjadi perubahan-perubahan pada fisik antara lain
berupa:

a. Reaksi elektris pada kulit: meningkat bila terpesona.


b. Peredaran darah: bertambah vepat bilda marah.
c. Denyut jantung: bertambah cepat bila terkejut.
d. Pernapasan : bernaps panjang kalau kecewa.
e. Pupil mata : membesar bila marah.
f. Liur : mengering kalau takut atau tegang.
g. Bulu roma : berdiri kalau takut.
h. Pencernaan : mencret-mencret kalau tegang.
i. Otot : ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau
bergetar(tremor).
j. Komposisi darah : kmposisi darah akan ikut berubah karena emosional
yang menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif.

2.2 Karakteristik Perkembangan Emosional.

Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “ badai dan


tekanan”, suatu masa dimana ketegangan keterangan emosional sebagai akibat
dari perubahan fisik dan kelenjar.Pola emosi remaja adalah sama dengan pola
emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah :
cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut, dan cemas, cemburu, sedih, dan lain-
lain. Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang
mengakibatkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan
individu terhadap ungkapan emosi mereka.

Remaja sendiri menyadari bahwa aspek-aspek emosional dalam kehidupan adalah


kepentingan adalah penting (Jersild, 1957:133). Untuk selanjutnya berikut ini
dibahas beberapa kondisi emosional sebagai berikut:

a. Cinta/Kasih Sayang
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk
mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang
lain. Kemampuan untuk memberinya.Kebutuhan untuk memberi dan
menerima cinta menjadi sangat penting, walaupun kebutuhan-kebutuhan
akan perasaan itu disembunyikan secara rapi. Para remaja yang berontak
secara terang-terangan, nakal dan mempunyai sikap permusuhan besar
kemungkinannya disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai yang
tidak disadari.

b. Gembira
Pada umumnya individu dapat mengingat kembali pengalaman-pengalaman
yang menyenangkan yang dialami selama remaja. Perasaan gembira dari
remaja belum banyak diteliti. Perasaan gembira sedikit mendapat perhatian
dari petugas peneliti daripada perasaan marah dan takut atau tingkah laku
problema lain yang memantul-mantulkan kesedihan. Rasa gembira akan
dialami apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja
akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau
bila ia jatuh cinta dan cintanya itu mendapat sambutan (diterima) oleh yang
dicintai.

c. Keamarahan dan Permusuhan


Sejak masa kanak-kanak, rasa marah telah dikaitkan dengan usaha remaja
untuk mencapai dan memiliki kebebasan sebagai seorang pribadi yang
mandiri. Rasa marah merupakan gejala yang penting di antara emosi-emosi
yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembanagn kepribadian.
Pertama, diantara emosi-emosi ini adalah cinta, dimana kita ketahui bahwa
dicintai dan mencintai adalah segala emosi bagi perkembangan pribadi yang
sehat. Rasa marah juga penting dalam kehidupan, karena melalui rasa
marahnya seseorang mempertajam tuntunnannya sendiri dan pemilikan
minat-minatnya sendiri.
Mendekati saat mencapai remaja, dia telah melalui banyak fase dalam
perkembangan emosional, antara lain dalam kaitannya dengan perbuatan
marah dan cara menyatakan kemarahan itu. Kondisi-kondisi dasar yang
menyebabkan timbulnya rasa marah kurang lebih sama , tetapi ada beberapa
perubahan sehubungan dengan pertambahan umurnya dan kondisi-kondisi
tertentu yang menimbulkan rasa marah atau meningkatnya penguasaan
kendali emosional. Banyaknya hambatan berpengaruh pada kehidupan
emosional remaja. Tetapi rasa marah tersebut terus akan berlanjut
pemunculannya apabila minat-mintanya, rencana-rencananya dan tindakan-
tindakannya dirintangi.
Dalam upaya memahami remaja, ada 4 faktor yang sangat penting
sehubungan dengan rasa marah,yaitu sebagai berikut:

1) Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha


manusia untuk memiliki dirinya sendiri. Meskipun marah sering kali
tamapak tolol dan tidak terkendali namun rasa marah akan terus
berlanjut sepanjang ada kehidupan dan sangat berfungsi sebagai usaha
individu untuk menjadi seorang pribadi sesuai dengan haknya. Selama
masa remaja, fungsi marah terutama untuk melindungi haknya untuk
menjadi bebas atau independen, dan menjamin hubungan antara
dirinya dan pihak lain yang berkuasa.
2) Pertimbangan penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa
remaja, dia tidak akan merupakan subjek kemarahan yang
berkembang dan kemudian menjadai surut, tetapi juga mempunyai
sikap-sikap dimana sisa kemarahan dalam bentuk permusuhan yang
meliputi sisa kemarahan masa lalu. Sikap-sikap permusuhan
berbentuk dendam, kesediahan, prasangka atau kecendrungan untuk
merasa tersiksa. Sikap-sikap permusuhan dapat juga tampak dalam
suatu kecendrungan utnuk menjadi curiga dan keengganan atau
menganggap bahwa orang lain tidak bersahabat dan mempunyai motif
yang jelek. Sikap-sikap permusuhan mungkin tampak dalam cara-cara
yang bersifat pura-pura. Remaja bukannya menampakan kemarahan
langsung tetapi remaja lebih menunjukan keinginan yang terbesar.
Contoh dalam kampanye politk, seorang remaja mungkin
menyanyikan lagu kebanggaan dari seorang calon, padahal sebenarnya
ia bersifat bermusuhan terhadap calon tersebut tetapi sifatnya itu
ditekan.
3) Seringkali perasaan marah sengaja disembunyikan dan seringkali
tampak dalam bentuk yang samar-samar. Bahkan seni dari cinta
mungkin dipakai sebagai alat kemarahan. Contohnya : jika seorang
anak laki-laki yang mempunyai latar belakang kecemburuan dan
sikap-sikap permusuhan yangtidak terselesaikan terhadap saudara
perempuannya dan terhadap gadis-gadis pada umumnya, akhirnya dia
mempunyai kebiasaan untuk menarik gadis-gadis hanya untuk
menunjukan perolehannya terhadap gadis-gadis yang jatuh hati
padanya.
4) Kemarahan mungkin terbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa
hal, aspek ini merupakan aspek yang sangat penting dan juga paling
sulit dipahami.

d. Ketakutan Dan Kecemasan


Menjelang anak mencapai masa remaja, dia telah mengalami seringkali
perkembangna panjang yang mempengauhi pasang surut berkenan
dengan rasa ketakutannya. Banyak ketakutan-ketakutan baru muncul karena
adanya kecemasan-kecemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan
perkembangan remaja itu sendiri.
Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah menyerah
terhadap rasa takut, seperti terjadi bila seorang begitu takut sehingga ia tidak
berani mencapai apa yang ada sekarang atau masa depan tidak menentu.

Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional ramaja menjadi dua rentang usia
yaitu 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.

Ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun:

1) Pada usia seorang siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak


dapat diterka. Sebagian kemurungan sebagai akibat dari perubahan-
perubahan biologis dalam hubungannya dengan kematangan seksual
dan sebagian karena kebingungannya dalam menghadapi apakah ia
masih sebagai anak-anak atau sebagai seorang dewasa.
2) Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan
dalam hal rasa percaya diri.
3) Ledakan-ledakan kemarahan mungkin biasa terjadi. Hal ini seringkali
terjadi sebagai akibat dari kombinasi ketegangan psikologis,
ketidakstabilan biologis dan kelelahan karena terlalu keras atau pola
makan yang tidak tepat atau tidur yang tidak cukup.
4) Seorang remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan
membenarkan pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnyarasa
percaya diri. Mereka mempunyai pendapat bahwa ada jawaban-
jawaban absolut dan bahwa mereka mengetahuinya.
5) Siswa-siwa di SMP mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka
secara lebih objektif dan mungkin menjadi marah apabila mereka
ditipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu (maha tahu).

Ciri-ciri emosional remaja usia 15 – 18 tahun :

1) “Pembentrokan” remaja merupakan pertanyaan-pertanyaan/ ekspresi


dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak ke dewasa.
2) Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang
mengalami konflik dengan orang tua mereka. Mereka mungkin
mengharapkan simpati dan nasihat orang tua dan guru.
3) Siswa pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan
mereka. Banyak di antara mereka terlalu tinggi menafsirkan
kemampuan mereka sendiri dan merasa berpeluang besar untuk
memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi

Perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor


belajar (Hurlock, 1960;266). Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal
kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan muncul
dikemudian hari, dengan berfungsinya sistem endokrin. Kematangan dan belajar
terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi.

Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain adalah :


1. Belajar dengan coba-coba
Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk
perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya, dan menolak
perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak
memberikan kepuasan.
2. Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain,
anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan
orang-orang yang diamati.
3. Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification)
Anak menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan
yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini anak hanya
menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang
kuat dengannya.
4. Belajar melalui pengkondisian
Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing
reaksi emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi.
Pengkondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada tahun-tahun awal
kehidupan karena anak kecil kurang mampu menalar, kurang pengalaman
untuk menilai situasi secara kritis, dan kurang mengenal betapa tidak
rasionalnya reaksi mereka. Setelah melewati masa kanak-kanak,
penggunaan metode pengkondisian semakin terbatas pada perkembangan
rasa suka dan tidak suka.
5. Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada
aspek reaksi
Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika sesuatu emosi
terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi
terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang
menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap
rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan.
Anak memperhalus ekspresi-ekspresi kemarahannya atau emosi lain ketika
ia beranjak dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Mendekati berakhirnya
usia remaja, seorang anak telah melewati banyak badai emosional yang
lebih tenang yang mewarnai pasang surut kehidupannya, ia juga telah
belajar dalam seni menyembunyikan perasaan-perasaannya. Jadi, emosi
yang ditunjukkan mungkin merupakan selubung bagi yang disembunyikan
Kondisi-kondisi kehidupan atau kulturlah yang menyebabkan ia merasa
perlu menyembunyikan perasaan-perasaannya. Kenyataan bahwa para
remaja kadang-kadang tidak mengetahui perasaan mereka atau tidak mampu
menghayati perasaan mereka.

Orang tua dan guru-guru hendaknya menyadari bahwa perubahan ekspresi


yang tampak ini tidak berarti bahwa emosi tidak lagi berperan dalam
kehidupan anak muda. Ia tatap membutuhkan perangsang-parangsang yang
memadai untuk pengembangan-pengembangan pengalaman emosional.
Karena anak tumbuh dalam kekuatan fisik dan pemahaman, responnya
berbeda terhadap apa yang sebelumnya dianggap sebagai ancaman atau
rintangan cita-citanya. Ia pada akhirnya perlu mempunyai kemampuan
untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan apa yang sedang terjadi
padanya.

2.5 Hubungan Antara Emosi dan Tingkah Laku serta Pengaruh Emosi
Terhadap Tingkah Laku

Gangguan emosi dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara. Hambatan-


hambatan dalam berbicara tertentu telah ditemukan bahwa tidak disebabkan oleh
kelainan dalam organ berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama
mungkin menyebabkan seseorang gagap. Seorang gagap seringkali relative dapat
normal dalam berbicara, apabila mereka dalam keadaan relaks atau senang. Bila
dia dihadapkan kepada situasi-situasi yang menyebabkan ia kebingungan, dapat
terjadi ia akan menunjukkan ketidak normalan dalam bicara. Sikap – sikap takut,
malu – malu atau agresif dapat merupakan akibat dari ketegangan emosi atau
frustasi dan dapat muncul dengan hadirnya individu tertentu atau situasi-situasi
tertentu. Justru karena reaksi kita berbeda-beda terhadap setiap oarnag yang kita
jumpai, mak jika kita merespon dengan cara yang sangat khusus terhadap
hadirnya individu-individu tertentu akan merangsang timbulnya emosi tertentu.

Seorang siswa tidak senang kepada gurunya bukan karena pribadi guru, namun
bisa disebabkan sesuatu yang terjadi pada anak sehubungan dengan situasi kelas.
Jika ia merasa malu karena gagal dalam menghapal bahan pelajaran di muka
kelas, pada kesempatan lain ia mungkin takut untuk berpartisipasi dalam kegiatam
nemnghapal. Akibatnya ia mungkin memutuskan untuk membolos, atau mungkin
ia melakukan kegiatan yang lebih jelek lagi yaitu melarikan diri dari semuanya
itu, dari orangtuanya, guru-gurunya, atau dari otoritas-otoritas lain. Penderitaan
emosional dan frustasi mempengaruhi efektivitas belajar. Faktor-faktor afektif
dalam pengalaman individu mempengaruhi jumlah dan luasnya apa yang
dipelajari. Seorang anak di sekolah akan belajar lebih efektif bila ia termotivasi,
karena ia merasa perlu belajar. Sekali hal ini ada pada dirinya, selanjutnya ia akan
mengembangkan usahanya untuk menguasai bahan yang dipelajari. Jika telah ada
rasa senang karena berhasil mencapai prestasi, hal ini akan mengurangi rasa akan
kelelahan.

Motivasi untuk belajar akan membantu individu dalam memusatkan perhatian


pada apa yang ia sedang kerjakan dan dengan cara itu berarti ia akan memperoleh
kepuasan. Karena reaksi setiap pelajar tidak sama, rangsangan untuk belajar yang
diberikan harus berbeda-beda dan disesuaikan dengan kondisi anak. Dengan
demikian, rangsangan-rangsangan yang menghasilkan perasaan yang tidak
menyenangkan, akan sangat mempengaruhi hasil belajar dan demikian pula
rangsangan yang menghasilkan perasaan yang menyenangkan akan
mempermudah siswa belajar.

2.5 Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi

Meskipun pola perkembangan emosi dapat diramalkan, tetapi terdapat


perbedaan dalam segi frekuensi, intensitas, serta jangka waktu dari berbagai
macam emosi, dan juga saat pemunculannya. Perbedaan ini sudah mulai terlihat
sebelum masa bayi berakhir dan semakin bertambah frekuensinya serta lebih
mencolok sehubungan dengan bertambahnya usia anak-anak.

Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak
karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang
berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang
menyenangkan lainnya. Selain itu karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi
emosi mereka, emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama daripada jika emosi
itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh sebab itu, ekspresi emosional mereka
menjadi berbeda-beda.

Perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf
kemampuan intelektualnya, dan sebagian lagi disebabkan oleh kondisi
lingkungan. Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan
anak yang kurang sehat. Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok,
anak-anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam
rangsangan dibandingkan dengan anak-anak yang kurang pandai. Tetapi
sebaliknya mereka juga cenderung lebih mampu mengendalikan ekspresi emosi.

2.6 Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam


Penyelenggaraan Pendidikan

Dalam kaitannya dengan emosi remaja awal yang cenderung banyak


melamun dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh guru
adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang
dewasa yang penuh tanggung jawab. Guru-guru dapat membantu mereka yang
bertingkah laku kasar dengan jalan mencapai keberhasilan dalam pekerjaan/tugas-
tugas sekolah sehingga mereka menjadi anak yang lebih tenang dan lebih mudah
ditangani.

Salah satu cara yang mendasar adalah dengan mendorong mereka untuk bersaing
dengan diri sendiri. Apabila ada ledakan-ledakan kemarahan sebaiknya kita
memperkecil ledakan emosi tersebut, misalnya dengan jalan tindakan yang
bijaksana dan lemah lembut, mengubah pokok pembicaraan, dan memulai
aktivitas baru. Jika kemarahan siswa tidak juga reda, guru dapat minta bantuan
kepada petugas bimbingan penyuluhan. Dalam diskusi kelas, tekankan pentingnya
memperhatikan pandangan orang lain dalam mengembangkan/meningkatkan
pandangan sendiri. Kita hendaknya waspada terhadap siswa yang sangat ambisius,
berpendirian keras, dan kaku yang suka mengintimidasi kelasnya sehingga tidak
ada seseorang yang berani tidak sependapat dengannya atau menentangnya.

Remaja ada dalam keadaan yang membingungkan dan serba sulit. Dalam banyak
hal ia tergantung pada orangtua dalam keperluan-keperluan fisik dan merasa
mempunyai kewajiban kepada pengasuhan yang mereka berikan dari saat dia
tidak mampu memelihara dirinya sendiri. Namun ia harus lepas dari orangtuanya
agar ia menjadi orang dewasa yang mandiri, sehingga adanya konflik dengan
orangtua tidak dapat dihindari. Apabila terjadi friksi semacam ini, para remaja
mungkin merasa bersalah, yang selanjutnya dapt memperbesar jurang antara dia
dengan orangtuanya.

Seorang siswa yang merasa bingung terhadap rantau peristiwa tersebut mungkin
merasa perlu menceritakan penderitaannya, termasuk mungkin rahasia-rahasia
pribadinya kepada orang lain. Karena itu seorang guru diminta untuk berfungsi
dan bersikap seperti pendengar yang simpatik. Siswa sekolah menengah atas
banyak mengisi pikirannya dengan hal-hal yang lain daripada tugas-tugas sekolah.
Misalnya seks, konflik dengan orangtua, dan apa yang akan dilakukan dalam
hidupnya setelah ia tamat sekolah. Salah satu persoalan yang paling
membingungkan yang dihadapi oleh guru ialah bagaimana menghadapi siswa
yang hanya mempunyai kecakapan terbatas tetapi yang selalu memimpikan
kejayaan. Seorang guru tidak ingin membuat mereka putus asa, tetapi jika ia
mendorong siswa tersebut.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri
individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang
tampak. Emosi juga adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-
perubahan fisik. Adapun beberapa kondisi emosional seperti cinta/kasih sayang,
gembira, kemarahan dan permusuhan, ketakutan dan kecemasan. Sedangkan
pembagian ciri-ciri emosional dibagi menjadi dua menurut Biehler (1972) yaitu
remaja berusia 12-15 tahun dan remaja usia 12-15 tahun. Dan faktor-faktor
perkembangan emosional dipengaruhi oleh: Belajar dengan coba-coba, Belajar
dengan cara meniru, Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by
identification) Belajar melalui pengkondisian. Pelatihan atau belajar di bawah
bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi

Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat atau


prinsip-prinsip hidup yang menjadi pegangan seseorang dalam hidupnya, baik
sebagai warga negara. Sedangkan moral adalah ajaran tentang baik, buruk
perbuatan dan kelakuan, akhlak dan sebagainya. Sikap adalah kesian bereaksi
individu terhadap sesuatu hal. Kterkaitan anatar lain, moral dan sikap tampak
dalam pengalaman nilai-nilai.

3.2 Saran

Sebagai orang tua hendaklah memahami kondisi anak dan perkembangan


emosional anak ketika memasukin masa remaja. Agar dapat memahami kondisi
tersebut hendaklah orang mengadakan pendekatan terhadap anak tentang apa yang
ia rasakan. Dan anak pun hendaklah menjadi lebih terbuka serta berusaha
mengendalikan emosional pada dirinya.
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Agung dan Sunarto. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta :


Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai