Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN
A. Judul
Kultur Suspensi Sel Kalus Daun Teh ( Camellia sinensis L)
B. Latar Belakang
Daun teh hijau ( Camellia sinensi L) merupakan bahan yang memiliki
kandungan katekin. Daun ini juga sering digunakan sebagai antioksida. Senyawa
katekin yang dimiliki daun teh merupakan antioksidan dan biasa digunakan untuk
pengobatan ( Sutarna, 2016). Kultur suspensi sel adalah sel-sel yang sedang
membelah cepat yang ditumbuhkan pada medium cair. Heterogenitas metabolic kultur
suspensi lebih rendah disbanding kultur kalus karena semua sel tanaman tenggelam
didalam meidum nutrisi. Kultur suspensi tumbuh lebih cepat disbanding kultur kalus
yang ditumbuhkan di medium agar. Idealnya kultur suspensi sel tersusun dari sel-sel
tunggal yang homogeny. Namun umumnya kultur suspensi merupakan campuran
agregat sel dan sel-sel tunggal yang terdistribusi secara merata ( Mastuti , 2017).
Menurut Lestari (2017), Penggunaan medium cair digunakan karena dalam
untuk pembiakan organisme dalam jumlah yang besar, penelaahan fermentasi dan
berbagai macam uji. Menurut Schumacher dkk., (1994), medium cair digunakan pada
kultur suspensi selkarena tidak terjadi gradient nutrisi dan gas, aerasi menjadi lebih
baik, tidak terakumulasi senyawa toksik, dan pertumbuhan sel menjadi lebih cepat
karena seluruh permukaan eksplan atau sel mengenai medium. Melihat manfaat dan
kandungan yang dimiliki pada daun teh serta telah mengetahui metode yang dapat
digunakan yaitu kultur suspensi sel maka pada praktikum kali ini akan digunakan
kultur kalus dari daun teh ( Camelia sinensis L) menggunakan metode kultur suspensi
seldan pertumbuhan kultur suspensi sel akan diamati menggunakan metode PCV.
C. Tujuan
1. Mengetahui pertumbuhan kultur suspensi sel dari kalus daun teh ( Camellia
sinensis L) dengan parameter PCV ( Packed Cell Volume ), jumlah sel,
morfologi sel, dan berat kering.
2.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kultur jaringan tumbuhan adalah suatu metode yang dberguna untuk
mengisolasi bagian dari tanaman seperti sekelompok sel, jaringan, organ, protolasma,
dan sel serta menumbuhkannya pada kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tanaman
yang digunakan dapat memperbanyak diri dan menjadi tanaman yang lengkap. Kultur
jaringan tumbuhan sendirimemiliki prinsip dasar yaitu berdasarkan pada teori
totipotensi sel. Teori menyantakan bahwa suatu sel adalah unit biologi terkecil yang
mampu melakukan aktivitas hidup seperti metabolisme, reproduksi dan tumbuh
(Gunawan, 1987). Daun teh hijau ( Camellia sinensi L) merupakan bahan yang
memiliki kandungan katekin. Daun ini juga sering digunakan sebagai antioksida.
Senyawa katekin yang dimiliki daun teh merupakan antioksidan dan biasa digunakan
untuk pengobatan ( Sutarna, 2016).
Kultur suspensi sel adalah sel-sel yang sedang membelah cepat yang
ditumbuhkan pada medium cair. Heterogenitas metabolic kultur suspensi lebih rendah
disbanding kultur kalus karena semua sel tanaman tenggelam didalam meidum nutrisi.
Kultur suspensi tumbuh lebih cepat disbanding kultur kalus yang ditumbuhkan di
medium agar. Idealnya kultur suspensi sel tersusun dari sel-sel tunggal yang
homogeny. Namun umumnya kultur suspensi merupakan campuran agregat sel dan
sel-sel tunggal yang terdistribusi secara merata ( Mastuti , 2017).
Menurut Lestari (2017), Penggunaan medium cair digunakan karena dalam
untuk pembiakan organisme dalam jumlah yang besar, penelaahan fermentasi dan
berbagai macam uji. Menurut Schumacher dkk., (1994), medium cair digunakan pada
kultur suspensi selkarena tidak terjadi gradient nutrisi dan gas, aerasi menjadi lebih
baik, tidak terakumulasi senyawa toksik, dan pertumbuhan sel menjadi lebih cepat
karena seluruh permukaan eksplan atau sel mengenai medium.
Batch culture merupakan metode pertumbuhan populasi tanpa penambahan
medium baru ( sistem tertutup ) dan pengurangan kultur. Sedangkan continuous
culture merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat
pertumbuhan populasi dengan melakukan penamabahan nutrient secara berkalan
(sistem terbuka) dan pengurangan kultur sehingga pertumbuhan mikrobia konstan
( Madigan, 2012). Packed cell volume ( PCV) metode yang dapat digunakan untuk
menentukan pertumbuhan dari sel dengan menggunakan takaran dan dilakukan dalam
kondisi steril (Dwimahyani, 2007).

Gambar 1. Kalus daun teh ( Calandary dkk., 2017)


Menurut Dwimahyani (2007), penggunaan kalus yang friable karena
merupakan kalus ideal, dan ciri kalus ideal adalah bersifat friable dan mudah rontok
atau gugur ke dalam media cair. Medium adalah salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan dari perbanyakan tanaman. Formulasi media yang sering digunakan
adalah Murashige dan Skoog (MS) dengan hara makro dan mikronya dikurangi
menjadi setengahnya. Media MS dapat dimodifikasi dengan atau tanpa zat pengatur
tumbuh (Gusta dkk., 2011).
Menurut de Fossard (1976), medium kultur jaringan tumbuhan harus memiliki
beberapa atau semua dari komponen berikut seperti makronutrien, mikronutrien,
vitamin, asam amino atau supplemen Nitrogen, sumber C, bahan organik, zat pengatur
tumbuh, dan agen pemadat agar pertumbuhan tanaman dapat maksimal. Medium
Murashige & Skoog memiliki komposisi tertentu yang mengandung garam anorganik,
vitamin, dan karbohidrat. Amonium Nitrat dan Kalium Nitrat sebagai sumber Nitrat
dan Sukrosa sebagai sumber karbohidrat (Murashige dan Skoog, 1962). Menurut Saad
dan Elshahed (2012), komposisi medium MS dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Media Murashige dan Skoog (MS)
Komposisi Medium (mg/l) Medium MS
Makronutrien
NH4NO3 1650
KNO3 1900
CaCl2.2H2O 440
MgSO4.7H2O 370
KH2PO4 170
Mikronutrien
KI 0,83
H3BO3 6,20
MnSO4.4H2O 22,30
ZnSO4. 7H2O 8,6
Na2MoO4.2H2O 0,25
CuSO4.5H2O 0,025
CoCl2.6H2O 0,025
Na2EDTA 37,3
FeSO4.7H2O 27,8
Vitamin dan suplemen
Inositol 100
Glisin 2
Tiamin HCl 0,1
Piridoksin HCL 0,5
Asam nikotinat 0,5

Salah satu faktor pembatas dalam keberhasilan kultur jaringan adalah


kontaminasi yang dapat terjadi setiap saat dalam masa kultur. Kontaminasi dapat dari
eksplan baik internal maupun eksternal, organisme kecil yang masuk dalam media, air
yang digunakan, botol kultur atau alat-alat tanaman yang kurang steril, lingkungan
kerja dan ruang kultur yang kotor (spora di udara) ( Suryowinoto, 1996). Kontaminasi
kultur oleh bakteri ditandai dengan adanya lendir berwarna putih susu dan lapisan
seperti kerak pada permukaan medium atau eksplan, sedangkan kontaminasi jamur
terdapat gumpalan kecil berwarna putih-hitam. Kontaminasi yang disebabkan oleh
mikroorganisme endofitik (mikroorganisme yang hidup di dalam sel atau ruang antar
sel tanam) yang sering merupakan biota dari tanaman sumber eksplan, sulit diatasi
dengan sterilisasi permukaan (Dewi dkk, 2016). Kontaminasi oleh jamur terlihat jelas
pada medium, medium dan eksplan diselimuti oleh spora berbentuk kapas berwarna
putih (Lina dkk, 2013).
Menurut Curtis dkk (1999), sterilisasi dapat dilakukan secara :
a. Fisik meliputi penggunaan panas basah dengan suhu 121 oC dengan tekanan 1 atm.
Menggunakan alat autoclave. Panas kering menggunakan oven pada suhu sekitar
170-250oC
b. Kimia meliputi penggunakan zat-zat kimia seperi desinfektan dan antiseptic
c. Radiasi menggunakan sinar ultraviolet
d. Filter menggunakan membran filter dan Vacum Pump
Warna kecoklatan pada kalus (browning) ini akibat adanya metabolisme
senyawa fenol bersifat berlebihan, yang sering terangsang akibat proses sterilisasi
eksplan. Peristiwa pencoklatan tersebut sesungguhnya merupakan suatu peristiwa
alamiah dan proses perubahan adaptif bagian tanaman akibat adanya pengaruh fisik
seperti pengupasan, dan pemotongan. Gejala pencoklatan merupakan tanda-tanda
terjadinya kemunduran fisiologis eksplan (Indah dan Ermavitalini, 2013). Menurut
Hutami ( 2008), adanya perubahan warna atau pencoklatan dalam kultur jaringan
terjadi karena akumulasi polifenol oksidase yang dilepas atau disintesis jaringan dalam
kondisi teroksidasi ketika sel dilukai
III. METODE
A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik,
stopwatch, eksikator, corong, botol kultur, pinset panjang, petridish, kertas saring,
shaker incubator, mikroskop, gelas preparat, gelas penutup, pipet tetes, oven, scalpel,
blade, botol jam, propipet, pipet ukur, tabung konikel, sentifuge, gelas beker, kertas
saring, plastic wrap, aluminium foil, label, tisu, masker, ice box, kalkulator,
handphone, dan glove.
Bahan-bahan yang diperlukan yaitu medium kalus teh (Camellia sinensis),
Murashige dan Skoog (MS) cair, dan alkohol 70%.
B. Cara kerja
1. Persiapan Kalus Teh (Camellia sinensis)
Pertama-tama sebanyak 5 botol kultur yang berisi medium MS cair ditimbang
beratnya dengan timbangan analitik dan diberi label. Kalus daun teh (Camellia
sinensis) dikeluarkan dari medium lama dan dibersihkan terlebih dahulu dari sisa
medium. Kalus kemudian dipotong dan dibuang bagian yang hitam atau coklat,
dan dimasukkan kedalam 5 botol kultur medium MS cair. Botol kultur MS cair
yang telah diisi dengan kalus ditutup dengan aluminium foil dan di wrap dengan
plastic wrap. Botol kultur tersebut ditimbang lagi dengan timbangan analitik
sebagai berat basah kalus. Botol kultur di shaker dengan incubator shaker pada
suhu 27oC dengan kecepatan 110 rpm dan diamati PCV, morfologi sel, berat
kering, serta warna dan kekeruhan medium. Berat basah kalus dihitung dengan
rumus berikut:
Berat basah kalus = [(berat botol medium + kalus) – (berat botol medium)]
2. PCV (Packed Cell Volume)
Pertama-tama botol kultur yang telah berisi kalus dihomogenisasi terlebih dahulu,
dan diambil sebanyak 5 ml kemudian dimasukkan kedalam tabung konikel.
Konikel tersebut disentrifugasi selama 30 hingga 45 menit dengan kecepatan 4500
rpm. Hasil sentrifugasi berupa pellet dan supernatan, kemudian dibandingkan
dengan tabung konikel kosong dan dihitung nilai PCVnya dengan rumus berikut:
volume pelet
PCV= x 100%
volume cuplikan
3. Morfologi
Pertama-tama gelas benda disemprot dengan alkohol 70% dan difiksasi dengan
lampu spiritus. Sel kalus diambil dengan pipet tetes dan letakkan diatas gelas
preparat, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Preparat diamati dengan
mikroskop pada perbesaran 10 x 45, kemudian hasil yang didapat
didokumentasikan.
4. Berat Kering Kalus
Pertama-tama cawan petri yang terdapat kertas saring dioven selama 5 menit dan
dilanjutkan dengan eksikator, kemudian ditimbang beratnya. Kertas saring
dibentuk seperti kerucut dan diletakkan diatas corong. Kalus yang terdapat pada
botol kultur dan hasil dari sentrifugasi disaring, kemudian diletakkan diatas cawan
petri. Kalus yang telah disaring di oven pada suhu 50oC selama 24 jam dan
ditimbang beratnya sebagai berat kering kalus. Berat kering kalus dihitung dengan
rumus berikut:
Berat kering kalus = [(cawan petri + kertas saring + kalus) – (cawan petri +
kertas saring)]
5. Kekeruhan dan Warna Medium
Pertama-tama parameter pengamatan kekeruhan dan warna medium diamati
secara visual. Warna pada medium dilihat dari bening, apakah berubah warnanya.
Tingkat kekeruhan diamati dengan tingkat yaitu:
1 = Tidak keruh
2 = Sedikit keruh
3 = Keruh
4 = Sangat keruh
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Daun teh hijau ( Camellia sinensi L) merupakan bahan yang memiliki
kandungan katekin. Daun ini juga sering digunakan sebagai antioksida. Senyawa
katekin yang dimiliki daun teh merupakan antioksidan dan biasa digunakan untuk
pengobatan ( Sutarna, 2016 ). Kultur suspensi sel adalah sel-sel yang sedang
membelah cepat yang ditumbuhkan pada medium cair. Heterogenitas metabolic kultur
suspensi lebih rendah disbanding kultur kalus karena semua sel tanaman tenggelam
didalam meidum nutrisi. Kultur suspensi tumbuh lebih cepat disbanding kultur kalus
yang ditumbuhkan di medium agar. Idealnya kultur suspensi sel tersusun dari sel-sel
tunggal yang homogeny. Namun umumnya kultur suspensi merupakan campuran
agregat sel dan sel-sel tunggal yang terdistribusi secara merata ( Mastuti , 2017).
Menurut Lestari (2017), Penggunaan medium cair digunakan karena dalam
untuk pembiakan organisme dalam jumlah yang besar, penelaahan fermentasi dan
berbagai macam uji. Menurut Schumacher dkk., (1994), medium cair digunakan pada
kultur suspensi selkarena tidak terjadi gradient nutrisi dan gas, aerasi menjadi lebih
baik, tidak terakumulasi senyawa toksik, dan pertumbuhan sel menjadi lebih cepat
karena seluruh permukaan eksplan atau sel mengenai medium.
Pada praktikum kali ini terdapat beberapa fungsi perlakuan yang dilakukan
diantaranya adalah shaker incubator untuk meningkatkan aerasi dan reduksi polaritas
tanaman serta dapat mempertahankan keseragaman distribusi sel-sel. Agitasi atau
pengocokan akan mempengaruhi ukuran agregat, viabilitas, dan pertubuhan sel serta
untuk meningkatkan oksigen. Kalus yang digunakan harus friable karena fragmentasi
mudah saaat di agitasi. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diperoleh
hasil data sebagai berikut :
berat kering
0.14

0.13

0.13
berat kering
0.12 Logarithmic (berat kering)

0.12

0.11

0.11
0 1 2

Grafik 1. Berat Kering Kalus Daun Teh ( Camellia sinensis L)


Berdasarkan Grafik 1mengenai hasil pengamatan berat kering kalus daun teh dapat
diketahui hasil data yaitu pada pengamatan ke-0, 1, dan 2 berat kering berturut-turut
0,1326; 0,1143 gram; dan 0,132 gram. Pada pengamatan minggu ke-3 dan ke-4 terjadi
kontaminasi sehingga pengamatan tidak dapat dilanjutkan. Pada pengamatan antara
minggu ke-0 dan ke-1 terdapat penurunan berat kering kalus . Hal ini dapat disebabkan
oleh perbedaan berat petri yang digunakan, tidak ada berat konstat dari petri yang
digunakan, serta pada saat proses pengeringan menggunakan oven, tidak ada satuan
pasti mengenai kering “optimal” yang harus diperoleh. Petri akan ditimbang pada saat
dirasa petri yang berisi biakan bakteri sudah kering, namun standar kering yang
digunakan hanya berdasarkan asumsi yang ada.
Menurut Curtis dkk (1999) penggunaan oven merupakan panas kering. Maka
dari itu penggunaan oven pada saat mengukur berat kering, maka dari itu medium
akan teruapkan. Sehingga pada pengamatan ke-1 terjadi penurunan berat kering dari
kultur kalus yang dilakukan. Adanya peningkatan pada pengamatan ke-2 dapat
diartikan bahwa kalus yang ada telah bertumbuh dengan kultur suspensi sel. Menurut
Schumacher dkk., (1994), medium cair digunakan pada kultur suspensi sel karena
tidak terjadi gradient nutrisi dan gas, aerasi menjadi lebih baik, tidak terakumulasi
senyawa toksik, dan pertumbuhan sel menjadi lebih cepat karena seluruh permukaan
eksplan atau sel mengenai medium.
Tabel 2. Hasil Pengamatan PCV ( Packed Cell Volum) kalus daun teh ( Camellia
sinensis L)
Minggu ke- v. cuplikan v. pellet pcv
0 5 0,3 6%
1 5 1 20%
2 5 1 20%
3 - - -
4 - - -

Berdasarkan tabel 2 mengenai pengamatan PCV ( Packed cell volume) kalus


daun the ( Camellia sinensis L) diketahui bahwa volume cuplikan pada minggu ke-0,
1, dan 2 berturut-turut adalah 5 ml. Volume pellet pada pengamatan minggu ke-0, 1,
dan 2 berturut-turut 0,3; 1; 1. Nilai PCV pada pengamatan minggu ke 0, 1, dan 2
berturut-turut adalah 6%, 20% dan 20%. Peningkatan kadar PCV pada minggu ke-0
1,dan 2 artinya adanya pertumbuhan dari sel yang dikultur karena adanya peningkatan
kadar PCV. Karena menurut Dwimahyani (2007), Packed cell volume ( PCV) metode
yang dapat digunakan untuk menentukan pertumbuhan dari sel dengan menggunakan
takaran dan dilakukan dalam kondisi steril. Artinya jika ada penambahan kadar PCV
maka adanya pertumbuhan sel kultur kalus.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Kekeruhan dan Warna medium kalus daun teh ( Camellia
sinensi L)
Minggu ke Kekeruhan Warna medium
0 Tidak keruh Bening
1 Sedikit keruh Keunguan
2 Keruh Kuning
3 - -
4 - -

Berdasarkan tabel 3 mengenai hasil pengamatan kekeruhan dan warna medium


kalus daun teh (Camellia sinensis L) diketahui bahwa pada minggu ke-0 warna
medium bening dan kekeruhan tidak keruh. Pada minggu ke-1 warna keunguan dan
kekeruhan sedikit keruh. Pada minggu ke-2 warna berwarna kuning dan kekeruhan
keruh. Menurut Hutami ( 2008), adanya perubahan warna atau pencoklatan dalam
kultur jaringan terjadi karena akumulasi polifenol oksidase yang dilepas atau disintesis
jaringan dalam kondisi teroksidasi ketika sel dilukai. Gejala pencoklatan merupakan
tanda-tanda terjadinya kemunduran fisiologis eksplan (Indah dan Ermavitalini, 2013).
Dilihat dari kekeruhan dan perubahan warna yang terjadi dapat dimungkinankan
bahwa pada kultur kalus mengalami browning.
Gambar 2. Hasil pengamatan morfologi kalus daun the ( Camellia sinensis L)
Dokumentasi pribadi, 2019)

Gambar 3. Kalus daun Teh ( Camellia sinensis L) ( Hutami, 2008).


Berdasarkan hasil pengamatan kalus daun teh yang dilakukan dan jika
dibandingkan oleh yang dilakukan oleh penelitian Hutami (2008), pewarnaan yang
Nampak bahwa kalus pada penelitian Hutami lebih hijau dan masih berbentuk agregat
dan banyak meggumpal, sedangkan dari hasil yang diperoleh kalus yang ada berwarna
hijau pucat dan masih berbentuk agregat.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Pertumbuhan kalus daun teh pada parameter PCV diketahui PCV pada
pengamatan minggu ke-0,1, dan 2 berturut-turut adalah 6%, 20%, dan 20%.
Jumlah sel bertambah dengan meningkatnya konsentrasi PCV. Morfologi kalus,
yang ada berbentuk agregat, berwarna hijau pucat. Berat kering yang dimiliki pada
minggu ke-0, 1, dan 2 berturut-turut 0,1326; 0,1143 gram; dan 0,132 gram.

VI. SARAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dilihat bahwa banyak sekali kontaminasi
yang terjadi pada kultur suspensi sel kalus daun teh sehingga data yang diperoleh
menjadi tidak maksimal. Adanya kebijakan dalam mencampurkan data dari kelompok
sendiri dan memadukan dengan kelompok yang “ tidak kontam” justru membuat
menjadi rancu mengenai pembahasan yang akan dilakukan, karena aspek yang akan
dibahas sudah berbeda. Akan lebih baik pada acara yang terjadi banyak kontaminasi,
lebih baik dijadikan menjadi data satu golongan saja, dibandingkan memaksakan
untuk memakai data dari tiap masing-masing kelompok “hanya” pada awalnya saja.
DAFTAR PUSTAKA
Calandry, A. W., Muslihatin, W., dan Sutini. Produksi Benih Sintetik Teh Camellia
sinensis. Jurnal Sains dan Seni ITS. 6(2) : 45-47.

Curtis., Helena., dan Barnes, N., Sue. 1999. Biologi 5th edition. Worth Publisher Inc,
New York.

de Fossard, R. 1976. Tissue culture for plant propagation. University of New England,
Armidale

Dewi, A.W.A., Darmawati, I.A.P., dan Semarajaya, C.G.D. 2016. Inisiasi Kalus
Embriogenik Stroberi (Fragaria sp.) dengan Pemberian IBA
(Indolebutyricacid) dan BAP (Benzylaminopurine). E-Jurnal Agroteknologi
Tropika .5 (3): 243-253.

Dwimahyani, I. 2007. Metode Suspensi Sel Untuk Membentuk Spot Hijau Pada Kultur
In-Vitro Galur Mutan Tanaman. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi.
3(2) : 55-79.

Gurel, S. E.dan Kaya, Z. 2002. Establishment of Cell Suspension Of Cultures and


PlantRegeneration in Sugar Beet ( Beet vulgaris L). Tourkish Journal of
Botany’de. 26 ( 197-205).

Hutami, S. 2008. Maslaah Pencoklatan Pada Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen.


4(2) : 83-88

Indah, P.N., dan Ermavitalini, D. 2013. Induksi kalus daun nyamplung (Calophyllum
inophyllum Linn.) pada beberapa kombinasi konsentrasi 6-benzylaminopurine
(BAP) dan 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D). Jurnal Sains dan Seni
Pomits .2 (1): 1-6.

Lestari, P. B., Hartati, T. W. 2017. Mikrobiologi Berbasis Inkuiry. Penerbit Gunung


Samudera, Malang.

Lina, F.R., Ratnasari, E., dan Wahyono, R. 2013. Pengaruh 6-benzylamino purine
(BAP) dan 6-furfuryl amino purine (Kinetin) pada media MS terhadap
pertumbuhan eksplan ujung apikal tanaman jati secara in vitro. LenteraBio .2
(1): 57-61.

Madigan, M. T., Martinko, J. M., Stahl, D. A dan Clark, D. P. 2012. Brock Biology of
Microorganism 13th. Benjamin Cummings, San Fransisco.

Mastuti, R. 2017. Dasar-dasar Kultur Jaringan Tumbuhan. UB-Press, Malang.


Murashige, T. dan Skoog, F. 1962. A revised medium for rapid growth and bioassays
with tobacco tissue cultures. Physiologia Plantarum. 15 (3): 473-479.

Saad, A.I.M. and Elshahed, A.M. (2012) Plant Tissue Culture Media Chap 2. InTech,
Winchester.

Suryowinoto. 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In vitro. Kanisius, Yogyakarta.

Sutarna, T. H., Alatas, F., Hakin, N. A. A. 2016. Pemanfaatan Ekstrak Daun Teh Hijau
( Camelia sinensi L) Sebagai Bahan Aktif Pembuatan Sediaan Krim Tabir
Surya. Kartika- Jurnal Ilmiah Farmasi. 4(2) : 32-25.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai