Anda di halaman 1dari 11

4.

1 Organisasi dan Lingkungan

Perusahaan sebagai suatu organisasi bisnis tidak dapat mencapai tujuannya untuk
mewujudkan prinsip - prinsip GCG karena tidak didukung oleh fungsi dari sejumlah elemen yang
terdapat di dalamnya. Dalam hal ini, untuk membenahi fungsi dari sejumlah elemen yang terdapat
di dalam oragniasi perusahaan, diperlukan model organisasi. Model organisasi merupakan
representasi dari suatu organisasi yang membantu seseorang untuk lebih memahami secara jelas
dan cepat apa yang diamati dalam organisasi tersebut. Secara lebih rinci, Burke menjelaskan
berbagai kegunaan dari model organisasi:

a. model membantu untuk meningkatkan pemahaman tentang perilaku organisasi


b. model membantu untuk mengelompokkan data tentang organisasi
c. model membantu menginterpretasikan data tentang organisasi
d. model membantu untuk memberikan bahasa yang umum serta singkat tentang
organisasi (Falletta, 2005).

Organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka mengacu pada pandangan yang dikemukakan
oleh teori organisasi moderen yang berkembang sejak tahun 1950-an. Dalam teori ini, organisasi
cenderung dipandang sebagai berikut:

a) organisasi merupakan suatu sistem yang terbuka,


b) di dalam organisasi terjadi transformasi masukan yang menghasilkan keluaran
tertentu, masukan diperoleh dari lingkungannya sedangkan keluaran akan diberikan
organisasi kepada lingkungannya,
c) di dalam organisasi terdapat elemenelemen yang penting yang saling berhubungan satu
sama lain, serta
d) organisasi memiliki tujuan dan batasan tertentu yang membedakan organisasi tersebut
dari lingkungannya. Pandangan tentang organisasi yang dikemukan oleh teori
organisasi moderen tersebut, terutama memberikan wawasan kepada manajemen
untuk memandang organisasi secara keseluruhan maupun sebagai bagian dari
lingkungan eksternal (Reksohadiprodjo dan Handoko, 2004). Secara lengkap,
penggambaran organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka dapat dilihat pada gambar
berikut.
4.2 Struktur Kepemilikan Korporasi

4.2.1 Kepemilikan Tersebar


Pada model ini perusahaan memiliki pemegang saham yang banyak dengan jumlah saham
yang sedikit. Pemegang saham minoritas ini kurang mengawasi aktivitas perusahaan dan
cenderung tidak terlibat dalam pengambilan keputusan atau kebijakan perusahaan. Oleh karena
itu, pemegang saham tersebut disebut outsider, dan kepemilikan yang tersebar tersebut disebut
sebagai outsider system dan menurut Roche (2005), kepemilikan yang tersebar ini merupakan
model dari negara-negara common law seperti Amerika Serikat dan Inggris.

Outsider system atau Anglo-American ini merupakan market-based model yang


dikarakteristikkan oleh perusahaan yang individualis dan kepemilikan privat, pasar modal yang
mapan dan likuid, dengan jumlah pemegang saham yang banyak dan konsentrasi investor yang
kecil.Pengendalian perusahaan diwujudkan melalui pasar dan investor luar. Dalam outsider
system ini terdapat anggota dewan yang independen untuk mengawasi perilaku manajerial agar
tetap terkontrol, sehingga menurut Roche (2005), sistem ini lebih dapat
dipertanggungjawabkan, tidak korupsi serta membantu perkembangan pasar modal yang
likuid.

Meskipun demikian, sistem ini memiliki kelemahan, yaitu kepemilikan yang terkonsentrasi
ini hanya tertarik pada maksimalisasi profit jangka pendek, dan mereka cenderung untuk
menyetujui kebijakan dan strategi yang menguntungkan keuntungan jangka pendek, tetapi
tidak mempertimbangkan kinerja perusahaan jangka panjang.

4.2.2 Kepemilikan yang Terkonsentrasi (Concentrated Ownership)

Pada tipe perusahaan yang seperti ini, terdapat dua kelompok pemegang saham, yaitu
pemegang saham mayoritas yang bertindak sebagai pengendali dan pemegang saham minoritas.
Menurut Bae et al. (2003) kepemilikan yang terkonsentrasi ini merupakan salah satu ciri dari
control based model, selain menekankan pada insider board, pengungkapan yang terbatas,dan
ketergantungan pada keuangan atau sistem perbankan keluarga. Karakteristik perusahaan ini
banyak dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang (seperti Indonesia, Korea) dan
Continental European.Masalah keagenan yang timbul terutama adalah antara pengendali dan
pemegang saham minoritas.

Kelemahan dari sistem ini antara lain, pemegang saham mayoritas dapat berkolusi dengan
manajemen untuk mengambil alih asset perusahaan dengan biaya dari pemegang saham minoritas.
Ini merupakan risiko yang signifikan bagi pemegang saham minoritas yang tidak dilindungi
dengan hukum. Hal yang sama, ketika manajer mengendalikan sejumlah besar saham atau hak
suara yang digunakan untuk mempengaruhi keputusan dewan yang menguntungkan mereka
dengan biaya perusahaan. Jadi terdapat masalah keagenan antara pemegang saham minoritas
dengan pengendali (pemegang saham mayoritas).Selain itu kemungkinan terjadi masalah
keagenan antara pemilik dan kreditur lebih besar daripada tipe perusahaan yang kepemilikannya
menyebar.Samad (2004) dalam penelitiannya pada perusahaanperusahaan di Malaysia
menemukan bahwa kepemilikan yang terkonsentrasi dapat membuat kinerja perusahaan menjadi
lebih baik, dan komposisi kepemilikan tersebut merupakan elemen penting untuk memacu kinerja
perusahaan yang lebih baik.

4.2.3 Kepemilikan Manajerial

Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan di manajemen perusahaan baik sebagai
kreditur maupun sebagai dewan komisaris disebut sebagai kepemilikan manajerial (managerial
ownership). Adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen akan menimbulkan suatu
pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh manajemen perusahaan.
Kepemilikan manajerial juga dapat diartikan sebagai persentase saham yang dimiliki oleh manajer
dan direktur perusahaan pada akhir tahun untuk masingmasing periode pengamatan.

Masalah teknis tidak akan timbul jika kepemilikan dan pengelolaan perusahaan tidak
dijalankan secara terpisah. Pemilik (pemegang saham) bertujuan untuk memaksimumkan
kekayaannya dengan melihat nilai sekarang dari arus kas yang dihasilkan oleh investasi
perusahaan sedangkan manajer bertujuan pada peningkatan pertumbuhan dan ukuran perusahaan.
Tujuan manajer ini dilandasi oleh dua alasan, yaitu:

a. Pertumbuhan yang meningkat akan memberikan peluang bagi manajer bawah dan
menengah untuk dipromosikan. Selain itu, manajer dapat membuktikan diri sebagai
karyawan yang produktif sehingga dapat diperoleh penghargaan lebih dari wewenang
untuk menentukan pengeluaran (biaya-biaya)

b. Ukuran perusahaan yang semakin besar memberikan keamanan pekerjaan atau


mengurangi kemungkinan lay-off dan kompensasi yang semakin besar.

Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan, maka manajemen


cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah
dirinya sendiri. Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan antar
manajer dengan pemegang saham.

Namun, tingkat kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga dapat berdampak
buruk terhadap perusahaan. Dengan kepemilikan manajerial yang tinggi, manajer mempunyai
hak voting yang tinggi sehingga manajer mempunyai posisi yang kuat untuk mengendalikan
perusahaan, hal ini dapat menimbulkan masalah pertahanan, dalam artian, adanya kesulitan
bagi para pemegang saham eksternal untuk mengendalikan tindakan manajer.

4.2.4 Kepemilikan Institusioanal

Kepemilikan suatu perusahaan dapat terdiri atas kepemilikan institusional maupun


kepemilikan individual. Atau campuran keduanya dengan proporsi tertentu. Investor
institusional memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan investor individual, diantaranya
yaitu:

1. Investor institusional memiliki sumber daya yang lebih daripada investor individual untuk
mendapatkan informasi.

2. Investor institusional memiliki profesionalisme dalam menganalisa informasi, sehingga


dapat menguji tingkat keandalan informasi.

3. Investor institusional, secara umum, memiliki realsi bisnis yang lebih kuat dengan
manajemen.

4. Investor institusional memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan pengawasan lebih
ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.

5. Investor institusional lebih aktif dalam melakukan jual beli saham sehingga dapat
meningkatkan jumlah informasi secara cepat yang tercermin di tingkat harga
Adanya pemegang saham seperti institusional ownership memiliki arti penting dalam
memonitor manajemen. Adanya kepemilikan oleh institusional seperti perusahaan asuransi,
bank, perusahaan-perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi-institusi lain akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Mekanisme monitoring tersebut akan
menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham. Signifikasi institusional ownership
sebagai agen pengawas ditekankan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar
modal. Apabila institusional merasa tidak puas atas kinerja manajerial, maka mereka akan
menjual sahamnya ke pasar.

Perubahan perilaku institusional ownership dari pasif menjadi aktif dapat meningkatkan
akuntabilitas manajerial sehingga manajer akan bertindak lebih hati-hati dalam pengambilan
keputusan. Meningkatnya aktivitas institusional ownership dalam melakukan monitoring
disebabkan oleh kenyataan bahwa adanya kepemilikan saham yang signifikan oleh
institusional ownership telah meningkatkan kemampuan mereka untuk bertindak secara
kolektif. Dalam waktu yang sama, biaya untuk keluar dari investasi yang mereka lakukan
menjadi semakin mahal karena adanya resiko saham akan terjual pada harga diskon. Kondisi
ini akan memotivasi institusional ownership untuk lebih serius dalam mengawasi maupun
mengoreksi semua perilaku manajer dan memperpanjang jangka waktu investasi.

4.3 Pemisahan Kepemilikan dan Pengendalian


Terdapat dua konsep dasar pada pemisahan kepentingan dan pengendalian yaitu:

1. Konsep Pertama

Pada dasarnya konsep perusahaan (modern) mulai muncul pada saat perusahaan
tersebut dimiliki oleh banyak pihak, tidak lagi dimiliki oleh perorangan ataupun hanya
dimiliki beberapa pihak saja. Kebutuhan modal usaha dan pengembangan bisnis mungkin
menjadi salah satu alasan mengapa kepemilikan perusahaan dibuka kepada banyak pihak.
Pada mulanya pada saat perusahaan masih belum berkembang (tertutup), pemilik (owner)
masih merangkap juga sebagai manajer perusahaan yang menjalankan usaha sehari-hari.
Namun seiring dengan berkembangnya kepemilikan pada banyak pihak (diverse
ownership), maka para pemilik perusahaan (shareholders) harus menyerahkan
pengendalian perusahaan (control) kepada pihak lain, dalam hal ini management yang akan
menjalankan kegiatan sehari-hari.

Inilah awal konsep “separation of ownership and control”- pemisahan antara


kepemilikan (ownership) dan pengendalian (control). Pemisahan ini kemudian dikenal
dengan teori “agency theory / agency relationship”, dimana terdapat pihak principal
(shareholders) yang mendelegasikan kewenangan mengelola perusahaan kepada agent
(manajemen) dan untuk bertindak mewakili kepentingan principal. Adanya pemisahan
antara kepemilikan dan pengendalian ini juga menimbulkan permasalahan yang dikenal
sebagai “agency problem”, yaitu adanya perbedaan kepentingan antara pemilik dan
manajemen.

Secara teoritis, agency theory and agency problem merupakan cikal bakal tumbuhnya
ilmu corporate governance. Secara sederhana corporate governance bisa diartikan
bagaimana mekanisme perusahaan dikelola dan dijalankan serta mempelajari hubungan
antara berbagai pihak yang terkait dengan perusahaan. Dari sinilah muncul berbagai
macam pengaturan terhadap perusahaan yang dikenal sebagai “good corporate
governance” untuk melindungi kepentingan shareholders dan stakeholders.

2. Konsep Kedua

Dalam konteks ini, konsep “separation of ownership and control” adalah terkait dengan
struktur/ kepemilikan perusahaan publik. Kalau dalam konsep pertama lebih bersifat
kepada asal mula teori pemisahan kepemilikan dan pengendalian dalam suatu perusahaan,
maka dalam makna kedua ini lebih terkait dengan struktur kepemilikan perusahaan publik
yang sudah modern dan bersifat komplek.

Dalam konsep ke-dua ini, terdapat dua pengertian fundamental terkait dengan
kepemilikan perusahaan, yaitu Ownership Right (OR) dan Control Right (CR). Ownership
Right (OR) mengacu kepada besarnya kepemilikan suatu pihak terhadap perusahaan yang
diukur dari jumlah uang/modal yang telah diinvestasikan dalam perusahaan, yang sering
kita lihat sebagai persentase kepemilikan. Atas dasar investasi ini, maka pemodal berhak
mendapatkan Cash Flow Right (CFR) dalam bentuk dividen atas sahamnya. Dalam
kerangka pengertian ini, maka Ownership Right (OR) juga sering disebut sebagai Cash
Flow Right (CFR). Control Right (CR) mengacu kepada kekuatan mengontrol perusahaan
yang tercermin pada kekuatan suara dalam penentuan kebijakan strategis perusahaan dalam
sebuat rapat umum pemegang saham, sehinggga Control Right (CR) sering juga disebut
sebagai Voting Right (VR).
Secara teori, seharusnya cash flow right dan voting right adalah sama dikarenakan
saham menganut prinsip one-share-one-vote principle. Artinya persentase kepemilikan
suatu pihak yang tercermin dari jumlah nominal investasinya adalah sama dengan
persentase suara yang dimiliki pihak tersebut dalam rapat pengambilan keputusan. Ini
adalah konsep yang fair, dimana uang yang dikeluarkan untuk investasi dalam perusahaan
memberikan hak yang sebanding dalam mengontrol perusahaan melalui kekuatan suara
dalam rapat.

Namun demikian, terdapat kondisi atau penyimpangan dimana ownership right/cash


flow right adalah tidak sama dengan control right/voting right. Yang terjadi adalah
control/voting right melebihi dari ownership/cash flow right. Adanya voting right yang
lebih besar dari cash flow right mencerminkan ketidakadilan, dimana ada pemegang saham
yang memperoleh control (suara) lebih besar dibanding persentase kepemilikan (investasi)-
nya. Atau dengan kata lain, investasi sedikit pada perusahaan namun mendapat hak voting
yang lebih besar.

4.4 Struktur Kepemilikan dan Mekanisme Pengendalian


Menurut Grosfeld dan Hashi, (2003) menyatakan bahwa struktur kepemilikan perusahaan,
derajat kepemilikan dan identitas pemegang saham mayoritas memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap corporate governance dan kinerja perusahaan. Mekanisme corporate
Governance merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak
yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan control/pengawasan terhadap
keputusan tersebut.Mekanisme governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi
berjalannya sistem governance dalam sebuah organisasi (Walsh dan Seward, 1990). Walsh dan
Seward (1990) menyatakan bahwa terdapat 2 mekanisme untuk membantu menyamakan
perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer dalam rangka penerapan GCG,
yaitu mekanisme pengendalian internal perusahaan dan mekanisme pengendalian eksternal
berdasarkan pasar.

Mekanisme pengendalian internal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan dengan


membuat seperangkat aturan yang mengatur tentang mekanisme bagi hasil, baik yang berupa
keuntungan, return maupun risiko – risiko yang disetujui oleh principal dan agen. Mekanisme
pengendalian eksternal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan oleh pasar. Menurut
teori pasar untuk pengendalian perusahaan (market for corporate control), pada saat diketahui
bahwa manajemen berperilaku menguntungkan diri sendiri, kinerja perusahaan akan menurun
yang direflesikan oleh nilai saham perusahaan.Pada kondisi tersebut, kelompok manajer lain
akan menggantikan manajer yang sedang memegang jabatan.Dengan demikian bekerjanya
market for corporate bias menghambat tindakan menguntungkan manajer sendiri (Jensen dan
Meckling, 1976).

4.5 Struktur Kepemilikan di Asia, Asia Tenggara dan Indonesia


4.5.1 Struktur Kepemilikan di Asia

Di kawasan Asia, pada umumnya pemisahan antara kepemilikan dan kepengelolaan


perusahaan tidak terlalu berkembang. Bisnis lebih bersifat kekeluargaan sehingga kelompok-
kelompok usaha besar yang berkembang selalu dikendalikan oleh anggota keluarga dari
hubungan darah atau hubungan perkawinan. Hal tersebut sangat terasa dalam sistem Keiretsu
di Jepang, Chebol di Korea, dan Konglomerasi di Indonesia. Dalam sistem Anglo-Saxon,
pemisahan antara pemilik dan pengelola perusahaan umumnya cukup tegas.Pemilik modal
menyerahkan sepenuhnya pengelolaan perusahaan kepada para professional.Hal tersebut bisa
terjadi karena adanya dukungan sistem pasar modal yang kuat sehingga kepemilikan
perusahaan bisa dijualbelikan dengan baik.

Dalam hal ini, kepemilikan perusahaan bisa saja terjadi secara anonym lewat pembelian
kepemilikan perusahaan lewat mekanisme pasa modal.Umumnya, para pemilik modal ini
memiliki suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham.Para pemilik modal dikelompokkan
dalam pemilik modal besar (blockholder) atau pemilik modal kecil (ritel).Pemilik modal besar
memiliki hak suara cukup besar serta posisi lemah dalam menyuarakan kepentingan.Bahkan,
banyak diantara mereka yang merasa tidak memiliki insentif untuk menyuarakan kepentingan.
Namun, dalam perusahaan dikenal sebagai “komisaris independen” yang bertugas melindungi
kepentingan pemegang saham minoritas. Di Korea, Singapura, Taiwan, dan Hongkong,
kontrol keluarga terhadap perusahaan begitu tinggi. Kontrol para pemilik perusahaan
dilakukan melalui struktur piramida dan kepemilikan silang diantara beberapa
perusahaan.Model ini nampaknya sangat umum terjadi di semua negara di kawasan Asia
Tenggara.Jadi pada dasarnya, pemisahan antara pemilik dan pengelola sangat jarang terjadi di
kawasan tersebut.Ditambah lagi, pemisahan antara kontrol dan manajerial juga jarang terjadi
karena para pemilik menguasai hak suara dengan model kepemilikan silang yang
dipertahankan untuk mempertahankan posisi suara.

4.5.2 Struktur Kepemilikan di Asia Tenggara

Dalam perkembangan kapitalisme industrial berikutnya, ternyata yang lebih menjadi


masalah bukan lagi masalah keagenan tipe pertama, melainkan tipe kedua. Dalam kasus di
berbagai Negara di kawasan Asia Tenggara, kepemilikan biasanya memiliki ciriciri:
1. Saham mayoritas umumnya dipegang di tangan keluarga dan Negara.

2. Pemegang saham pengontrol memiliki hak suara (control right) yang melebihi
kepemilikan (cash flow right) karena sistem kepemilikan yang bersifat pyramidal, atau
karena mereka menempatkan para manajer dari anggota keluarga di perusahaan-
perusahaan yang di kontrolnya.

4.5.3 Struktur Kepemilikan di Indonesia

Peraturan perundang-undangan Indonesia adalah peraturan berdasarkan civil law. Artinya,


hukum dijalankan berdasarkan aturan-aturan yang telah dibuat. Peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan perusahaan adalah Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), dan Peraturan Bapepam LK sebagai otoritas pengawas pasar modal bagi perusahaan
terbuka No. 8 Tahun 1995. UU PT menyebutkan bahwa organ perusahaan terdiri dari Rapat
Umum Pemegang Saham, Dewan Direksi, dan Dewan Komisaris.RUPS memiliki kekuasaan
tertinggi dalam pengambilan keputusan di perusahaan, misal untuk hal penambahan modal,
perubahan modal, pemilihan eksekutif perusahaan, dan lain-lain.Struktur ini juga diterapkan
dalam BUMN berbentuk perseroan.

Informasi kepemilikan saham yang wajib dipublikasikan adalah kepemilikan saham di


atas 5% dan kepemilikan oleh eksekutif perusahaan. Perusahaan tidak wajib mengungkapkan
kepemilikan di bawah nilai tersebut karena dianggap tidak material, kecuali untuk kepemilikan
Direksi dan Komisaris karena menunjukkan kontrol akan perusahaan. Di Indonesia, struktur
kepemilikan biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Saham mayoritas umumnya dipegang di tangan keluarga dan negara. Dalam kasus
perusahaan keluarga, pemisahan antara kontrol dan kepemilikan sebenarnya tidak
terjadi karena biasanya para pengelola perusahaan adalah anggota keluarga dari
pemilik perusahaan.

2. Pemegang saham pengontrol memiliki hak suara yang melebihi kepemilikan karena
sistem kepemilikan yang bersifat pyramidal, atau karena mereka menempatkan para
manajer dari anggota keluarga di perusahaan-perusahaan yang dikontrolnya.

3. Kepemilikan bank secara signifikan tidak begitu lazim. Terdapat hubungan antara
struktur kepemilikan dengan pemilihan Dewan Pengawas.
DAFTAR PUSTAKA

Prasetyantoko, A. 2008.Corporate Governance: Pendekatan Institusional. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.
Dominique, Lius Lady Inez. 2013. Praktik Good Corporate Governance Terkait Struktur
Kepemilikan Perusahaan di Indonesia.
Sutojo, Siswanto. E. John Aldridge. 2008. Good Corporate Governance Tata Kelola Perusahaan
Yang Sehat. Jakarta: PT Damar Mulia Pustaka.
Hudanusantara. 2010. Good Corporate Governance. Diakses dari:
http://hudanusantaraend.blogspot.com/2010/11/good-corporate-governance_2805.html
Pada 21 Februari 2019
Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Beharvior, Agency
Cost and Owership Stucture. Journal of Financial Economics 3. Hal. 305-360.
Kompasiana. 2018. Struktur Kepemilikan Perusahaan di Indonesia. Diakses dari:
https://www.kompasiana.com/inezlius/551ff41f81331198019dfb7a/praktik-
goodcorporate-governance-terkait-struktur-kepemilikan-perusahaan-di-indonesia. Pada
12 Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai