TINJAUAN TEORI
2.1.2 Etiologi
AV Block sering terjadi dari kelanjutan fase berat dari :
2.1.2.1 Iskemia jantung
2.1.2.2 Infark jantung
2.1.2.3 Gagal jantung kongestif
2.1.2.4 Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi).
2.1.2.5 Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
4
2.1.2.6 Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-
obat anti aritmia lainnya.
2.1.2.7 Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
2.1.2.8 Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi
kerja dan irama jantung.
2.1.2.9 Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
2.1.2.10 Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
2.1.2.11 Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
2.1.2.12 Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
2.1.2.13 Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
2.1.2.14 Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system
konduksi jantung).
5
(Chirag M Sandesara, MD, FACC, 2014. Journal Of Cardiology. Medscape).
2.1.4 Klasifikasi
2.1.4.1 AV Block Derajat I
letak kelainan pada AV node dan pada EKG terlihat perpanjangan
interval P –R > 0,21 detik. Semua impuls dihantarkan ke ventrikel. Kelainan
ini sering terdapat pada usia lanjut.
2.1.4.2 AV Blcok Derajat II tipe Wenckebach, Mobitz II ataupun AV blok total
biasanya disebabkan oleh infark miokard akut inferior.
Pada gambaran EKG pada AV blok derajat II terliha ada gelombang P
yang tidak mempunyai pasangan gelombang QRS yang artinya bahwa ada
rangsang yang tidak disalurkan kebawah karena ada gangguan pada AV
node ataupun His‐ Purkinye. Sedangkan pada AV blok total terlihat tidak
ada asosiasi antara gelombang P dan gelombang QRS yang artinya tidak ada
hubungan sama sekali antara atrium dan ventrikel dimana masing‐masing
mengeluarkan impulsnya. Pengobatan pada AV blok derajat I tidak ada yang
khusus, hanya memperhatikan faktor penyebab seperti efek digitalis
ataupun mengobati penyakit penyebab yaitu PJK. Sedangkan pada AV blok
II dan III disamping penyakit penyebab, simtomatis dapat diberikan sulfas
atropin, atau isoproterenol. Khusus untuk AV blok total tindakan terbaik
adalah dengan pemasangan pacu jantung.
2.1.4.3 Ektra Sistole
Dibagi berdasar asal fokus yaitu: supraventrikel dan ventrikel.
Gambaran EKG pada ES supraventrikel adalah gambaran gelombang QRS
lancip atau sama dengan gambaran gelombang QRS lain yang normal.
Fokus berasal dari supra His. Gambaran EKG pada ES ventrikel adalah
gelombang QRS yang melebar (>0.12 ms). Focus berasal dari ventrikel.
Penyebab terbanyak adalah karena: Infark Miokard dan jenis Penyakit
Jantung Koroner lain, efek digitalis, ataupun karena psikologis. Pada
pemeriksaan fisik: terdengar bunyi jantung ekstra disela irama jantung
yang reguler. Frekuensi dapat terdengar sering atau jarang. Berdasarkan
6
frekuensi ini dapat ditentukan bigemini atau trigemini. Klasifikasi ES
umumnya pada ES ventrikel adalah sebagai berikut:
jumlahnya < 5/menit atau <30/jam
1.
konsekutif
2.
Fenomena R on T
3.
Multifokal
4.
Bigemini atau lebih
5.
Kesemuanya ini sudah merupakan indikasi untuk pengobatan. Pemeriksaan
penunjang adalah EKG. Untuk pengamatan lama (24 atau 48 jam) dapat
dilakukan dengan alat Holter Monitoring Pengobatan: dengan obat anti aritmia
kelas I atau kelas III.
7
2.1.5.9 Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut
contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
2.1.5.10 GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia.
2.1.6 Penatalaksanaan
2.1.6.1 Farmakologis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a. Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan
untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi
yang menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel
takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
b. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina
pektoris dan hipertensi
c. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
d. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
8
Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan
disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur
elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya.
2. Defibrilasi
Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan
gawat darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel
apabila tidak ada irama jantung yang terorganisasi. Defibrilasi akan
mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard sekaligus, sehingga
memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya sebagai
pacemaker.
3. Defibrilator kardioverter implantable
Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takiakrdia
ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai risiko
tinggi mengalami fibrilasi ventrikel.
4. Terapi pacemaker
Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik
berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini
memulai dan memeprtahankan frekwensi jantung kerika pacemaker
alamiah jantung tak mampu lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker
biasanya digunakan bila pasien mengalami gangguan hantaran atau
loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah
jantung.
5. Pembedahan hantaran jantung
Takikardian atrium dan ventrikel yang tidak berespons terhadap
pengobatan dan tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat ditangani
dengan metode selain obat dan pacemaker. Metode tersebut mencakup
isolasi endokardial, reseksi endokardial, krioablasi, ablasi listrik dan
ablasi frekwensi radio. Isolasi endokardial dilakukan dengan membuat
irisan ke dalam endokardium, memisahkannya dari area endokardium
tempat dimana terjadi disritmia. Batas irisan kemudian dijahit kembali.
Irisan dan jaringan parut yang ditimbulkan akan mencegah disritmia
mempengaruhi seluruh jantung. Pada reseksi endokardial, sumber
disritmia diidentifikasi dan daerah endokardium tersebut dikelupas. Tidak
perlu dilakukan rekonstruksi atau perbaikan. Krioablasi dilakukan dengan
9
meletakkkan alat khusus, yang didinginkan sampai suhu -60ºC (-76ºF),
pada endokardium di tempat asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang
membeku akan menjadi jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat
dihilangkan. Pada ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau
dekat sumber disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai
300 joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan
jaringan sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar dan menjadi parut,
sehingga menghilangkan sumber disritmia. Ablasi frekwensi radio
dilakukan dengan memasang kateter khusus pada atau dekat asal
disritmia. Gelombang suara frekwensi tinggi kemudian disalurkan
melalui kateter tersebut, untuk menghancurkan jaringan disritmik.
Kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada
jaringan disritmik saja disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya dan
bukan trauma luas seperti pada krioablasi atau ablasi listrik.
10
D. Penggunaan obat digitalis, quinidin, dan obat anti aritmia lainya
kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
E. Kondisi psikososial
2.2.1.3 Pengkajian Fisik
A. Aktivitas : kelemahan tubuh
B. Sirukulasi
perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur;
defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun;
kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat;
edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.
C. Integritas ego
perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah,
gelisah, menangis.
D. Makan/cairan
hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual
muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit
E. Neurosensori
pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan
pupil.
F. Nyeri
nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat
antiangina, gelisah
G. Pernafasan
penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki,
mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal
jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal;
hemoptisis.
H. Keamanan
Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
(trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.
11
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi
elektikal, penurunan kontraksivitas miokard
2.2.2.2 Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan asam laktat di otot jantung
2.2.2.3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue
2.2.2.4 Hipertermi berhubungan dengan terdapat luka post operasi
2.2.2.5 Ketidakefektifan pola nafas beruhungan dengan kebutuhan O2 meningkat
2.2.2.6 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan odem paru
2.2.2.7 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan menurun
2.2.2.8 Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan dan terdapat luka post
operasi
2.2.2.9 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang indormaso akan
penyakit dan tindakan.
12
2.2.3 Intervensi Keperawatan
13