TINJAUAN TEORI
2.1.1 Definisi
2.1.2 Etiologi
2. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub
bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas
panggul
3. Pendarahan berulang
4. Warna perdarahan merah segar
2.1.4 Patofisiologi
1. Ultrasonografi (USG)
2. Pemeriksaan Laboratorium
3. Pemeriksaan Pervagina
Pemeriksaan ini kan mendiagnosa plasenta previa tapi seharusnya
ditandai jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai ( lebih
baik sesudah 34 minggu). pemeriksaan ini disebut pola prosedur susunan
ganda (double setup prosedur). double setup adalah pemeriksaan steril
pada vagina yang dilakukan diruang operasi dengan kesiapan staff dan
alat untuk efek kelahiran secara caesar.
2.1.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
2. Penatalaksanaan Keperawatan
2.2.1 Definisi
2.2.2 Klasifikasi
1. Darurat yaitu ancaman segera terhadap nyawa ibu atau janin yang
dikandungnya.
2. b. Mendesak yaitu gawat ibu atau janin tetapi bukan merupakan ancaman
segera.
3. c. Terencana yaitu pelahiran lebih awal dibutuhkan, tidak ada gawat ibu
maupun janin.
4. d. Efektif yaitu dilakukan pada waktu yang sesuai baik bagi ibu maupun
tim bedah caesarnya.
2.2.3 Etiologi
1. Faktor Janin
2. Faktor Plasenta
a) Plasenta previa
Posisi plasenta terletak dibawah rahimdan menutupi sebagian atau
seluruh jalan lahir. Hal ini menyebabkan kepala janin tidak bisa turun
dan masuk ke jalan lahir.
b) Solusio plasenta
Yaitu plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding rahim sebelum
waktunya.
c) Plasenta acreta
Yaitu plasenta yang menempel di otot rahim. Pada umumnya dialami
oleh ibu yang mengalami persalinan berulang kali, ibu yang berusia
rawan untuk hamil, dan ibu yang peranh operasi.
d) Vasa previa
Yaitu keadaan pembuluh darah di selaput ketuban berada di mulut
rahim, jika pecah dapat menimbulkan perdarahan banyak yang
membahayakan ibu dan janin.
e) Kelainan tali pusat
Kelainan tali pusat ada dua jenis yaitu prolapsus tali pusat dan terlilit
tali pusat. Prolapsus tali pusat adalah keadaan penyembulan sebagian
atau seluruh tali pusat, posisi tali pusat berada di depan atau di
samping bagian terbawah janin atau tali pusat sudah berada di jalan
lahir. Sedangkan terlilit tali pusat adalah letak dan posisi tali pusat
melilit tubuh janin.
3. Faktor Ibu
a) Usia
Ibu yang melahirkan pertama kali pada usia sekitar 35 tahun memiliki
resiko melahirkan dengan operasi. Pada usia lebih dari 35 tahun,
biasanya seseorang memiliki penyakit yang beresiko.
b) Tulang panggul chepalopelvic disproportion (CPD)
Yaitu lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala
janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat lahir secara normal.
c) Hambatan jalan lahir
Terdapat gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku
sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor,
dan lain-lain.
d) Kelainan kontraksi rahim
Kontraksi rahim lemah atau tidak terkoordinasi atau tidak elastisnya
leher rahim sehingga tidak dapat melebar pada proses persalinan
menyebabkan kepala bayi tidak terdorong dan tidak dapat melewati
jalan lahir dengan lancar.
e) Ketuban pecah dini
Robeknya ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus
segera dilahirkan. Kondisi ini menyebabkan air ketuban merembes
keluar sehingga tinggal sedikit atau habis. Air ketuban yang pecah
dini mengakibatkan rahim terbuka sehingga bakteri mudah masuk
dari vagina dan mengakibatkan infeksi pada ibu atau janin di dalam
kandungannya.
2.2.5 WOC
Terlampir
a. Informed consent
b. Menetapkan indikasi sectio caesar
c. Menentukan jenis sectio caesar
d. Mempersiapkan tim
e. Pencegahan infeksi dan persiapan operasi
1) Pasien
a) Di ruang perawatan pasien dengan ± 6 jam puasa. Pasien yang
darurat yang tidak dapat puasa harus dipasang pipa lambung (ukuran
18-20) dan dihisap sampai benar-benar kosong. Setelah kosong,
berikan antasida lalu pipa lambung dicabut. Kalau memungkinkan
ada jeda waktu 30 menit antara pemberian antasida dan anestesi.
b) Premedikasi yang harus diberikan adalah atropin. Bagi orang dewasa
untuk bedah efektif diberikan 0,5 mg IM 45 menit sebelum anestesi.
Untuk bedah darurat, berikan 0,25 mg IM dan 0,25 mg IV 5 menit
sebelum anestesi dimulai.
c) Diperiksa ulang apakah sudah lengkap pemriksaan yang diperlukan
seperti darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah (untuk sectio
selektif). Untuk sectio caesar emergency cukup pemeriksaan Hb, Ht,
dan golongan darah.
d) Baju pasien diganti dengan baju khusus dipakai ke ruang tunggu
kamar operasi.
e) Pasang infus Ringer Laktat atau NaCl 0,9%.
f) Sebelum masuk ke kamar operasi diganti dengan baju/penutup badan
untuk kamar operasi
g) Baringkan pasien pada posisi tidur. Pasang tensimeter/stetoskop pre
cordial.
h) Dipasang folley kateter.
2) Penolong
a) Memakai baju khusus kamar operasi lengkap dengan topi dan
masker serta sandal.
b) Mempersiapkan alat-alat/instrumen operasi termasuk alat penghisap
darah/cairan. Alat resusitasi bayi dan oksigen serta alat lainnya.
c) Menyiapkan alat-alat yang diperlukan durante operasionum
d) Periksa ulang persiapan darah (bila diperlukan/pada kasus tertentu)
dan periksa/cocokkan register darah
e) Penolong cuci tangan
f) Memakai jas operasi dan sarung tangan
g) Pasien dalam posisi telentang keadaan sudah dinarkose. Dilakukan
tindakan aseptik dan antiseptik.
h) Dipasang kain penutup 4-5 buah yang sesuai dengan kebutuhan
f. Tindakan pembiusan
1) Induksi
a) Berikan oksigen melalui masker, 3 liter per menit
b) Induksi dapat dilakukan dengan ketamin 0,5 mg/kg yang dilarutkan
dalam NaCl 0,9% dalam kadar 10 mg/ml yang disuntikkan IV pelan (2
menit)
c) Jika dalam 5 menit anak belum lahir, dosis ketamin yang sama dapat
diberikan sekali lagi
d) Segera setelah bola mata nampak bergerak tanpa sadar (nistagmus),
pembedahan dapat dimulai
2) Anestesi
a) Berikan eter dengan cara tetes terbuka (open drop) atau masker dengan
E-M.O segera setelah tali pusat dijepit
b) Jika seandainya dengan dua kali dosis ketamin bayi belum juga lahir, eter
dapat dimulai tetapi jangan terlalu dalam
c) Dengan cara open drop, tetes dipercepat hingga pembiusan mencapai
tahap yang diinginkan
3) Pemantauan
a) Awasi pupil pasien, jangan sampai melebar (mydriasis)
b) Pelebaran lebih dari 3 mm menunjukkan stadium yang sudah terlalu
dalam. Kadar eter yang terlalu tinggi dapat mengganggu kontraksi rahim,
sehingga diperlukan tambahan dosis oksitosin.
g. Tindakan operasi
1) Lakukan insisi mediana/pfonenstiel dengan pisau secara benar
2) Perdalam sayatan pada dinding abdomen sampai menembus peritoneum
dan perlebar hingga sekitar 12 cm
3) Observasi kondisi maupun kelainan uterus, adneksa dan parametrium
dengan jalan menarik dinding abdomen ke krin dan ke kanan
4) Angkat dinding abdomen dengan retraktor, selipkan kasa lebar basah
meliputi sisi uterus gravidus untuk menampilkan dinding depan uterus
dan menyisihkan usus, ovarium, tuba, dan organ intraabdomen lainnya.
Ujung kasa dikeluarkan dan dijepit dengan kocher dan kain penutup
5) Dengan pisau, sayat segmen bawah uterus (sehingga mudah tembus dan
diperlebar dengan jari), kemudian pecahkan ketuban dan hisap ketuban
yang keluar. Segmen bawah uterus dibuka dengan jari operator sesuai
dengan arah insisi tajam
6) Luksir keluar kepala janin, kemudian lahirkan seluruh tubuh dengan cara
yang sesuai. Bersihkan seluruh muka janin dengan kasa lembab
7) Tali pusat dijepit pada jarak 10-15 cm dari umbilikus dan gunting. Bayi
diserahkan pada dokter anak untuk perawatan selanjutnya
8) Plasenta dilahirkan dengan cara melepasnya secara manual dari tempat
implantasi, kemudian tarik tali pusat dan sedikit menekan fundus
9) Tepi luka insisi pada segmen bawah uterus dijepit dengan klem
fenster/foerster, terutama pada kedua ujung luka sayatan
10) Dilakukan eksplorasi ke dalam kavum uteri dengan kasa yang dijepit
pada klem fenster atau dengan menggunakan 2-3 jari operator yang
dibalut dengan kasa. Pastikan tidak ada bagian plasenta yang tertinggal
11) Dilakukan jahitan hemostasis dengan simpul 8 pada kedua ujung robekan
uterus dengan menggunakan benang polyglycolic atau kromik catgut no
0/1/0 dilanjutkan dengan penjahitan segmen bawah dengan atau secara
jelujur terkunci
12) Pastikan tidak adanya perdarahan melalui evaluasi ulang luka jahitan
13) Keluarkan kasa basah, bersihkan rongga abdomen dan lakukan periksa
ulang untuk meyakinkan tidak adanya perdarahan dari tempat jahitan
atau tempat lain
14) Fascia abdominalis pada ujung pada ujung proksimal dan distal sayatan
dijepit dengan kocher dan dijahit hingga subkutis dengan polyglycolic
acid (misal: dexon no. 1)
15) Kulit dijahit dengan nylon atau polyglycolic acid secara subkutikuler
16) Luka operasi ditutup dengan kasa dan providon iodin
17) Kain penutup abdomen dilepas hati-hati tanpa menyentuh kasa penutup
luka operasi
18) Vagina dibersihkan dari sisa darah dan bekuan dengan menggunakan
kasa yang dijepit pada fenster/foester klem
19) Daerah vulva sampai paha dibersihkan dari sisa darah atau cairan tubuh
h. Dekontaminasi
i. Cuci tangan pasca tindakan
j. Perawatan pasca bedah
1) Periksa tekanan darah, frekuensi nadi dan pernapasan, ukur jumlah urin yang
tertampung di kantong urin. Periksa/ukur jumlah perdarahan selama operasi
2) Buat laporan operasi dan cantumkan hasil pemeriksaan diatas pada lembar
laporan. Catat lama operasi, jenis kelamin, nilai APGAR, dan kondisi bayi saat
lahir. Lembar operasi ditandatangani oleh operator
3) Buat instruksi perawatan yang meliputi:
a) Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan napas
b) Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
c) Berikan instruksi dengan jelas, singkat, dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan 1 dan 2
d) Tuliskan dengan jelas, singkat, dan terinci instruksi pengobatan meliputi
nama obat, dosis, cara pemberian, dan waktu/jam pemberian
k. Nasihat dan konseling pasca operasi
1) Kepada keluarga pasien
a) Beritahukan bahwa:
Operasi telah selesai dan sampaikan jalannya operasi, kondisi ibu
saat ini dan apa yang diharapkan minimal 24 jam pascaoperasi
Waktu lahir, jenis kelamin, panjang badan, berat badan, dan keadaan
bayi
Resiko fungsi produksi pasien dan kehamilan/persalinan yang akan
datang
Kotrasepsi
b) Jelaskan rencana perawatan dan perkiraan waktu pasien dipulangkan
c) Mintakan pada anggota keluarga untuk mengawasi pasien, khususnya
terhadap resiko fungsi produksi berupa bekas sectio caesar
2) Kepada pasien:
a) Beritahukan bahwa:
1) Keadaan pasien saat ini
2) Waktu lahir, jenis kelamin, panjang badan, berat badan, dan keadaan bayi
3) Resiko fungsi reproduksi dan kehamilan yang akan datang
b) Lakukan konseling dan rencana-rencana upaya pencegahan kehamilan (bila
tidak dilakukan tubektomi). Jelaskan hingga pasien memahami, menerima,
dan dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai
c) Jelaskan kembali resiko yang dihadapi pasien, berikan cukup waktu untuk
berdiskusi hingga diyakini bahwa pasien telah cukup mengeti dan paham.
2.3.1 Pengkajian
Pada pengkajian pasien dengan Sectio caesar, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
1. Identitas
Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa, status
pernikahan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, dan
diagnosa keperawatan.
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Kesehatan
c) Pola aktivitas
d) Pola eliminasi
Pada pasien nifas terjadi perubahan pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis pasca persalinan.
5. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
b) Leher
c) Mata
d) Hidung
Biasanya terjadi polip atau tudaj ada apabila pada post partum
kadang-kadang ditemukan pernafasan cuping hidung.
e) Telinga
f) Dada
Dada pasien nifas abdomen kadang striae terasa nyeri, fundus uteri 3
jadi dibawah pusat.
g) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
h) Anus
i) Eliminasi
j) Tanda-tanda Vital
1. Pre Operasi
2. Intra Operasi
3. Post Operasi
1. Pre Operasi
5. Kolaborasi pemberian
obat untuk menurunkan
kecemasan
2. Intra Operasi
3. Post Operasi
5. Kolaborasi dengan
dokter pemberian obat
2.3.4 Impelentasi