Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera bagi kita semua.

Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kehadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karuniaNya, kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Komunikasi Keperawatan”. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas.

Upaya serta usaha telah kami berikan untuk makalah ini, namun kami sadar bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan waktu dan
keadaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini.

Atas bantuan dan bimbingan yang kami peroleh dari berbagai pihak, maka dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat
bermafaat bagi pembacanya.

Medan, September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang

BAB II PEMBAHASAN
A. Komunikasi dalam Proses Keperawatan
B. Teori Perubahan
C. Perawat sebagai Pembaharu

BAB III PENUTUP


Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan
antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna
karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan.

Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan
mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya
masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan
dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani),
tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan
pertolongan terhadap sesama manusia.

Selain itu yang perlu diperhatikan bahwa perubahan bisa terjadi setiap saat, dan
merupakan proses yang dinamik serta tidak dapat dielakkan. Berubah berarti
beranjak dari keadaan yang semula. Tanpa berubah tidak ada pertumbuhan dan
tidak ada dorongan. Namun dengan berubah terjadi ketakutan, kebingungan dan
kegagalan dan kegembiraan. Setiap orang dapat memberikan perubahan pada
orang lain. Merubah orang lain bisa bersifat implisit dan eksplisit atau bersifat
tertutup dan terbuka. Kenyataan ini penting khususnya dalam kepemimpinan dan
manajemen. Pemimpin secara konstan mencoba menggerakkkan sistem dari satu
titik ke titik lainnya untuk memecahkan masalah. Maka secara konstan pemimpin
mengembangkan strategi untuk merubah orang lain dan memecahkan masalah.
Keperawatan yang sedang berada pada proses profesionalisasi terus berusaha
membuat atau merencanakan perubahan. Adaptasi terhadap perubahan telah
menjadi persyaratan kerja dalam keperawatan. Personal keperawatan bekerja untuk
beberapa pimpinan, termasuk klien dan keluarganya, dokter, manajer keperawatan,
perawat pengawas dan perawat penanggung jawab yang berbeda dalam tiap ship.
Perawat pelaksana menemukan peran bahwa mereka berubah beberapa kali dalam
satu hari. Kadang seorang perawat menjadi manajer, kadang menjadi perawat klinik,
kadang menjadi konsultan dan selalu dalam peran yang berbeda. Perawat tentu saja
berharap perubahan tersebut jangan sampai menimbulkan konflik. Oleh karena itu,
sebaiknya perawat perlu mengetahui teori-teori yang mendasari perubahan.

Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic
use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, serta teori teori
tentang perubahan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KOMUNIKASI DALAM PROSES KEPERAWATAN


1. PENGERTIAN DAN JENIS KOMUNIKASI

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan


memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya.

Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu
intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi
interpersonal yang terapeutik.

Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang
atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal
yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan
keputusan, dan pertumbuhan personal.

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen
(1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan non-verbal yang
dimanifestasikan secara terapeutik.

a. Komunikasi Verbal

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di


rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan
dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu.
Katakata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau
perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi
dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji
minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu
memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

Komunikasi Verbal yang efektif harus:

1. Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-
kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan.

Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya


dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk
dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan
pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana.

Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara


sederhana.
Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya

ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”

2. Perbendaharaan Kata

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan
kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan
kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan
tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan
pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk,
sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan
“Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.

3. Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam
suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian,
tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang
mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati
memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat
penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.

4. Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasila komunikasi
verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain
mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan
sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga
kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu,
memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata.
Selaan yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan dikatakan
sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang
mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah
ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

5. Waktu dan relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang
menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun
pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat
menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka
terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan
lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan
klien.
6. Humor

Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan


rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat
dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988)
melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,
mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor
untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk
berkomunikasi dengan klien.

b. Komunikasi Non-Verbal

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata.


Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang
lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien
mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat
non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu
kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

Komunikasi non-verbal teramati pada:

1. Metakomunikasi

Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara
pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar
terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di
dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap
pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang marah.

2. Penampilan Personal

Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama
komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit
pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan
penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993).

Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial,
pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan
penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif.
Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan
keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana
seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya
mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat
untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien.
3. Intonasi (Nada Suara)

Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang
dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada
suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan
klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien
dapat terhalangi oleh nada suara perawat.

4. Ekspresi wajah

Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak
melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi
wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat
interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang
yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai
orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang
baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara
dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat
tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan
sejajar.

5. Sikap tubuh dan langkah

Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan
fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati
sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti
rasa sakit, obat, atau fraktur.

6. Sentuhan

Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.

Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun


harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan,
perawat menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik,
atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat
klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga
sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl
(1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu
klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan
diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.
2. KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL
PERAWAT

Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap
peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk
tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995)
menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap
tidak perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang memntingkan
dirinya sendiri.

Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa
“human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan
menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti
dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk
meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang
diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku
menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian
dari kepribadian.

3. TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik berkomunikasi
yang berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutama penggunaan referensi
dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920), yaitu:
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat
perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh
perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal
yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian
adalah dengan:
1. Pandang klien ketika sedang bicara
2. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.
3. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau
tangan.
4. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
5. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukanumpan
balik.
6. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.

b. Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan
orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai
perawat kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat sebaiknya
menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju,
seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan kepala seakan tidak
percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang
1. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
2. Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.
3. Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.
4. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba
untuk mengubah pikiran klien.

Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti apa
yang anda ucapkan.” (cocok 1987)

c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik


mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan
dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian
ajukan pertanyaan secara berurutan.

d. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.

Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik


sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan
komunikasi berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan
metode ono, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti
yang berbeda.

Contoh: – K : “saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga”

– P : “ Saudara mengalami kesulitan untuk tidur….”

e. Klarifikasi

Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk


mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting
dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan
benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.

Contoh: – “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”

– “ Apa yang katakan tadi adalah…….”

f. Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih
spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien
ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut
tanpa informasi yang baru. Contoh: “ Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan
lebih dalam lagi ”.
g. Menyampaikan hasil observasi

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil
pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.
Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien.
Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi
lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.

Contoh: – “ Anda tampak cemas”.

– “ Apakah anda merasa tidak tenang apabila anda……”

h. Menawarkan informasi

Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien
terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan
kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap
perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu
mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada klien
ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.

i. Diam

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir


pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan waktu,
jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien
untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan
memproses informasi. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap
dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama
berguna pada saat klien harus mengambil keputusan .

j. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara


singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum
meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu
perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan
pembicaraan dengan topik yang berkaitan.

Contoh: – “Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan…”

k. Memberikan penghargaan

Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran


tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang
mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.
Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata
jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan
pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk
menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”. Perlu mengatakan
“Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat dapat mengatakan
demikian.”

Contoh: – “Selamat pagi Ibu Sri.” Atau “Assalmualaikum”

– “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut ibu”.

l. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain
atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat hanya
menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus dilakukan
tanpa pamrih.

Contoh: – “Saya ingin anda merasa tenang dan nyaman”

m. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannanya dalam
interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan
merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.

Contoh: – “ Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”

– “ Apakah yang sedang saudara pikirkan?”

– “ Darimana anda ingin mulai pembicaraan ini?”

n. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan


yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan
dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha
untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan

Contoh: – “…..teruskan…..!”

– “…..dan kemudian….?

– “ Ceritakan kepada saya tentang itu….”

o. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif.
Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien
untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara
teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai
akibat kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat menentukan pola kesukaran
interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan
berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.

Contoh: – “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya”.

– “Kapan kejadian tersebut terjadi”.

p. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesungguhnya
dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya
kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada
akan timbulnya gejala ansietas.

Contoh: – “Carikan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan


dioperasi”

– “Apa yang sedang terjadi”.

q. Refleksi

“Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan


perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang
harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab:
“Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian
perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien
mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir
bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai
individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.

Contoh: K: “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”

P: “Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya?”

K: “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa tidak menelpon
saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya.

P: “Ini menyebabkan anda marah”.

l. Dimensi tindakan
Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis
emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23). Dimensi ini harus
diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang
dibentuk oleh dimensi responsif.
1. Konfrontasi
Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang bermanfaatn
untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen,
1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu:
a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan
ideal diri (cita-cita/keinginan klien)
c. Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien
d. Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat
Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh karena
itu sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat
hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan
kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah
mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan
Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan digunakan untuk
mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat harus
sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.

3. Keterbukaan perawat
Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan
sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau
dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart
dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara
perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan perawat klien.

4. Katarsis emosional
Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk
mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus dapat mengkaji kesiapan
klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan
mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan
perasaannya jika berada pada situasi klien.

5. Bermain peran
Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam
hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi
dari sudut pandang lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi
yang baru dalam lingkungan yang aman.
B. TEORI PERUBAHAN

1. PENGERTIAN

Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang
berbeda dengan keadaan sebelumnya (Atkinson,1987).

Berubah merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu


atau institusi (Brooten,1978).

2. TEORI – TEORI PERUBAHAN

a. Teori Redin

Menurut Redin sedikitnya ada empat hal yang harus di lakukan seorang manajer
sebelum melakukan perubahan, yaitu :
1. Ada perubahan yang akan dilakukan
2. Apa keputusan yang dibuat dan mengapa keputusan itu dibuat
3. Bagaimana keputusan itu akan dilaksanakan
4. Bagaimana kelanjutan pelaksanaannya
Redin juga mengusulkan tujuh teknik untuk mencapai perubahan :
1. Diagnosis
2. Penetapan objektif bersama
3. Penekanan kelompok
4. Informasi maksimal
5. Diskusi tentang pelaksanaan
6. Penggunaan upacara ritual.

Intervensi penolakan tiga teknik pertama dirancang bagi orang-orang yang akan
terlibat atau terpengaruh dengan perubahan. Sehingga diharapkan mereka mampu
mengontrol perubahan tersebut.

b. Teori Lewin

Lewin mengatakan ada tiga tahap dalam sebuah perubahan, yaitu :


1. Tahap Unfreezing
Masalah biasanya muncul akibat adanya ketidakseimbangan dalam sistem.
Tugas perawat pada tahap ini adalah mengidentifikasi masalah dan memilih
jalan keluar yang terbaik.
2. Tahap Moving
Pada tahap ini perawat berusaha mengumpulkan informasi dan mencari
dukungan dari orang-orang yang dapat membantu memecahkan masalah.
3. Tahap Refreezing
Setelah memiliki dukungan dan alternatif pemecahan masalah perubahan
diintegrasikan dan distabilkan sebagai bagian dari sistem nilai yang dianut.
Tugas perawat sebagai agen berubah berusaha mengatasi orang-orang yang
masih menghambat perubahan.

c. Teori Lippitt
Teori ini merupakan pengembangan dari teori Lewin. Lippitt mengungkapkan tujuh
hal yang harus diperhatikan seorang manajer dalam sebuah perubahan yaitu :

1. Mendiagnosis masalah
Mengidentifikasi semua faktor yang mungkin mendukung atau menghambat
perubahan
2. Mengkaji motivasi dan kemampuan untuk berubah
Mencoba mencari pemecahan masalah
3. Mengkaji motivasi dan sumber-sumber agen
Mencari dukungan baik internal maupun eksternal atau secara interpersonal,
organisasional maupun berdasarkan pengalaman
4. Menyeleksi objektif akhir perubahan
Menyusun semua hasil yang di dapat untuk membuat perencanaan.
5. Memilih peran yang sesuai untuk agen berubah
Pada tahap ini sering terjadi konflik teruatama yang berhubungan dengan
masalah personal.
6. Mempertahankan perubahan
Perubahan diperluas, mungkin membutuhkan struktur kekuatan untuk
mempertahankannya.
7. Mengakhiri hubungan saling membantu
Perawat sebagai agen berubah, mulai mengundurkan diri dengan harapan
orang-orang atau situasi yang diubah sudah dapat mandiri.

d. Teori Rogers
Teori Rogers tergantung pada lima faktor yaitu :
1. Perubahan harus mempunyai keuntungan yang berhubungan menjadi lebih baik
dari metodeyang sudah ada
2. Perubahan harus sesuai dengan nilai-nilai yang ada tidak bertentangan
3. Kompleksitas, Ide-ide yang lebih komplek bisa saja lebih baik dari ide yang
sederhana asalkan lebih mudah untuk dilaksanakan.
4. Dapat dibagi,Perubahan dapat dilaksanakan dalam skala yang kecil.
5. Dapat dikomunikasikan, Semakin mudah perubahan digunakan maka semakin
mudah perubahan disebarkan.

e. Teori Havelock
Teori ini merupakan modifikasi dari teori Lewin dengan menekankan perencanaan
yang akan mempengaruhi perubahan. Enam tahap sebagai perubahan menurut
Havelock.
1. Membangun suatu hubungan
2. Mendiagnosis masalah
3. Mendapatkan sumber-sumber yang berhubungan
4. Memilih jalan keluar
5. Meningkatkan penerimaan
6. Stabilisasi dan perbaikan diri sendiri.

f. Teori Spradley
Spradley menegaskan bahwa perubahan terencana harus secara konstan dipantau
untuk mengembangkan hubungan yang bermanfaat antara agen berubah dan
sistem berubah. Berikut adalah langkah dasar dari model Spradley
1. Mengenali gejala
2. Mendiagnosis masalah
3. Menganalisa jalan keluar
4. Memilih perubahan
5. Merencanakan perubahan
6. Melaksanakan perbahan
7. Mengevaluasi perubahan
8. Menstabilkan perubahan

C. PERAWAT SEBAGAI PEMBAHARU


Menurut Oslan dalam Kozier (1991) mengatakanp perawat sebagai pembaharu
harus menyadari kebutuhan sosial, berorientasi pada masyarakat dan kompeten
dalam hubungan interpersonal. Pembaharu juga perlu memahami sikap dan
perilakunya, bagaimana ia menjalin kerjasama dengan orang lain danbagaimana
perasaannya terhadap perubahan tersebut.

Maukseh dan Miller dalam Kozier menyebutkan karakteristik seorang pembaharu


adalah :
1. Dapat mengatasi/ menaggung resiko. Hal ini berhubganagn dengan dampak
yang mungkin muncul akibat perubahan.
2. Komitmen akan keberhasilan perubahan. Pembaharu harus menyadari dan
menilai kefektifannya
3. Mempunyai pengetahuan yang luas tentang keperawatan termasuk hasil-hasil
riset dan data-data ilmu dasar, menguasai praktik keperawatan dan mempunyai
keterampilan teknik dan interpersonal.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memrlukan latihan dan


kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam
kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi
keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan
juga kepuasan bagi perawat.

Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya


diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang

cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor
penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan

berhubungan terapeutik.

Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang
berbeda dengan keadaan sebelumnya (Atkinson,1987).

Berubah merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu


atau institusi (Brooten,1978).
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan

Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St.

Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health. Journal of qerontology
nursing 14 (1):20, 1988.

Swanburg. C. Russell. Alih Bahasa Waluyo. Agung & Asih. Yasmin. (2001).

Pengembangan Staf Keperawatan, Suatu Komponen Pengembangan SDM. EGC.


Jakarta.

Swanburg. C. Russell. Alih Bahasa Samba.Suharyati. (2000). Pengantar


kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Untuk Perawat Klinis. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai