Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH BAKTERIOLOGI II

Dosen Pengajar:
Dra. Ratih Dewi Dwiyanti, M.Kes

Disusun Oleh:
Nama : Aini Luthfah Hayati
NIM : P07134117221

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
BANJARMASIN PROGRAM STUDI D III ANALIS
KESEHATAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena saya
dapat menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya. Penyusunan Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas Bakteriologi II mengeni prinsip – prinsip anti
korupsi pada kegiatan seminar. Selain itu tujuan dari penyusunan makalah ini juga
untuk menambah wawasan tentang pentingnya mengetahui tentang budaya anti
korupsi.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Dra. Ratih Dewi Dwiyanti,
M.Kes selaku dosen Bakteriologi II yang telah membimbing saya agar dapat
menyelesaikan makalah ini. Akhirnya saya menyadari bahwa Makalah ini sangat
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya
menerima kritik dan saran agar penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih
baik. Untuk itu saya mengucapkan banyak terima kasih dan semoga makalah ini
bermanfaat.

Banjarbaru, 14 November 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3. Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

2.1. Pengertian-Pengertian .............................................................................. 3

2.2. Jenis-Jenis Antibiotik ............................................................................... 3

2.3. Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotik ................................................... 7

2.4. Uji Sensitivitas Antibiotik ........................................................................ 7

2.5. Definisi Operasional ............................................................................... 12

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 14

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Ehrlich yang pertama kali
menemukan apa yang disebut “magic bullet’, yang dirancang untuk menangani
infeksi mikroba. Pada tahun 1910, Ehrlich menemukan antibiotika pertama,
Salvarsan, yang digunakan untuk melawan syphilis. Ehrlich kemudian diikuti oleh
Alexander Fleming yang secara tidak sengaja menemukan penicillin pada tahun
1928. Sejak saat itu antibiotika ramai digunakan klinisi untuk menangani berbagai
penyakit infeksi (Ardiansyah, 2009).
Antibiotik atau antibiotika merupakan segolongan senyawa alami atau
sintesis yang memiliki kemampuan untuk menekan atau menghentikan proses
biokimiawi didalam suatu organisme, khususnya proses infeksi bakteri. Definisi
lain tentang antibiotik adalah substansi yang mampu menghambat pertumbuhan
serta reproduksi bakteri dan fungi. Penggunaan antibiotik dikhususkan untuk
mengobati penyakit infeksi atau sebagai aat seleksi terhadap bakteri yang sudah
berubah bentuk dan sifat dalam ilmu genetika (Prapti, 2012).
Infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di
rumah sakit dan menyerang penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan. Infeksi nosokomial terjadi lebih dari 48 jam setelah masuk rumah
sakit. Menurut penelitian, bakteri patogen penyebab infeksi nosokomial yang paling
umum adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Enterobacter spp, dan Klebsiella pneumonia (Novelni, 2006).
Infeksi nosokomial umumnya terjadi di seluruh dunia dengan kejadian
terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang. Suatu penelitian
yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit
dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik
tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak
10,0% (Novelni, 2006).
Di Indonesia, infeksi nosokomial ini juga tidak asing lagi. Hal ini ditandai
dengan adanya Panitia Medik Pengendalian Infeksi Nosokomial di sebagian besar
rumah sakit yang ada di Indonesia. Salah satunya pada rumah sakit yang akan

1
dijadikan tempat penelitian, yaitu RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Menurut data yang
didapatkan dari Tim Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUP. Dr. M. Djamil
Padang, pada tahun 1996 dan 2002 tercatat angka prevalensi infeksi nosokomial 9,1
% dan 10,6 %. Dimana angka tersebut berada di atas prevalensi rata-rata rumah
sakit pemerintah di Indonesia yaitu 6,6 %. Kebanyakan infeksi nosokomial yang
terjadi di rumah sakit disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal meliputi flora normal dari pasien itu sendiri dan faktor
eksternal meliputi lingkungan rumah sakit, makanan, udara, pemakaian infus,
pemakaian kateter dalam waktu lama dan tidak diganti-ganti, serta benda dan
bahan-bahan yang tidak steril (Novelni, 2006).
Praktikum ini dilakukan oleh mahasiswa kesehatan masyarakat untuk dapat
mengetahui pencegahan terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri
Escherichia coli serta mengetahui berbagai macam jenis antibiotik yang diujikan.
Hal inilah yang melatarbelakangi prakikum untuk menunjang pengetahuan
masyarakat dalam hal antibiotik.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan uji sensitivitas antimikroba?
1.2.2 Apa saja jenis-jenis antimikroba?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan resistensi bakteri?
1.2.4 Apa saja macam-macam uji sensitivitas antimikroba?
1.3. Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian uji sensitivitas antimikroba.
1.3.2 Untuk mengetahui jenis-jenis antimikroba.
1.3.3 Untuk mengetahui pengertian resistensi bakteri.
1.3.4 Untuk mengetahui macam-macam uji sensitivitas antimikroba.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian-Pengertian
2.1.1 Uji Sensitivitas
Uji sentivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat
kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni
yang memiliki aktivitas anti bakteri. Metode uji sensitivitas bakteri adalah metode
cara bagaimana mengetahui dan mendapatkan produk alam yang berpotensi
sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai kemampuan untuk menghambat
pertumbuhan atau mematikan bakteri pada konsentrasi yang rendah. uji sentivitas
bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri
terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki
aktivitas antibakteri. Pada umumnya metode yang dipergunakan dalam uji
sensitivitas bakteri adalah metode Difusi Agar yaitu dengan cara mengamati daya
hambat pertumbuhan mikroorganisme oleh ekstrak yang diketahui dari daerah di
sekitar kertas cakram (paper disk) yang tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme.
Zona hambatan pertumbuhan inilah yang menunjukkan sensitivitas bakteri
terhadap bahan anti bakteri (Gaman. dkk, 2002). Selain itu, uji sensitivitas dapat
pula dilakukan dengan metode dilusi yang juga dapat digunakan dalam
menentukan kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM).
2.1.2 Pengertian Antibiotik
Antibiotik atau antibiotika merupakan segolongan senyawa alami atau
sintesis yang memiliki kemampuan untuk menekan atau menghentikan proses
biokimiawi didalam suatu organisme, khususnya proses infeksi bakteri. Definisi
lain tentang antibiotik adalah substansi yang mampu menghambat pertumbuhan
serta reproduksi bakteri dan fungi. Penggunaan antibiotik dikhususkan untuk
mengobati penyakit infeksi atau sebagai aat seleksi terhadap bakteri yang sudah
berubah bentuk dan sifat dalam ilmu genetika (Prapti, 2012).

2.2. Jenis-Jenis Antibiotik


1.2.1 Menghambat Sintesis Dinding Sel

3
Menurut pratiwi (2008), antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel
yaitu:
1) Bacitracin adalah suatu polipeptida yang diperoleh dari suatu strain
Bacillus subtilis. Bacitracin stabil dan tidak dapat diabsorpsi dari saluran
cerna. Kegunaan basitrasin hanya untuk pemakaian topikal ke kulit, luka,
atau selaput lendir.
2) Streptomycin adalah antibiotik yang khas dibanding dengan
aminoglycoside lain, sebagaimana mekanisme resistennya. Resistensi
muncul pada banyak spesies, secara buruk membatasi kegunaan
streptomycin saat ini, dengan pengecualian yang disebut di bawah ini.
3) Tetracycline adalah golongan obat yang berbeda dalam ciri khas fisik dan
farmakologi tetapi sebenarnya mempunyai sifat antimikroba yang identik
dan memberikan resistansi silang lengkap.
4) Gentamicin merupakan aminoglikosida yang banyak dipilih dan
digunakan secara luas untuk terapi infeksi serius. Gentamicin memiliki
spektrum antibakteri yang luas, tapi tidak efektif terhadap kuman anaerob.
5) Erhytromycin merupakan antibiotik sebagai alternatif untuk pasien yang
alergi terhadap penisilin untuk pengobatan enteritis kompilobakter,
pneumonia, penyakit legionnaire, sifilis, uretritis non gonokokus,
prostatitis kronik, anke vukgaris dan profilaksis difetri dan pertusis.
6) Oxacillin (OX) adalah antibiotik dalam kelompok obat penicillin.
Oxacillin melawan bakteri dalam tubuh, yang bekerja dengan cara
menghalangi dinding sel bakteri sehingga mematikan bakteri tersebut.
Untuk mengobati berbagai jenis infeksi berbeda yang disebabkan oleh
bakteri, seperti infeksi Staphylococcal yang juga disebut infeksi staph.
7) Sefalosporin adalah Aztreonam, yang merupakan antibiotik yang
mencegah efek penisilinase. Antibiotik jenis ini merupakan antibiotik yang
sintesis dengan 1 cincin seginggaa disebut monobaktam. Antibiotik ini
berefek pada bakteri graam positif termasuk Escherichia coli dan
Pseudomonas.
8) Sefalosporin memiliki inti serupa dengan Penisilin dan resisten terhadap
penisilinase. Sefalosporin lebih efektif terhadap bakteri gram negatif.

4
9) Karbapenem merupakan antibiotik berspektrum luas. Contohnya adalah
Primaxin yang merupakan antibiotik kombinasi imipenem dan Silastasin
natrium. Silastasin natrium mencegaah degradasi imipenem pada ginjal.
10) Vankomisin memiliki spektrum sempit, digunakan bagi Staphylococcus
aureus yang resisten terhadap Penisilin termasuk Metisilin.
1.2.2 Merusak Permeabilitas Membran Sel
Menurut Pratiwi (2008), antibiotik yang merusak permeabilitas
membran membran sel yaitu :
1) Polimiksin merupakan suatu peptida yang didalamnya terdapat satu ujung
molekul larut lipid dan ujung molekul yang lain larut dalam air. Masuknya
Polimiksin dalam membran plasma fungi akan menyebabkan gangguan
antara lapisan-lapisan membran plasma. Polimiksin akan tertinggal diluar
membran, sedangkan lemak larut akan berada didalam membran dan
menyebabkan gangguan antaraa lapisan-lapisan membran yang
memungkinkan lalu lintas substansi bebas keluar masuk sel.
2) Nistatin dan Amfoterisin memiliki struktur lingkar yang besar disebabkan
adanya sejumlah ikatan ganda dan sering disebut sebagai antibiotik polien.
Antibiotik ini bergabung dengan ergosterol yang terdapat pada membran sel
fungi dengan menimbulkan gangguan dan kebocoran kebocoran sitoplasma.
2.3.3 Menghambat Sintesis RNA (Proses Transkripsi)
Menurut Pratiwi (2008), antibiotik yang menghambat sintesis RNA yaitu:
1) Rifampin merupakan turunan Rifamisin. Rifampin menghambat sintesis
mRNA dengan cara mengikat b-RNA polimerase bakteri sehingga
menghambat transkripsi mRNA. Antibiotik ini digunakan untuk melawan
Mycobacteria pada TBC dan lepra. Rifampin dapat mempenetrasi jaringan.
2) Kuinilon misalnya asam nalidiksat yang bersifat bakterisidal, bekerja
dengan cara menghambat enzim DNAgirase pada replikasi DNA, sehingga
akan menghambat proses replikasi DNA dan transkipsi mRNA. Antibiotik
ini hanya digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kencing.
2.3.4 Menghambat Sintesis Protein (Proses Translasi)
Menurut Pratiwi (2008), antibiotik yang menghambat sintesis protein yaitu:

5
1) Pefloxacin (PEF) umumnya dikenal sebagai obat antibakteri kelompok
fluoroquinolone. Pefloxacin adalah agen kemoterapetik sintetik yang
digunakan untuk mengobati infeksi bakteri yang serius dan mengancam
nyawa. Untuk mengobati berbagai jenis infeksi bakteri
2) Tetracyccline (TE) merupakan antibiotik berspektrum luas yang
menghambat sintesis protein. Agen-agen ini bersifat bakteriostatik terhadap
berbagai bakteri gram positif dan gram negatif, termasuk anaerob,
ricketsiae, chlamydiae, mycoplasma, dan bentuk-bentuk L, serta aktif pula
terhadap protozoa, contohnya amoeba.
3) Aminoglikosa merupakan kelompok antibiotik yang gula aminonya
tergabung dalam ikatan glikosida. Antibiotik ini memiliki spektrum luas dan
bersifat bakterisidal dengan mekanisme dengan mekanisme penghambatan
pada sintesis protein.
4) Tetrasiklin merupakan antibiotik berspektrum luas yang diproduksi oleh
Streptomycin. Antibiotik ini dapat mempenetrasi jaringan tubuh sehingga
dapat melawan Rickttsia dan Chlamya intraseluler.
5) Kloramfenikol merupakan antibiotik dengan struktur sederhana sehingga
mudah dibuat ecaara sintetik dibandibgkan dengan mengisolasinya dari
Strepmyces.
6) Makrolida merupakan kelompok antibiotik yang memiliki cincin lakton
makrosiklik. Contohnya adalah eritromisin. Antibiotik ini tidak dapat
mempenetrasi dinding sel sebagian besar bakteri gram negatif Bacillus dan
merupakan obat alternatif Penisilin.
2.3.5 Menghambat Replikasi DNA
Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti metronidasol,
kinolon, novobiosin. Obat-obat ini menghambat asamdeoksiribonukleat (DNA)
girase sehingga mengahambat sintesis DNA. DNA girase adalah enzim yang
terdapat pada bakteri yang menyebabkan terbukanya dan terbentuknya
superheliks pada DNA sehingga menghambat replikasi DNA.

6
2.3. Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotik
Resistensi adalah kemampuan suatu bakteri untuk tidak terbunuh atau
terhambat pertumbuhannya oleh suatu antibakteri (Priyanto & Batubara, 2008).
Mikroorganisme dapat kehilangan target spesifik tertentu terhadap obat untuk beberapa
generasi sehingga menjadi resisten. Sebagian besar mikroba yang resisten terhadap
obat muncul akibat perubahan genetik (Jawetz et al., 2005).

Resistensi mikroorganisme dapat dibedakan menjadi resistensi bawaan


(primer), resistensi dapatan (sekunder), dan resistensi episomal.

a. Resistensi bawaan (primer), merupakan resistensi yang menjadi sifat


alami mikroorganisme.
b. Resistensi dapatan (sekunder), diperoleh akibat kontak antara
mikroorganisme dengan agen antimikroba dalam waktu yang cukup
lama dengan frekuensi yang tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya
mutasi pada mikroorganisme.
c. Resistensi episomal disebabkan oleh faktor genetik di luar
kromosom. Beberapa bakteri memiliki faktor R pada plasmidnya
yang dapat menular pada bakteri lain yang memiliki kaitan spesies
melalui kontak sel secara konjugasi maupun transduksi (Pratiwi,
2008).

2.4. Uji Sensitivitas Antibiotik


Tujuan pengukuran aktivitas antibakteri adalah untuk menentukan potensi
suatu zat yang diduga atau telah memiki aktivitas sebagai antibakteri dalam larutan
terhadap suatu bakteri (Jawetz et al., 2001).
Macam-macam metode uji aktivitas antimikroba, antara lain: (Jawetz et al.,
2001)
2.4.1 Metode Pengenceran Agar
Metode pengenceran agar sangat cocok untuk pemeriksaan sekelompok
besar isolat versus rentang konsentrasi antimikroba yang sama (Sacher &
McPherson, 2004). Kelemahan metode ini yaitu hanya dapat digunakan untuk

7
isolasi tipe organisme yang dominan dalam populasi campuran (Jawetz et al.,
2005).
2.4.2 Difusi Agar
Metode difusi digunakan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba.
Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah
ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area
jernih pada permukaan media agar mengindikasikan adanya hambatan
pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba (Pratiwi, 2008).`
Metode difusi agar dibedakan menjadi dua yaitu cara Kirby Bauer dan cara
sumuran.
1) Cara Cakram (Disc Method).
Metode Difusi Cakram (Tes Kirby Bauer) dilakukan untuk
menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen
antimikroba diletakkan pada media agar (Muller Hinton Agar Plate)
yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media
agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan
pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan
media agar (Pratiwi, 2008). Keunggulan uji difusi cakram agar
mencakup fleksibilitas yang lebih besar dalam memilih obat yang akan
diperiksa (Sacher dan McPherson, 2004).

Gambar Skema Kerja Singkat


Zona hambatan pada Metode Pada Metode Difusi Kirby-
Difusi Kirby-baurer baurer
2) Cara Sumuran (Disc Diffusion)

8
Metode ini serupa dengan metode difusi disk, di mana dibuat sumur
pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan
pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (Pratiwi,
2008).

Gambar
Metode Difusi Sumuran

2.4.3 Metode Dilusi


Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair dan dilusi padat.
1) Metode Dilusi Cair
Metode ini mengukur KHM (Kadar Hambat Minimum) dan KBM (Kadar
Bakterisidal Minimum). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri
pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan
mikroba uji (Pratiwi, 2008). Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil
yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai
KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan
mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diunkubasi selama 18-24 jam .
media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai
KBM.

9
Skema Kerja Singkat
Pada Metode Dilusi Cair
2) Metode Dilusi Padat A,
Salah satu metode dilusi padat yaitu Metode E-test yang digunakan
untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory concentration) atau
KHM (kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu agen
antimikroba untuk dapat menghabat pertumbuhan mikroorganisme.
Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen
antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan
permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme.
Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang
menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar.

Gambar
Metode E-Test

10
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi, 2008).
Sedangkan menurut Waluyo (2008), pemeriksaan kepekaan kuman terhadap
antibiotika dilakukan dengan :
a. Cara Cakram (Disc Method).
Pada pemeriksaannya menggunakan cakram kertas saring yang
mengandung antibiotika/bahan kimia lain dengan kadar tertentu yang
diletakkan di atas lempeng agar yang ditanami kuman yang akan diperiksa,
kemudian di inkubasi. Apabila tampak adanya zona hambatan pertumbuhan
kuman di sekeliling cakram antibiotik, maka kuman yang diperiksa sensitif
terhadap antibiotik tersebut. Cara ini disebut juga cara difusi agar, yang lazim
dilakukan adalah cara Kirby-Bauer.
b. Cara Tabung (Tube Dilution Method).
Cara pemeriksaannya yaitu dengan membuat penipisan antibiotik pada
sederetan tabung reaksi yang berisi perbenihan cair. Ke dalam tabung-tabung
tersebut dimasukkan kuman yang akan diperiksa dengan jumlah tertentu dan
kemudian dieram. Dengan cara ini akan diketahui konsentrasi terendah
antibiotik yang menghambat pertumbuhan kuman yang disebut Konsentrasi
Hambat Minimal (KHM) atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC).
c. Cara penipisan seri agar lempeng.
Pada umumnya cara ini hampir sama dengan cara tabung atau penipisan
kaldu.
d. Pepton.
Perbedaannya terletak pada media yang digunakan yaitu pada cara ini
menggunakan media padat. Kelemahan cara ini adalah tidak dapat digunakan
untuk semua jenis bakteri. Untuk beberapa bakteri tertentu seperti bakteri yang
membentuk koloni yang sangat halus dalam media agar kaldu pepton (contoh:
Streptococcus) atau bakteri yang akan menyebar pertumbuhannya dalam media
padat (seperti Proteus) cara ini tidak dapat digunakan.

11
2.5. Definisi Operasional
Tabel Definisi Operasional

Hasil
Variabel Definisi Alat Ukur Skala
Ukur

Jenis Bakteri Bakteri aerob yang dapat Media Kultur Persentase Nominal
(Variabel ditemukan pada luka post Pewarnaan bakteri
Independen) operasi yang terinfeksi saat Gram Gram
dirawat 72 jam atau lebih di Uji biokimia positif dan
rumah sakit negatif
yang
teridentifikasi
Antibiotik Zat yang dihasilkan oleh Penggaris Persentase
(Variabel mikroorganisme yang
Dependen) mempunyai kemampuan
menghambat atau membunuh
mikroorganisme lain.
Kemampuan antibiotika
untuk
Daya Hambat Menghambat
pertumbuhan kuman secara
maksimal.
Catatan (daya hambat):
- Keadaan dimana bakteri telah Resisten (R)menjadi kebal terhadap obat,
dimana obat tidak bekerja lagi terhadap kuman-kuman tertentu, yang
memiliki daya tahan lebih kuat.
- Keadaan dimana obat hanya Intermediet (I) dapat menghambat bakteri,
tetapi tidak dapat membunuhnya
- Keadaan dimana obat dapat Sensitif (S) membunuh bakteri.
2.5.1 Standard Penilaian Diameter Zona Hambat Antibiotik
Penilaian Diameter Zona Hambat Antibiotik menurut Clinical and
Laboratory Standards Institute (CLSI)

12
Diameter Zona Hambat (mm)
Potency Cakram
Antibiotik
Antibiotik
Resisten Intermediat Sensitif

20 /
Penicillin G 10µg 21-28 29 / lebih
kurang
15 /
Ciprofloxacin (CIP) 5µg 16-20 21 / lebih
kurang
14 /
Ceftazidim (CAZ) 30µg 15-17 18 / lebih
kurang
14 /
Cefotaxim (CTX) 30µg 15-22 23 / lebih
kurang
13 /
Erythromycin 15µg 14-17 18 / lebih
kurang
12 /
Gentamisin (CN) 10µg 13-14 15 / lebih
kurang
Amikacin 30µg 14 / 15-16 17 / lebih
kurang
Chloramphenicol 30µg 14 / 15-22 23 / lebih
kurang
Sumber : Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI, 2006).

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Metode uji sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana mengetahui
dan mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta
mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri
pada konsentrasi yang rendah. uji sentivitas bakteri merupakan suatu metode untuk
menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk
mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Pada umumnya
metode yang dipergunakan dalam uji sensitivitas bakteri adalah metode Difusi Agar
yaitu dengan cara mengamati daya hambat pertumbuhan mikroorganisme oleh
ekstrak yang diketahui dari daerah di sekitar kertas cakram (paper disk) yang tidak
ditumbuhi oleh mikroorganisme. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan metode
dilusi yang juga dapat digunakan untuk menentukan kadar hambat minimal (KHM)
dan kadar bunuh minimal (KBM).

14
DAFTAR PUSTAKA

Ringga, Novelni., 2006. Identifikasi Dan Uji Resistensi Bakteri Penyebab Infeksi Nosokomial
pada Pasien Rawat Inap Pengguna Kateter pada Bangsal Saraf Rsup Dr. M.
Djamil Padang. Universitas Andalas. Padang.
(http://repository.unand.ac.id/17374/1/skripsi_ringga.pdf). Diakses pada Sabtu 10
November 2018.
T.pratiwi, Sylvia. 2008. Mikrobiologi farmasi. Erlangga : Yogyakatarta
Utami, Prapti., 2012. Antibiotik Alami untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Agro Media Pustaka.
Jakarta
Waluyo, Lud. 2008. Teknik dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. Malang. UMM Press.

15

Anda mungkin juga menyukai