Trauma
Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat
trauma.Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser
terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser terjadi
karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat
perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi. Trauma bukan
merupakan faktor yang berhubungan dengan berkembangnya SAR pada semua
penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung.
Genetik
Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang
menderita SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah
human leucocyte antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut.
HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel
mononukleus ke epithelium. Sicrus (1957) berpendapat bahwa bila kedua orangtua
menderita SAR maka besar kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien
dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat
dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR.
Gangguan Immunologi
Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR, adanya
disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu penelitian
mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada pasien SAR
sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi
sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak
diketahui. Menurut Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari IL-1B dan IL-6 terhadap
resiko terjadinya SAR. Menurut Martinez dkk, pada SAR terdapat adanya hubungan
dengan pengeluaran IgA, total protein, dan aliran saliva. Sedangkan menurut
Albanidou-Farmaki dkk, terdapat karakteristik sel T tipe 1 dan tipe 2 pada penderita
SAR.
Stres
Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi.
Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung
terhadap ulser stomatitis rekuren ini. 11 Faktor stres ini akan dibahas dengan lebih rinci
pada subbab selanjutnya.
Hormonal
Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang
mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor
hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron.
Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara
mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah
sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan
keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi
sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan
terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap berperan
dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut.
Obat-obatan
Penggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen
kemoterapi dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang
pada resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR.
Penyakit Sistemik
Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR. Bagi
pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus
dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi
serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan
keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcet’s, penyakit disfungsi
neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweet’s.
Merokok
Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang
menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan
keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan dengan
yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti
merokok.
2. Hubungan maag dgn timbulnya RAS?
Adanya defisiensi vit B12 dan zat besi – orang yang gastritis sukar menyerap vit B12
dan zat besi - ras.
4. Apakah ada hubungannya obat maag yang dikonsumsi pasien dengan RAS yang
diderita?
7. Penyebab gastritis?
- HIV : candidiasis
- DM tipe 2 : xerostomia, infeksi candidiasis, gigi sebagian besar goyah : karena pada
DM terjadi kerusakan penyangga gigi. Ulkus pada RM yang sukar sembuh karena
sirkulasi darahnya tidak bagus.
- Leukemia : gusinya radang dan bengkak, berwarna kebiruan dan mudah berdarah
- Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah
merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan
saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-
tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam,
tanpa riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu (Suyono, 2001).
- Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi, ketidaknyamanan
abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta
cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika
makanan pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi jika sudah mencapai usus besar, pasien
biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun
selama 2 sampai 3 hari (Ester, 2001).
Dalam kondisi klinis sering diamati bahwa salah satu penyebab paling umum dari halitosis
adalah gastritis kronis.
Pergilah ke dokter gigi untuk memeriksa rongga mulut anda, semua gigi dan gusi.
Gunakan benang gigi: untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan yang terselip di antara
gigi. Sebaiknya lakukan setelah makan dan sebelum menyikat gigi.
Menyikat gigi setidaknya tiga kali sehari atau setelah setiap makan dan di jangan
pernah lupa sebelum anda tidur di malam hari. Penyikatan harus dilakukan pada
semua sisi dan juga harus mencakup bagian belakang lidah. Direkomendasikan sikat
gigi lembut jika gusi berdarah dan pasta gigi yang memiliki kadar fluor tinggi.
Obat kumur (terutama yang mengandung zat antiseptik) setelah menyikat gigi.
Permen karet tanpa gula : merupakan obat untuk halitosis antara waktu makan atau
antara menyikat gigi, karena ia meningkatkan produksi air liur. Juga harus mengganti
sikat gigi.Permen karet Xylitol di samping itu, memiliki efek bakteriostatik karena
netralisasi asam dan mencegah pembentukan plak gigi.
Minum banyak air: dianjurkan untuk minum antara satu dan dua liter air sehari untuk
mendorong produksi air liur.
Hindari tembakau, alkohol, kopi dan makanan dengan rasa yang intens dan bau
seperti bawang putih, yang meningkatkan halitosis.
Jika semua langkah sebelumnya tidak mampu untuk mengatasi bau mulut maka akan
dibutuhkan perawatan khusus.
11. Perbedaan gastritis akut dan kronis, tanda gejala, komplikasi, dan perawatan?
- Akut
-Perawatan ?
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), penatalaksanaan medikal untuk gastritis
akut adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering.
Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H 2
inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifoprotektor
berupa sukralfat dan prostaglandin.
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko
tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat
menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian
antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai pH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi
perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis
yang berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik
adalah dengan Misaprostol, atau Derivat Prostaglandin Mukosa.
Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek
teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si
pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa
mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi
arteri gastrika kiri atau gastrektomi. Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas dasar abolut
(Suyono, 2001).
- Kronik
Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina
propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan
sel plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah
limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat paling ringan gastritis kronis adalah
gastritis superfisial kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung.
Kasus yang lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal
ini biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia
intestinal (Chandrasoma, 2005 : 522).
Tanda gejala : Tdk punya keluhan : nyeri pada ulu hati dan anoreksia adalah kelainan
psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan nafsu makan meski sebenarnya lapar dan
berselera terhadap makanan.
Komplikasi :
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), komplikasi yang timbul pada
gastritis, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan
melena, berakhir dengan syok hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan
jarang terjadi perforasi.
Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptikum
dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan
resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada
dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung (Prince, 2005).
Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinoma, yang bermula pada sel-
sel kelenjar dalam mukosa. Adenocarcinoma tipe 1 biasanya terjadi akibat infeksi
Helicobacter pylori. Kanker jenis lain yang terkait dengan infeksi akibat Helicobacter
pylori adalah MALT (mucosa associated lyphoid tissue) lymphomas, kanker ini
berkembang secara perlahan pada jaringan sistem kekebalan pada dinding lambung.
Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila ditemukan pada tahap awal (Anonim, 2010).
-Perawatan ?
12. Macam gastritis kronik apa saja? yang bisa menyebabkan penyakit rongga mulut
yang apa?
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 128), klasifikasi histologi yang sering
digunakan membagi gastritis kronik menjadi :
1. Gastritis kronik superficial
Apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas pada lamina propria mukosa
superfisialis dan edema yang memisahkan kelenjar-kelenjar mukosa, sedangkan sel-
sel kelenjar tetap utuh. Sering dikatakan gastritis kronik superfisialis merupakan
permulaan gastritis kronik.
2. Gastritis kronik atrofik
Sebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi dan
destruksi sel kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai
kelanjutan gastritis kronik superfisialis.
3. Atrofi lambung
Atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik. Pada saat itu
struktur kelenjar menghilang dan terpisah satu sama lain secara nyata dengan jaringan
ikat, sedangkan sebukan sel-sel radang juga menurun. Mukosa menjadi sangat tipis
sehingga dapat menerangkan mengapa pembuluh darah menjadi terlihat saat
pemeriksaan endoskopi.
4. Metaplasia intestinal
Suatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa lambung menjadi kelenjar-
kelenjar mukosa usus halus yang mengandung sel goblet. Perubahan-perubahan
tersebut dapat terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh segmen lambung, tetapi
dapat pula hanya merupakan bercak-bercak pada beberapa bagian lambung.
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), distribusi anatomis pada gastritis
kronik dapat dibagi menjadi tifa bagian, yaitu :
1. Gastritis Kronis Tipe A
Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh
adanya autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik, dan
berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief cell, yang menurunkan sekresi
asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak
terjadi produksi faktor intrinsik. Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada pasien
karena tidak tersedianya faktor intrinsik untuk mempermudah absorpsi vitamin B 12
dalam ileum (Prince, 2005: 423).
Jadi, anemia pernisiosa itu disebabkan oleh kegagalan absorpsi vitamin B12
karena kekurangan faktor intrinsik akibat gastritis kronis autoimun. Autoimunitas
secara langsung menyerang sel parietal pada korpus dan fundus lambung yang
menyekresikan faktor intrinsik dan asam (Chandrasoma, 2005 : 522).
Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfo-plasmasitik pada
mukosa sekitar sel parietal, yang secara progresif berkurang jumlahnya. Netrofil
jarang dijumpai dan tidak didapati Helicobacter pylori. Mukosa fundus dan korpus
menipis dan kelenjar-kelenjar dikelilingi oleh sel mukus yang mendominasi. Mukosa
sering memperlihatkan metaplasia intestinal yang ditandai dengan adanya sel goblet
dan sel paneth. Pada stadium akhir, mukosa menjadi atrofi dan sel parietal
menghilang (gastritis kronis tipe A) (Chandrasoma, 2005 : 522).
2. Gastritis Kronis Tipe B
Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya
mengenai daerah antrum lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan
gastritis kronis tipe A. Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita yang
berusia tua. Bentuk gastritis ini memiliki sekresi asam yang normal dan tidak
berkaitan dengan anemia pernisiosa. Kadar gastrin yang rendah sering terjadi.
Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter pylori.
Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan,
merokok, dan refluks empedu kronis dengan kofaktor Helicobacter pylori (Prince,
2005: 423).
Gastritis kronis tipe B secara maksimal melibatkan bagian antrum, yang
merupakan tempat predileksi Helicobacter pylori. Kasus-kasus dini memperlihatkan
sebukan limfoplasmasitik pada mukosa lambung superfisial. Infeksi aktif
Helicobacter pylori hampir selalu berhubungan dengan munculnya nertrofil, baik
pada lamina propria ataupun pada kelenjar mukus antrum. Pada saat lesi berkembang,
peradangan meluas yang meliputi mukosa dalam dan korpus lambung. Keterlibatan
mukosa bagian dalam menyebabkan destruksi kelenjar mukus antrum dan metaplasia
intestinal (gastritis atrofik kronis tipe B) (Chandrasoma, 2005 : 523).
Pada 60-70% pasien, didapatkan Helicobacter pylori pada pemeriksaan
histologis atau kultur biopsi. Pada banyak pasien yang tidak didapati organisme ini,
pemeriksaan serologisnya memperlihatkan antibodi terhadap Helicobacter pylori,
yang menunjukkan sudah ada infeksi Helicobacter pylori sebelumnya (Suyono,
2001).
Helicobacter pylori adalah organisme yang kecil dan melengkung, seperti
vibrio, yang muncul pada lapisan mukus permukaan yang menutupi permukaan epitel
dan lumen kelenjar. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang menyerang sel
permukaan, menyebabkan deskuamari sel yang dipercepat dan menimbulkan respon
sel radang kronis pada mukosa lambung. Helicobacter pylori ditemukan lebih dari
90% dari hasil biopsi yang menunjukkan gastritis kronis. Organisme ini dapat dilihat
pada irisan rutin, tetapi lebih jelas dengan pewarnaan perak Steiner atau Giemsa.
Keberadaan Helicobacter pylori berkaitan erat dengan peradangan aktif dengan
netrofil. Organisme dapat tidak ditemukan pada pasien gastritis akut inaktif, terutama
bila terjadi metaplasia intestinal (Chandrasoma, 2005 : 524).
3. Gastritis kronis tipe AB
Gastritis kronis tipe AB merupakan gastritis kronik yang distribusi anatominya
menyebar keseluruh gaster. Penyebaran ke arah korpus tersebut cendrung meningkat
dengan bertambahnya usia (Suyono, 2001: 130).
13. Mengapa bau asam muncul saat bersendawa? Dan baru muncul kurang lebih 3 bulan
yang lalu?