Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Plasenta Previa

2.1.1 Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada


segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas
uterus. (Sarwono Prawiharjo 20007 hal 365). Plasenta previa adalah posisi
plasenta yang berada di segmen bawah uterus, baik posterior maupun anterior,
sehingga perkembangan plasenta yang sempurna menutupi os serviks.(Helen
Varney. 2007. hal 641).

2.1.2 Etiologi

Mengapa plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu


jelas dapat diterangkan. Bahwasanya vaskularisasi yang berkurang, atau
perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat
menyebabkan plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita
dengan paritas tinggi. Memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah
ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan
kembar, plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluaskan
permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan
jalan lahir. (Sarwono Prawirohardjo. 2007. 367).

Plasenta previa meningkatkan kejadian pada keadaan-keadaan yang


endometriumnya kurang baik, misalnnya karena atrofi endometrium atau
kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada
multipra terutama jika jarak antara kehamilannya pendek, miomi uteri,
kuretasi yang berulang, umur lanjut, bekas sectio caesar, perubahan inflamasi
atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakaian kokain.
Hipoksemia yang terjadi akibat carbon monoksida akan dikompensasi dengan
hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20
batang sehari).

keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus


tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang
tumbuh meluas akan mendekati atau menutup ostium uteri internum.
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencair.

Klasifikasi Plasenta Previa :

1. Plasenta Previa totalis : seluruh ostium internum tertutup oleh


plasenta

2. Plasenta Previa Lateralis : hanya sebagian dari ostium tertutup oleh


plasenta.

3. Plasenta previa parsialis, apabila sebagian pembukaan (ostium


internus servisis) tertutup oleh jaringan plasenta.

4. Plasenta previa marginalis, apabila pinggir plasenta berada tepat pada


pinggir pembukaan (ostium internus servisis).

5. Plasenta letak rendah, apabila plasenta yang letaknya abnormal pada


segmen bawah uterus belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
atau plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir permukaan sehingga tidak
akan teraba pada pembukaan jalan lahir.

2.1.3 Manifestasi (Nanda Nic-Noc 2013)

1. Tanda utama plasenta previa adalah perdahan pervagina yang terjadi


tiba-tiba dan tanpa disertai nyeri

2. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub
bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas
panggul

3. Pendarahan berulang
4. Warna perdarahan merah segar

5. Adanya anemia dan rembesan yang sesaui dengan keluarnya darah

6. Terjadi saat hamil

7. Denyut jantung janin ada

8. Teraba jaringan plasenta pada pemeriksaan dalam pervagina

2.1.4 Patofisiologi

Perdarahan anter partum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20


minggu saat sekmen uterus telah terbentuk dan mulai melebar dan menipis.
Umumnya terjadi pada trimester ke tiga karena segmen bawah uterus lebih
banyak mengalami perubahan. Pelebaran sekmen bawah uterus dan
pembukaan servik menyababkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta
dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahan tak dapat dihindarkankarena adanya ketidakmampuan selaput otot
segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal.

2.1.5 Data Penunjang

1. Ultrasonografi (USG)

Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implan plasenta previa ada


jarak tepi plasenta terhadap ostium

2. Pemeriksaan Laboratorium

Darah lengkap : Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit ( Kapita


Selekta Kedokteran 2006 hal 277)

3. Pemeriksaan Pervagina
Pemeriksaan ini kan mendiagnosa plasenta previa tapi seharusnya
ditandai jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai ( lebih
baik sesudah 34 minggu). pemeriksaan ini disebut pola prosedur susunan
ganda (double setup prosedur). double setup adalah pemeriksaan steril
pada vagina yang dilakukan diruang operasi dengan kesiapan staff dan
alat untuk efek kelahiran secara caesar.

2.1.6 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis

Episode pendarahan significan yang pertama biasanya terjadi di


rumah pasien, dan biasanya tidak berat. Pasien harus dirawat dirumah
sakit dan tidak dilakukan pemeriksaan vagina, karena akan mencetuskan
perdarahan yang sangat berat. Dirumah sakit TTV pasien diperiksa,
dinilai jumlah darah yang keluar, dandilakukan close match. Kehilangan
darah yang banyak memerlukan transfusi. Dilakukan palpasi
abdomen untuk menentukan umur kehamilan janin, presentasi,dan
posisinya. Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan segara setelah masuk,
untuk mengkonfirmasi diagnosis Penatalaksanaan selajutnya tergantung
pada perdarahan dan umur kehamilan janin. Dalam kasus perdarahan
hebat, diperlukan tindakan darurat untuk melahirkan bayi (dan plasenta)
tanpa memperhitungkan umur kehamilan janin. Jika perdarahan tidak
hebat, perawatan kehamilan dapat dibenarkan jika umur kehamilan janin
kurang dari 36 minggu. Karena perdarahan ini cenderung berulang,ibu
harus tetap dirawat di RS. Episode perdarahan berat mungkin
mengharuskan pengeluaran janin darurat, namum pada kebanyakan kasus
kehamilan dapat dilanjutkan hingga 36 minggu ; kemudian pilihan
melahirkan bergantung padaapakah derajat plasenta previanya minor atau
mayor. Wanita yag memiliki derajat plasenta previa minor dapat memilih
menunggu kelahiran sampai term atau denganinduksi persalinan, asalkan
kondisinya sesuai. Plasenta previa derajat mayor ditangani dengan seksio
seksarae pada waktu yang ditentukan oleh pasien ataudokter, meskipun
biasanya dilakukan sebelum tanggal yang disepakati, karena perdarahan
berat dapat terjadi setiap saat.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Sebelum dirujuk anjurkan pasien untuk tirah baring


total dengan menghadap ke kiri, tidak melakukan senggama, menghidari
peningkatan tekanan rongga perut (misal batuk, mengedan karena sulit
buang air besar). Pasang infus NaCl fisiologis. Bila tidak memungkinkan,
beri cairal peroral, pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara
teratur tiap 15 manit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat
perdarahan. Pantau pula BJJ dan pergerakan janin.Bila terjadi renjatan,
segera lakukan resusitasi cairan dan transfusi darah bila tidakteratasi,
upaya penyelamatan optimal, bila teratasi, perhatikan usia
kehamilan.Penanganan di RS dilakukan berdasarkan usia kehamilan.

2.2 Konsep Sectio Caesar

2.2.1 Definisi

Menurut saifuddin (2009), sectio caesar adalah suatu tindakan untuk


melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gram, melalui sayatan pada dinding
uterus yang masih utuh (intact). Sectio caesar adalah suatu cara melahirkan
janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan
perut. (Amru Sofian, 2012). Menurut Benson dan Pernoll (2009), sectio
caesar adalah melahirkan janin yang sudah mampu hidup (beserta plasenta
dan selaput ketuban) secara transabdominal melalui insisi uterus.

2.2.2 Klasifikasi

1. Darurat yaitu ancaman segera terhadap nyawa ibu atau janin yang
dikandungnya.
2. b. Mendesak yaitu gawat ibu atau janin tetapi bukan merupakan ancaman
segera.
3. c. Terencana yaitu pelahiran lebih awal dibutuhkan, tidak ada gawat ibu
maupun janin.

4. d. Efektif yaitu dilakukan pada waktu yang sesuai baik bagi ibu maupun
tim bedah caesarnya.

2.2.3 Etiologi

1. Faktor Janin

a) Bayi terlalu besar


Berat bayi sekitar 4.000 gram maupun lebih menyebabkan bayi sulit
keluar dari jalan lahir. Bayi yang terlalu lama di jalan lahir dapat
membahayakan keselamatan bayinya.
b) Kelainan letak janin
Ada dua kelainan letak janin dalam rahim yaitu letak sungsang dan
letak lintang.
c) Ancaman gawat janin
Janin mendapatkan supali oksigen melalui plasenta dan tali pusat,
apabila terjadi gangguan maka oksigen yang disalurkan ke bayi akan
berkurang. Kondisi ini dapat menyebabkan janin mengalami
kerusakan otak, bahkan bisa meninggal dalam rahim.
d) Janin abnormal
Yaitu keadaan janin yang sakit, misalnya kerusakan genetik dan
hidrosefalus.
e) Bayi kembar
Kelahiran bayi kembar memiliki resiko terjadinya komplikasi yang
lebih tinggi dibandingkan kelahiran satu bayi.

2. Faktor Plasenta
a) Plasenta previa
Posisi plasenta terletak dibawah rahimdan menutupi sebagian atau
seluruh jalan lahir. Hal ini menyebabkan kepala janin tidak bisa turun
dan masuk ke jalan lahir.
b) Solusio plasenta
Yaitu plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding rahim sebelum
waktunya.
c) Plasenta acreta
Yaitu plasenta yang menempel di otot rahim. Pada umumnya dialami
oleh ibu yang mengalami persalinan berulang kali, ibu yang berusia
rawan untuk hamil, dan ibu yang peranh operasi.
d) Vasa previa
Yaitu keadaan pembuluh darah di selaput ketuban berada di mulut
rahim, jika pecah dapat menimbulkan perdarahan banyak yang
membahayakan ibu dan janin.
e) Kelainan tali pusat

Kelainan tali pusat ada dua jenis yaitu prolapsus tali pusat dan terlilit
tali pusat. Prolapsus tali pusat adalah keadaan penyembulan sebagian
atau seluruh tali pusat, posisi tali pusat berada di depan atau di
samping bagian terbawah janin atau tali pusat sudah berada di jalan
lahir. Sedangkan terlilit tali pusat adalah letak dan posisi tali pusat
melilit tubuh janin.

3. Faktor Ibu

a) Usia
Ibu yang melahirkan pertama kali pada usia sekitar 35 tahun memiliki
resiko melahirkan dengan operasi. Pada usia lebih dari 35 tahun,
biasanya seseorang memiliki penyakit yang beresiko.
b) Tulang panggul chepalopelvic disproportion (CPD)
Yaitu lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala
janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat lahir secara normal.
c) Hambatan jalan lahir
Terdapat gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku
sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor,
dan lain-lain.
d) Kelainan kontraksi rahim
Kontraksi rahim lemah atau tidak terkoordinasi atau tidak elastisnya
leher rahim sehingga tidak dapat melebar pada proses persalinan
menyebabkan kepala bayi tidak terdorong dan tidak dapat melewati
jalan lahir dengan lancar.
e) Ketuban pecah dini
Robeknya ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus
segera dilahirkan. Kondisi ini menyebabkan air ketuban merembes
keluar sehingga tinggal sedikit atau habis. Air ketuban yang pecah
dini mengakibatkan rahim terbuka sehingga bakteri mudah masuk
dari vagina dan mengakibatkan infeksi pada ibu atau janin di dalam
kandungannya.

f) Rasa takut pada kesakitan

2.2.4 Jenis-jenis Sectio Caesar

a. Sectio caesar klasik


sectio caesar klasik menurut Sanger lebih mudah dimulai dari insisi
segmen bawah rahim dengan indikasi:
1) Sectio caesar yang diikuti sterilisasi
2) Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi
robekan segmen bawah rahim dan perdarahan
3) Pada letak lintang
4) Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul
5) Grande multipara yang diikuti dengan histerektomi
b. Sectio caesar transperitonial profunda
Sectio ini dilakukan atas dasar indikasi ibu yang mengalami gangguan
jalan lahir, kehamilan yang disertai penyakit jantung dan diabetes melitus
serta indikasi pada janin yang mengalami fetal distres, prolapsus tali pusat,
dan lain-lain.
c. Sectio caesar histerektomi
Operasi sectio caesar menurut Porro dilakukan secara histerektomi
supravaginal untuk menyelamatkan jiwa ibu dan janin, dengan indikasi
sectio caesar pada ibu yang infeksi berat, atonia uteri dan perdarahan,
solusio plasenta dan tumor pada rahim.
d. Sectio caesar ekstraperitoneal
Operasi caesar ini sudah jarang dilakukan. Tujuan dari sectio caesar
ekstraperitoneal adalah menghindari kontaminasi kavum uteri oleh infeksi
yang terdapat di luar uterus (Manuaba, 2012). Indikasi sectio caesar ini
adalah perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal,
perdarahan yang tidak bisa dihentikan pada kasus plasenta previa dan
abruption plasenta tertentu, rupture uteri yang tidak dapat diperbaiki, dan
lain-lain.

2.2.5 WOC

Terlampir

2.2.6 Prosedur Sectio Caesar

a. Informed consent
b. Menetapkan indikasi sectio caesar
c. Menentukan jenis sectio caesar
d. Mempersiapkan tim
e. Pencegahan infeksi dan persiapan operasi
1) Pasien
a) Di ruang perawatan pasien dengan ± 6 jam puasa. Pasien yang
darurat yang tidak dapat puasa harus dipasang pipa lambung (ukuran
18-20) dan dihisap sampai benar-benar kosong. Setelah kosong,
berikan antasida lalu pipa lambung dicabut. Kalau memungkinkan
ada jeda waktu 30 menit antara pemberian antasida dan anestesi.
b) Premedikasi yang harus diberikan adalah atropin. Bagi orang dewasa
untuk bedah efektif diberikan 0,5 mg IM 45 menit sebelum anestesi.
Untuk bedah darurat, berikan 0,25 mg IM dan 0,25 mg IV 5 menit
sebelum anestesi dimulai.
c) Diperiksa ulang apakah sudah lengkap pemriksaan yang diperlukan
seperti darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah (untuk sectio
selektif). Untuk sectio caesar emergency cukup pemeriksaan Hb, Ht,
dan golongan darah.
d) Baju pasien diganti dengan baju khusus dipakai ke ruang tunggu
kamar operasi.
e) Pasang infus Ringer Laktat atau NaCl 0,9%.
f) Sebelum masuk ke kamar operasi diganti dengan baju/penutup badan
untuk kamar operasi
g) Baringkan pasien pada posisi tidur. Pasang tensimeter/stetoskop pre
cordial.
h) Dipasang folley kateter.
2) Penolong
a) Memakai baju khusus kamar operasi lengkap dengan topi dan
masker serta sandal.
b) Mempersiapkan alat-alat/instrumen operasi termasuk alat penghisap
darah/cairan. Alat resusitasi bayi dan oksigen serta alat lainnya.
c) Menyiapkan alat-alat yang diperlukan durante operasionum
d) Periksa ulang persiapan darah (bila diperlukan/pada kasus tertentu)
dan periksa/cocokkan register darah
e) Penolong cuci tangan
f) Memakai jas operasi dan sarung tangan
g) Pasien dalam posisi telentang keadaan sudah dinarkose. Dilakukan
tindakan aseptik dan antiseptik.
h) Dipasang kain penutup 4-5 buah yang sesuai dengan kebutuhan
f. Tindakan pembiusan
1) Induksi
a) Berikan oksigen melalui masker, 3 liter per menit
b) Induksi dapat dilakukan dengan ketamin 0,5 mg/kg yang dilarutkan
dalam NaCl 0,9% dalam kadar 10 mg/ml yang disuntikkan IV pelan (2
menit)
c) Jika dalam 5 menit anak belum lahir, dosis ketamin yang sama dapat
diberikan sekali lagi
d) Segera setelah bola mata nampak bergerak tanpa sadar (nistagmus),
pembedahan dapat dimulai
2) Anestesi
a) Berikan eter dengan cara tetes terbuka (open drop) atau masker dengan
E-M.O segera setelah tali pusat dijepit
b) Jika seandainya dengan dua kali dosis ketamin bayi belum juga lahir, eter
dapat dimulai tetapi jangan terlalu dalam
c) Dengan cara open drop, tetes dipercepat hingga pembiusan mencapai
tahap yang diinginkan
3) Pemantauan
a) Awasi pupil pasien, jangan sampai melebar (mydriasis)
b) Pelebaran lebih dari 3 mm menunjukkan stadium yang sudah terlalu
dalam. Kadar eter yang terlalu tinggi dapat mengganggu kontraksi rahim,
sehingga diperlukan tambahan dosis oksitosin.
g. Tindakan operasi
1) Lakukan insisi mediana/pfonenstiel dengan pisau secara benar
2) Perdalam sayatan pada dinding abdomen sampai menembus peritoneum
dan perlebar hingga sekitar 12 cm
3) Observasi kondisi maupun kelainan uterus, adneksa dan parametrium
dengan jalan menarik dinding abdomen ke krin dan ke kanan
4) Angkat dinding abdomen dengan retraktor, selipkan kasa lebar basah
meliputi sisi uterus gravidus untuk menampilkan dinding depan uterus
dan menyisihkan usus, ovarium, tuba, dan organ intraabdomen lainnya.
Ujung kasa dikeluarkan dan dijepit dengan kocher dan kain penutup
5) Dengan pisau, sayat segmen bawah uterus (sehingga mudah tembus dan
diperlebar dengan jari), kemudian pecahkan ketuban dan hisap ketuban
yang keluar. Segmen bawah uterus dibuka dengan jari operator sesuai
dengan arah insisi tajam
6) Luksir keluar kepala janin, kemudian lahirkan seluruh tubuh dengan cara
yang sesuai. Bersihkan seluruh muka janin dengan kasa lembab
7) Tali pusat dijepit pada jarak 10-15 cm dari umbilikus dan gunting. Bayi
diserahkan pada dokter anak untuk perawatan selanjutnya
8) Plasenta dilahirkan dengan cara melepasnya secara manual dari tempat
implantasi, kemudian tarik tali pusat dan sedikit menekan fundus
9) Tepi luka insisi pada segmen bawah uterus dijepit dengan klem
fenster/foerster, terutama pada kedua ujung luka sayatan
10) Dilakukan eksplorasi ke dalam kavum uteri dengan kasa yang dijepit
pada klem fenster atau dengan menggunakan 2-3 jari operator yang
dibalut dengan kasa. Pastikan tidak ada bagian plasenta yang tertinggal
11) Dilakukan jahitan hemostasis dengan simpul 8 pada kedua ujung robekan
uterus dengan menggunakan benang polyglycolic atau kromik catgut no
0/1/0 dilanjutkan dengan penjahitan segmen bawah dengan atau secara
jelujur terkunci
12) Pastikan tidak adanya perdarahan melalui evaluasi ulang luka jahitan
13) Keluarkan kasa basah, bersihkan rongga abdomen dan lakukan periksa
ulang untuk meyakinkan tidak adanya perdarahan dari tempat jahitan
atau tempat lain
14) Fascia abdominalis pada ujung pada ujung proksimal dan distal sayatan
dijepit dengan kocher dan dijahit hingga subkutis dengan polyglycolic
acid (misal: dexon no. 1)
15) Kulit dijahit dengan nylon atau polyglycolic acid secara subkutikuler
16) Luka operasi ditutup dengan kasa dan providon iodin
17) Kain penutup abdomen dilepas hati-hati tanpa menyentuh kasa penutup
luka operasi
18) Vagina dibersihkan dari sisa darah dan bekuan dengan menggunakan
kasa yang dijepit pada fenster/foester klem
19) Daerah vulva sampai paha dibersihkan dari sisa darah atau cairan tubuh
h. Dekontaminasi
i. Cuci tangan pasca tindakan
j. Perawatan pasca bedah
1) Periksa tekanan darah, frekuensi nadi dan pernapasan, ukur jumlah urin yang
tertampung di kantong urin. Periksa/ukur jumlah perdarahan selama operasi
2) Buat laporan operasi dan cantumkan hasil pemeriksaan diatas pada lembar
laporan. Catat lama operasi, jenis kelamin, nilai APGAR, dan kondisi bayi saat
lahir. Lembar operasi ditandatangani oleh operator
3) Buat instruksi perawatan yang meliputi:
a) Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan napas
b) Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
c) Berikan instruksi dengan jelas, singkat, dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan 1 dan 2
d) Tuliskan dengan jelas, singkat, dan terinci instruksi pengobatan meliputi
nama obat, dosis, cara pemberian, dan waktu/jam pemberian
k. Nasihat dan konseling pasca operasi
1) Kepada keluarga pasien
a) Beritahukan bahwa:
 Operasi telah selesai dan sampaikan jalannya operasi, kondisi ibu
saat ini dan apa yang diharapkan minimal 24 jam pascaoperasi
 Waktu lahir, jenis kelamin, panjang badan, berat badan, dan keadaan
bayi
 Resiko fungsi produksi pasien dan kehamilan/persalinan yang akan
datang
 Kotrasepsi
b) Jelaskan rencana perawatan dan perkiraan waktu pasien dipulangkan
c) Mintakan pada anggota keluarga untuk mengawasi pasien, khususnya
terhadap resiko fungsi produksi berupa bekas sectio caesar
2) Kepada pasien:
a) Beritahukan bahwa:
1) Keadaan pasien saat ini
2) Waktu lahir, jenis kelamin, panjang badan, berat badan, dan keadaan bayi
3) Resiko fungsi reproduksi dan kehamilan yang akan datang
b) Lakukan konseling dan rencana-rencana upaya pencegahan kehamilan (bila
tidak dilakukan tubektomi). Jelaskan hingga pasien memahami, menerima,
dan dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai
c) Jelaskan kembali resiko yang dihadapi pasien, berikan cukup waktu untuk
berdiskusi hingga diyakini bahwa pasien telah cukup mengeti dan paham.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

Pada pengkajian pasien dengan Sectio caesar, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta dan plasenta previa.

1. Identitas

Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa, status
pernikahan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, dan
diagnosa keperawatan.

2. Keluhan Utama

Biasanya jkueb nerasa nyeri dan takut akan tindakan operasi

3. Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Dahulu

Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi,


DM, Tuberculosis, Hepatitis

b) Riwayat Kesehatan Sekarang

Riwayat pada saat sebelum inpartu didapat cairan ketuban yang


keluar pervagina secara spontan kemudian tidak diikuti tanda-tanda
persalinan.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga

Adalah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung,


hipertensi, Diabetes Melitus, Tuberculosis, Hepatitis, penyakit
kelamin, abortus yang mungkin penyakit tersebut di turunkan pada
pasien.

4. Pola Fungsi Kesehatan

a) Pola presepsi dan tatalaksana hidup sehat

Karena kurangnya pengetahuan pasien tentang ketuban pecah dini,


dan cara pencegahannya,penanganannya, dan perawatan serta
kurangnya menjaga kebersihan tbuh akan menimbulkan masalah
dalam perawatan diri.

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Pola pasien nifas biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena


keinginan untuk menyusui bayinya.

c) Pola aktivitas

Pada pasien post partum, pasien dapat melakukan aktifitas seperti


biasanya terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat letih, pada pasien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.

d) Pola eliminasi

Pada pasien post partum sering terjadi adanya perasaan susah


kencing selama masa nifas yang disimpulkan karena terjadinya dari
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.

e) Pola istirahat dan tidur

Pada pasien nifas terjadi perubahan pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis pasca persalinan.

f) Pola hubungan dan peran


Peran pasien dalam keluarga meliputi hubungan pasien dengan
keluarga dan orang lain.

g) Pola penanggulangan sterss

Biasanya pasien sering melamun dan merasa cemas.

5. Pemeriksaan Fisik

a) Kepala

Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang


terdapat adanya clausma gravidarum, dan apakah ada benjolan

b) Leher

Kadang ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, karena adanya


proses menelan yang salah.

c) Mata

Terkadang terjadi pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva,


dan kadang-kadang keadaan selaput mata anemi karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning.

d) Hidung

Biasanya terjadi polip atau tudaj ada apabila pada post partum
kadang-kadang ditemukan pernafasan cuping hidung.

e) Telinga

Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana


kebersihannya, adakah cairan yang keluar dari telinga.

f) Dada

Dada pasien nifas abdomen kadang striae terasa nyeri, fundus uteri 3
jadi dibawah pusat.

g) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.

h) Anus

Kadang-kadang terjadi luka pada anus akibat ruptur

i) Eliminasi

Cek dedema untuk melihat kelainan karena membesarnya uterus

j) Tanda-tanda Vital

Bila terjadi perdarahan post partu, tekanan darah menurun, nadi


cepat, respirasi meningkat, dan suhu tubuh menurun.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Pre Operasi

a) Nyeri berhubungan dengan agen injury

b) Konstipasi berhubungan dengan penurunan pristaltik usus akibat


anastesi

c) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang


pembedahan

2. Intra Operasi

a) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan membuat


jaringan terbuka

b) Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan

3. Post Operasi

a) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, efek


anastesi
b) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan defisiensi kandung
kemih

2.3.3 Intervensi Keperawatan

1. Pre Operasi

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri berhubungan - Klien mampu mengontrol 1. Lakukan pengkajian


dengan agen injury nyeri nyeri secara
- Klien mampu mengenali komprehensif
nyeri 2. Observasi reaksi non
- Menyatakan merasa verbal dari
nyaman setelah nyeri ketidaknyamanan
berkurang 3. Gunakan tehnik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
5. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti kebisingan, suhu
ruangan
6. Kolaborasi dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan terhadap
nyeri tidak berhasil
Konstipasi - Bebas dari konstipasi 1. Monitor tanda dan
berhubungan - Feses lunak dan berbentuk gejala konstipasi
dengan penurunan - Mengidentifikasi indikator 2. Monitor bising usus
pristaltik usus mencegah konstipasi 3. Monitor feses termasuk
akibat anastesi frekuensi, konsistensi,
dan volume
4. Konsultasi dengan
dokter tentang
penurunan dan
peningkatan bising usus
5. Dukung intake cairan
6. Anjurkan pasien untuk
diet tinggi serat
7. Kolaborasi pemberian
laksatif
Ansietas  Klien mampu 1. Gunakan perndekatan
berhubungan mengungkapkan gejala yang menyenangkan
dengan kurang cemas
2. Jelaskan semua
pengetahuan
 Vital sign dalam batas prosedur dan apa yang
tentang
normal dirakan selama
pembedahan
prosedur
 Ekspresi wajah
menunjukan 3. Temani pasien untk
berkurangnya mengurangi kecemasan
kecemasan
4. Dengarkan pasien
dengan penuh perhatian

5. Kolaborasi pemberian
obat untuk menurunkan
kecemasan

2. Intra Operasi

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi

Resiko infeksi - Klien bebas dari tanda dan 1. Instruksikan pada


berhubungan gejala infeksi pengunjung mencuci
dengan tindakan - Jumlah leukosit dalam tangan saat sebelum dan
pembedahan batas normal setelah berkunjung
membuat jaringan - Menunjukkan perilaku 2. Cuci tangan sebelum
terbuka hidup sehat dan setelah tindakan
keperawatan
3. Gunakan baju dan
sarung tangan sebagai
pelindung
4. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
5. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
6. Kolaborasi pemberian
antibiotik
7. Anjurkan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
Resiko syok - TTV dalam batas normal 1. Pantau tanda-tanda vital
(hipovolemik) - Mata tidak cekung 2. Kaji ketepatan jenis
berhubungan - Tidak ada peningkatan pakaian sesuai suhu
dengan perdarahan suhu lingkungan
- Hematokrit dalam batas 3. Pantau suhu minimal 2
normal jam
4. Pantau warna kulit

3. Post Operasi

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan mobilitas - Klien meningkat dalam 1. Monitor vital sign


fisik berhubungan aktivitas sebelum dan sesudah
dengan kelemahan, - Memperagakan latihan dan lihat respon
efek anastesi penggunaan alat bantu pasien saat latihan
- Mengerti tujuan dari 2. Bantu menggunakan
peningkatan mobilitas tongkat saat berjalan
3. Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
4. Ajarkan pasien tehnik
ambulasi
5. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi jika pasien tirah
baring
6. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
Gangguan eliminasi  Menunjukan 1. Pantau eliminasi ruine,
urin berhubungan kontinensial urine meliputi frekuensi,
dengan defisiensi konsistensi, bau,
 Eliminasi urine tidak
kandung kemih volume dan warna
terganggu
2. Anjurkan keluarga
 Bau, jumlah, dan warna
untuk mencatat
urine dalam rentang
keluaran urine
yang diharapkan
3. Anjurkan pasien untuk
 Tidak ada hematuria
berespon segera
 Pengeluaran urin tanpa terhadap kebutuhan
nyeri kesulitan diawal eliminasi
berkemih atau urgensi
4. Anjurkan pasien untuk
batu, kreatinin, serum
minum 200 ml cairan
dan berat jenis urine
saat makan diantara
dalam batas normal
waktu makan

5. Kolaborasi dengan
dokter pemberian obat

2.3.4 Impelentasi

Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang


spesifik. Tahap pelaksanaan dilakukan setelah rencana tindakan yang disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai