Anda di halaman 1dari 16

EFEKTIFITAS SENAM LANSIA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN

DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS BULU KABUPATEN SUKOHARJO

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada

Jurusan Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

IKHA ZULAIKHA
J410120020

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
HALAMAN PERSETUJUAN

EFEKTIVITAS SENAM LANSIA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN


DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BULU KABUPATEN SUKOHARJO

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:

IKHA ZULAIKHA
J 410 120 020

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Heru Subaris Kasjono,SKM., M.Kes Anisa Catur Wijayanti, SKM., M.Epid


NIP. 19660621198921001 NIK. 1552

i
HALAMAN PENGESAHAN

EFEKTIVITAS SENAM LANSIA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN


DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BULU KABUPATEN SUKOHARJO

OLEH
IKHA ZULAIKHA
J 410 120 020

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Rabu, 22 Juni 2016
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

1. Heru Subaris Kasjono, SKM., M.Kes (.........................)


(Ketua Dewan Penguji)

2. Yuli Kusumawati, SKM., M.Kes (Epid) (.........................)


(Anggota I Dewan Penguji)

3. Kusuma Estu Werdani, SKM., M.Kes (.........................)


(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

Dr. Suwaji, M.Kes


NIP. 195311231983031002

ii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa naskah publikasi ini adalah hasil pekerjaan saya

sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh

gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan

yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan sumbernya

dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas, maka akan

saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, Juni 2016

Penulis

IKHA ZULAIKHA
J 410 120 020

iii
EFEKTIVITAS SENAM LANSIA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
LANSIA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BULU KABUPATEN SUKOHARJO
Oleh
Ikha Zulaikha1, Heru Subaris Kasjono2, Anisa Catur Wijayanti2
1Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah

Surakarta, ikhazulaikha767@gmail.com
2Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstrak

Masalah kesehatan yang sering dialami lanjut usia salah satunya adalah hipertensi. Salah satu cara untuk
menurunkan tekanan darah dengan melakukan senam lansia. Senam lansia merupakan olahraga yang
ringan dan mudah dilakukan, tidak memberatkan, yang diterapkan pada lansia. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efektifitas senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Bulu. Jenis penelitian adalah quasi experimental design dengan pendekatan non
randomized control group pre-test post-test design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang
menderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bulu. Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu terdiri dari 10 orang kelompok eksperimen 1 dengan senam 2 kali seminggu, 9 orang
kelompok eksperimen 2 dengan senam 3 kali seminggu dan 9 orang kelompok kontrol tanpa senam lansia.
Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu. Hasil analisis penelitian menggunakan uji Kruskal Wallis
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tekanan darah sistolik pada ketiga kelompok penelitian (p=0,028),
namun tidak terdapat perbedaan tekanan darah diastolik pada ketiga kelompok penelitian (p=0,367).

Kata kunci : Hipertensi, Lansia, Senam Lansia, Tekanan Darah

Abstract

Health problems that are often experienced by the elderly one of which is hypertension. One way to lower blood pressure with
the elderly gymnastics. Elderly Gymnastics is a sport that is lightweight and easy to do, but not onerous, which is applied to
the elderly. This study aims to determine the effectiveness of gymnastics elderly to decrease blood pressure in elderly hypertensive
in Puskesmas Bulu. This type of research is a quasi-experimental design approach to non-randomized control group pre-test
post-test design. The population in this study were all elderly with hypertension in Puskesmas Bulu. The sample selection
using purposive sampling technique, which consists of 10 experimental group 1 with exercises 2 times a week, 9 in the
experimental group 2 with exercise 3 times a week and 9 elderly control group without exercise. This research was carried out
for 2 weeks The results of the analysis using Kruskal Wallis test showed that there are differences in systolic blood pressure in
all three study groups (p=0.028), but there was no difference in diastolic blood pressure in all three study groups (p=0.367).

Keywords : blood pressure, elders, elderly aerobic, hypertension

1
1. PENDAHULUAN
Penduduk usia lanjut di negara berkembang pada tahun 2013 diperkirakan sebanyak 554 juta jiwa dari 7200
juta jiwa penduduk dunia. Jumlah ini akan meningkat pada tahun 2050, yakni menjadi sekitar 1600 juta jiwa
dari 9600 juta jiwa penduduk dunia (Kemenkes RI, 2014). Indonesia termasuk dalam lima besar negara
dengan jumlah lanjut usia terbanyak di dunia. Pada tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia
sebanyak 18,781 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlahnya akan mencapai 36 juta jiwa
(Kemenkes RI, 2015).
Ditinjau dari aspek kesehatan, kelompok lansia akan mengalami penurunan derajat kesehatan baik
secara alamiah maupun akibat penyakit (Kemenkes RI, 2014). Lebih dari separuh populasi lansia
mempunyai tekanan darah yang lebih dari normal. Tekanan darah yang lebih dari normal akan mudah
mengalami risiko penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2010).
Hipertensi telah menjadi masalah utama dalam kesehatan dunia. WHO memperkirakan sekitar
80% kenaikan kasus hipertensi akan terjadi pada tahun 2025 terutama di negara berkembang dari sejumlah
639 juta kasus di tahun 2000 menjadi 1,15 milyar di tahun 2025 (WHO, 2014). Hipertensi juga menjadi
masalah kesehatan di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2012, prevalensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8% (Kemenkes
RI, 2013). Sedangkan kasus hipertensi esensial di Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 72,13% (634.860
kasus) dan tahun 2012 sebanyak 67,57% (544.771 kasus), (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2012).
Berdasarkan data tahun 2014, prevalensi hipertensi esensial di Kabupaten Sukoharjo sebanyak
18.734 kasus dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 36.827 kasus dimana 46% (16.846 kasus)
diantaranya diderita oleh usia 60 tahun ke atas (Dinkes Kabupaten Sukoharjo, 2015). Hipertensi esensial
menduduki peringkat ke empat dari sepuluh besar penyakit di Puskesmas Bulu. Pada tahun 2015 terdapat
3.949 kasus, tahun 2014 sebesar 3.900 kasus dan bulan Januari hingga Februari 2016 tercatat 928 kasus
hipertensi esensial dan lebih dari 80% diderita oleh usia 50 tahun ke atas (Puskesmas Bulu, 2016).
Peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan akan merusak pembuluh darah yang ada di
sebagian besar tubuh. Gagal jantung, infark miokard, gagal ginjal, stroke, dan gangguan penglihatan
merupakan komplikasi akibat hipertensi yang tidak terkontrol (Santoso, 2010). Banyak upaya yang dapat
dilakukan untuk menurunkan tekanan darah pada lansia, salah satunya dengan berolahraga. Senam
merupakan salah satu bentuk olahraga yang sesuai dengan lansia. Senam lansia merupakan olahraga yang
ringan yang mudah dilakukan, tidak memberatkan dan diterapkan pada lansia (Widianti dan Proverawati,
2010). Aktivitas fisik seperti senam pada usia lanjut yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan
tekanan darah tinggi. Hal ini disebabkan karena aktivitas fisik akan mengurangi lemak tubuh, dimana lemak
tubuh ini berhubungan dengan tekanan darah tinggi (Fatmah, 2010).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas senam lansia terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bulu.

2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan rancangan percobaan Quasi Experimental
Design dengan pendekatan non equivalent control group. Penelitian ini mengelompokkan subjek penelitian ke
dalam 3 kelompok, yaitu kelompok eksperimen 1 dengan intervensi senam lansia 2 kali seminggu,
kelompok eksperimen 2 dengan intervensi senam lansia 3 kali seminggu dan kelompok kontrol tanpa
intervensi senam lansia. Penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2016. Lokasi penelitian di wilayah
kerja Puskesmas Bulu Kabupaten Sukoharjo yaitu di Desa Lengking dan Desa Tiyaran.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang menderita hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Bulu. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 28 sampel yang terbagi dalam 3 kelompok, yaitu 10
lansia pada kelompok eksperimen 1, 9 lansia pada kelompok eksperimen 2 dan 9 lansia pada kelompok
kontrol. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling.
Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat. Analisis ini digunakan untuk
menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, sehingga akan terlihat
distribusi dan persentasenya. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui perbedaan tekanan darah pada

2
masing-masing kelompok, digunakan uji Paired Sampel T-test dan perbedaan tekanan darah pada ketiga
kelompok digunakan uji Kruskal Wallis.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Karakteristik Responden
3.1.1 Umur
Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur, terbanyak pada kategori umur lanjut usia yaitu antara
60 hingga 74 tahun. Kelompok eksperimen 1 seluruhnya (100%) merupakan lansia, sedangkan kelompok
eksperimen 2 sebanyak 8 lansia (88,9%) dan pada kelompok kontrol sebanyak 4 lansia (44,4%). Hal ini
sesuai dengan teori Santoso (2010) yang menjelaskan bahwa insiden hipertensi meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Hipertensi dialami dua pertiga dari mereka yang berusia di atas 60 tahun dengan tekanan
darah tinggi.
3.1.2 Jenis kelamin
Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin untuk kelompok eksperimen 1, eksperimen 2,
dan kontrol terbanyak berjenis kelamin perempuan. Pada kelompok eksperimen 1 dan eksperimen 2
seluruhnya (100%) perempuan dan pada kelompok kontrol sebanyak 6 (66,7%) responden.
Setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia
65 tahun terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh
faktor hormonal (Kemenkes RI, 2006).
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Eksperimen 1 Eksperimen 2 Kontrol
Kategori umur
(n) (%) (n) (%) (n) (%)
Lanjut usia (60-74) 10 100 8 88,9 4 44,4
Lanjut usia tua (75-90) - - 1 11,1 4 44,4
Lanjut sangat tua (>90) - - - - 1 11,1
Total 10 100 9 100 9 100
Eksperimen 1 Eksperimen 2 Kontrol
Jenis Kelamin
(n) (%) (n) (%) (n) (%)
Laki-laki - 0 - 0 3 33,3
Perempuan 10 100 9 100 6 66,7
Total 10 100 9 100 9 100

3.1.3 Konsumsi obat hipertensi


Menurut hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap responden pada ketiga kelompok baik sebelum
maupun setelah penelitian, keseluruhan lansia dalam penelitian ini tidak mengkonsumsi obat hipertensi
selama penelitian.

3
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Tanda Vital Responden
Kelompok
Tanda vital
Eksperimen 1 Eksperimen 2 Kontrol
Denyut nadi pre-test
Minimal 60 76 72
Maksimal 92 92 94
SD 10,499 5,769 6,386
Mean 76,00 83,44 83,56
Denyut nadi post-test
Minimal 70 68 66
Maksimal 88 92 96
SD 7,200 7,211 8,212
Mean 79,50 78,67 80,22
Suhu tubuh pre-test
Minimal 32,8 35,3 35,200
Maksimal 37,0 36,9 37,5
SD 1,2928 0,5766 0,7599
Mean 35,330 36,200 36,3
Suhu tubuh post-test
Minimal 33,8 34,5 34,8
Maksimal 37,9 37,2 36,4
SD 1,2515 0,9584 0,5600
Mean 36,180 35,711 35,989
Kecepatan pernapasan pre-test
Minimal 18 18 18
Maksimal 22 21 22
SD 1,265 1,093 1,333
Mean 19,60 19,78 18,44
Kecepatan pernapasan post-test
Minimal 18 18 18
Maksimal 22 22 20
SD 1,619 1,414 1,054
Mean 19,20 19,331 18,89

3.1.4 Denyut nadi


Rata-rata denyut nadi pada kelompok eksperimen 1 mengalami peningkatan dari 76,00 ± 10,499 menjadi
79,50 ± 7,200. Sedangkan pada kelompok eksperimen 2 mengalami penurunan rata-rata denyut nadi dari
83,44 ± 5,769 menjadi 78,67 ± 7,211 dan pada kelompok kontrol juga mengalami penurunan rata-rata
denyut nadi dari 83,56 ± 6,386 menjadi 80,22 ± 8,212.
Menurut Potter dan Perry (2010), kisaran normal frekuensi denyut nadi pada usia dewasa adalah
60 hingga 100 x/menit. Meskipun terjadi peningkatan denyut nadi pada kelompok eksperimen 1, baik rata-
rata denyut nadi sebelum maupun setelah latihan masih dalam kisaran normal. Demikian pula pada
kelompok eksperimen 2 dan kontrol, penurunan denyut nadi masih dalam kisaran normal.
3.1.5 Suhu tubuh
Rata-rata suhu tubuh pada kelompok eksperimen 1 mengalami peningkatan dari 35,3300C ± 1,2928
menjadi 36,1800C ± 1,2515. Sedangkan pada kelompok eksperimen 2 mengalami penurunan dari 36,2000C
± 0,5766 menjadi 35,7110C ± 0,9584 dan pada kelompok kontrol juga mengalami penurunan dari 36,30C
± 0,7599 menjadi 35,9890C ± 0,5600.

4
Rata-rata suhu tubuh pada ketiga kelompok penelitian baik sebelum maupun setelah senam lansia
masih dalam kisaran normal, meskipun terjadi peningkatan rata-rata suhu tubuh pada kelompok
eksperimen 1. Sesuai dengan Potter dan Perry (2010) yang menyatakan bahwa rerata suhu tubuh orang
dewasa tua adalah sekitar 360C.
3.1.6 Kecepatan pernapasan
Rata-rata kecepatan pernapasan pada kelompok eksperimen 1 mengalami penurunan dari 19,60 ± 1,265
menjadi 19,20 ± 1,619. Demikian pula pada kelompok eksperimen 2, dari 19,78 ± 1,093 menjadi 19,331 ±
1,414. Sedangkan pada kelompok kontrol mengalami peningkatan dari 18,44 ± 1,333 menjadi 18,89 ±
1,054.
Kisaran normal frekuensi pernapasan pada usia dewasa adalah 12 sampai 20 x/menit (Potter dan
Perry, 2010). Peningkatan maupun penurunan yang terjadi pada ketiga kelompok penelitian masih dalam
kisaran normal kecepatan pernapasan usia dewasa.
3.2 Uji Normalitas Data
Berdasarkan hasil uji normalitas data dengan uji Shapiro Wilk, tekanan darah sistolik pre-test maupun post-
test pada ketiga kelompok berdistribusi normal, sedangkan pada tekanan darah diastolik pada ketiga
kelompok tidak berdistribusi normal. Selisih pre-test post-test baik tekanan darah sistolik maupun diastolik
pada kelompok eksperimen 1 dan 2 berdistribusi normal, sedangkan pada kelompok kontrol berdistribsi
tidak normal.
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Data dengan Uji Shapiro Wilk
Shapiro Wilk test – p value
Variabel
Eksperimen 1 Eksperimen 2 Kontrol
Tekanan sistolik pre 0,424 0,454 0,251
Tekanan sistolik post 0,386 0,116 0,557
Tekanan diastolik pre 0,011 0,028 0,132
Tekanan diastolik post 0,016 0,338 0,028
Selisih pre-post sistolik 0,106 0,099 0,001
Selisih pre-post diastolik 0,555 0,273 0,026

3.3 Analisis Efektifitas Senam Lansia terhadap Penurunan Tekanan Darah


3.3.1 Analisis efektifitas senam lansia 2 kali seminggu terhadap penurunan tekanan darah sisitolik
pada lansia hipertensi
Terjadi penurunan rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok eksperimen 1 dengan intervensi senam
lansia 2 kali seminggu, dari 150,50 mmHg ± 20,609 menjadi 149,50 mmHg ± 15,357 dengan selisih 1,0
mmHg. Hasil uji statistik menggunakan uji Paired Sampel T Test didapatkan nilai p sebesar 0,864 (>0,05),
artinya tidak terdapat perbedaan tekanan darah sistolik sebelum dan setelah senam lansia 2 kali seminggu
pada lansia hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bulu. Jadi senam lansia 2 kali seminggu selama 2
minggu tidak efektif menurunkan tekanan darah sistolik pada lansia hipertensi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sunkudon et.al (2015) yang menyimpulkan bahwa
tidak terdapat pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah sistolik pada lansia. Penelitian tersebut hanya
dilakukan dalam 3 kali pertemuan selama 15 menit. Olahraga kesehatan harus mencapai intensitas
(minimal) yang adekuat. Adekuat dalam hal ini adalah ada batas minimal tertentu untuk intensitas dan
waktu pelaksanaan olahraga kesehatan agar dapat menghasilkan manfaat, khusunya dapat meningkatkan
perangkat pendukung gerak (darah beserta cairan tubuh, pernapasan, jantung dan peredaran darah) yang
diselenggarakan 3 sampai 5 kali per minggu, dengan intensitas minimal yaitu 2 kali per minggu. Apabila
intensitas minimalnya tidak adekuat, maka dampak olahraga kesehatan menjadi sangat minim atau bahkan
tidak ada (Giriwijoyo dan Sidik, 2012). Sejalan dengan teori Stockslager dan Schaeffar (2008), tidak

5
bermanfaat jika individu berolahraga kurang dari tiga kali seminggu. Upaya yang dapat dilakukan dengan
menambah frekuensi latihan dari 2 menjadi 3 kali setiap minggunya dan dapat ditingkatkan menjadi 4
hingga 5 kali secara bertahap sesuai kemampuan lansia.
Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis Perbedaan Rata-rata Tekanan Darah pada Setiap Kelompok
Kelompok (mmHg)
Variabel
Eksperimen 1 Eksperimen 2 Kontrol
Tekanan darah sistolik pre-test
Minimal 120 150 130
Maksimal 180 190 190
SD 20,609 12,105 21,279
Mean 150,50 174,44 154,44
Tekanan darah sistolik post-test
Minimal 120 130 140
Maksimal 170 180 180
SD 15,357 19,437 13,944
Mean 149,50 154,44 157,78
p value 0,864 0,019 0,397
Tekanan darah diastolik pre-test
Minimal 60 80 70
Maksimal 100 100 100
SD 12,483 6,667 8,660
Mean 88,50 92,22 83,33
Tekanan darah diastolik post-test
Minimal 70 70 70
Maksimal 90 100 90
SD 8,835 8,819 6,667
Mean 81,50 84,44 82,22
p value 0,061 0,053 0,725

Tabel 5. Hasil Uji Hipotesis Perbedaan Rata-rata Ketiga Kelompok


Variabel Uji statistik p value
Tekanan darah sistolik Kruskal Wallis 0,028
Tekanan darah diastolik Kruskal Wallis 0,376

3.3.2 Analisis efektifitas senam lansia 2 kali seminggu terhadap penurunan tekanan darah diastolik
pada lansia hipertensi
Terjadi penurunan rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok eksperimen 1 dengan intervensi senam
lansia 2 kali seminggu yaitu dari 88,50 mmHg ± 12,483 menjadi 81,50 mmHg ± 8,835 dengan selisih 7,0
mmHg. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai p sebesar 0,061 (>0,05),
artinya tidak terdapat perbedaan tekanan darah diastolik sebelum dan setelah senam lansia 2 kali seminggu
pada lansia hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bulu.
Tidak adanya perbedaan tekanan darah diastolik sebelum dan setelah senam lansia pada lansia
hipertensi dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh frekuensi senam yang terlalu sedikit yakni 2 kali
seminggu. Hal ini sesuai dengan teori Fatmah (2010) yang menjelaskan bahwa senam lansia dengan
frekuensi 2 kali seminggu tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap penurunan tekanan darah
diastolik. Sedikit sekali perubahan kebugaran fisik yang terjadi apabila latihan dilakukan kurang dari 3 kali

6
per minggu. Sehingga penelitian pada kelompok ini, senam lansia 2 kali seminggu tidak efektif dalam
menurunkan tekanan darah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Andriyati (2011) yang menyimpulkan bahwa tidak
ada perbedaan tekanan darah diastolik yang signifikan pada orang lanjut usia yang mengikuti senam lansia
dan tidak mengikuti senam lansia. Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan
bermanfaat bagi penderia hipertensi ringan (Kemenkes RI, 2006).
3.3.3 Analisis efektifitas senam lansia 3 kali seminggu terhadap penurunan tekanan darah sistolik
pada lansia hipertensi
Rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok eksperimen 2 setelah senam lansia dengan intensitas 3 kali
seminggu mengalami penurunan, yaitu dari 174,44 mmHg menjadi 154,44 mmHg dengan selisih 20
mmHg. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Paired Sampel T Test didapatkan nilai p sebesar 0,019
(<0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tekanan darah sistolik sebelum dan
setelah senam lansia 3 kali seminggu pada lansia hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bulu.
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Hal ini disebabkan karena
olahraga menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi lebih kuat terhadap perubahan tekanan darah dan
kekenyalannya (elastisitasnya) dapat terpelihara, disertai dengan menjadi lebih longgarnya (vasodilatasi)
bagian arteriol dari susunan pembuluh darah. Jumlah kapiler yang aktif dalam otot-otot yang diolahragakan
adalah lebih banyak. Sehingga, tekanan darah cenderung lebih normal, peredaran darah dan lintas cairan
menjadi lebih lancar (Giriwijoyo dan Sidik, 2012).
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Aji (2015) tentang pengaruh senam lansia terhadap
tekanan darah pada lansia penderita hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan senam
lansia dapat menurunkan tekanan darah sistolik pada lansia penderita hipertensi. Hasil penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andari et.al (2013) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh
senam lansia terhadap perubahan tekanan darah sistolik lansia dengan hipertensi. Sari dan Sarifah (2016)
juga menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh pelaksanaan latihan senam lansia aerobik low impact selama 2
minggu dengan 6 kali pertemuan terhadap penurunan tekanan darah sistolik pada lansia.
Menurut Sherwood (2014), olahraga aerobik tingkat sedang yang dilakukan 3 kali seminggu
selama 15-60 menit merupakan terapi efektif untuk hipertensi ringan sampai sedang. Penelitian ini sesuai
dengan yang disarankan oleh Kemenkes RI (2006), yakni berolahraga seperti senam aerobik pada lansia
sebanyak 3 hingga 4 kali dalam seminggu dapat menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme
tubuh yang ujungnya dapat mengontrol tekanan darah. Giriwijoyo dan Sidik (2012) juga menyatakan
bahwa olahraga kesehatan sudah sangat memadai bila dilakukan 3 kali seminggu.
3.3.4 Analisis efektifitas senam lansia 3 kali seminggu terhadap penurunan tekanan darah diastolik
pada lansia hipertensi
Rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok eksperimen 2 setelah senam lansia dengan intensitas 3
kali seminggu mengalami penurunan, yaitu dari 92,22 mmHg menjadi 84,44 mmHg dengan selisih 7,78
mmHg. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai p sebesar 0,053 (>0,05),
artinya tidak terdapat perbedaan tekanan darah diastolik sebelum dan setelah senam lansia 3 kali seminggu
terhadap penurunan tekanan darah diastolik pada lansia hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bulu.
Sehingga senam 3 kali seminggu tidak efektif dalam menurunkan tekanan darah pada lansia hipertensi.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Moniaga et.al (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna pengukuran tekanan darah diastolik subjek sebelum dan setelah perlakuan senam
bugar lansia selama 2 minggu dengan fekuensi 6 kali. Tidak adanya perbedaan tekanan darah diastolik
sebelum dan setelah senam lansia 3 kali seminggu pada lansia hipertensi dalam penelitian ini dapat
disebabkan oleh ketidakseriusan lansia dalam melakukan gerakan-gerakan senam. Ketidakseriusan tersebut

7
dapat disebabkan oleh karena lansia belum hafal/belum terbiasa dalam mengikuti gerakan senam yang
diajarkan, sehingga lansia cenderung asal gerak tanpa memperhatikan gerakan yang benar.
Sasaran minimal olahraga kesehatan adalah memelihara kemampuan gerak yang masih ada, serta
bila mungkin mengusahakan meningkatkan kemampuan gerak itu dengan mengusahakan peningkatan luas
pergerakan pada semua persendian, melalui pelatihan dan peregangan seluas mungkin dan mobilisasi
seluruh persendian. Peserta mengikuti gerakan-gerakan yang dicontohkan seintensif dan seakurat sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki. Kemampuan koordinasi gerak yang lebih baik menyebabkan khususnya
para lanjut usia menjadi tidak mudah jatuh (Giriwijoyo dan Sidik, 2012). Otot adalah target utama dari
latihan. Latihan membutuhkan penggunaan otot dan perubahan besar terjadi dalam otot yang digunakan
dalam latihan. Adaptasi penting lainnya terjadi dalam sistem respiratori, kardiovaskular, neuroendoktrin
dan jaringan lainnya (lemak, tulang, ligamen, tendon). Semua perubahan yang menguntungkan dimulai
dengan aktivitas otot. Perubahan tersebut diantaranya meningkatkan efisiensi respiratori, menambah
volume, distribusi dan hantaran darah ke otot, meningkatkan efisiensi kardiovaskular, serta memantapkan
mekanisme kontrol saraf dan hormon (Sharkey, 2003). Dengan demikian, melakukan gerakan-gerakan
senam yang baik dan benar dapat bermanfaat bagi sistem respiratori, saraf, kardiovaskular dan mendukung
aktivitas otot. Upaya yang dapat dilakukan guna menurunkan tekanan darah setelah latihan yaitu
memberikan penjelasan mengenai manfaat senam lansia terhadap kebugaran jasmani lansia termasuk
penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik, sehingga lansia lebih serius dalam melakukan gerakan-
gerakan senam dan lansia mendapatkan manfaat kebugaran jasmani dari senam lansia yang dilaksanakan
secara teratur.
3.3.5 Analisis perbedaan antara senam lansia 2 kali seminggu dan 3 kali seminggu terhadap
penurunan tekanan darah sistolik
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Shapiro Wilk didapatkan nilai p sebesar 0,028 (<0,05), artinya
terdapat perbedaan tekanan darah sistolik pada ketiga kelompok penelitian (kelompok eksperimen 1
dengan senam lansia 2 kali seminggu, kelompok eksperimen 2 dengan senam senam lansia 3 kali seminggu
dan kelompok kontrol tanpa intervensi) pada lansia hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bulu. Masing-
masing kelompok dilakukan penelitian dengan jangka waktu yang sama yaitu 2 minggu.
Keberhasilan mencapai kebugaran sangat ditentukan oleh kualitas latihan yang meliputi tujuan
latihan, pemilihan model latihan, penggunaan sarana latihan dan yang lebih penting lagi adalah takaran atau
dosis latihan yang dijabarkan dalam konsep FIT yaitu Frekuensi, Intensitas dan Time (waktu) (Sumintarsih,
2006). Kushartanti (2016) juga menjelaskan bahwa ada tiga macam takaran latihan yaitu intensitas latihan,
lamanya latihan dan frekuensi latihan. Intensitas latihan dapat diketahui dari frekuensi denyut nadi per
menit. Denyut nadi maksimal seseorang dapat dihitung dari 220 dikurangi umur. Frekuensi denyut nadi
pada saat latihan disarankan berada pada 60 - 70% denyut nadi maksimal. Denyut nadi latihan yang
disarankan adalah 96 sampai 112 per menit. Denyut nadi latihan ini dipertahankan selama 20 hingga 30
menit. Latihan pada takaran ini dilakukan sebanyak 3 sampai 5 kali seminggu. Latihan satu atau dua kali
seminggu hanya sedikit lebih baik dari pada tidak latihan sama sekali, sedangkan latihan tiga kali seminggu
memberi lonjakan perbaikan yang cukup berarti (Kushartanti, 2016).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Astari et.al (2013) yang menyimpulkan bahwa
pemberian senam lansia berpengaruh secara signifikan terhadap tekanan darah sistolik pada lansia
hipertensi. Manfaat fisik yang didapat karena aktivitas fisik seperti senam usia lanjut, akan menguatkan otot
jantung dan memperbesar bilik jantung. Kedua hal ini akan meningkatkan efisiensi kerja jantung. Elastisitas
pembuluh darah akan meningkat sehingga jalannya darah akan lebih lancar dan tercegah pula keadaan
tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koroner. Lancarnya pembuluh darah juga akan membuat lancar
pula pembuangan zat sisa sehingga tidak mudah lelah. Manfaat fisik ini, berdampak pada berbagai penyakit
degeneratif (jantung, hipertensi, diabetes mellitus, dan rematik) akan tercegah atau sedikit teratasi. Berat
badan tubuh terpelihara dan kebugaran akan bertambah sehingga produktivitas akan meningkat dan dapat
menikmati masa tua dengan bahagia. Sedangkan pada lanjut usia yang kurang melakukan aktivitas fisik

8
akan berdampak terhadap kesehatan lansia. Kurang aktivitas fisik menyebabkan arteriosklerosis, yang
mempersempit pembuluh arteri dan menghalangi aliran darah ke jantung (Sharkey, 2003).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menstabilkan dan menurunkan tekanan darah pada
lansia hipertensi serta untuk mencegah terjadinya komplikasi hipertensi dapat ditempuh melalui upaya non-
farmakologis yaitu dengan melakukan senam lansia. Sebelum adanya penelitian, pada kedua kelompok
eksperimen pernah dilaksanakan senam lansia rutin sebulan sekali, namun senam tersebut berhenti sekitar
setahun yang lalu. Sedangkan pada kelompok kontrol sebelumnya tidak dilaksanakan senam lansia. Oleh
karena itu, senam lansia dapat diterapkan kembali baik pada kedua kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol dengan frekuensi 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan secara bertahap hingga 4
sampai 5 kali seminggu sesuai kemampuan lansia. Selain itu senam lansia dilakukan secara rutin, teratur dan
berkelanjutan agar didapatkan manfaat dari dilakukannya senam lansia.
3.3.6 Analisis perbedaan antara senam lansia 2 kali seminggu dan 3 kali seminggu terhadap
penurunan tekanan darah diastolik
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Kruskal Wallis didapatkan nilai p sebesar 0,376 (>0,05), artinya
tidak ada perbedaan tekanan darah diastolik pada ketiga kelompok penelitian (kelompok eksperimen 1
dengan senam lansia 2 kali seminggu, kelompok eksperimen 2 dengan senam senam lansia 3 kali seminggu
dan kelompok 3 tanpa intervensi) pada lansia hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bulu. Masing-masing
kelompok dilakukan penelitian dengan jangka waktu yang sama yaitu 2 minggu.
Olahraga aerobik erat kaitannya dengan intensitas latihan. Olahraga aerobik adalah olahraga yang
banyak membutuhkan udara (O2). Olahraga yang paling baik dipergunakan sebagai olahraga kesehatan
ialah olahraga aerobik yang berbentuk senam. Senam aerobik sebagai olahraga kesehatan memiliki syarat
pertama dan utama, yaitu olahraga aerobik dan syarat kedua yaitu berbentuk gerakan-gerakan senam
(Giriwijoyo dan Sidik, 2012). Senam lansia merupakan salah satu olahraga yang memenuhi kriteria
demikian.
Tidak adanya perbedaan pada ketiga kelompok penelitian ini dapat diidentifikasi melalui
penelitian sebelumnya. Penelitian Sulastri (2015) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh senam lansia
terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen yang
dilaksanakan selama 8 minggu. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti selama 2 minggu, yaitu
hanya seperempat dari lama penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Menurut penelitian
Gaesser dan Rich dalam Giriwijoyo dan Sidik (2012) bahwa latihan/olahraga dengan intensitas setinggi 80-
85% VO2 max lebih cepat (6 minggu) meningkatkan kapasitas aerobik daripada bila latihan itu dengan
intensitas yang lebih rendah yaitu 54% VO2 max (10 minggu). Tetapi setelah 12-18 minggu, kapasitas
aerobik kedua kelompok itu tidak ada perbedaan lagi. Dengan demikian maka dosis-dosis awal yang lebih
rendah serta jangka waktu pencapaian yang lebih panjang merupakan pilihan yang tepat untuk menangani
peserta-peserta olahraga kesehatan dengan usia lanjut, khususnya yang mempunyai faktor risiko.
Sehubungan dengan hal tersebut maka tidak adanya perbedaan tekanan darah diastolik pada penelitian ini
kemungkinan disebabkan karena waktu penelitian yang singkat yang memakan waktu 2 minggu sedangkan
penelitian sebelumnya mencapai 8 minggu. Sehingga diperlukan waktu yang lebih panjang.
Selain faktor jangka waktu penelitian yang kurang panjang, tidak adanya perbedaan tekanan darah
diastolik pada kelompok ini juga dapat disebabkan oleh ketidakseriusan lansia dalam melakukan gerakan-
gerakan senam lansia, gerakan tidak sesuai dengan tempo dan gerakan belum dilakukan secara benar
seperti yang diajarkan. Gerakan tersebut mulai dari gerakan pemanasan, inti (kondisioning) dan
pendinginan (penenangan).
Menurut Suroto (2004), pemanasan perlu dilakukan untuk menaikkan denyut nadi (gerakan
senam dilakukan perlahan-lahan), untuk mempersiapkan otot dan sendi agar gerakan yang dilakukan dalam
gerakan inti tidak terhambat, menaikkan suhu tubuh, meningkatkan sirkulasi darah dan mempersiapkan
kejiwaan serta emosional. Selain itu, pemanasan yang dilakukan dengan benar akan mengurangi cidera atau
kelelahan (Irianto, 2004). Gerakan inti (kondisioning) dilakukan dengan melakukan berbagai rangkaian

9
gerak dengan model yang sesuai dengan tujuan program latihan (Sumintarsih, 2006). Senam lansia yang
peneliti gunakan merupakan senam yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani lansia. Gerakan
terakhir merupakan gerakan penenangan dimana menurut Sumintarsih (2006), penenangan merupakan
periode yang sangat penting dan esensial. Gerakan pada penenangan bertujuan untuk mengembalikan
kondisi tubuh seperti sebelum berlatih yang ditandai dengan menurunnya frekuensi detak jantung,
menurunnya suhu tubuh dan semakin berkurangnya keringat, serta mengembalikan darah ke jantung untuk
reoksigenasi sehingga mencegah genangan darah di otot kaki dan tangan. Menurut Fatmah (2010), aktivitas
fisik yang banyak menggunakan otot lengan dan otot paha atau disebut aerobik, akan membuat kerja
jantung lebih efisien, baik saat olahraga maupun saat istirahat. Dengan demikian apabila gerakan dilakukan
dengan urut dan benar, maka akan besar manfaatnya terhadap tubuh, salah satunya menurunkan dan
menjaga tekanan darah tetap stabil dalam batas normal.
4. SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
4.1.1 Rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok eksperimen 1 sebelum senam lansia 2 kali
seminggu sebesar 150,50 mmHg dan setelah senam lansia sebesar 149,50 mmHg dengan selisih
1,0 mmHg.
4.1.2 Rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok eksperimen 1 sebelum senam lansia 2 kali
seminggu sebesar 88,50 mmHg dan setelah senam lansia sebesar 81,50 mmHg dengan selisih 7,0
mmHg.
4.1.3 Rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok eksperimen 2 sebelum senam lansia 3 kali
seminggu sebesar 174,44 mmHg dan setelah senam lansia menjadi 154,44 mmHg dengan selisih
20 mmHg.
4.1.4 Rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok eksperimen 2 sebelum senam lansia 3 kali
seminggu sebesar 92,22 mmHg dan setelah senam lansia menjadi 84,44 mmHg dengan selisih
7,78 mmHg.
4.1.5 Tidak terdapat perbedaan tekanan darah sistolik sebelum dan setelah senam lansia 2 kali
seminggu pada lansia hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bulu.
4.1.6 Tidak terdapat perbedaan tekanan darah diastolik sebelum dan setelah senam lansia 2 kali
seminggu pada lansia hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bulu.
4.1.7 Terdapat perbedaan tekanan darah sistolik sebelum dan setelah senam lansia 3 kali seminggu pada
lansia hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bulu.
4.1.8 Tidak terdapat perbedaan tekanan darah diastolik sebelum dan setelah senam lansia 3 kali
seminggu pada lansia hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bulu.
4.1.9 Terdapat perbedaan tekanan darah sisstolik pada ketiga kelompok penelitian (kelompok
eksperimen 1 dengan senam lansia 2 kali seminggu, kelompok eksperimen 2 dengan senam senam
lansia 3 kali seminggu dan kelompok 3 tanpa intervensi) pada lansia hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Bulu.
4.1.10 Tidak terdapat perbedaan tekanan darah diastolik pada ketiga kelompok penelitian (kelompok
eksperimen 1 dengan senam lansia 2 kali seminggu, kelompok eksperimen 2 dengan senam senam
lansia 3 kali seminggu dan kelompok 3 tanpa intervensi) pada lansia hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Bulu.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi instansi terkait khususnya Puskesmas Bulu Sukoharjo
Bagi Puskesmas Bulu, disarankan untuk lebih mensosialisasikan pentingnya olahraga kesehatan di usia
lanjut, seperti senam lansia. Tentunya disesuaikan dengan kondisi fisik dan riwayat penyakit yang
diderita oleh lansia. Sosialisasi terutama di posyandu-posyandu lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Bulu. Selain sosialisasi, senam lansia juga dapat dilaksanakan secara rutin pada saat posyandu.
4.2.2 Bagi masyarakat khususnya lanjut usia
Bagi lansia disarankan untuk secara rutin, teratur, dan berkelanjutan melaksanakan olahraga kesehatan
seperti senam lansia. Frekuensi olahraga dapat ditingkatkan yang semula 2 kali seminggu menjadi 3

10
hingga 5 kali seminggu secara bertahap sesuai kemampuan lansia. Keseriusan lansia dalam mengikuti
gerakan-gerakan senam juga perlu ditingkatkan, agar diperoleh manfaat dari olahraga kesehatan yang
dilakukan termasuk salah satunya penurunan tekanan darah.
4.2.3 Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk memperpanjang waktu penelitian dari yang dilakukan oleh
peneliti, yaitu lebih dari 2 minggu. Selain itu sebelum melaksanakan senam lansia, peneliti selanjunya
dapat memberikan penjelasan mengenai manfaat senam lansia terhadap kebugaran jasmani lansia
termasuk penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik, sehingga lansia lebih serius dalam
melakukan gerakan-gerakan senam dan lansia mendapatkan manfaat kebugaran jasmani dari senam
lansia yang dilaksanakan secara teratur.

DAFTAR PUSTAKA

Aji, W. P. M. 2015. Pengaruh Senam Lansia terhadap Tekanan Darah pada Lansia Penderita Hipertensi di Posyandu
Lansia Dusun Banaran 8 Playen Gunung Kidul. [Naskah Publikasi]. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Astari, P. D., Adiatmika I. P. G. dan Swedarma, K. E. 2013. Pengaruh Senam Lansia terhadap Tekanan
Darah Lansia dengan Hipertensi pada Kelompok Senam Lansia di Banjar Kaja Sesetan Denpasar
Selatan. Coping Ners. Vol. 1 (1). ISSN : 2303-1298.

Andriyati, R. D. dan Hendarsih, S. 2011. Studi Komparasi Tekanan Darah dan Denyut Nadi pada Orang Lanjut
Usia yang Mengikuti Senam di Posyandu Jambu Daerah Bantul. [Naskah Publikasi]. Yogyakarta: Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. 2014. Kasus Penyakit Tidak Menular di Puskesmas dan Rumah Sakit
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2014. Sukoharjo: Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. 2015. Rekapitulasi Pasien Per Puskesmas Tahun 2015. Sukoharjo:
Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa tengah. 2012. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012.
Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga.

Giriwijoyo, S. dan Sidik D. Z. 2012. Ilmu Faal Olahraga (Fisiologi Olahraga). Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Irianto, D. P. 2004. Pedoman Praktis Berolahraga untuk Kebugaran dan Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Cegahlah Hipertensi. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Situasi dan Analisis Lanjut Usia. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pelayanan dan Peningkatan Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kushartanti, W. 2016. Fisiologi dan Kesehatan Olahraga. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

11
Moniaga, V, Pangemanan, D. H. C., Rampengan, J. J. V. Pengaruh Senam Bugar Lansia terhadap Tekanan
Darah Penderita Hipertensi di BPLU Senja Cerah Paniki Bawah. Jurnal e-Biomedik. Vol. 1 (2).

Potter, P. A., dan Perry, A. G. 2010. Fundamental Keperawatan Edisi 7 Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.

Pusekesmas Bulu. 2014. Data Kunjungan Pasien Hipertensi Peroide Tahun 2014. Sukoharjo: Puskesmas Bulu
Kabupaten Sukoharjo.

Pusekesmas Bulu. 2015. Data Kunjungan Pasien Hipertensi Peroide Tahun 2015. Sukoharjo: Puskesmas Bulu
Kabupaten Sukoharjo.

Pusekesmas Bulu. 2016. Data Kunjungan Pasien Hipertensi Peroide Tahun 2016. Sukoharjo: Puskesmas Bulu
Kabupaten Sukoharjo.

Santoso, D. 2010. Membonsai Hipertensi. Surabaya: Jaring Pena.


Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
Sulastri, D. 2015. Pengaruh Senam Lansia terhadap Tekanan Darah pada Lansia Hipertensi di Puskesmas Kalijambe
Sragen. [Skripsi]. Surakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta.

Sumintarsih. 2006. Kebugaran Jasmani untuk Lanjut Usia. Yogyakarta: UPN Veteran Yogyakarta.

Sharkey, B. J. 2003. Kebugaran Kesehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Sunkudon, C. M., Palandeng, H., dan Kallo, V. 2015. Pengaruh Senam Lansia terhadap Stabilitas Tekanan
Darah pada Kelompok Lansia GMIM Anugerah di Desa Tumaratas 2 Kecamatan Lawongan
Barat Kabupaten Minahasa. Ejournal Keperawatan. Vol 3 (1).

Stockslager, J. L. dan Schaeffar, L. 2008. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik (Handbook of Geriatric
Nursing Care). Jakarta: EGC.

Sari, N. A. dan Sarifah, S. 2016. Senam Aerobik Low Impact Intensitas Sedang terhadap Perubahan
Tekanan Darah pada Lansia. Jurnal Profesi. Vol 13 (2).

Sundari, J. M., Suhadi dan Maryati. 2014. Pengaruh Senam Lansia terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Lansia di Panti Wreda Usia Bethany Semarang. Semarang: Sekolah Tinggi ilmu Kesehatan Semarang.
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan.

Suroto. 2004. Buku Pegangan Kuliah : Pengertian Senam, Manfaat Senam dan Urutan Gerakan. Semarang :
Universitas Diponegoro.

Widianti, A. T. Dan Proverawati. A. 2010. Senam Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

World Health Organization. 2014. Global Status Report on Noncommunicable Disease. Diakses: 22 Oktober
2015. http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/79059/1/WHO_DCO_WHD_2013.2_eng.pdf.

12

Anda mungkin juga menyukai