Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecenderungan penggunaan bahan obat alam atau herbal di dunia
semakin meningkat. Selain ekonomis sumber tanaman obat di Indonesia sangat
melimpah dengan jenis beraneka ragam. Tanaman berkhasiat obat menjadi
sesuatu yang sangat potensial untuk dikembangkan budidayanya, proses penyarian
bahan berkhasiatnya, dan teknologi untuk menjadikannya suatu sediaan farmasi.
Salah satunya adalah bentuk sediaan tablet.
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi teknologi pembuatan tablet diperlukan bahan tambahan yaitu
bahan penghancur (disintegrant), pengisi (diluents), pengikat (binder) dan
lubrikan.diantara bahan-bahan tersebut bahan penghancur merupakan salah satu
bahan yang dibutuhkan dalam proses pembuatan tablet yang berfungsi untuk
memudahkan pecahnya atau hancurnya tablet ketika masuk medium berair atau
ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan dan diharapkan tablet segera
melepaskan kandungan zat aktif, oleh sebab itu zat penghancur merupakan salah
satu bahan tambahan yang menentukan efektifitasnya suatu sediaan tablet
(Gennaro, 1990).
Zat aktif yang digunakan untuk diformulasikan sebagai bentuk sediaan
tablet adalah paracetamol. Menurut Lachman, (1994) parasetamol adalah salah
satu obat golongan analgetik dan antipiretik. Pemilihan zat aktif (paracetamol)
sebagai model bentuk sediaan padat karena obat ini banyak diminati oleh
masyarakat, selain harganya murah, paracetamol juga mampu mengurangi atau
menghilangkan demam tanpa mempengaruhi SSP (Susunan Saraf Pusat) atau
menurunkan kesadaran dan juga tidak menimbulkan ketagihan.
Pada praktikum kali ini menggunakan bahan penghancur amilum ubi
jalar, sebab ubi jalar lebih mudah didapat dan harganya pun relatif murah. Bahan
penghancur berperan menjaga adanya system pori-pori dalam tablet pada saat
tablet dikempa. Pori-pori ini mengakibatkan penetrasi air yang cepat saat tablet
bersentuhan dengan air, sehingga tablet segera hancur (Fittsari, 2008).

1
Berdasarkan uraian diatas dibuatlah tablet dengan bahan penghancur
amilum ubi jalar dengan menggunakan metode kempa langsung yang
diindikasiakan untuk meringankan sakit kepala, nyeri dan menurunkan demam.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara memformulasikan
obat analgesik dalam sediaan tablet.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui zat penghancur dalam pembuatan
tablet
3. Agar mahasiswa dapat memahami evaluasi terhadap bentuk sediaan tablet
1.2.2 Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa mampu menemukan zat penghancur amilum ubi jalar dalam
pembuatan tablet
2. Mahasiswa mampu memformulasikan zat aktif paracetamol dalam bentuk
sediaan tablet
3. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap bentuk sediaan tablet
yang telah diformulasikan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Tablet
Tablet adalah sediaan pada kompak, dibuat secara kempacetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat
tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang,
zat pengikat, zat pelican, zat pembasah atau zat lain yang cocok (Ditjen POM,
1979).
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya
dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet-
tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya
hancurnya, dan dalam aspen lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan
metode pembuatannya (Ansel, 1989).
Tablet adalah suatu bentuk sediaan padat yang kompak berbentuk pipih
sirkula, permukaan rata atau cembung, mengandung satu atau lebih bahan pbat
dengan atau tanpa bahan tambahan dan dibuat dengan cara dicetak atau dikempa
(Tungadi, 2018).
Waktu hancur sediaan tablet sangat berpengaruh dalam biofarmasi dari
obat. Supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi dalam saluran
cerna, maka tablet harus hancur dan melepaskannya ke dalam cairan tubuh untuk
dilarutkan (Ansel, 1989).Waktu hancur dipengaruhi oleh penghancur (jenis dan
jumlahnya) dan banyaknya pengikat.Selain itu, tablet juga harus memiliki
kekerasan yang cukup serta keregasan yang sesuai dengan persyaratan yang ada,
karena semakin kecil persentase kehilangan bobot dari suatu tablet maka semakin
baik efek terapi yang di berikan oleh sediaan obat tersebut terhadap tubuh.
Dengan kata lainkekerasan, keregasan, dan waktu hancur dapat mempengaruhi
kecepatan absorpsi obat dalam tubuh.

3
Tablet terdapat dalam berbagai ragam bentuk, ukuran, bobot, kekerasan,
ketebalan, sifat disolusi dan disintegrasi dan dalam aspek lain, tergantung pada
penggunaan yang dimaksudkan dan metode pembuatannya.Tablet biasanya
berbentuk bundar dengan permukaan datar, atau konveks.Tablet dapat dihasilkan
dalam berbagai bentuk, dengan membuat pons dan lubang kempa (lesung tablet)
cetakan yang didesain secara khusus (Siregar, 2010).
Keuntungan dari tablet yaitu beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi
padat dan kompak, tergantung pada keadaan amorfnya, fokulasi, atau rendahnya
berat jenis. Selain itu, obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya
cukupan atau tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap
kombinasi dari sifat diatas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasikan dan
diperbaiki dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavailabilitas obat
cukup. Kemudian obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat
dihilangkan, atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembapan udara perlu
pengapsulan atau penyelubungan sebelum dikempa (bila mungkin) atau
memerlukan penyalutan dulu (Lachman, 2008).
2.1.2 Keuntungan dan Kerugian
Menurut Tungadi (2018), keuntungan dan kerugian tablet adalah :
Keuntungan Kerugian
Mengandung zat aktif yang seragam Zat aktif yang cair atau higroskopis
sukar diformulasikan karena
memerlukan prosedur tertentu dan
waktu lama untuk membuat tabletnya
Mengandung zat aktif besar tetapi Cata pembuatannya cukup rumit, zat
volumenya kecil sehingga mudah tambahan, pabrikasi dan alat-alat yang
diberikan kepada anak-anak digunakan.
Pelepasan zat aktif dapat diatur Tidak dapat langsung
Dibuat secara besar-besaran sehingga Tidak dapat diberikan kepada penderita
dapat menurunkan harha yang tidak dapat makan (menelan),
muntah atau tidak sadar

4
Tersedia dalam berbagai dosis dan Tablet dengan bentuk dan warna yang
konsentrasi menarik perhatian anak-anak sehingga
bila dari-dari dalam penyimpanan dapat
keracunan
2.1.3 Syarat Tablet
Adapaun persyaratan tablet menurut Tungadi (2018), yaitu :
1. Ketahanan fisik yang cukup terhadap gangguan mekanis pada waktu
proses produksi, pengemasan, dan transport.
2. Bebas dari kerusakan fisik yaitu retak, berkeping, dan tidak terkontaminasi
dengan zat lain.
3. Mampu melepaskan zat aktif yang sama dari tiap dan dalam kondisi yang
dikehendaki.
4. Memenuhi persyaratan resmi yang berlaku sesuai Farmakope Indonesia.
2.1.4 Komponen-komponen Tablet
Menurut Swarbrick (2007), komposisi tablet terdiri dari bahan pengisi,
bahan pengikat, glidant, bahan penghancur, bahan pelican, anti lekat, bahan
pewarna, dan pengaroma dan pemanis. Komponen formulasi tablet terdiri dari
bahan berkhasiat (API) dan bahan pembantu (eksipien). Bahan tambahan
(eksipien) yang digunakan dalam mendesain formulasi tablet dapat dikelompokan
berdasarkan fungsionalitas eksipien sebagai berikut :
1. Pengisi/pengencer (diluents)
Walaupun pengisi pada umumnya dianggap bahan yang inert, secara
signifikan dapat berpengaruh pada ketersediaan hayati, sifat fisika dan kimia dari
tablet jadi (akhir)
2. Pengikat (binders dan adhesive)
Pengikat atau perekat ditambahkan ke dalam formulasi tablet untuk
meningkatkan sifat kohesi serbuk melalui pengikatan (yang diperlukan) dalam
pembentukan granul yang pada pengempaan membentuk masa kohesif atau
pemampatan sebagai suatu tablet. Lokasi pengikat di dalam granul dapat
mempengaruhi sifat granul yang dihasilkan.

5
3. Penghancur (disintegrants)
Tujuan penghacur adalah untuk memfasilitasi kehancuran tablet sesaat
setelah ditelan pasien. Agen penghancur dapat ditambahkan sebelum dilakukan
granulasi atau selama tahap lubrikasi/pelinciran sebelum dikempa atau pada kedua
tahap proses.
4. Pelincir (lubricant)
Fungsi utama pelincir tablet adalah untuk mengurangi friksi yang
meningkat pada antarmuka tablet dan dinding cetakan logam selama pengempaan
dan penolakan/pengeluaran tablet dari cetakan. Pelincir dapat pula menunjukan
sifat sebagai antilengket (anti adherant) atau pelicin (glidan).
5. Anti lengket (Antiadheran)
Antiadheran berguna dalam formulasi bahan yang menunjukan tendensi
mudah tersusun/terkumpul.
6. Pelicin (glidan)
Glidan dapat meningkatkan mekanisme aliran granul dari hoper ke dalam
lubang lumpang. Glidan dapat meminimalkan ketidakmerataan yang sering
ditemukan/ditunjukan formula kempa langsung. Glidan meminimalkan
kecenderungan granul memisah akibat adanya vibrasi secara berlebihan.
Hipotesis mekanisme kerja glidan menurut beberapa penelitian :
1) Dispersi muatan elektrostatik pada permukaan granul.
2) Distribusi glidan dalam granul.
3) Adsorpsi preferensial gas pada glidan versus granul.
4) Meminimalisasi forsa v.d. Waals melalui pemisahan granul.
5) Penurunan fraksi di antara partikel dan kekerasan permukaan karena
glidan teradhesi pada permukaan granul.
2.1.5 Metode Pembuatan Tablet
Dalam pembuatan tablet ada tiga metode yang dapat digunakan yaitu
granulasi basah, granulasi kering, dan kempa langsung. Langkah dari granulasi
basah adalah penimbangan, pencampuaran, granulasi, pengayakan basah,
pengeringan, pengayakan kering, pelincir, dan pengempaan peralatan tergantung

6
dari uraian atau kualitas atas kandungan atau zat aktif, pengisi, dan penghancur
(Gennaro, 1985).
Menutur Jenkis (1957), pada granulasi kering, saat proses (penekanan)
ketidakmungkinan mencampurkan beberapa bahan untuk tujuan kelembapan
menyebabkan proses pengembangan pengganti granulasi kering yang dikenal
sebagai proses penekanan (Jenkis, 1957). Menutrut Gennaro (1985), pada kempa
langsung terdiri dari pengempaan tablet secara langsung bahan serbuk tanpa
modifikasi sifat fisik dari bahan itu sendiri. Dahulu pengempaan langsung sebagai
metode pembuatan tablet untuk jumlah kecil dan sifat fisik kimia Kristal.
2.1.6 Masalah dalam Pembuatan Tablet
Masalah-masalah yang sering timbul pada pembuatan tablet yaitu pitting,
capping, dan laminasi. Pitting mengacu pada terjadinya tanda lubang kecil pada
permukaan tablet atau punc yang dihubungkan denganpelicin yang tidak cukup
atau hambatan suatu permukaan yang keras.Sedangkan capping dan laminasi
mengacu pada kelewatan mekanik yang merusak tablet.Keretakan akibat laminasi
bisa terjadi sepanjang langkah produksi (Jones, 2008).
Menurut Tungadi (2018), beberapa masalah yang sering timbul pada
pembuatan tablet yaitu binding, sticking, picking, filming. Binding adalah terikat
pada die atau sulit dikeluarkan hal ini biasanya terjadi karena kurangnya lubrikan.
Sticking adalah pelekatan biasanya terjadi karena lubrikasi yang tidak tepat
sehingga pelekatan tablet dengan punch. Picking adalah badian dari sticking
dalam jumlah yang kecil. Filming adalah pengelupasan yang disebabkan karena
kelembaban yang berlebih pada saat granulasi serta temperature yang tinggi.
Menurut Parrot (1970), sifat-sifat tablet yang ideal atau baik yaitu tablet
harus memenuhi spesifikasi keseragaman bobot dan kekerasan, diameter tablet
tidak lebih dari 7/16 inci dan tablet diharapkan memberikan penambahan yang
baik Untuk evaluasi yang dilakukan pada tablet yaitu berat tablet, ketebalan tablet,
kekerasan tablet, daya hancur, dan disolusi tablet.

7
2.2 Studi Preformulasi
a. Zat aktif
Paracetamol
b. Kelarutan
Menurut Dirjen POM (1979), Paracetamol larut dalam 70 bagian air, 7
bagian etanol, 7 bagian aseton, 40 bagian gliserin, 9 bagian propilenglikol,
larut dalam alkalias hidroksida. Sedangkan menurut Dirjen POM (1995),
Paracetamol larut dalam air mendidik dan dalam natrium hidroksida 1 N,
mudah larut dalamm etanol
c. Pka
9,38 (Dasmatchi, 1995)
d. pH
5,5-6,5 (Dasmatchi, 1995)
e. Koefisien Partisi
Log 0,46 (Sangser, 1994)
f. Inkompatibilitas
Inkompatibilitas terhadap permukaan nilon dan rayon (Walker, 1998).
g. Stabilitas
Menurut Walker (1994), paracetamol terhidrolisis pada pH minimal 5,7,
stabil pada temperature 45C dalam bentuk serbuk, dapat terdegradasi oleh
cahaya dan terbentuk warna pink, coklat dan hitam, reaktif terhadap
oksidasi, menyerap uap air dalam jumlah tidak signifikan pada suhu 25C
dan kelembapan 96%.
h. Dosis
6-12 bulan 200mg/hari
1-5 tahun 200-400mg/hari
5-10 tahun 400-800mg/hari
10 tahun keatas 1000mg/hari
Dewasa 500-2000mg/hari (Dirjen POM,1979).

8
i. Farmakologi
Paracetamol merupakan metabolit fanaselin dengan efek antipiretik yang
ditimbulkan oleh gugus amino-benzen. Efek anagetik dapat
menghilangkan/mengurangi nyeri sampai sedang baik secara sentral
maupun secara perifer. Sentral; bekerja pada hipotalamus sedangkan pada
perifer; menghambat pembentukan prostaglandin ditmpai tejadi inflamasi,
mencegah sentisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau
kimiawi (Wilmana, 1995).
2. 3 Analisis Permasalahan
Paracetamol adalah salah satu golongan analgetik. Pemilihan zat aktif
paracetamol sebagai bentuk sediaan padat karena obat ini banyak diminati oleh
masyarakat. Selain harganya murah, paracetamol juga mampu mengurangi atau
menghilangkan demam tanpa mempengaruhi system saraf pusat. Paracetamol
dibuat dalam sediaan tablet karena dilihat dari ketepatan pemberian dosis, praktis
dalam pengujian, biaya produksi murah, mudah dikemas, tahan dalam
penyimpanan, mudah dibuka serta bentuk yang memikat (Lachman, 1994).
Pada pembuatan sediaan tablet, diperlukan bahan tambahan untuk
membantu zat aktif. Diantaranya :
1. Zat Pengisi
Menutur Tungadi (2018), diluen atau pengisi adalah zat yang
ditambahankan kedalam massa sediaan untuk mencapai bobot yang diinginkan.
Zat pengisi yang digunakan adalah laktosa.
2. Zat Pengikat
Menutur Tungadi (2018), peran zat pengikat dalam formulasi adalah untuk
menambahkan daya kohesi serbuk yang dibutuhkan dalam mengikat serbuk
menjadi granul, dimana dibawah pengempaan akan membentuk massa yang
kohesif atau kompak menjadi tablet. Zat pengikat yang digunakan adalah Avichel
pH 102.

9
3. Zat Penghancur
Menutur Tungadi (2018), zat penghancur adalah bahan yang ditambahkan
ke tablet untuk memudahkan pemecahan atau penghancuran tablet. Zat
penghancur yang digunakan adalah bahan alam berupa pati ubi jalar.
4. Lubrikan
Menutur Tungadi (2018), lubrikan merupakan bahan yang dapat
mengurangi gesekan antara granul dengan dinding die selama proses pengempaan
dan pengeluaran. Lubrikan yang digunakan adalah talk.

5. Glidan
Menutur Tungadi (2018), glidan merupakan bahan yang dapat
meningkatkan kemampuan mengalirnya serbuk, umumnya digunakan dalam
kempa langsung tanpa proses granulasi. Glidan yang digunakan adalah talk.
6. Zat Penghancur
Menutur Tungadi (2018), zat penghancur adalah bahan yang ditambahkan
ke tablet untuk memudahkan pemecahan atau penghancuran tablet. Zat
penghancur yang digunakan adalah bahan alam berupa pati ubi jalar.
7. Lubrikan
Menutur Tungadi (2018), lubrikan merupakan bahan yang dapat
mengurangi gesekan antara granul dengan dinding die selama proses pengempaan
dan pengeluaran. Lubrikan yang digunakan adalah talk.
8. Glidan
Menutur Tungadi (2018), glidan merupakan bahan yang dapat
meningkatkan kemampuan mengalirnya serbuk, umumnya digunakan dalam
kempa langsung tanpa proses granulasi. Glidan yang digunakan adalah talk.

10
BAB III
PENDEKATAN FORMULA
3.1 Bahan Tambahan
3.1.1 Bahan Pengisi
1. Laktosa (Banker and Anderson, 1986; Dirjen POM, 1979; Dirjen POM,
1995; Rowe, 2009)
Nama Resmi : LAKTOSA
Nama Lain : Laktosa, saccharum lactis
Rumus Molekul : C12H22O11
Berat Molekul : 342,30 g/mol
Alasan Penambahan : Laktosa dalam formulasi berfungsi sebagai bahan
pengisi yang baik karena harganya murah dan
merupakan bahan yang inert.
Umumnya formulasi yang menggunakan laktosa
menunjukkan laju obat yang baik dan granulnya
cepat kering.
Kelarutan : Larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air
mendidih, sukar larut dalam etanol (95%) P.
Praktis tidak larut dalam kloroform P dalam eter
P.
Inkompatibilitas : Laktosa anhidrat adalah gula pereduksi yang
berpotensi berinteraksi dengan asam amino
primer dan sekunder (reaksi mailard).
2. Amilum Maydis (Rowe, 2009; Swabrick, 2007; Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AMILUM MAYDIS
Nama Lain : Pati jagung, corn starch
Rumus Molekul : C6H10O5
Alasan Penambahan : Amilum secara luas digunakan pada industri
farmasi dengan alasan mudah di dapat dan murah,
putih dan inert. Amilum bisa berfungsi sebagai

11
bahan pengisi, pengikat dan penghancur pada
tablet.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol dingin (95%) dan
air dingin. Amilum mengembang dalam air
dengan konsentrasi 5-10% pada 37ºC
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas hanya pada oxidant agents.
Konsentrasi : 3-20 %
3. Kalsium Fosfat Anhydrous (Rowe, 2009)
Nama Resmi : CALCIUM PHOSPHATE, DIBASIC
ANHYDROUS
Nama Lain : A-TAB; calcii hydrogenophosphas anhydricus;
calcium monohydrogen phosphate; calcium
orthophosphate; Di-Cafos AN; dicalcium
orthophosphate; E341; Emcompress Anhydrous;
Fujicalin; phosphoric acid calcium salt (1 : 1);
secondary calcium phosphate.
Rumus Molekul : CaHPO4
Berat Molekul : 136.06 g/mol
Alasan Penambahan : Biasanya digunakan dalam penggunaan oral, baik
untuk sediaan oral farmasi, tidak beracun dan
tidak mengiritasi.
Kelarutan : Larut dalam asam encer, praktis tidak larut dalam
air dan etanol dan eter.
Inkompatibilitas : Basa kalsium fosfat dihidrat tidak bisa digunakan
untuk formulasi antibiotik tetracykine basa
kalsium fosfat dihidrat telah dilaporkan bahwa
kalsium fosfat inkompatibilitas dengan
indomethacin, aspirin, aspartate, ampicilin.
Permukaan dan basa kalsium fosfat dihidrat ini
alkalin dan dia tidak bisa digunakan dengan obat
yang sensitif dari pH alkalin.

12
3.1.2 Bahan Penghancur
1. Amilum Ubi Jalar (Anief, 2016; Any, 2016; Lamia, 2018; Rowe, 2009)
Alasan Penambahan : Amilum ubi jalar digunakan sebagai penghancur
karena lebih mudah didapat dan harganya relatif
murah.
Amilum ubi jalar menghabiskan daya hancur
tablet yang cukup baik, dimana dapat menarik air
ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan
tablet pecah menjadi bagian-bagian dan akan
sangat menentukan kelarutan dari obat.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aquades dan etanol.
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas hanya pada oxidant agent.
2. Starch 1500 (Alderborn, 2002; Rowe, 2009)
Nama Resmi : STARCH PREGELATINIZED
Nama Lain : Pati kompresible
Rumus Molekul : C6H10O5
Berat Molekul : 300-1000 g/mol
Alasan Penambahan : Starch 1500 dapat digunakan sebgai penghancur
dengan cara pengembangan (sureling) yaitu
apabila terkena air, tablet akan mengembang
sehingga, menjadi tablet mudah pecah dan
hancur. Starch bersifat suoerdisintegrasi.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam pelarut organik sedikit
larut atau larut dalam air dingin, tergantung
derajat pregelatinasi.
3. Natrium Alginat (Rowe, 2009; Ekasari, 2011; Morris et al, 1978)
Nama Resmi : NATRII ALGINAS
Nama Lain : Acidum alginicum; E400; Kelacid; L-gulo-D-
mannoglycuronan; polymannuronic acid;
Protacid; Satialgine H8.
Rumus Molekul : (C6H8O)n

13
Berat Molekul : 20 000–240 000 g/mol
Alasan Penambahan : Natrium alginat yang merupakan koloid hidrofilik
yang mempunyai kapasitas absorpsi yang besar,
serta digunakan sebagai penghancur dengan cara
swelling. Dimana alginat akan mengembang
ketika kontak dengan air.
Kelarutan : Larut dalam air, larut dadlam kalsium klorida.
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan logam kecuali
magnesium.
Konsentrasi : 2,5-10 %
3.1.3 Bahan Pelicin
1. Talk (Syofyan, 2015; Rowe, 2009)
Nama Resmi : TALCUM
Nama Lain : Altalc; E553b; hydrous magnesium calcium
silicate; hydrous magnesium silicate; Imperial;
Luzenac Pharma; magnesium hydrogen
metasilicate; Magsil Osmanthus; Magsil Star;
powdered talc; purified French chalk; Purtalc;
soapstone; steatite; Superiore; talcum.
Rumus Molekul : Mg6(Si2O5)4(OH)4
Berat Molekul : 379,259 g/mol
Alasan Penambahan : Talk dapat meningkatkan massa fluiditas yang
akan dikempa. Talk lebih baik sebagai glidant
karena bahan yang murah dan mudah didapatkan.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam suasana asam.
Inkompatibilitas : Talk tidak bisa bereaksi dengan zat yang
mengandung amilum kuarter.
Konsentrasi : 1,0-10,0 %

14
2. Magnesium Stearat (Rowe, 2009; Depkes, 1995; Kibbe, 2005)
Nama Resmi : MAGNESIUM STEARAT
Nama Lain : Dibasic magnesium stearate; magnesium
distearate; magnesia stearas; magnesium
octadecanoate; octadecanoic acid, magnesium
salt; stearic acid, magnesium salt; Synpro 90.
Rumus Molekul : C36H70MgO4
Berat Molekul : 591.24 g/mol
Alasan Penambahan : Magnesium stearat sebagai lubrikan karena sifat
alir magnesium stearat yang berminyak jika
disentuh sehingga akan mengurangi gesekan
antara masa serbuk dengan alat pengisi.
Kelarutan : Tidak larut dalam air, dalam etanol 95 % dan
dalam eter. Sangat larut dalam benzen panas dan
dalam etanol.
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan kebanyakan logam
hidroksida dan tidak sesuai dengan basah, zat
pereduksi dan oksidator.
Konsentrasi : 1-3 %
3.1.4 Bahan Pengikat
1. Avicel pH 102 (Medina dan Kumar, 2006; Rowe, 2009)
Nama Resmi : MICROCRYSTALINE SELULOSA
Nama Lain : Avicel PH; Cellets; Celex; cellulose gel;
hellulosum microcristallinum; Celphere; Ceolus
KG; crystalline cellulose; E460; Emcocel;
Ethispheres; Fibrocel; MCC Sanaq; Pharmacel;
Tabulose; Vivapur.
Rumus Molekul : (C6H10O5)n
Berat Molekul : 36.000 g/mol
Alasan Penambahan : Avicel pH 102 memiliki ukuran partikel yang
lebih besar dari pH 101 dan sebagai pengikat

15
kering oleh karen itu avicel digunakan pada
metode kempa langsung. Avicel pH 102 memiliki
deformasi plastik dikompresi yang dapat
meningkatkan kekuatan ikatan antara partikel.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larutan asam dan
sebagaian besar pelarut organik.
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan agen pengoksidasi yang
kuat.
2. PVP (polivinil parolidon) (Rowe, 2009; Rowe, 2006; Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : POVINYL PIROLIDON
Nama Lain : Povinil pirolidon, povidon.
Rumus Molekul : (C3H4O2)n
Berat Molekul : 111,143 g/mol
Alasan Penambahan : PVP sebagai bahan pengikat yang dapat
menghasilkan tablet yang kekerasan tinggi,
menurunkan kerapuhan dan waktu hancur lama.
PVP digunakan sebagai pengikat dalam metode
granulasi basah untuk itu ditambahkan ke dalam
musilago.
Kelarutan : Larut dalam asam kloroform, etanol 95 %, keton,
metanol dan air, tetapi tidak larut dalam eter;
hidrokarbon; dan minyak mineral.
Inkompatibilitas : Dapat membentuk kompleks PVP jika
menggunakan pengawet thimerosal.
Konsentrasi : 0,5-5 %

16
3. Na-CMC (Nugroho, 2012)
Nama Resmi : CARBOXYMETHYLCELLULOSE SODIUM
Nama Lain : Akucell; Aqualon CMC; Aquasorb; Blanose;
Carbose D; carmellosum natricum; Cel-O-Brandt;
cellulose gum; Cethylose; CMC sodium; E466;
Finnfix; Glykocellan; Nymcel ZSB; SCMC;
sodium carboxymethylcellulose; sodium cellulose
glycolate; Sunrose; Tylose CB; Tylose MGA;
Walocel C; Xylo-Mucine.
Rumus Molekul : C8H16NaO8
Berat Molekul : 265,204 g/mol
Alasan Penambahan : Bahan pengikat polimer yang memberikan daya
adhesi pada massa serbuk tablet dengan kempa
langsung.
Kelarutan : Praktis larut dalam aseton, etanol 95 %, eter dan
toluena.
Inkompatibilitas : Inkom dengan larutan asam dan beberapa garam
besi.

17
BAB IV
FORMULASI DAN PERHITUNGAN
4.1 Formulasi
4.1.1 Formula Utama
R/
Paracetamol 200 mg (Zat Aktif)
Avicel PH 102 10 % (Pengikat)
Amilum Pati Ubi Jalar 10 % (Penghancur)
Talk 10 % (Lubrikan dan Glidant)
Laktosa ad 750 mg (Pengisi)
Dibuat dalam 10 tablet
4.1.2 Formula Alternatif
R/
Paracetamol 520 mg (Zat Aktif)
Avicel PH 102 10 % (Pengikat)
Amilum Pati Ubi Jalar 10 % (Penghancur)
Talk 10 % (Lubrikan dan Glidant)
Laktosa ad 2000 mg (Pengisi)
Dibuat dalam 10 tablet
4.1.3 Formula Yang Disetujui
R/
Paracetamol 200 mg (Zat Aktif)
Avicel PH 102 10 % (Pengikat)
Amilum Pati Ubi Jalar 10 % (Penghancur)
Talk 10 % (Lubrikan dan Glidant)
Laktosa ad 750 mg (Pengisi)
Dibuat dalam 10 tablet

18
4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Bahan
1. Formula Utama
Paracetamol = 200 mg
10
Avicel PH 102 10 % = × 750 mg
100
= 75 mg
10
Amilum Ubi jalar 10 % = × 750 mg
100
= 75 mg
10
Talk 10% = × 750 g
100
= 75 mg
Laktosa = 750 – (200+75+75+75)
= 325 mg
2. Formula Alternatif
Paracetamol 26% = 520 mg
10
Avicel PH 102 10 % = × 2000 mg
100
= 200 mg
10
Amilum Ubi jalar 10% = × 2000 mg
100
= 200 mg
10
Talk 10% = × 2000 mg
100
= 200 g
Laktosa = 2000 – (520+200+200+200)
= 880 mg

19
3. Formula Yang Disetujui
Paracetamol = 200 mg
10
Avicel PH 102 10 % = × 750 mg
100
= 75 mg
10
Amilum Ubi jalar 10 % = × 750 mg
100
= 75 mg
10
Talk 10% = × 750 g
100
= 75 mg
Laktosa = 750 – (200+75+75+75)
= 325 mg

20
BAB V
CARA KERJA DAN EVALUASI
5.1 Cara Kerja
5.1.1 Pembuatan amilum ubi jalar
1. Dikupas kulit ubi jalar
2. Dicuci sampai bersih
3. Ditambahkan aquades, diperas dengan kain putih
4. Diendapkan sampel diambil pasirnya
5. Disaring pada kertas saring dengan corong bundher untuk memisahkan
6. Dikeringkan (dilemari pengering)
7. Dihaluskan dan diayak agar menghasilkan ukuran yang seragam.
5.1.2 Pembuatan tablet paracetamol
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan dengan alkohol 70%
3. Ditimbang paracetamol 200 mg
4. Ditimbang avicel pH 102 sebanyak 0,75 g, amilum ubi jalar sebanyak 0,75
g, talk sebanyak 0,375 g dan laktosa sebanyak 3,65 g
5. Dicampurkan paracetamol dengan laktosa hingga homogen
6. Ditambahkan talk sebanyak 0,375 g , amilum ubi jalar sebanyak 0,75 g
dan avicel pH 102 sebanyak 0,75 g
7. Dicampurkan ke dalam lumpang hingga homogen
8. Dimasukkan ke dalam alat pencetak tablet
9. Dimasukkan tablet yang telah selesai dicetakn ke dalam kemasan
10. Diberi etiket dan brosur
11. Dilakukan uji evaluasi tablet yang meliputi (uji kerapuhan, uji waktu
hancur dan uji kegerasan)

21
5.2 Evaluasi (Tabel Evaluasi)

No Uji Evaluasi Prinsip Syarat Hasil


1. Uji Waktu Hancur 1. Dimasukkan lima Interval waktu Berdasarkan
buah tablet ke hancur tablet yaitu percobaan yang
dalam alat 5-30 menit. dilakukan waktu
disintegration Sediaan dikatakan hancur dari sediaan
tester. Setiap hancur sempurna tablet adalah 5
tabung diisi satu bila tidak ada sisa menit 30 detik, jadi
tablet. Dijalankan sediaan yang tidak sediaan tablet yang
alat sampai larut tertinggal dibuat memenuhi
semua fraksi pada kassa (Ansel, syarat yang ada
pecahan tablet 1989). pada farmakope.
lewat ayakan
yang terletak pada
bagian bawah alat
dan dicatat waktu
yang diperlukan
sebagai waktu
hancur tablet
2. Uji Kerapuhan Sebelum tablet Selisih harus lebih Berdasarkan
dimasukkan kecil dari 0,8% percobaan yang
kedalam friability (Lachman, 1994). dilakukan sediaan
tester,tablet tablet memenuhi
ditimbang terlebih persyaratan uji
dahulu kemudian kerapuahan karena
tablet dimasukkan hanya memiliki
kedalam alat lalu selisih 0,1%
dioperasikan
selama 4 menit
dengan 100 kali

22
putaran. Tablet
ditimbang
kembali dan
dibandingkan
dengan berat
mula-mula.
3. Uji Kegerasan Uji kegerasan Umumnya Berdasarkan
tablet (friabilitas) kekuatan tablet percobaan yang
merupakan uji berkisara 4-8 kg dilakukan sediaan
ketahanan (Lachman, 1994). tablet tersebut
permukaan tablet memenuhi
terhadap gesekan persyatan yang ada
yang dialami pada farmakope.
selama
pengemasan,
pengiriman, dan
penyimpanan.
Kegerasan dapat
dievaluasi dengan
menggunakan alat
uji kerapuhan
(friability tester).

23
BAB VI
PEMBAHASAN
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata atau
cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan
atau tanpa zat tambahan (Anief, 2000). Menurut Ansel (1989), pemberian obat
yang paling sering digunakan adalah pemberian melalui mulut (per-oral),
dikarenakan cara ini sangat praktis, mudah, dan aman.
Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin
dan telah digunakan sejak tahun 1893. Parasetamol (asetaminofen) mempunyai
daya kerja analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang dan
tidak menyebabkan iritasi serta peradangan lambung (Sartono, 1993 ; Wilmana,
1995).
Pada praktikum kali ini dilakukan evaluasi pada tablet dengan metode
kempa langsung. Pengujian evaluasi meliputi uji keregasan, uji kerapuhan, dan uji
waktu hancur.
Uji keregasan tablet (friabilitas) merupakan uji ketahanan permukaan tablet
terhadap gesekan yang dialami selama pengemasan, pengiriman dan
penyimpanan. Keregasan dapat dievaluasi dengan menggunakan alat uji
kerapuhan (friability tester). Tablet dikatakan baik apabila kerapuhannya tidak
lebih dari 0,8% (Lachman, 1994).
Menurut Lachman (1994), tablet dikatakan baik apabila kerapuhannya tidak
lebih dari 0,8%. Berdasarkan uji kegerasan, tablet yang diuji tidak mengalami
kehilangan bobot akibat abrasi (pengikisan) yang terjadi pada permukaan tablet.
Hal ini dikatan bahwa tablet memenuhi persyaratan uji keregasan.
Evaluasi kerapuhan tablet dilakukan untuk melihat seberapa besar gesekan
antar tablet dan jatuhan tablet terhadap pengurangan bobot tablet sebelum dan
setelah diuji serta untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan
pada waktu pengemasan dan pengiriman. Pengujian kerapuhan menggunakan alat
friability tester. Batas nilai kerapuhan yaitu ≤1% (Hadžović et al., 2010).

24
Uji kerapuhan dilakukan dengan cara dimasukkan 5 tablet yang telah
dibebas debukan, kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam friability tester
diputar selama 4 menit dengan kecepatan 50 rpm. Bobot tablet yang hilang
ditimbang dan ditentukan persen nilai kerapuhan tablet (Hadžović et al., 2010).
Menurut Hadžović (2010), batas nilai kerapuhan yaitu ≤ 1%. Berdasarkan
pada pengujian kerapuhan, bobot tablet yang hilang ditimbang dan ditentukan
persen nilai kerapuhan tablet. Hasil yang didapatkan setelah tablet ditimbang,
yang awalnya tablet memiliki bobot 0,82 setelah dilakukan uji kerapuhan bobot
tablet berkurang menjadi 0,81. Tablet memiliki persen nilai kerapuhan 0,1 %.
Sehingga tablet memenuhi syarat uji kerapuhan karena kurang dari 1 %.
Uji waktu hancur dilakukan untuk mengetahui lamanya waktu hancur tablet
didalam tubuh. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan desintegration
tester. Tablet yang tidak bersalut waktu yang diperlukan untuk menghancurkan 6
tablet ≤ 15 menit (Hadžović et al., 2010).
Pada pengujian waktu hancur digunakan 2 tablet. Tiap tablet dimasukan
pada masing-masing tabung dari keranjang alat desintegration tester, digunakan
air dengan suhu 37°C sebagai media. Pada akhir pengujian diamati semua tablet,
dipastikan semua tablet hancur sempurna dan dicatat waktu hancur tablet
(Hadžović et al., 2010).
Menurut Hadžović et al., (2010), persyaratan waktu hancur untuk tablet
yaitu tidak kurang dari 15 menit. Dari hasil yang diperoleh, tablet hancur semua
dalam waktu 5 menit 30 detik yang mengindikasikan bahwa tablet ini memenuhi
syarat waktu hancur.

25
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Pembuatan tablet dengan penghancur amilum ubi jalar dilakukan dengan
membuat ubi jalar menjadi tepung dengan cara diperas residu dengan kain saring.
Setelah itu filtrat diendapkan, disaring pada kertas saring dengan corong bunchen,
kemudian diovenkan pada suhu 60oC dan dihaluskan dengan penggilingan
sehingga menjadi tepung kemudian diayak sehingga mendapatkan serbuk ubi
jalar. Dalam pembuatan tablet terdapat tiga metode yaitu metode granulasi basah,
granulasi kering, dan cetak langsung. Dalam pembuatan tablet terdapat uji
evaluasi untuk sediaan yang terdiri dari uji keregasan tablet, uji kerapuhan, dan uji
waktu hancur.
7.2 Saran
7.2.2 Saran Untuk Asisten
Saran kami kepada asisten agar asisten lebih memperhatikan praktikan
untuk mengurangi faktor-faktor kesalahan yang terjadi pada saat praktikum
7.2.2 Saran Untuk Laboratorium
Saran kami kepada pihak jurusan agar memperhatikan keadaan
laboratorium dan melengkapi alat-alat serta bahan praktikum yang masih kurang
untuk kepentingan bersama.
5.2.2 Saran Untuk Jurusan
Diharapkan jurusan farmasi lebih memperhatikan kelengkapan
laboratorium teknologi farmasi sehingga praktikum dapat dilakukan dalam waktu
yang memungkinkan serta dapat meningkatkan hasil yang baik dalam proses
praktikum.

26

Anda mungkin juga menyukai