Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep TAVB


2.1.1 Definisi
Gangguan konduksi jantung adalah ganguan yang terjadi pada
jaringan konduksi (jalur listrik) jantung sehingga listrik jantung tidak
berjalan lancar atau terhenti ditengah jalan. (Budi Yuli, 2009). AV Blok
merupakan salah satu kondisi gangguan konduksi jantung yang terjadi
bila jalur SA Node ke AV Node (yang membentuk interval PR pada
EKG) terhambat, maka Interval PR menjadi lebih panjang. Ibarat jalan
tol macet, maka jarak tempuh ke tempat tujuan menjadi lebih lama. AV
Blok dibagi menjadi 3 derajat sesuai tengan tingkat keparahan.
(Lippincot, William, 2011) . Total AV blok merupakan keadaan
darurat jantung yang membutuhkan penanganan segera. Blok biasanya
berkembang dari blok derajat I dan II, tetapi total AV blok dapat juga
terjadi tanpa blok parsial sebelumnya atau interval PR yang bisa normal
segera setelah terjadi periode blok total. Letak blok total sering
diperkirakan dengan lebar kompleks QRS dan kecepatan ventrikel. Jika
terjadi distal dari His Bundle kompleks QRS biasanya melebar dan
kecepatan ventrikel biasanya > 50x/ menit.(Hidayat, 2010 ).

2.1.2 Etiologi
AV Block sering terjadi dari kelanjutan fase berat dari :
2.1.2.1 Iskemia jantung
2.1.2.2 Infark jantung
2.1.2.3 Gagal jantung kongestif
2.1.2.4 Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi).
2.1.2.5 Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.

4
2.1.2.6 Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-
obat anti aritmia lainnya.
2.1.2.7 Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
2.1.2.8 Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi
kerja dan irama jantung.
2.1.2.9 Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
2.1.2.10 Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
2.1.2.11 Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
2.1.2.12 Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
2.1.2.13 Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
2.1.2.14 Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system
konduksi jantung).

2.1.3 Manifestasi Klinis


2.1.3.1 Tanda umum yang terjadi pada pasien dengan total AV Block adalah :
1. Chest pain
2. Dyspnea
3. Confusion
4. Pulmonary edema
2.1.3.2 Tanda dan gejala khusus dari masing-masing stage total AV Bock
adalah :
1. Stage 1 biasanya belum muncul tanda dan gejala namun sudah dapat dilihat
gambaran EKG yang menunjukkan terlihat perpanjangan interval P –R >
0,21 detik.
2. Stage 2 Biasanya asimtomatik, tetapi pada beberapa pasien, merasakan
kejanggalan dari detak jantung, presinkop, atau sinkop dapat terjadi; dapat
bermanifestasi pada pemeriksaan fisik sebagai bradikardia (terutama Mobitz
II) dan / atau ketidakteraturan denyut jantung (terutama Mobitz I
[Wenckebach])
3. Stage 3 sering dikaitkan dengan gejala seperti kelelahan, pusing, pusing,
presinkop, dan sinkop; terkait dengan bradikardia kecuali lokasi blok yang
terletak di bagian proksimal dari node atrioventrikular (AVN).

5
(Chirag M Sandesara, MD, FACC, 2014. Journal Of Cardiology. Medscape).

2.1.4 Klasifikasi
2.1.4.1 AV Block Derajat I
letak kelainan pada AV node dan pada EKG terlihat perpanjangan
interval P –R > 0,21 detik. Semua impuls dihantarkan ke ventrikel. Kelainan
ini sering terdapat pada usia lanjut.
2.1.4.2 AV Blcok Derajat II tipe Wenckebach, Mobitz II ataupun AV blok total
biasanya disebabkan oleh infark miokard akut inferior.
Pada gambaran EKG pada AV blok derajat II terliha ada gelombang P
yang tidak mempunyai pasangan gelombang QRS yang artinya bahwa ada
rangsang yang tidak disalurkan kebawah karena ada gangguan pada AV
node ataupun His‐ Purkinye. Sedangkan pada AV blok total terlihat tidak
ada asosiasi antara gelombang P dan gelombang QRS yang artinya tidak ada
hubungan sama sekali antara atrium dan ventrikel dimana masing‐masing
mengeluarkan impulsnya. Pengobatan pada AV blok derajat I tidak ada yang
khusus, hanya memperhatikan faktor penyebab seperti efek digitalis
ataupun mengobati penyakit penyebab yaitu PJK. Sedangkan pada AV blok
II dan III disamping penyakit penyebab, simtomatis dapat diberikan sulfas
atropin, atau isoproterenol. Khusus untuk AV blok total tindakan terbaik
adalah dengan pemasangan pacu jantung.
2.1.4.3 Ektra Sistole
Dibagi berdasar asal fokus yaitu: supraventrikel dan ventrikel.
Gambaran EKG pada ES supraventrikel adalah gambaran gelombang QRS
lancip atau sama dengan gambaran gelombang QRS lain yang normal.
Fokus berasal dari supra His. Gambaran EKG pada ES ventrikel adalah
gelombang QRS yang melebar (>0.12 ms). Focus berasal dari ventrikel.
Penyebab terbanyak adalah karena: Infark Miokard dan jenis Penyakit
Jantung Koroner lain, efek digitalis, ataupun karena psikologis. Pada
pemeriksaan fisik: terdengar bunyi jantung ekstra disela irama jantung
yang reguler. Frekuensi dapat terdengar sering atau jarang. Berdasarkan

6
frekuensi ini dapat ditentukan bigemini atau trigemini. Klasifikasi ES
umumnya pada ES ventrikel adalah sebagai berikut:
jumlahnya < 5/menit atau <30/jam
1.
konsekutif
2.
Fenomena R on T
3.
Multifokal
4.
Bigemini atau lebih
5.
Kesemuanya ini sudah merupakan indikasi untuk pengobatan. Pemeriksaan
penunjang adalah EKG. Untuk pengamatan lama (24 atau 48 jam) dapat
dilakukan dengan alat Holter Monitoring Pengobatan: dengan obat anti aritmia
kelas I atau kelas III.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


2.1.5.1 EKG: menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit
dan obat jantung.
2.1.5.2 Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk
menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien
aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi
pacu jantung/efek obat antidisritmia.
2.1.5.3 Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
2.1.5.4 Skan pencitraan miokardia:dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu
gerakan dinding dan kemampuan pompa.
2.1.5.5 Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan
yang menyebabkan disritmia.
2.1.5.6 Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan
magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
2.1.5.7 Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya
obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
2.1.5.8 Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum
dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.

7
2.1.5.9 Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut
contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
2.1.5.10 GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia.

2.1.6 Penatalaksanaan
2.1.6.1 Farmakologis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a. Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
 Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan
untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi
yang menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
 Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel
takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
 Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
b. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina
pektoris dan hipertensi
c. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
d. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia

2.1.6.2 Terapi Medis


1. Kardioversi

8
Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan
disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur
elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya.
2. Defibrilasi
Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan
gawat darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel
apabila tidak ada irama jantung yang terorganisasi. Defibrilasi akan
mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard sekaligus, sehingga
memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya sebagai
pacemaker.
3. Defibrilator kardioverter implantable
Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takiakrdia
ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai risiko
tinggi mengalami fibrilasi ventrikel.
4. Terapi pacemaker
Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik
berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini
memulai dan memeprtahankan frekwensi jantung kerika pacemaker
alamiah jantung tak mampu lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker
biasanya digunakan bila pasien mengalami gangguan hantaran atau
loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah
jantung.
5. Pembedahan hantaran jantung
Takikardian atrium dan ventrikel yang tidak berespons terhadap
pengobatan dan tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat ditangani
dengan metode selain obat dan pacemaker. Metode tersebut mencakup
isolasi endokardial, reseksi endokardial, krioablasi, ablasi listrik dan
ablasi frekwensi radio. Isolasi endokardial dilakukan dengan membuat
irisan ke dalam endokardium, memisahkannya dari area endokardium
tempat dimana terjadi disritmia. Batas irisan kemudian dijahit kembali.
Irisan dan jaringan parut yang ditimbulkan akan mencegah disritmia
mempengaruhi seluruh jantung. Pada reseksi endokardial, sumber
disritmia diidentifikasi dan daerah endokardium tersebut dikelupas. Tidak
perlu dilakukan rekonstruksi atau perbaikan. Krioablasi dilakukan dengan

9
meletakkkan alat khusus, yang didinginkan sampai suhu -60ºC (-76ºF),
pada endokardium di tempat asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang
membeku akan menjadi jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat
dihilangkan. Pada ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau
dekat sumber disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai
300 joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan
jaringan sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar dan menjadi parut,
sehingga menghilangkan sumber disritmia. Ablasi frekwensi radio
dilakukan dengan memasang kateter khusus pada atau dekat asal
disritmia. Gelombang suara frekwensi tinggi kemudian disalurkan
melalui kateter tersebut, untuk menghancurkan jaringan disritmik.
Kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada
jaringan disritmik saja disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya dan
bukan trauma luas seperti pada krioablasi atau ablasi listrik.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Pengkajian Primer
A. Airway :
Apakah ada peningkatan sekret ? Adakah suara nafas : krekels ?
B. Breathing :
Adakah distress pernafasan ?, Adakah hipoksemia berat ?, Adakah
retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?, Apakah ada bunyi
whezing ?
C. Circulation :
Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?, Apakah ada takikardi ?,
Apakah ada takipnoe ?, Apakah haluaran urin menurun ?, Apakah terjadi
penurunan TD ?, Bagaimana kapilery refill ?, Apakah ada sianosis ?
2.2.1.2 Pengkajian Sekunder
A. Riwayat Penyakit
B. Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, hipertensi, stroke
C. Riwayat 1 minggu sebelumnya, kardiomiopati, PJK, penyakit katup
jantung, hipertensi

10
D. Penggunaan obat digitalis, quinidin, dan obat anti aritmia lainya
kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
E. Kondisi psikososial
2.2.1.3 Pengkajian Fisik
A. Aktivitas : kelemahan tubuh
B. Sirukulasi
perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur;
defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun;
kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat;
edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.
C. Integritas ego
perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah,
gelisah, menangis.
D. Makan/cairan
hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual
muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit
E. Neurosensori
pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan
pupil.
F. Nyeri
nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat
antiangina, gelisah
G. Pernafasan
penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki,
mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal
jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal;
hemoptisis.
H. Keamanan
Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
(trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.

11
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi
elektikal, penurunan kontraksivitas miokard
2.2.2.2 Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan asam laktat di otot jantung
2.2.2.3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue
2.2.2.4 Hipertermi berhubungan dengan terdapat luka post operasi
2.2.2.5 Ketidakefektifan pola nafas beruhungan dengan kebutuhan O2 meningkat
2.2.2.6 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan odem paru
2.2.2.7 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan menurun
2.2.2.8 Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan dan terdapat luka post
operasi
2.2.2.9 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang indormaso akan
penyakit dan tindakan.

12
2.2.3 Intervensi Keperawatan

No.DX NIC NOC


1 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pernafasan klien
2. Monitor tanda-tanda vital
keperawatan 3x24 jam diharapkan
3. Monitor bunyi dan irama
masalah penurunan curah jantung
jantung
teratasi 4. Monitor CRT
5. Kolaborasi dengan dokter
Kriteria Hasil :
pemberian terapi
1. CRT < 2 detik
6. Monitor intake dan output
2. Tekanan darah pasien dalam batas
7. HE pasien tentang pacemaker
normal ( TD : 120/80 mmHg, Nadi :
60-100x/menit, Respirasi Rate 16 -
20x/menit, suhu : 36,5-37,5oC)
2 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat istirahat pasien
2. Jelaskan pada pasien pentingnya
keperawatan 3x 24 jam masalah
istirahat
gangguan pola tidur teratasi
3. Berikan posisi yang nyaman
Kriteria hasil : bagi pasien
1. Istirahat pasien 8 jam 4. Monitor tanda-tanda vital
2. Tekanan darah pasien dalam batas 5. Kolaborasi dengan dokter
normal (TD 120/80 mmHg) pemberian terapi
3 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kekuatan otot pasien
2. Kaji tanda-tanda vital pasien
keperawatan selama 3 x 24 jam
3. Anjurkan pasien untuk istirahat
masalah intoleransi aktivitas dapat 4. Bantu kebutuhan adls pasien
5. Kolaborasi dengan tim medis
teratasi
pemberian terapi
Kriteria Hasil :
1. Kekuatan otot ektremitas 5
2. Klien dapat mobilisasi secara
mandiri

13

Anda mungkin juga menyukai