Anda di halaman 1dari 9

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM AKUNTANSI PEMERINTAH

Rily Pilomonu

921416053

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Abstrak

Governance merupakan kerangka konsep untuk membenahi ideologi, paradigma, kultur dan
manajemen kepemerintahan agar memiliki kinerja tinggi. Merespon hal ini, Pemerintah telah
mengeluarkan beberapa kebijakan sebagai landasan legal formal, mulai dari Kebijakan Akuntabilitas
Kinerja Pemerintah sampai dengan Kebijakan Anggaran Berbasis Kinerja. Dalam rangka mencapai
good governance, guna menuju kinerja pemerintahan yang tinggi, maka 3 pilar good governance:
akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), dan partisipasi (participation) haruslah
diimplementasikan dengan baik melalui tindakan nyata dalam bentuk revitalisasi, yaitu penginjeksian
nilai-nilai good governance dalam praktekpraktek penyelenggaraan urusan publik dengan landasan
legal formal.

Kata kunci : Good Governance, Akuntabilitas, Transparansi

Latar belakang

Konsep Good Governances, proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan


penyediaan public goods and service disebut governance (pemerintah atau kepemerintahan),
sedangkan praktik terbaiknya disebut good governance (kepemerintahan yang baik). Agar “good
governance” dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka dibutuhkan komitmen dan
keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat. Good governance yang efektif menuntut
adanya “alignement” (koordinasi) yang baik dan integritas, profesional serta etos kerja dan moral
yang tinggi. Dengan demikian penerapan konsep “good governance” dalam penyelenggaraan
kekuasaan pemerintah negara merupakan tantangan tersendiri. Terselenggaranya good governance
merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-
cita bangsa dan negara. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem
pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab
serta bebas KKN. Lukow (2013).

Akuntabilitas mengharuskan lembaga-lembaga publik untuk membuat laporan keuangan untuk


menggambarkan kinerja financial organisasi kepada pihak luar. Akuntabilitas keuangan terkait dengan
penghindaran penyalahgunaan dana publik (Mardiasmo, 2002, 21). Tahap-tahap dalam Akuntabilitas
keuangan, mulai dari perumusan rencana keuangan (proses penganggaran), pelaksanaan dan
pembiayaan kegiatan, evaluasi atas kinerja keuangan, dan pelaksanaan pelaporannya (LAN, 2001
dalam Malik Imron, 2005). Dengan kata lain akuntabilitas terkandung kewajiban menyajikan dan
melaporkan pengelolaan keuangan daerah kedalam laporan keuangan daerah. Laporan keuangan salah
satu alat untuk menfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik. Laporan keuangan
pemerintah daerah disajikan secara komprehensif (Mardiasmo, 2002, 36). Dalam Kharisma (2014).

Governance merupakan kerangka konsep ‘filosofis’, ‘teoritis’ dan ‘analitis’ yang sangat berguna
sebagai landasan untuk membenahi idiologi, paradigma, kultur dan manajemenkepemerintahan
(manajemen publik). Konsep governance ini bukan hanya ditujukan sebatas orientasi internal
organisatoris, melainkan juga pada aspek eksternal, output, outcome dan impact, yaitu upaya
mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan dan adil berkemakmuran bagi rakyatnya sebagai
parameter dari penyelenggaraan pemerintahan yang memiliki kinerja tinggi. Disamping itu pula
gagasan ini tentu juga bersinggungan dengan keinginan untuk meningkatkan daya saing dan inovasi
aparatur publik baik di tingkat lokal, nasional maupun di tingkat global. Duadji (2012)

Istilah "good governance" terus mengalami pasang surut dalam maknanya. Mulai tahun 1980-
an dan 1990-an, negara-negara dan lembaga donor cenderung terus untuk melakukan redefinisi dan
reformasi mengenai ketentuan serta persyaratan bantuan di negara penerima bantuan. Selama ini
negara dan lembaga donor-donor seperti International Monetary Fund, World Bank, dan Amerika
Serikat semakin bersikeras menuntut atas kinerja dan tata kelola kepemerintahan yang baik (good
governance) sebagai prasyarat bantuan yang disebut dengan "selektivitas”, yaitu komitmen dari
negara penerima bantuan untuk menunjukkan keseriusannya terhadap reformasi di bidang
ekonomi dan sosial termasuk beberapa aspek lainnya, yaitu adanya reformasi yang substansial
dalam kepemerintahan, administrasi dan birokrasi yang didasarkan pada asumsi neo-liberalisme,
market- driven dan penerapan prinsip-prinsip neo-managerial.(kharisma, 2014).

Pemerintah daerah dituntut untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah dengan


menyajikan laporan keuangan daerah sebagai wujud pertanggungjawaban pelaksanaan keuangan
daerah. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 22 tahun 1999, pemerintah daerah diberi
kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan pengelolaan keuangannya sendiri. Provinsi,
Kabupaten dan Kota sebagai unit-unit yang mengelola dan melaporkan keuangannya sendiri
mendorong perlunya standar pelaporan keuangan. Zeyn (2011)

Dalam upaya penerapan good governance yang baik, maka haruslah diimbangi dengan good
government pula. Maksudnya disini, tidak hanya tata kelola pemerintahan saja yang harus ditekankan.
Namun, pemerintah juga harus berlaku yang baik sebagai pelaku pengelolaan keuangan rakyat. Agar
pemerintahan berjalan dengan baik, berdaya guna dan juga berhasil guna. Maka penerapan prinsip-
prinsip dari good governance tersebut sangatlah penting dan juga harus diimbangi dengan good
government yang baik pula. Ristanti dkk. (2014).

Pada intinya semua peraturan tersebut menginginkan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam
pengelolaan keuangan daerah. Namun, setelah empat tahun berlakunya paket undang-undang tersebut,
delapan tahun sejak otonomi yang luas kepada daerah, dan sepuluh tahun setelah reformasi, hampir
belum ada kemajuan signifikan dalam peningkatan transparansi dan akuntabilitas keuangan Negara
atau Daerah. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dalam tiga tahun terakhir secara umum
masih buruk (Siaran Pers, BPK RI, 23 Juni 2008). Kondisi ini semakin memburuk, sebagaimana di
ungkapkan dalam siaran pers BPK RI pada tanggal 15 Oktober 2008 yaitu, dilihat dari persentase
LKPD yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan Wajar Dengan Pengecualian
(WDP) selama periode 2004–2007 semakin menurun setiap tahunnya. Persentase LKPD yang
mendapatkan opini WTP semakin berkurang dari 7% pada tahun 2004 menjadi 5% pada tahun
berikutnya dan hanya 1% pada tahun 2006 dan 2007. Sebaliknya, LKPD dengan opini Tidak
Memberikan Pendapat (TMP) semakin meningkat dari 2% pada tahun 2004 menjadi 17% pada tahun
2007 dan pada periode yang sama opini Tidak Wajar (TW) naik dari 3% menjadi 19%. Zeyn (2011)

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah dengan
pertanyaan yaitu: Bagaimana peranan good governance dalam akuntansi pemerintahan?

Kajian Teori

Konsep Good Governance

Good Governance berkaitan dengan tata penyelenggaran pemerintahan yang baik. Pemerintahan
sendiri dapat diartikan secara sempit dan luas. Dalam arti sempit penyelenggaraan pemerintahan yang
baik bertalian dengan pelaksanaan fungsi administrasi negara. Dalam kaitan ini, Bagir Manan
menjelaskan bahwa di negara Belanda yang kemudian juga diikuti oleh ahli Hukum Administrasi
Negara Indonesia, dikenal adanya prinsip – prinsip atau asas – asas umum penyelenggaraan
administrasi negara yang baik (algemene beginselven van behoorlijkbestuur general princiles of good
administration), yang berisi pedoman yang harus dipergunakan oleh administrasi negara dan juga oleh
hakim untuk menguji keabsahan perbuatan hukum (rechtshandelingen) administrasi negara. Lukow
(2013)

Asas-asas ini antara lain mencakup: motivasi yang jelas , tujuan yang jelas, tidak sewenang – wenang
(willekeur), kehati- hatian ( zorgvuldigheid), kepastian hukum, persamaan perlakuan tidak
menggunakan wewenang yang menyimpang dari tujuan (detournement de pouvoir, fairness) dan lain-
lain.6 Banyak pendapat yang menyatakan bahwa pembahasan mengenai good and clean government
di Indonesia baru dimulai pada tahun – tahun terakhir ini. Tetepai sebenranya menurut Saldi Isra,
dilihat dari perkembangan peraturan perundang – undangan pembicaraan ke arah pemerintahan yang
baik dan benar sudah dimulai seiring dengan kuatnya keinginan untuk membuat Peradilan Tata Usaha
Negara (PTUN). Artinya, pembicaraan good and clean government , paling tidak sudah dimulai sejak
awal tahun 1970 –an, yaitu dengan penerbitan buku Kuntjoro Purbopranoto yang berjudul Beberapa
Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara pada tahun 1978 (Lukow
,2013).

Kemudian secara kelembagaan , upaya itu dapat dilihat dari adanya “Proyek Penelitian tentang Asas-
Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB)” yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN) pada tahun 1989. Buku dan hasil penelitian tersebut berhasil menjadi doctrine
penyelenggaraan pemerintahan yang baik di Indonesia.7 Meskipun upaya menciptakan pemerintahan
yang baik dan bersih telah dimulai sejak tahun 1970-an, tetapi tidak mampu membawa perubahan
dalam praktik penyelenggaraan negara. Hal ini karena menurut Saldi Isra AAUPB tidak mempunyai
kekuatan hukum yang memaksa. Oleh karena itu pelanggarnya tidak adapat dikenakan sanksi.
Keinginan menjadaikan good and clear government ke dalam norma hukum baru dimulai setelah
Indonesia mengalami krisis pada tahun 1997 yang diikuti dengan jatuhnya rezim orde baru pada bulan
Mei 1998. Upaya ini dapat dilihat dengan adanya Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi , Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kemudian
diikuti dengan diterbitkanya Undang - Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih Korupsi , Kolusi dan Nepotisme (KKN). (Lukow, 2013)

Secara teori good governance dikatakan menekankan pada proses pengelolaan pemerintahan dengan
adanya stakeholders yang terlibat dalam bidang sosial, ekonomi dan juga politik serta ikut juga
terlibat dalam pendayaan sumber daya yang ada, manusia atau pun keuangan yang dilaksanakan
menurut keperluan masing-masing. Sehingga diadakannya pengelolaan keuangan daerah
dimaksudkan agar pengelolaan keuangan rakyat yang dipegang oleh pemerintah dilakukan dengan
transparan baik dari proses penyusunan hingga pertanggung jawabannya sehingga akan tercipta
akuntabilitas didalam pengelolaannya. Pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien adalah salah
satu wujud tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) (Suprayogi, 2010). Yang
merupakan slah satu prinsip dari good governance. Ristanti dkk. (2014).

Sadu Wasistiono mengemukakan bahwa tuntutan adanya good governance timbul karena adanya
penyimpangan dalam penyelenggaraan demokratisasi sehingga mendorong kesadaran warga negara
untuk menciptakan sistem atau paradigma baru untuk mengawasi jalanya pemerintahan agar tidak
melenceng dari tujuan semula. Tuntutan untuk mewujudkan administrasi negara yang mampu
mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan
negara dan pembangunan dapat diwujudkan dengan mempraktekan good governance.15 Good
Governance telah menjadi wacana baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di dunia yang tidak
dapat dilepaskan dari tulisan David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya “Reinventing
Government How the Enterpreneurial Spirit the Public Sector” pada tahun 1992 dalam Lukow, 2013.

Pembahasan

Penerapan Good Governance

Pengertian good governance sering diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. (Sumodiningrat,
1999: 251) menyatakan good governance adalah upaya pemerintahan yang amanah dan untuk
menciptakan good governance pemerintahan perlu didesentralisasi dan sejalan dengan kaidah
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. (Azlam dkk
2012).

Bersatu dan bertekad untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik atau amanah (good governance)
yang merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk memenuhi aspirasi masyarakat dan
mencapai tujuan serta cita-cita bangsa dan negara. Sehubungan dengan hal tersebut, telah dilakukan
berbagai upaya yaitu dengan ditetapkannya Tap.MPR RI No.XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Undang-Undang No.28 tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. (Zeyn,
2011)

Good governance dapat diartikan sebagai pelayanan publik yang efisien, sistem pengadilan yang
dapat diandalkan, pemerintahan yang bertanggung jawab (accountable) pada publiknya. Good
governance adalah penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan bertanggungjawab serta efisien dan
efektif dengan menjaga kesinergiaan interaksi yang konstruktif diantara domain-domain (state, private
sector and society) (Osborne dan Geabler, 1992; Lundqvist, 2001) dalam Zeyn (2011).

Tiga pilar elemen dasar yang saling berkaitan satu dengan lainnya dalam mewujudkan good
governace (Osborne and Geabler, 1992, OECD and World Bank, 2000, LAN dan BPKP, 2000; 6)
adalah (1) transparansi, yaitu keterbukaan dalam manajemen pemerintah, lingkungan, ekonomi dan
sosial; (2) partisipasi, yaitu penerapan pengambilan keputusan yang demokratis serta pengakuan atas
HAM, kebebasan pers dan kebebasan mengemukakan pendapat atau aspirasi masyarakat; (3)
akuntabilitas, yaitu kewajiban melaporkan dan menjawab dari yang dititipi amanah untuk
mempertanggungjawabkan kesuksesan maupun kegagalan kepada penitip amanah sampai yang
memberi amanah puas dan bila belum ada atau tidak puas dapat kena sanksi. (Zeyn ,2011).
Standar Akuntansi Pemerintahan mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general
purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik
terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas (Broadbent, 1999). Laporan keuangan untuk
tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian
besar pengguna laporan. Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh
pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan
persyaratan minimum isi laporan keuangan. Zeyn (2011).

Laporan keuangan disusun dengan menerapkan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan,
belanja, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas
dana. Pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa-peristiwa
yang lain, diatur dalam standar akuntansi pemerintahan lainnya. Laporan keuangan pokok terdiri dari:
(a) Laporan Realisasi Anggaran; (b) Neraca; (c) Laporan Arus Kas; (d) Catatan atas Laporan
Keuangan. Selain laporan keuangan pokok tersebut, entitas pelaporan diperkenankan menyajikan
Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan Perubahan Ekuitas (PSAP, KK; 2005). Dalam Zeyn (2011).

Dalam SPAP (KK, 2005), karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif
yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat
karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan
pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan, dan
dapat dipahami. Dalam Zeyn (2011).

Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan
serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu
periode pelaporan untuk kepentingan akuntabilitas, manajemen, transparansi, keseimbangan
antargenerasi dan evaluasi kinerja (PSAP KK,2005). Dalam Zeyn (2011).

Akuntabilitas Keuangan

Akuntabilitas merupakan salah satu unsur pokok perwujudan good governance yang saat ini sedang
diupayakan di Indonesia. Pemerintah diminta untuk melaporkan hasil dari program yang telah
dilaksanakan sehingga masyarakat dapat menilai apakah pemerintah telah bekerja dengan ekonomis,
efisien dan efektif. Akuntabilitas dapat dilihat dari perspektif akuntansi, perspektif fungsional dan
perspektif sistem akuntabilitas (Arja Sadjiarto, 2000). Dalam Zeyn (2011).

Dalam penyelenggaraan pemerintahan, akuntabilitas pemerintah tidak dapat diketahui tanpa adanya
pemberitahuan dari pemerintah kepada rakyat mengenai informasi sehubungan dengan pengumpulan
sumber daya dan sumber dana masyarakat beserta penggunaannya. Hopwood dan Tomkins (1984)
dan Edwood (1993), Mahmudi, (2005: 10), dan Syahrudin Rasul (2003), mengemukakan salah satu
akuntabilitas publik adalah akuntabilitas financial (keuangan) dimana mengharuskan lembaga-
lembaga publik untuk membuat laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja financial organisasi
kepada pihak luar. Zeyn (2011).

Pemerintah daerah melaksanakan amanah dari masyarakat dalam bentuk pengelolaan keuangan
daerah dituntut untuk dapat transparan dan akuntabel dalam pentanggungjawabannya. Transparansi
informasi terutama informasi keuangan dan fiskal harus dilakukan dalam bentuk yang relevan dan
mudah dipahami (Schiavo-Campo and Tamosi, 1999). Salah satu akuntabilitas yang penting berkaitan
dengan pengelolaan keuangan daerah adalah akuntabilitas keuangan. Zeyn (2011).

Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk


menggunakan dana publik (public money) secara ekonomis, efisien dan efektif, tidak ada pemborosan
dan kebocoran dana, serta korupsi. Akuntabilitas keuangan ini sangat penting karena menjadi sorotan
utama masyarakat. Akuntabilitas ini mengharuskan lembaga-lembaga publik untuk membuat laporan
keuangan untuk menggambarkan kinerja financial organisasi kepada pihak luar. Akuntabilitas
keuangan terkait dengan penghindaran penyalahgunaan dana publik (Mardiasmo, 2002, 21). Tahap-
tahap dalam Akuntabilitas keuangan, mulai dari perumusan rencana keuangan (proses penganggaran),
pelaksanaan dan pembiayaan kegiatan, evaluasi atas kinerja keuangan, dan pelaksanaan pelaporannya
(LAN, 2001 dalam Malik Imron, 2005). Dengan kata lain akuntabilitas terkandung kewajiban
menyajikan dan melaporkan pengelolaan keuangan daerah kedalam laporan keuangan daerah.
Laporan keuangan salah satu alat untuk menfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas
publik. Laporan keuangan pemerintah daerah disajikan secara komprehensif (Mardiasmo, 2002, 36).
Dalam Zeyn (2011).

Hasil dari akuntansi adalah laporan keuangan. Pada dasarnya pembuatan laporan keuangan adalah
suatu bentuk kebutuhan transparansi dan akuntabilitas yang berupa keterbukaan pemerintah atas
aktivitas pengelolaan sumber daya publik (Mardiasmo, 2006). Dengan mengacu pada Standar
Akuntansi Pemerintahan maka diharapkan laporan keuangan pemerintahan akan dapat
diperbandingkan, sehingga sangat berguna untuk penilaian kinerja pemerintah adalah untuk
menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan
akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya (PSAP, 2005) dalam,
2011).

Akuntabilitas keuangan sangat terkait dengan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Mulai dari
penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran dan pelaporan pertanggungjawaban dalam bentuk
laporan keuangan. Rencana Kerja Anggaran (RKA) memuat rencana pendapatan, rencana belanja
untuk masing-masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang
direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan dan belanja. Penyusunan RKA
berdasarkan pada indikator kinerja, capaian atau target kinerja, analisis standar belanja, standar satuan
harga, dan standar pelayanan minimal. (Zeyn, 2011).

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh
kepala SKPD selaku pengguna anggaran atau pengguna barang. SKPD menyusun dan melaporkan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD secara periodik dimana laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD disusun dan disajikan sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang
standar akuntansi pemerintahan (Permendagri no 13, 2006). (Zeyn, 2011).

Kesimpulan dan Saran

Dalam rangka mencapai good governance, guna menuju kinerja pemerintahan yang tinggi, maka 3
pilar good governance: akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi haruslah diimplementasikan dengan
baik melalui tindakan nyata dalam bentuk revitalisasi, yaitu penginjeksian nilai-nilai good governance
dalam praktek-praktek penyelenggaraan urusan (manajemen) public dengan landasan legal formal
nyata.

Akuntabilitas merupakan prinsip yang menekankan pada kemampuan menjawab (answerability) dan
konsekuensi (consequences) atas penyelenggaraan kepemerintahan sebagai sebuah respon pemerintah
secara periodik atas setiap pertanyaan-pertanyaan (keluhan) publik dan konsekuensi yang harus
diterima oleh aparatur publik ke depan sebagai tindakan tanggung-gugat peningkatan kualitas
pelayanan publik. Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang
untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan. Informasi mengenai proses
pembuatan dan pelaksanaan program (kebijakan) serta hasil-hasil yang dicapai. Prinsip ini
menekankan aspek: komunikasi publik oleh pemerintah dan hak masyarakat terhadap akses informasi.
Dengan keterbukaan pemerintah atas berbagai aspek pelayanan publik, maka akan membuat
pemerintah menjadi bertanggung gugat kepada semua stakeholders yang berkepentingan dengan
proses maupun pelaksanaan program (kebijakan) sektor publik. Sementara prinsip terakhir adalah
partisipasi. Partisipasi menekankan bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat dalam
pengambilan keputusan di setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Keterlibatan secara aktif
akan menjadi media interaksi dan kerjasama yang baik, sharing informasi dan pengalaman antara
pemerintah dengan semua komponen stakeholders-nya dalam pengambilan keputusan, baik yang
dilakukan secara langsung (keterlibatan individu) atau secara tidak langsung, yaitu melalui
representasi kolektif seperti LMS, lembaga adat, kelompok kepentingan dan infrastruktur sosial
politik yang lainnya.
Daftar Pustaka

Duadji Noverman. 2012. “Good Governance dalam Pemerintah Daerah “.Vol. 28 No. 2. 201-209
Desember, 2012

Lukow Seftian. 2013. “Eksistensi Good Governance Dalam Sistem Pemerintahan Daerah Di Kota
Manado” Vol. 1 No. 5. Desember 2013

Zeyn Elvira. 2011. “Pengaruh Penerapan Good Governance dan Standar Akuntansi Pemerintahan
terhadap Akuntabilitas Keuangan”. ISSN 1411-514X. Vol 10 No 1. Juni 2011.

Ristanti Ni Made Asih, Ni Kadek Sinarwati, Edy Sujana. 2014. “Pengaruh Sistem Pengendalian
Intern, Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Komitmen Organisasi Terhadap Penerapan
Good Governance”. Vol. 2 No. 1.

Azlim, Darwanis, Usman Abu Bakar. 2012. “Pengaruh Penerapan Good Governance Dan Standar
Akuntansi Pemerintahan Terhadap Kualitas Informasi Keuangan Skpd Di Kota Banda
Aceh” . ISSN 2302-0164. Vol. 1 No. 1. Agustus 2012.

Kharisma Bayu. 2014. “Good Governance Sebagai Suatu Konsep dan Mengapa Penting
dalam Sektor Publik dan Swasta : Suatu Pendekatan Ekonomi Kelembagaan”.
Vol.19 No.1. Februari 2014.

Anda mungkin juga menyukai