PENDAHULUAN
1
penanganannya pun tinggi. Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem
yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan
ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api secara langsung maupun
tidak langsung, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan
kimia, air, dll) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat)
secara langsung maupun tidak langsung .
B. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah
1. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn)
gas, cairan, bahan padat Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan
oleh air panas (scald) ,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh
(flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas
lainnya(logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang
biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih
yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke
distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak
dengan sumber arus maupun grown .
3
4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk
keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar
sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar
radiasi
C. Patofisiologi
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas
langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur
sampai 440C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan
berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh
darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas.
Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar
dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi
protein plasma dan elektrolit.
Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang
hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial
menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler
mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses
transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok . Luka bakar juga
dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan organ multi
sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya
kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler,
peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein) , sehingga
mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun,
apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipovolemik
dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi
jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan
mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang
organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus
gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ
4
multi sistem. Proses kegagalan organ multi sistem ini terangkum dalam
bagan berikut :
5
Adapun klasifikasi luka bakar menurut kedalaman :
1. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering
hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung –
ujung syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara
spontan dalam waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al., 2005).
2. Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan
dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai
pula, pembentukan scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik
teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih
tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001).
A. Derajat II Dangkal (Superficial)
Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera,
Luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat
I dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial
setelah 12-24 jam
Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah
muda dan basah.
Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi
secara spontan kurang dari 3 minggu
6
Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya
tanpak berwarna merah muda dan putih segera setelah
terjadi cedera karena variasi suplay darah dermis (daerah
yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang
sedikit atau tidak ada sama sekali, daerah yg berwarna
merah muda mengindikasikan masih ada beberapa aliran
darah )
Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9
minggu
3. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih
dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar
berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis
yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi,
oleh karena ujung –ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau
kematian. Penyembuhanterjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi
spontan dari dasar luka (Moenadjat, 2001).
4. Luka bakar derajat IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
ltulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi
seluruh dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai
bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada
epidemis dan dermis yang dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami
kerusakan dan kematian. penyembuhannya terjadi lebih lama karena
ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka .
7
E. Berat dan Luas Luka Bakar
Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia
dan kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis.
Adanya trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas
46oC. Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan
lamanya kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak.
Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler
juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma
meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus.
Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok,
tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi.
Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi
metabolisme. Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan
mortalitasnya meningkat, dan penanganannya juga akan semakin
kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh
tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar,
yaitu:
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien.
Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas
luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.
Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada,
punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas
kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki
kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini
membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang
dewasa.
8
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki
lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil
berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.
9
Metode Lund dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh
di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas
permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas
permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan
disesuaikan dengan usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai
14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap
tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai
nilai dewasa.
10
kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang
hebat dan berlangsung lama
11
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma
mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada
sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi
I. Pemeriksaan Penunjang
2. Urinalisis
12
hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan
adanya jejas ‘tersembunyi’. Oleh karena itu, setelah mempertahankan
ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas
lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat
terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan
adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan
obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
1. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa
menimbulkan manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi
mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan
jalan nafas.
2. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu
agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding
intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar
tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan
pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
13
terdapat patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen.
Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat
menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal
bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
7. Bilasan bronkoalveolar
8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk
memperbaiki kompliansi paru
14
adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik
dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
c. Resusitasi nutrisi
15
L. Perawatan luka bakar
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan
debris (debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari
(biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
16
Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi
mikro – organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan
juga eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian
cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka
bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan
hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin
grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada
pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan
lebih dari 3 minggu.
- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang
timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang
tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
17
keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan
dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.
M. Prognosis
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada
dalam dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal
hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia
dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan
penyembuhan. Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit
18
yang timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru,
SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.
N. Komplikasi
SIRS , ARDS , Sepsis Kontraktur , Kematian
19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Luka bakar adalah hilang atau rusaknya jaringan akibat dari kontak
sumber panas secara langsung maupun tidak langsung yang membuat
pasien berada dalam keadaan bahaya apabila tidak ditangani secara cepat .
Tatalaksana untuk luka bakar meliputi penilaian anamnesa dan
pemeriksaan fisik , penilaian derajat luka bakar , tatalaksana primary
survey dengan cara ABCD yang diikuti dengan pemberian jalan nafas
sepanjang masa , resusitasi cairan di atur dari luasnya derajat luka bakar
dan berat badan sesuai dengan formula yang ada . Serta dari perawatan
luka bakar itu sendiri untuk mencapai prognosis yang lebih baik .
20
DAFTAR PUSTAKA
21