Anda di halaman 1dari 19

I.

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Daun Iler (Coleus atropurpuerus L) merupakan tumbuhan yang termasuk suku
lamiaceae. Tumbuhan ini mempunyai khasiat untuk meredakan rasa nyeri, sebagai
antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, antibakteri dan dapat mempercepat
penyembuhan luka. Secara tradisional tumbuhan iler dapat digunakan sebagai obat
luka dengan cara membubuhkan ulekan daun iler pada luka ( Dalimartha, 2000).
Menurut Lisdawati dkk., (2008), Kandungan kimia tumbuhan iler yang terdapat pada
bagian daun akarnya yaitu saponin, polifenol, flavonoid, alkaloida, mineral dan
komponen minyak atsiri.
Fitokimia merupakan ilmu pengetahuan yang menguraikan aspek kimia suatu
tanaman. Kajian fitokimia meliputi uraian yang mencakup aneka ragam senyawa
organic yang dibentuk dan disimpal oleh organisme. Analisis fitokimia dilakukan
untuk menentukan ciri komponen bioaktif suatu ekstrak kasar yang mempunyai efek
racun atau efek farmakologis lain yang bermanfaat bila diujikan dengan sistem
biologi atau bioassay ( Harbone, 1984).
Menurut Vanselow (2007), DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang
stabil sehingga apabila digunakan sebagai perekasi dalam uji penangkapan radikal
bebas, cukup dilarutkan dan bila disimpan, dalam keadaan kering dengan kondisi
penyimpanan yang baik dan stabil selama bertahun-tahun. Metode perendaman DPPH
didasarkan pada reduksi dari larutan methanol radikal bebas DPPH yang berwarna
oleh penghambatan radikal bebas. Ketika larutan DPPh yang berwarna ungu bertemu
dengan pendonor electron, maka DPPH akan tereduksi menyebabkan warna ungu
akan memudar dan digantikan warna kuning yang berasa dari gugus pikril ( Prayoga,
2013).
Melihat manfaat dan kandungan yang terdapat pada daun iler (Coleus
atropurpuerus L ) maka akan dilakukan pengujian fitokimia untuk melihat kandungan
yang terdapat pada daun iler. Pengujian DPPH juga dilakukan untuk mengetahui
adanya kemampuan antioksidan pada daun Iler dengan dilihat dari nilai IC50nya.
2. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengenali zat aktif dari tumbuhan Iler (Coleus
atropurpuerus L ) secara kualitatif
2. Mahasiswa mampu mengenali zat aktif dari tumbuhan Iler (Coleus
atropurpuerus L ) menggunakan kromatografi
3. Mahasiswa mengetahui nilai Rf yang didapatkan dari tumbuhan Iler (Coleus
atropurpuerus L )
4. Mengetahui kandungan antioksidan pada tanaman daun Iler (Coleus
atropurpuerus L )
5. Mengetahui kelebihan dan kekurangan metode DPPH
II. TINJAUAN PUSTAKA
Daun Iler (Coleus atropurpuerus L) merupakan tumbuhan yang termasuk suku
lamiaceae. Tumbuhan ini mempunyai khasiat untuk meredakan rasa nyeri, sebagai
antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, antibakteri dan dapat mempercepat
penyembuhan luka. Secara tradisional tumbuhan iler dapat digunakan sebagai obat
luka dengan cara membubuhkan ulekan daun iler pada luka ( Dalimartha, 2000).
Menurut Lisdawati dkk., (2008), Kandungan kimia tumbuhan iler yang terdapat pada
bagian daun akarnya yaitu saponin, polifenol, flavonoid, alkaloida, mineral dan
komponen minyak atsiri.
Fitokimia merupakan ilmu pengetahuan yang menguraikan aspek kimia suatu
tanaman. Kajian fitokimia meliputi uraian yang mencakup aneka ragam senyawa
organic yang dibentuk dan disimpal oleh organisme. Analisis fitokimia dilakukan
untuk menentukan ciri komponen bioaktif suatu ekstrak kasar yang mempunyai efek
racun atau efek farmakologis lain yang bermanfaat bila diujikan dengan sistem
biologi atau bioassay ( Harbone, 1984).
Alakaloid adalah senyawa organic siklik yang mengandung nitrogen dengan
bilangan oksidasi negative yang penyebarannya terbatas pada maklu hidup. Alkaloid
juga merupakan golongan zat metabolit sekunder yang terbesar. Menurut Sumardjo
(2006), alkaloid dapat digolongkan menjadi 3 golongan yaitu :
a. Alkaloid sejati
Alkaloid sejati senyawa yang mempunyai cincin nitrogen heterosiklik, bersifat
basa dan berasal dari asam amino
b. Alkaloid gabungan
Turunan asam amino, atom nitrogennya tidak memiliki cincin hetero siklik.
Bersifat basa.
c. Alkaloid semu
Basa tumbuhan yang mengandung nitrogen heterosiklik, memiliki aktifitas
dan tidak mempunyai hubungan biosintesis dengan asam amino.
Gambar 1. Struktur senyawa alkaloid ( Illing dkk., 2017)
Menurut Jaafar dkk., (2007), pengujian senyawa alkaloid dilakukan dengan
pereaksi Mayer dan Wagner. Terbentuknya endapan putih atau krem
mengindikasikan hasil uji positif. Terdapat endapan jingga hingga merah juga
menunjukan hasil reaksi adalah positif.
Flavonoid merupakan suatu senyawa polifenol yang strukturnya merupakan
turunan dari anti aromatic falavan. Golongan flavonoid kerangka karbonnya terdiri
atas dua gugus C6 yang disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon ( Illing dkk.,
2017) Menurut Astawan dan Kasih (2006), flavonoid merupakan golongan terbesar
dari senyawa polifenol. Flavonoid baik digunakan untuk antioksidan. Flavonoid
mengandung sistem aromatic yang terkonjugasi dank arena itu menunjuka pita
serapan yang kuat pada spectrum UV dan spectrum tampak.

Gambar 2. Struktur Senyawa Flavonoid ( Illing dkk., 2017).


Menurut Jaafar dkk., (2007), uji flavonoid dilakukan dengan menambahkan
serbuk Mg dan HCl pekat. Hasil positif pada pengujian jika warna yang terbentuk
adalah merah, kuning, dan jingga.
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan
busa jika dikocok dalam air. Saponin larut dalam air dan alkohol tetapi tidak larut
dalam eter ( Illing dkk., 2017). Saponin terdapat pada seluruh tanaman dengan
konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu dan dipengaruhi oleh varietas tanaman
dan pertumbuhan. Saponin merupakan metabolit sekunder dan merupakan kelompok
glikosida penoid ( Illing dkk., 2017). Menurut Astawan dan Kasih (2008), komponen
saponin banyak terdapat pada kacang-kacangan. Manfaat komponen ini yaitu mampu
mereduksi kolesterol dan melawan kanker kolon.
Uji saponin dilakukan dengan melakukan uji polifenol, dengan menambahkan
HCl pekat. Hasil uji positif ditunjukan dengan terbentuknya busa permanen. Uji lain
yang dilakukan adalah dengan menambahkan FeCl3. Hasil uji positif jika ditunjukan
dengan terbentuknya warna biru kehitaman ( Jaafar dkk., 2007).

Gambar 3. Struktur Senyawa Saponin ( Illing dkk., 2017).


Steroid adalah senyawa turunan lipid yang tidak terhidrolisis. Senyawa yang
termasuk turunan steroid adalah kolesterol, ergosterol, dan estrogen. Umumnya
steroid berfungsi sebagai hormone. Secara sederhana steroid dapat diartikan sebagai
kelas senyawa organic bahan alam yang kerangka strukturnya terdiri dari androstan
dan mempunyai cincin terpadu ( Illing dkk., 2017). Hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna hijau hingga kebiru-biruan. Reaksi diawali dengan proses
asetilasi gugus hidroksil dengan menggunakan asam anhidrida. Gugus asetil akan
lepas dan membentuk ikatan rangkap dan terjadi pelepasan gugus hidrogen beserta
elektronnya yang mengakibatkan ikatan rangkap berpindah (Radiansah dkk., 2013)
Gambar 4. Struktur senyawa steroid ( Illing dkk., 2017).
Polifenol ditemukan secara alami pada tumbuhan. Polifenol adalah suatu
senyawa yang mempunyai beberapa gugus hidroksil pada cincin aromatiknya.
Senyawa fenolik merupakan sekelompok metabolit sekunder yang mempunyai cincin
aromatic yang terikat dengan atau lebih gugus hidroksil. Salah satu contoh senyawa
fenolik adalah fenol sederhana, asam fenolat, kumarin, tannin, dan flavonoid (
Robinson, 1995). Pada tanaman biasanya berbentuk dalam glikosida atau esternya.

Gambar 5. Struktur senyawa polifenol ( Illing dkk., 2017)


Tanin adalah antioksidan berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi
efek radikal bebas yang merusak. Tanin menyatu dan mudah teroksidasi menjadi
asam tanat yang berfungsi membekukan protein yang berefek pada mukosa lambung
(Shinya, 2007). Tanin juga dapat berfungsi sebagai antiradang dan antikanker. Tanin
dikenal sebagai zat samak untuk pengawetan kulit, yang merupakan efek tanin yang
utama sebagai adstringensia yang banyak digunakan sebagai pengencang kulit dalam
kosmetik. Tanin yang bermanfaat sebagai antioksidan adalah epikatekin polimer yang
dapat ditemukan pada kacang lentil dan anggur (Yulianti, 2009).
Gambar 6. Beberapa jenis struktur kimia tanin (Kusuma dkk., 2017).
Kromatografi lapis tipis ( KLT) tergolong dalam kromatografi “ Plannar. KLT
adala metode kromatografi yang paling sederhana yang banyak digunakan. Peralatan
dan bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemisahan dan bahan yang
dibutuhkan untuk melaksanakan pemisahan dan analisis menggunakan KLT cukup
sederhana, yaitu sebuah bejana tertutup ( chamber) yang berisi pelarut dan lempeng
KLT. Pelaksanaan analisis dengan KLT diawali dengan menotolkan alikuot kecil
sampel pada salah satu ujung fase diam untuk membentuk zona awal. Kemudian
sampel dikeringkan. Ujung fase diam yang terdapat pada zona awal dicelupkan
kedalam fase gerak didalam chamber. Ketika fase gerak telah bergerak hingga jarak
yang diinginkan, fase diam diambil, fase gerak yang terjebak dalam lempeng
dikeringkan dan zona yang dihasilkan dideteksi secara langsung dibawah sinar UV
dengan panjang gelombang 254 nm ( Wulandari, 2011).
Menurut Rubiyanto (2016), kromatografi lapis tipis merupakan teknik
kromatografi yang berdasar pada prinsip adsorbsi. Pada dasarnya, jenis padatan yang
digunakan pada kromatografi kolom dapat digunakan pada KLT. Beberapa jenis
adsorben dan penggunaannya antara lain:
a. Silica gel: asam-asam amino, alkaloid, asam-asam lemak dan lain-lain.
b. Alumina: alkaloid, zat warna, fenol-fenol dan lain-lain.
c. Kielsghur (tanah diatomae): gula, oligosakarida, trigliserida, dan lain-lain.
d. Selulosa: asam-asam amino, alkaloid, dan lain-lain.
Baik fasa diam dan fasa gerak hanya digunakan berasama-sama dalam KLT
ketika proses kromatografi berlangsung melalui kesetimbangan yang melibatkan
lapisan tipis adsorben, fasa pelarut dan fasa uap pelarut. Dengan demikian, solvent
tidak selalu ekuivalen dengan fasa gerak karena sering komposisi keduanya berbeda
sepanjang jalur plat meskipun digunakan fasa gerak yang sama dengan pelarut
(Rubiyanto, 2016).
Menurut Harborne (1987), pada pengujian kuersetin dengan metode KLT
digunakan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Panjang gelombang 366nm
digunakan untuk melihat hasil yang tidak terlihat pada panjang gelombang 254 nm.
Identifikasi senyawa-senyawa yang terpisah pada KLT dapat menggunakan harga RF
( retardation factor) yang menggambarkan jarak yang ditempuh suatu komponen
terhadap jarak keseluruhan, dengan rumus seperti berikut :
jarak yang ditempuh solut (cm)
Rf =
jarak yang ditempuh fase gerak (cm)
Harga Rf berjangka antara 0,00-1,00 dan hanya dapat ditentukan dua decimal.
Harga Rf dipengaruhi oleh struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan, sifat
dari penyerap, jenis eluen dan jumlah cuplikan ( Sastrohamidjojo, 1991).
Menurut Rubiyanto (2016), terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi
harga Rf yaitu :
a. Struktur kimia senyawa yang dipisahkan
b. Sifaat dari adsorben dan derajat aktivitasnya
c. Tebal dan kerataan permukaan adsorben
d. Kemampuan pelarut
e. Derajat kejenuah uap pelarut
f. Jumplah cuplikan
g. temperatur
Menurut Wulandari (2011), kelebihan dari KLT adalah kromatografi yang
palin sederhana serta bahan dan peralatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan KLT
cukup sederhana. Kekurangannya adalah membutuhkan sistem trial dan eror untuk
menentukan eluen yang cocok. Menurut Kusnadi dan Devi ( 2017), fase gerak dan
diam yang digunakan pada pengujian KLT untuk mengetahui kadar kuersetin
menggunakan fase gerak n-butanol; asam asetat; dan air. Fase diam yang digunakan
adlaah silica gel.
Menurut Vanselow (2007), DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang
stabil sehingga apabila digunakan sebagai perekasi dalam uji penangkapan radikal
bebas cukup dilarutkan dan bila disimpan dalam keadaan kering dengan kondisi
penyimpanan yang baik dan stabil selama bertahun-tahun. Metode perendaman DPPH
didasarkan pada reduksi dari larutan methanol radikal bebas DPPH yang berwarna
oleh penghambatan radikal bebas. Ketika larutan DPPh yang berwarna ungu bertemu
dengan pendonor electron, maka DPPH akan tereduksi menyebabkan warna ungu
akan memudar dan digantikan warna kuning yang berasa dari gugus pikril ( Prayoga,
2013).
Antioksidan adalah bahan yang menghambat atau mencegah keruntuhan,
kerusakan, atau kehancuran akibat oksidasi. Menurut ilmu kedokteran, antioksidan
relative masih baru, tetapi di cabang ilmu lainnya antioksidan sudah sejak lama
diketahui ( Youngson, 2003). Menurut Winarsi (2007), antioksidan adalah senyawa
pemberi electron yang mampu meredam dan menangkal dampak negative oksidan
dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada
senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa
dihambat.
Menurut Winarsi (2007), secara umum antioksidan dikelompokan menjadi
antioksidan enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim
superoksida dismutase ( SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan non
enzimatis dibagi dalam 2 kelompok lagi yaitu :
a. Antioksidan larut lemak, seperti –tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon,
dan bilirubin
b. Antioksidan larut air, seperti asam askorbat, asam urat, protein pengikat
logam, dan protein pengikat heme
Menurut Vanselow (2007), DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang
stabil sehingga apabila digunakan sebagai perekasi dalam uji penangkapan radikal
bebas cukup dilarutkan dan bila disimpan dalam keadaan kering dengan kondisi
penyimpanan yang baik dan stabil selama bertahun-tahun. Metode perendaman DPPH
didasarkan pada reduksi dari larutan methanol radikal bebas DPPH yang berwarna
oleh penghambatan radikal bebas. Ketika larutan DPPh yang berwarna ungu bertemu
dengan pendonor electron, maka DPPH akan tereduksi menyebabkan warna ungu
akan memudar dan digantikan warna kuning yang berasa dari gugus pikril ( Prayoga,
2013).
Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50
kurang dari 50, kuat ( 50-100), sedang (100-150), dan lemah (151-200). Semakin
kecil nilai IC50 semakin tinggi aktivitas antioksidan ( Badarinath, 2010). Asam
askorbat digunakan sebagai pembanding dan skrining antioksidan, karena asam
askorbat telah dikenal secara luas sebagai antioksidan ( Nia dkk., 2004).
III. METODE
A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, rak
tabung reaksi, sudip, timbangan analitik, tabung vial, aluminium foil, plastic wrap,
propipet, pipet ukur, gelas beker, erlenmeyer, vortex, kertas saring, pipet tetes,
propipet, pipet ukur, mikropipet, mikrotip, drop plate, kompor, plat silika, chamber,
KLT visualizer, spektofotometer, kuvet, stopwatch, pensil, penggaris, kalkulator,
laptop, dan label.
Bahan-bahan yang dibutuhkan yaitu sampel ekstrak daun salam, etanol 50%,
metanol PA, kloroform, amonia, H2SO4 2N, reagen Wagner, reagen Meyer, reagen
Dragendroff, asetat anhidrat, H2SO4 pekat, akuades, FeCL3 1%, air panas, serbuk Mg,
HCl 5N, amil alkohol, metanol 30%, etil asetat, asam formiat, toluena, air, kuersetin,
DPPH, dan askorbat..
B. Cara kerja
1. Fitokimia
a. Uji alkaloid
Pertama-tama sampel daun iler ditimbang sebanyak 0,1 gram dilarutkan dengan
etanol 50% sebanyak 1 ml. Sebanyak 10ml kloroform dan 5 tetes amonia pekat
ditambahkan kedalam tabung rekasi. Tabung reaksi dihomogenkan menggunakan
vortex. Kloroform yang terbentuk fraksi pada bagian atas diambil penggunakan
pipet tetes dan ditambhkan 5 tetes H2SO4 2N dan dihomogenkan. Fraksi dibagian
atas diambil dan dibagi dalam 3 tabung rekasi. Tabung reaksi pertama ditambhkan
dengan reagen Meyer sebanyak 1 tetes, hasil positif bila terbentuk endapan putih.
Tabung reaksi kedua ditambahkan reagen Wagner sebanyak 10 tetes, hasil positif
bila terbentuk endapan coklat. Tabung reaksi ketiga ditambahkan reagen
Dragendorff sebanyak 5 tetes, hasil positif bila terbentuk endapan jingga/merh
kecoklatan.
b. Uji flavonoid
Pertama-tama sampel daun iler ditimbang sebanyak 0,2 gram dilarutkan dengan
etanol 50% sebanyak 1 ml, kemudian ditambahkan air panas sebanyak 100 ml.
Larutan diambil sebanyak 10 ml dimasukan kedalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 0,1 mg serbuk Mg. HCl 5N ditambahkan sebanyak 2 tetes dan amil
alkohol sebanyak 10 tetes. Hasil positif ditunjukan dengan terbentuknya larutan
berwarna kuning atau merah.
c. Uji flavonoid II
Pertama-tama sampel daun iler ditimbang sebanyak 0,1 gram dilarutkan dengan
etanol 50% sebanyak 1 ml. Larutan ditambahkan 5 mlmetanol 30% dan dipanaskan
selama 5 menit. 3 tetes H2SO4 pekat ditambahkan. Hasil positif terbentuk warna
merah
d. Uji tannin
Pertama-tama sampel daun iler ditimbang sebanyak 0,1 gram dilarutkan dengan
etanol 50% sebanyak 1 ml . Tabung reaksi yang berisi 1 ml campuran ekstrak daun
iler dan methanol 50 % ditambahkan 10 ml aquades dan didiamkan selama 5 menit,
kemudian disaring. Filtrat ditambahkan dengan 5 tetes FeCl3 1%. Hasil positif bila
terbentuk warna hitam, atau biru kehijauan.
e. Uji saponin
Pertama-tama sampel daun iler ditimbang sebanyak 0,1 gram dilarutkan dengan
etanol 50% sebanyak 1 ml . Tabung reaksi yang berisi 1 ml campuran ekstrak daun
iler dan methanol 50 % ditambahkan 10 ml aquades, kemudian dikocok selama 30
detik. Hasil positif bila terbentuk busa dengan tebal 1-3 cm selama 15 menit
f. Uji steroid
Pertama-tama sampel daun iler ditimbang sebanyak 0,1 gram dilarutkan dengan
etanol 50% sebanyak 1 ml .Drop plate yang berisi ekstrak daun iler ditambahkan 3
tetes asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat. Hasil positif untuk steroid ditunjukan
dengan terbentuknya warna hijau. Hasil positif untuk triterpenoid ditunjukan
dengan terbentuknya warna merah atau ungu.
2. KLT dan DPPH Kualitatif
a. Penjenuhan chamber
Pertama-tama eluen Toluene ; aseton ; asam formiat dengan perbandingan 9 : 9 : 2
dimasukan sebanyak 5ml untuk penjenuhan chamber. Plat silica gel dipotong
sepanjang 8 cm. Plat diberi batas atas dan bawah menggunakan pensil sebesar 1 cm.
b. Elusi ekstrak daun kelor
Pertama-tama ekstra daun Iler ditimbang sebanyak 0,1 gram. Sampel dilarutkan
dalam etnaol 50% sebanyak 1 ml. Sebanyak 2µl sampel ditotolkan pada plat silica
gel yang telah diberi garis pada ujungnya. Plat dielusikan dalam chamber kemudian
dikeringkan. Plat silica diamati pada UV-cabinet dengan panjang gelombang 254 nm
dan 366 nm. Nilai Rf pada rentang 0,2 < Rf < 0,8 dikatakan baik dan nilai Rf dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Jarak Tempuh Sampel
Rf =
Jarak Tempuh Elusi
3. DPPH Kuantitatif
a. Uji antitoksidan asam askorbat
Pertama-tama asam askorbat ditimbang sebanyak 25mg dan dilarutkan pada 5 ml
pelarut methanol PA. Konsentrasi 5000 ppm asam askorbat diambil 1ml dan
ditambahkan methanol PA sebanyak 9 ml. Larutan asam askorbat 500ppm dibagi
dalam 375 ppm, 250 ppm, 125 ppm dan 50 ppm. Seluruh konsentrasi ditambahkan
1ml DPPH dan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 517nm dan dihitung
% inhibisi dengan rumus :
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
%inhibisi = 𝑥100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙

Nilai % inhibisi dimasukan dalam Ms.excel dan diperoleh garis persamaan untuk
menghitung IC50 asam askorbat.
b. Uji antioksidan sampel
Pertama-tama sampel daun iler diambil sebanyak 25mg dan diencerkan dalam 5ml
pelarut methanol PA. Konsentrasi 5000 ppm sampel diencerkan menjadi 2500 ppm,
1250 ppm, 500ppm dan 250 ppm. Kelima konsentrasi larutan, dilakukan seri
pengenceran dengan ditambahkan pelarut hingga 5 ml. Konsentrasi yang terbentuk
menjadi 100 ppm, 50 ppm, 25 ppm, 10 ppm, dan 5 ppm. Sampel ditambahkan dengan
1ml DPPH kemudian diukur absorbansi dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 517 nm dan dihitung % inhibisi dengan rumus :
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
%inhibisi = 𝑥100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙

Nilai % inhibisi dimasukan dalam Ms. Excel dan diperoleh persamaan garis untuk
menghitung nilai IC50 sampel.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1.
2.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. dan Kasih, A. L. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

Badarinath, A., Rao, K., Chetty, C. S., Ramkanth, S., Rajan, T., dan Gnanaprakash,
K. A. 2010. Review on In-vitro Antioxidant Methods : Comparison,
Correlations, and Considerations. International Journal of PharmTech
Research. 2(2) : 1276-1285.

Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Trubus Agriwidya,


Jakarta.

Finar,L.2015.http://www.finarchemicals.com/pdf/hplc_solvent_properties_solvent_m
iscibility_table.pdf. diakses pada tanggal 14 november 2018.

Harbone, J.B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan ,2nd, (Terjemahan oleh : Padwaminata, K. Dan Soediro, I).
Penerbit ITB, Bandung.

Harborne, J.B. 1984. Phytochemical Methods: A Guide to Modern Technique of Plant


Analysis. Chapman and Hall, London.

Illing, I., Safitri, W., dan Erfiana. 2017. Uji Fitokimia Ekstrak Buah Dengen. Jurnal
Dinamika. 8(1) : 66-84.

Jaafar, F.M., Osman, C. P., Ismail, N. H. Dan Awang, K. 2007. Analysis Of Essential
Oils Of Leaves, Stems, Flowers And Rhizomes Of Etlingera. The Malaysian
Jurnal Of Analytical Sciences. 11(1): 269-273.

Kusnadi, K., dan Devi, E. T. 2017. Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid pada
ekstraksi daun seledri dengan meetode refluks. Journal Pancasakti Science
Education. 2 (1) : 56-67.

Kusuma, T. S., Kurniawati, A. D., Rahmi, Y., Rusdan, I. H., dan Widyanto, R. M.
2017. Pengawasan Mutu Makanan. Universitas Brawijaya Press, Malang.

Lisdawati, V., Mutiatikum, D., Alegantina, S., Astuti, Y. 2008. Karakterisasi daun
miana (Plectranthus scutellarioides L) dan buah sirih ( Piper betle L) secara
fisiko kimia dari ramuan lokal antimalarial daerah Sulawesi utara. Media
Litbang Kesehatan. 18 (4) : 213-225.

Nia, R., Paper, D. H., Essien, E. E., Iyadi, K. C., Bassey, A. I. L., Antai, A. B., dan
Franz, G. 2004. “Evaluation of The Anti-oxidant and AntiAngiogenic Effects
of Sphenocentrum jollyanum Pierre”. African Journal of Biomedic Research.
Vol. 7: 129-132.

Prayoga, G. 2013. Fraksinasi, Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH dan
Identifikasi Golongan Senyawa Kimia dari Ekstrak Teraktif Daun Sambang
Darah (Excoecaria cochinchinensis Lour). Fakultas Farmasi Program Studi
Sarjana Ekstensi Universitas Indonesia, Jakarta.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB-Press, Bandung.

Rubiyanto, D. 2016. Teknik Dasar Kromatografi. Deepublish Publisher, Yogyakarta.

Sastrohamidjojo, H. 1991. Kromatografi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Shinya, H. 2007. The Miracle of Enzyme: Self-Healing Program. Council Oak Books,
Tulsa, Oklahoma.

Sumardjo, D. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran


dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Vanselow, K. H., Marxen, K., Lippemeier, S., Hintze, R. 2007. Determination of


DPPH Radical Oxidation Caused by Methanolic Extracts of Some Microalgal
Species by Linear Regression of Spectrophotometric Measurements. Sensors.
7 : 2080-2095.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas Potensi dan Aplikasinya
dalam Kesehatan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Wulandari, L. 2011. Kromatografi Lipis Tipis. PT Taman Kampus Presindo, Jember.

Youngson, R. 2003. Antioksidan : Manfaat Vitamin C dan E bagi Kesehatan.


Penerbit Arcan, Jakarta.

Yulianti, N. 2009. A to Z Food Supplement. Penerbit ANDI, Yogyakarta.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai